You are on page 1of 21

BANTUAN HIDUP DASAR DAN BANTUAN HIDUP LANJUT

PADA ANAK

Stanza Uga Peryoga


Konsultan Divisi Emergensi dan Rawat Intensif Anak (ERIA)
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK Unpad/RS Hasan Sadikin Bandung

PENDAHULUAN
Pediatric basic life support (PBLS) dan pediatric advance life support (PALS) merupakan
suatu upaya resusitasi.1 Resusitasi merupakan upaya yang dilakukan terhadap penderita atau
korban yang berada dalam keadaan gawat atau kritis untuk mencegah kematian. Kejadian henti
jantung di luar rumah sakit bervariasi antara 2−20 kasus / 100.000 anak setiap tahunnya.
Serangan henti jantung di rumah sakit sekitar 5,5% terjadi pada anak yang paling sering di
sebabkan oleh asfiksia, dimana 6,7% dari anak yang dapat bertahan, namun banyak yang
mengalami gangguan neurologis. Faktor yang mempengaruhi kondisi anak yang menjalani
resusitasi adalah kondisi anak sebelumnya, waktu dimulainya resusitasi jantung paru (RJP), awal
terdeteksinya henti jantung, dan kualitas dari proses PBLS dan PALS. Resusitasi jantung paru
sangat berhubungan dengan keberhasilan kembalinya sirkulasi spontan atau return of
spontaneous circulation (ROSC).1, 2
American Heart Association (AHA) dan European Resuscitation Council (ERC)
mengeluarkan panduan tentang PBLS dan PALS yang selalu diperbaharui. American Heart
Association mengeluarkan panduan tersebut pada tahun 1995, 2000, 2005, 2010 dan 2015,
sedangkan ERC pada tahun 1994, 1998, 2000, 2005, 2010 dan 2015.1, 3
Panduan dikeluarkan
tidak hanya berdasarkan bukti ilmiah dan klinis namun diharapkan dapat sesederhana mungkin
untuk dilakukan, sehingga pedoman internasional selalu mengalami perubahan dan variasi
4, 5
infrastruktur dalam panduan BLS dan ALS.

DEFINISI
Pediatric Basic life support atau bantuan hidup dasar (BHD) pada anak adalah tindakan
resusitasi tanpa menggunakan alat atau dengan alat yang terbatas seperti bag-mask ventilation

Workshop FK UNS 201 COLOSTRUM, Solo 19 November 2017

1
(BMV), sedangkan PALS atau bantuan hidup lanjut (BHL) pada anak suatu tindakan resusitasi
menggunakan alat atau obat resusitasi sehingga penanganan lebih optimal.3, 6 Untuk mencapai
keberhasilan resusitasi diperlukan keterampulan dan kerjasama yang baik dalam satu tim.7
Resusitasi jantung paru segera dan efektif berhubungan dengan kembalinya sirkulasi spontan
dan kesempurnaan pemulihan neurologi. Beberapa penelitian menunjukkan angka survival dan
keluaran neurologi lebih baik bila RJP dilakukan sedini mungkin. Saat jantung berhenti
oksigenasi akan berhenti pula dan menyebabkan gangguan otak yang tidak dapat diperbaiki
walaupun terjadi dalam beberapa menit. Waktu merupakan hal yang sangat penting saat kita
menolong korban yang tidak sadar dan tidak bernapas.7
Tindakan ini dibedakan berdasarkan usia anak < 1 tahun tahun atau lebih dari satu tahun,
yang merupakan suatu teknik yang dipakai untuk menyelamatkan jiwa yang sangat berguna
pada keadaan emergensi, termasuk henti napas dan henti jantung3.
Resusitasi jantung paru bertujuan untuk mempertahankan pernapasan dan sirkulasi agar
oksigenasi dan darah dapat mengalir ke jantung, otak, dan organ vital lainnya. Penyebab
terjadinya henti napas dan henti jantung berbeda-beda tergantung usia. Pada bayi dan anak
penyebab tersering adalah:8
 Sudden infant death syndrome (SIDS)
 Penyakit pernapasan
 Sumbatan saluran napas (termasuk aspirasi benda asing)
 Tenggelam
 Sepsis
 Penyakit Neurologis
 Terbakar

Panduan yang dikeluarkan American Heart Association (AHA)


a. Pediatric Basic Llife Support
Penolong yang akan melakukan BHD dan korban harus yakin berada pada tempat yang aman.
Kemudian lakukan langkah-langkah sesuai algoritma. Dalam membebaskan jalan napasebaskan
jalan napas dapat dilakukan diantaranya sebagai berikut.

Workshop FK UNS 201 COLOSTRUM, Solo 19 November 2017

2
- Jika korban tidak sadar dan tidak dicurigai adanya trauma, buka jalan napas dengan
teknik Head Tilt –Chin Lift Maneuver dan jangan menekan jaringan lunak dibawah
dagu karena akan menyebabkan sumbatan.
- Pada korban yang dicurigai mengalami trauma leher gunakan teknik Jaw-Thrust
Maneuver untuk membuka jalan napas, yaitu dengan cara meletakkan 2 atau 3 jari
dibawah angulus mandibula kemudian angkat dan arahkan keluar, jika terdapat dua
penolong maka yang satu harus melakukan imobilisasi tulang servikal.
- Mengeluarkan benda asing pada obstruksi karena aspirasi benda asing dapat
menyebabkan sumbatan ringan atau berat, jika sumbatannya ringan maka korban
masih dapat bersuara dan batuk, sedangkan jika sumbatannya sangat berat maka
korban tidak dapat bersuara ataupun batuk.Jika terdapat sumbatan karena benda asing
maka pada bayi dapat dilakukan teknik 5 kali back blows (slaps) atau 5 chest thrust.
- Pada anak yang masih sadar dapat dilakukan teknik Heimlich maneuver hingga benda
yang menyumbat dapat dikeluarkan.
- Sedangkan pada anak yang tidak sadar dilakukan teknik Abdominal thrusts dengan
posisi terlentang.
- Kemudian buka mulut korban, lakukan cross finger maneuver untuk melihat adanya
obstruksi dan finger sweeps maneuver untuk mengeluarkan benda asing yang tampak
pada mulut korban, namun jangan melakukan teknik tersebut pada anak yang sadar
karena dapat merangsang "gag reflex" dan menyebabkan muntah.
Menilai napas pada orban sudah tidak mengguanakn metode listen, look and feel, namun saat
ini hanya melihat pegerakan dinding ada dan simultan dilakukan dengan meraba nadi dalam 10
detik, jika nadi < 60x/menit lakukan kompresi jantung luar. Pada bayi < 1 tahun dapat dilakukan
teknik kompresi di sternum dengan dua jari (two-finger chest compression technique)yang
diletakkan 1 jari di bawah garis imajiner intermamae atau two thumb–encircling hands technique
yang direkomendasikan jika didapatkan dua penolong. Pada anak > 1 tahun kompresi jantung
luar dilakukan dengan teknik kompresi pada pertengahan bawah sternum dengan satu atau
kedua telapak tangan tapi tidak menekan prosesus xypoid ataupun sela iga.
Ada beberapa perbedan panduan PBLS menrut AHA pada tahun 2010 dengan 2015 dan
dapat dilihat di gambar lampiran 1,2 dan 3.2, 4

Workshop FK UNS 201 COLOSTRUM, Solo 19 November 2017

3
Rangkuman Poin Penting dan Perubahan Utama
Perubahan pada BHD pada pediatrik paralel dengan perubahan pada BHD dewasa.
Topik yang akan dibahas kali ini adalah sebagai berikut:2, 4
1. Menegaskan kembali urutan C-A-B (Compression- Airway-Breathing) sebagai urutan yang
tepat saat melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP).
Urutan RJP 2015 sama dengan 2010, yaitu C-A-B, namun berbeda dengan 2005, yaitu A-B-
C (Airway-Breathing-Compression) dengan alasan untuk menurunkan waktu dimulainya
kompresi dada sehinga menurunkan ―waktu tanpa aliran darah‖. Perubahan tersebut
berdasarkan pada orang dewasa yang membutuhkan RJP dengan ventrikular fibrilasi (VF)
lebih memerlukan kompresi daripada ventilasi. Permulaan RJP dengan 30 kompresi daripada
ventilasi bertujuan menurunkan keterlambatan aliran darah. Penolong dapat memulai
kompresi dada secepatnya. Penelitian pada manikin menunjukan dimulainya RJP dengan 30
kompresi dada yang dilanjutkan dengan 2 ventilasi meberikan keterlambatan pemberian
2
ventilasi selama 18 detik untuk 1 penolong dan 9 detik untuk 2 penolong.
Penelitian yang membandingkan urutan C-A-B dan A-B-C pda manusia pada henti
jantung belum ada. Pengaruh perbedan waktu dulakukannya kompresi dada pada C-A-B dan
A-B-C telah dievaluasi. Dua peneliti pada manikin dewasa dan anak menunjukkan
perbedaan waktu pemberian ventilasi selam 6 detik jika menggunakan urutan C-A-B
daripada menggunakan A-B-C.9, 10
Berdasarkan AHA 2015 diharapkan konsistensi urutan C-A-B saat RJP pada korban dapat
dilakukan disemua umur sehingga memudahkan penolong untuk menyelamatkan orang
pada semua umur untuk diingat dan dilaksanakan. Mempertahankan urutan yang sama antara
anak dan dewasa akan membantu saat konsistensi terutama saat melatih petugas kesehatan.2, 4

2. Algoritma baru untuk 1-penolong dan 2-penolong.


Algoritma CPR telah dibagi dua yaitu panduan dengan 1 penolong dan 2 penolong alam
melakukan resusitasi. Pembagian tersebut berguna untuk pandaun yang lebih baik dalam
menjalankan tahapan resusitasi. Saat ini adalah masa telepon gennggam dengan
pengerassuara, teknologi ini dapat membuat satu penolong mengaktifkan system respon

Workshop FK UNS 201 COLOSTRUM, Solo 19 November 2017

4
emergensi sambil memulai CPR. Perangkat ini dapat membantu 1-penolong untuk
mengaktifkan panggilan darurat saat sedang mulai melakukan RJP; penolong dapat
melanjutkan percakapan dengan petugas operator saat sedang melakukan RJP. Algoritma ini
memrioritaskan usaha untuk medapatkan AED secara cepat pada penderita yang pingsan
secara mendadadk dan disaksikan karena kejadia seperti itu sangat mungkin diakibatkan oleh
kelainan jantung. 2, 4

3. Menetapkan batas atas 6 cm untuk kedalaman kompresi dada pada remaja.


Sangat beralasan bagi penolong untuk melakukan kompresi dada sampai 1/3 diameter
antroposterior dada pada anak dan bayi. Perkiraan 4 cm pada bayi dan 5 cm pada anak. Bagi
anak yang sudah pubertas atau remaja direkomendasikan sama seperti orang dewasa yaitu
minimal 5 cm tetatpi tidak boleh melebihi 6 cm. 2, 4
Pada suatu penelitian orang dewasa menyatakan bahwa berbahaya apabila melakukan
kompresi > 2,4 inci ( 6 cm). Pada suatu penelitian pada 87 anak yang dilakukan resusitasi ,
sebagian > 8 tahun dengan kedalaman kompresi > 2 inci ( 5,1 cm) terdapat > 60% kompresi
dalam waktu 5 menit berhubungan dengan peningkatan angka keselamatan selama 24 jam. 11

4. Merekomendasikan kecepatan yang dilakukan juga pada orang dewasa yaitu laju kompresi
100 sampai 120 kali per menit
Untuk memaksimalkan saat pelatihan RJP karena tidak adanya penellitian yang cukup pada
anak untuk laju kompresi dada, sangatlah beralasan untuk menggunakan rekomendasi laju
kompresi pada orang dewas yaitu 100-120 x/menit pada bayi dan anak. Penggunaan feedback
device direkomendasikan karena dapat membantu penolong dalam mengoptimalkan
kecepatan dan kedalaman kompressi dada.2
Pada suatu penelitian yang melibartkan RJP pada orang dewasa, ketidaksesuaian
kedalaman kompresi dada dengan kmpresi laju kompresi yang cepat. Untuk memaksimalkan
konsistensi dan retensi pendidikan, dengan tidak adanya penelitian pada anak, para ahli anak
setuju untuk mengadopsi rekomendasi yang sama dengan laju kompresi dada saat RJP pada
orang dewasa.

Workshop FK UNS 201 COLOSTRUM, Solo 19 November 2017

5
5. Menegaskan kembali pentignya melakukan kompresi dan ventilasi sebagai bantuan hidup
dasar pada anak.
Resusitasi dengan RJP konvensional (kompresi dan ventilasi) sebaiknya diberikan pada bayi
dan anak dengan henti jantung. Asfiksia sebagai penyebab paling banyak henti jantung
membutuhkan pemberian ventilasi sebagai bagian penting dari RJP. 2
Compression – only CPR efektif pada pasien dengan henti jantung primer, jika penolong
tidak mau atau tidak dapat memberi nafas, kami menyarankan agar penolong melakukan
kompresi saja saat melakukan. Pada kondisi penolong tidak dapat memberikan ventilasi,
resusitasi pada bayi dan anak yang mengalami henti jantung dan dilkukan kompresi saja.
Penelitian registri besar di Jepang menunjukkan bahwa keluaran neurologis pada anak yang
henti jantung karena asfiksia dengan saat dilakukan compression-only CPR dibandingkan
dengan RJP konvensional.2, 4

b. Pediatric Advance Llife Support


Pembaharuan mengenai PALS pada tahun 2015 menurut AHA memiliki beberapa poin-poin
penting, diantaranya sebagai berikut.2, 4
1. Pada kondisi khusus, saat merawat anak dengan demam, penggunaan cairan kristaloid
isotonic restriktif dapat eningkatakan angka harapan hidup.
Pada anak yang mengalami syok, bolus cairan awal diberkan 20 mL/kg. Meskipun, untuk
anak dengan penyakit demam pemberian cairan IV bolus sebaiknya dilakukan dengan
sangat hati-hati, karena mungkin sangat membahayakan.
Perlu ditekankan bahwa rencana perawatan sangat individual. Berdasarkan penelitian
sebelumnya dengan ketersediaan perawatan kritis dengan kondisi sumber daya yang terbatas
dan pemberian cairan yang berlebihan pada anak demam dapat menimbulkan komplikasi
dimana peralatan yang kurang tepat dan ahli yang tidak diperlukan pada anak tersebut.

2. Penggunaan atropin secara rutin sebagai premedikasi untuk intubasi secara spesifik untuk
mencegah aritmia adalah kontroversial,tidak ada dosis minimum atropin pada kondisi
seperti ini. Tidak ada bukti yang cukup dalam pengguanaan atropin secra rutin sebagai
premedikasi untuk mencegah terjadinya bradikardi pada saat intubasi. Beberapa penelitian

Workshop FK UNS 201 COLOSTRUM, Solo 19 November 2017

6
menggunakan dosis atropine <0,1 mg tanpa terjadinya peningkatana kemungkinan aritmia.
Tidak ada bukti yang mendukung dosis minimal atropine.

3. Pemantauan hemodinamik secara invasive selama RJP.


Saat alat infasif sudah terpasang pada saat henti jantung, alat tersebut berguna untuk
memantau kualitas RJP. Alat invasive untuk mengukur tekanan darah digunakan agar dapat
mencapai target tekanan darah anak yang mengalami henti jantung. 4
Terdapat 2 peneliti uji acak terkonrol pada hewan yang menunjukkan adanya perbaikan
ROSC dan angka harapan hidup pada akhir pnelitian ketika tekhnik RJP disesuaikan atas
dasar pemantauan hemodinamik secara invasive, namun penilitian ini belum dicobakan pada
manusia. 4

4. Amiodaron atau lidocaine adalah agen antiaritmia pada anak dengan VF dan pVT syok
refrakter.
Amiadarone direkomendasikan pada VF syok refrakter atau pVT. Lidocaine dapat diberikan
jika amiodaron tidak tersedia. Penelitian retrospektif melibatkan banyak institusi pasien
anak yang dirawat inapmenunjukkan amiodraone, lidocaine dikaitkan dengan tingginya
angka kejadian ROSC dan angka kelangsungan hidup dalam 24 jam. Meskipun keduanya
tidak ada hubungan dengan angka kelangsungan hidup dampai anak pulang dari rumah
sakit. 4

5. Epinefrin direkomendasikan sebagai vasopresor pada anak dengan henti jantung.


Dalam rekomendasi sebelumnya pada taahun 2010 epineprin sebagai vasopressor diberikan
pada henti jantung. Terdapat 2 penelitian observasional pada bayi dan 1 penelitian acak pada
orang dewasa yang beraa di luar rumah sakit menemukan epinefrin berkaitan dengan
perbaikan ROSC dan kelangsungan hidup smpai anak masuk rumah sakit namun tidak
sampai keluar dari rumah sakit.4

6. Anak dengan diagnosa penyakit jantung pada keadaa henti jantung sebaiknya
pertimbangkan Extracorporeal cardiopulmonary resuscitation (EPCR).

Workshop FK UNS 201 COLOSTRUM, Solo 19 November 2017

7
Terdapat suatu penelitian ditemukan hasil yang lebih baik dengan EPCR pada pasien dengan
penyakit jantung dibandingkan dengan pasien tanpa penyakit jantung. 4

7. Penangan suhu sesuai target.


Untuk anak yang koma pada beberapa hari pertama setelah henti jantung, suhu harus
dipantau secara terus menerus dan demam harus diobati secara agresif. Harus
mempertahankan normotermia selama 5 hari (36°C −37.5°C) atau hipotermia selama 2 hari
(32°C − 34°C) diikuti dengan normotermia selama 3 hari berikutnya. Sebuah penelitian
acak prospektif dan multisenter pada anak menerima terapi hipotermia (32°C − 34°C)
dengan normotermia tidak terdapat perbedaan dalam hasul., tidak ada satupun variabel yang
ditemukan cukup untuk memprediksi keluaran. 4

8. Setelah ROSC, cairan dan infus vasoaktif sebaiknya mempertahankan tekanan darah (TD)
sistolik >P5 sesuai usia.
Pada beberapa penelitian anak yang dengan hipotensi memiliki angjka harapan hidup lebih
buruk dan sampai keluar dari rumah sakitdan keluaran neurologis yang lebih buruk.

9. Setelah ROSC, normoksemia sebaiknya menjadi target terapi.


Target saturasi oksigen 94%− 99 demi menghindarkan hipoksemia Hindari terjadinya
hiperkapnea atau hipokapnea berat. Pada suatu penelitian obssevasional pada anak yang
telah mengalami resusitasi henti jantung menemukan bahwa normoksemia dikaitkan dengan
perbaikan angka harapan hidup sampai pasien keluar dari perwatan intensif anak. Penelitian
lainnamun pada orang dewasa menunjukkan keluaran yang lebih uruk pada keadaan
hipokapnea

Panduan yang dikeluarkan European Resuscitation Council (ERC)


a. Pediatric Basic Life Support
Algoritma yang dikeluarkan ERC pada tahun 2010 dan 2015 masih menggunakan utrutan RJP
nya dengan A-B-C. Mengingat bahwa urutan ABC telah menjadi metode yang dibius dan dikenal
dengan baik untuk penyampaian RJP pada anak di Eropa. Kelompok Penulis ERC pediatric life

Workshop FK UNS 201 COLOSTRUM, Solo 19 November 2017

8
support (PLS) menentukan bahwa penggunaan urutan ini harus dilanjutkan, terutama karena
panduan sebelumnya telah mengintruksikan kepada ratusan ribu orang penyedia layanan
kesehatan dan orang awam. Posisi ini akan terus ditinjau berdasarkan pengetahuan baru. 3, 5
Bantuan hidup dasar dengan pandiuan A-B-C menjadi tidak sulit untuk diingat dan
memudahkan orang awam atau orang disekitar korban misalnya guru, perawat sekolah, penjaga
pantai dapat melakukan tindakan resusitasi dan dapat menyelamatkan korban dengan cepat.3
Mengecek kesadaran pasien adalah dengan merangsang atau memanggil korban.
Memanggil bantuan dengan berteriak tanpa ada mencari AED terlebih dahulu. Kondisi seperti ini
membuat penolong mencari bantuan orang di sekitarnya untuk membantu resusitasi PBLS.
Memastikan jalan napas tetap terbuka dan apakah pasien bernapas atau tidak. 3, 5
Algoritma PBLS menurut ERC masih menggunakan look,listen and feel dalam memastikan
bernapas atau tidak dalam 10 detik. Durasi untuk memberikan bantuan napas sekitar 1 detik
untuk memastikan dada naik atau tidak. Jika tidak dilakukan lakukan bantuan napas 5 kali
dengan ventilasi, karena serangan jantung pada anak akibat aspiksia sehingga memerlukan
ventilasi efektif dalam CPR.3, 5
Nadi tidak teraba atau tidak ada tanda-tanda kehidupan lakukan kompresi 15 kali kompresi
dada, bagian bawah sternum harus ditekan setidaknya sepertiga diameter antoro-posterior dari
rongga dada (4 cm pada bayi dan 5 cm pada anak) tidak lebih dari 6 cm, dengan kecepatan
100−120x/menit dan meminimalkan interupsi. Jangan menyela kompresi >10 detik untuk
memberikan ventilasi.3, 5

b.Pediatric Advance Life Support


Panduan PALS menurut ERC 2015 lebih membahas pentingnya interaksi antara petugas
emergensi dalam memberikan CPR dan waktu yang tepat dalam pemberian AED. Urutan
penilaian dan intervensi mengikuti prinsip ABCDE (Airway - Breathing - Circulation –
Disability - Exposure) : 3, 5
 Korban yang tidak respon dan tidak bernapas perlu dilakukan RJP dan perlu dicurigai
adanya bentuk kejang.

Workshop FK UNS 201 COLOSTRUM, Solo 19 November 2017

9
 Apabila tidak terdapat tanda syok sepsis, maka anak dengan demam harus mendapatkan
terapi cairan dengan hati-hati dan dilakukan penilaian ulang. Pada beberapa bentuk syok
sepsis, restriksi cairan dengan kristaloid isotonik dapat lebih menguntungkan.
 Intervensi pada defibrilasi harus < 5 detik
 Menjaga bantalan defibrilasi untuk meminimalkan jeda preshock. Ukuran ideal bantalan
tidak diketahui namun harus ada pemisahan yang baik antara bantalan. Rekomendasi
yang disarankan pada diameter 4,5 cm untuk bayi dan anak dengan berat badan <10 kg
dan 8-12 cm anak berat badan > 10 kg
 Dosis energi yang ideal untuk defibrillation yang aman dan efektif tidak diketahui. Dosis
awal pada kardioversi 2-4 J/Kg, menurut ERC dosis awal disamakan dengan 4 J/kg dan
maksimal 9 J/Kg. Untuk kardioversi supraventricular takikardi (SVT), dosis inisial telah
diperbaharui menjadi 1 J/kg
 Mencegah demam pada anak yang mengalami ROSC , karena berpengaruh terhadap
keluaran status neurologis dalam 1 tahun. Manajemen target suhu pada anak pasca ROSC
harus menjadi normotermia atau sedikit hipotermia, dimana hipertermia berpotensi
berbahaya

SIMPULAN
American Heart Association dan ERC mengeluarkan panduan tentang PBLS dan PALS yang
diperbaharui pada tahun 2015. Berdasarkan temuan ilmiah , bukti klinis dan kondisi lingkungan
pembaharuan dibuat tidak hanya meningkatkan kualitas penanganan dan mempermudah
pengajaran. Sangat penting untuk kita mengetahui update dari tatalaksana PBLS dan PALS.

Workshop FK UNS 201 COLOSTRUM, Solo 19 November 2017

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Spencer B, Jisha Chacko J, Donna Sallee D. Guidelines for cardiopulmonary resuscitation


and emergency cardiac care: An overview of the Changes to pediatric basic and advanced
life support. Crit Care Nurs Clin N Am. 2011;23:303–10.
2. Atkins DL, Berger stuarrt, Duff JP, Gonzales JC, Hunt EA, Joyner BL, et al. pediatric bassic
life support and cardiopulmonary resuscitation quality 2015 American heart association
guidlnes update for cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular care.
Pediatric. 2015;136(2):S167−75.
3. Maconochie IK, Bingham R, Eich C, Herce JL, Nunez AR, Rajka T. Europian resuscitation
council guidlines for resuscitation 2015. section 6. Paediatric life support. . Resuscitation.
2015;95:223−48.
4. American Heart association. Highlightof the americn heart association guidlines update for
CPR and ECC. 2015:20–5.
5. European resuscitation coucil. summary of the main changes in the resuscitation guidlines.
2015.
6. Caen AR, Chair, Berg MD, Chameides L, Gooden CK, Hickey RW, et al. Pediatric
advanced life support 2015 american heart association guidelines update for
cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation.
2015;132(2):S526–42.
7. Berg M, Stephen M, Schexnayder, Chameides L, Terry M, Donoghue A, et al. Pediatric
basic life support; American heart association guidelines for cardiopulmonary resuscitation
and emergency cardiovascular care. circulation. 2010;122(3):S862−75.
8. American heart association. Pediatric basic life support. Circulation. 2005;112:IV156−66.
9. Marsch s, Semmer N, Zobirist R HP, Hunziker s, Orsini F. ABC versus CB for
ccardiopulmonary resuscitation: a prospective, randomized simulator-based trial. Swiss Med
Wkly. 2013;143:1−11.
10. Lubrano R, Ceccheti C, bellelli E, Gentile I, Levano HL, Orsini F. Comparison of times of
intervention during pediatric CPR maneuvers using ABC and CAB sequences: a randomized
trial. Rsuscitation. 2012;83:1473−7.
11. Sutton r, French B, Niles D, Donoghue A, Topijan A, Nishisaki A. American heart
association recommended compression depths during pediatric in hospital resusciations are
associated with survival. resiscitation. 2014;85 1179-84.
12. Kleinman ME, Chair, Chameides L, Schexnayder SM, Samson RA, Hazinski MF, et al.
Special Report—pediatric advanced life support: 2010 American heart association
guidelines for cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular care. pediatric.
2010;126:e1361−99.
13. Europian resuscitation council. Summary of the main changes in the resuscitation
guidelines. 2010.

Workshop FK UNS 201 COLOSTRUM, Solo 19 November 2017

11
LAMPIRAN 1

Algoritma BLS menurut AHA tahun 2010


Sumber: Berg MD dkk7

Workshop FK UNS 201 COLOSTRUM, Solo 19 November 2017

12
LAMPIRAN 2

Algoritma PBLS menurut AHA Satu Penolong- Diperbaharui 2015


Sumber: AHA,20154

Workshop FK UNS 201 COLOSTRUM, Solo 19 November 2017

13
LAMPIRAN 3

Algoritma PBLS menurut AHA Dua Penolong- Diperbaharui 2015


Sumber: AHA,20154

Workshop FK UNS 201 COLOSTRUM, Solo 19 November 2017

14
LAMPIRAN 4

Algoritma PALS menurut AHA 2010


Sumber: AHA,201012

Workshop FK UNS 201 COLOSTRUM, Solo 19 November 2017

15
Keterangan algoritma PALS menurut AHA 2010

Workshop FK UNS 201 COLOSTRUM, Solo 19 November 2017

16
LAMPIRAN 5

Algoritma PALS menurut AHA Diperbaharui 2015


Sumber: AHA,20156
Workshop FK UNS 201 COLOSTRUM, Solo 19 November 2017

17
Keterangan algoritme PALS menurut AHA 2015

Workshop FK UNS 201 COLOSTRUM, Solo 19 November 2017

18
LAMPIRAN 6

Tidak Merespon?

Panggil bantuan

Bebaskan jalan napas

Tidak bernapas normal?

Ventilasi 5x

Tidak ada tanda kehidupan?

Kompresi dada 15x

hubungi 112 atau nomor bantuan gawat


darurat nasional setelah RJP selama 1 menit

Algoritma PBLS menurut ERC A. 2010 B. 2015


Sumber:ERC,201013
ERC,20155

Workshop FK UNS 201 COLOSTRUM, Solo 19 November 2017

19
LAMPIRAN 7

Algoritma PALS menurut ERC tahun 2010


Sumber: ERC, 201013

Workshop FK UNS 201 COLOSTRUM, Solo 19 November 2017

20
LAMPIRAN 8

Algoritma PALS menurut ERC tahun 2015


Sumber: ERC, 20105

Workshop FK UNS 201 COLOSTRUM, Solo 19 November 2017

21

You might also like