Professional Documents
Culture Documents
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Turbidit adalah suatu sedimen yang diendapkan oleh mekanisme arus turbid
(turbidity current), sedangkan arus turbid itu sendiri adalah suatu arus yang memilik i
suspensi sedimen dan mengalir pada dasar tubuh cairan, karena mempunyai
kerapatan yang lebih besar daripada cairan tersebut (Keunen dan Migliorini, 1950).
Kelompok 5 1
Laboratorium Sedimentologi
2015
mengatakan bahwa suatu endapan adalah endapan turbidit. Hal ini mengingat bahwa
banyak struktur sedimen tersebut, yang juga berkembang pada sedimen yang bukan
turbidit (Keunen, 1964).
a. Karakteristik Litologi
Terdapat perselingan tipis yang bersifat ritmis antar batuan berbutir relatif
kasar dengan batuan yang berbutir relatif halus, dengan ketebalan lapisan
beberapa milimeter sampai beberapa puluh centimeter. Umumnya
perselingan antar batupasir dan serpih. Batas atas dan bawah lapisan datar,
tanpa adanya penggerusan (scouring).
b. Pada lapisan batuan berbutir kasar memiliki pemilahan buruk dan
mengandung mineral- mineral kuarsa, feldspar, mika, glaukonit, juga
banyak didapatkan matrik lempung. Kadang-kadang dijumpai adanya fosil
rework, yang menunjukan lingkungan laut dangkal.
c. Pada beberapa lapisan batupoasir dan batulanau didapatkan adanya fragme
n tumbuhan.
d. Kontak perlapisan yang tajam, kadang berangsur menjadi endapan pelagik.
e. Pada perlapisan batuan, terlihat adanya struktur sedimen tertentu yang
menunjukan proses pengendapannya, yaitu antara lain perlapisan
bersusun, perlapisan sejajar, perlapisan bergelombang, konvolut, dengan
urut-uruta n tertentu.
f. Tak terdapat struktur sedimen yang memperlihatkan ciri endapan laut
dangkal maupun fluvial, antara lain pengerukan, silang siur, dll.
g. Sifat-sifat penunjukan arus, memperlihatkan pola aliran yang hampir
seragam saat suplai terjadi.
Karakteristik tersebut tidak selalu harus ada pada suatu endapan turbidit. Dalam
hal ini lebih merupakan suatu alternatif, mengingat bahwa suatu endapan turbidit juga
Kelompok 5 2
Laboratorium Sedimentologi
2015
dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya yang akan memberikan ciri yang berbeda dari
suatu tempat ke tempat lain.
Menurut Bouma (1962) dalam hal pengenalan endapan turbidit salah satu ciri
yang penting adalah struktur sedimen, karena mekanisme pengendapan arus turbid
memberikan karakteristik sedimen tertentu. Banyak klasifikasi struktur sedimen hasil
mekanisme arus turbid, salah satunya karakteristik genetik dari Selly (1969). Selly
(1969) mengelompokan struktur sedimen menjadi 3 berdasarkan proses
pembentukannya:
Kelompok 5 3
Laboratorium Sedimentologi
2015
2. Bedforms
3. Cross lamination
4. Irregular stratification
Bouma (1962) memberikan urutan ideal endapan turbidit yang dikenal dengan
Bouma Sequence, dari interval a-e. Urut-urutan endapan turbidit yang umumnya
berupa perselingan antara batupasir dan batulempung merupakan suatu satuan yang
berirama (ritmis), dimana setiap satuan merupakan hasil episode tunggal dari suatu
arus turbid. Bouma Sequence yang lengkap dibagi 5 interval, peralihan antara satu
interva l ke interval berikutnya dapat secara tajam, berangsur, atau semu, yaitu:
Kelompok 5 4
Laboratorium Sedimentologi
2015
Urut-urutan ideal seperti diatas mungkin tak selalu didapatkan dalam lapisan,
dan umumnya dapat merupakan urut-urutan internal sebagai berikut:
Kelompok 5 5
Laboratorium Sedimentologi
2015
Bouma (1962) telah membuat bentuk hipotetik kerucut tunggal dan ganda. Pada
dasarnya endapan oleh arus turbid yang besar mempunyai rangkaian yang lengkap dan
setelah pengendapan material yang kasar kecepatan berkurang dan pada saat tertentu
dimana kecepatan sangat rendah mulai terbentuk laminasi interval (Tb-e = T2). Proses
berkurangnya kecepatan dan ukuran butir sedimen berjalan terus selama pengendapan,
sehingga terbentuk rangkaian (Tc=T3), (Td-e=T4) dan (Te=T5). Berdasarkan sifat jauh
dekatnya sumber, maka endapan turbidit dapat dibagi menjadi 3 fasies, yaitu:
1. Fasies proximal,
2. Fasies intermediate, dan
3. Fasies distal.
Middleton (1967) menyatakan bahwa arus turbid merupakan salah satu tipe
dari arus kerapatan (density current), dimana arus bergerak secara gaya berat, karena
adanya perbedaan kerapatan antara arus dengan cairan di sekeliingnya, yang
disebabkan oleh adanya dispersi sedimen pada suatu tempat (misalnya: muara sungai
atau delta), dimana sedimen banyak terakumulasi karena adanya faktor pemicu,
misalnya : suatu gempa bumi, tsunami,dll, mulai bergerak dan meluncur secara tiba-
tiba ke arah bawah cekungan. Saat sedimen tersebut mulai meluncur ke bawah akan
membentuk slump. Slump tersebut bergerak perlahan-lahan dan berangsur-angs ur
menjadi lebih cepat disebabkan adanya pengurangan viskositas. Selanjutnya massa
sedimen akan bergerak sampai pada lereng yang curam, maka terjadilah kenaikan
kecepatan dan pergerakan selanjutnya berubah menjadi arus turbid, sehingga butiran
Kelompok 5 6
Laboratorium Sedimentologi
2015
kasar akan terkonsentrasi pada bagian kepala arus, sedangkan yang lebih hglus di
bagian ekor. Karena pengaruh gravitasi maka arus turbid akan bergerak ke bawah
mengikuti ngarai di bawah samudera.
kecepatan tinggi bercampur dengan air, yang merupakan suatu aliran menuju laut dalam. Disini
partikel-partikel sedimen bergerak tanpa bantuan benturan /seretan air,
melainkan oleh energi inersia, dimana energi potensial diubah menjadi energi kinetik,
kemudian pengendapan terjadi segera setelah energi kinetik habis.
Middleton dan Hampton (1973) memperkenalkan istilah sedimen gravity flow untuk
Kelompok 5 7
Laboratorium Sedimentologi
2015
1. Aliran turbid (turbidity current), dimana butir-butir telah lepas sama sekali
dan masing- masing butir didukung oleh fluida (telah terinduksi menjadi
turbulen).
2. Aliran sedimen yang difluidakan (fluidized sediment flow), butir yang
lepas di dukung oleh cairan yang diperas ke atas antar butir. Butir-butir
masih bersentuhan.
3. Aliran butir (grain flow), dimana butir-butir belum lepas dan dalam
mengalir masih sering bersentuhan.
4. Aliran debris (debris flow), dimana butir-butir kasar masih didukung oleh
matriks (massa dasar) campuran sedimen yang lebih halus dan media (air)
dan masih mempunyai kekuatan. Jika butir-butir ini masih mempunya i
kekuatan dan relatif merupakan massa dan terdapat kohesi antara butir,
maka hal ini disebut slump (lengseran), sehingga masih bersifat plastis.
Mutti dan Ricci Luchi (1972), mengatakan bahwa fasies adalah suatu lapisan
atau kumpulan lapisan yang memperlihatkan karakteristik litologi, geometri dan
sedimentologi tertentu yang berbeda dengan batuan di sekitarnya. Suatu mekanis me
yang bekerja serentak pada saat yang sama. Asosiasi fasies didefinisikan sebagai
suatu kombinasi dua atau lebih fasies yang membentuk suatu tubuh batuan dalam
berbagai skala dan kombinasi. Asosiasi fasies ini mencerminkan lingkungan
pengendapan atau proses dimana fasies-fasies itu terbentuk.
Dalam menentukan fasies turbidit, Walker dan Mutti (1973) merinci pembagia
n fasies turbidit dari Mutti dan Ricci Lucci (1972).
Kelompok 5 8
Laboratorium Sedimentologi
2015
Walker dan Mutti (1973) telah mengemukakan suatu model, yaitu model kipas
laut dalam dan hubungannya dengan fasies turbidit (gb.2.9). Walker (1978) kemudian
menyederhanakan kembali klasifikasi tersebut menjadi 5 fasies, yaitu:
Kelompok 5 9
Laboratorium Sedimentologi
2015
5. Fasies Lapisan yang didukung oleh aliran debris flow dan lengseran
(Pebbly mudstone, debris flow, slump and slides, SL).
Fasies ini terdiri dari berbagai kumpulan batuan, pasir, kerikil, kerakal dan
bongkah-bongkah yang terkompaksi. Fasies ini berasosiasi dengan
lingkungan pengendapan kipas atas (upper channel fill).
Model Kipas Bawah Laut Mutti dan Lucchi Mutti dan Lucchi (1972)
berdasarkan sifat fisik endapan turbidit seperti warna, komposisi, variasi besar butir,
tekstur perlapisan dan struktur sedimen, membagi fasies turbidit menjadi 7 fasies
utama, yaitu fasies A, B, C, D, E, F, dan G, dimana ketujuh fasies tersebut berasosiasi
dengan tiga lingkungan pengendapan, yaitu: lereng (slope), dibagi menjadi lereng atas
(upper slope) dan lereng bawah (lower slope); kipas (fan) dibagi menjadi kipas dalam
(inner fan), kipas tengah (middle fan) dan kipas luar (outer fan); kumpulan daratan
cekungan.
Pada dasarnya Walker (1978) membagi kipas laut dalam 4 bagian pokok, yaitu:
1. Asosiasi Fasies Pada Lembah Pengisi
Kelompok 5 10
Laboratorium Sedimentologi
2015
Lembah pengisi merupakan alur utama dari sedimen yang membentuk lipas
laut dalam. Lembah ini memotong lereng kontinen dan dapat menerus dari
laut dalam sampai dekat pantai. Dari penyelidikan yang dilakukan umumnya
lembah pengisi berisi sedimen berukuran halus (fasies G), interkalasi lensa-
lensa tubuh batupasir dari fasies A merupakan endapan paritan (submarine
channel), interkalasi batuan yang campur aduk (fasies
F) juga sering didapatkan sisipan fasies E dan D, diperkirakan sebagai
akibat dari kenaikan atau fluktuasi muka air laut setelah zaman es.
2. Asosiasi Fasies Kipas Laut Dalam
Kipas ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: kipas atas (upper fan), kipas
tengah (middle fan), dan kipas bawah (lower fan).
a. Kipas Atas (upper fan)
Kipas atas merupakan pengendapan pertama dari suatu sistem kipas laut
dalam, yang merupakan tempat dimana aliran gravitasi itu terhenti oleh
perubahan kemiringan. Oleh karena itu, seandainya aliran pekat (gravitasi
endapan ulang) ini membawa fragmen ukuran besar, maka tempat
fragmen kasar tersebut diendapkan adalah bagian ini. Fragmen kasar
dapat berupa batupasir dan konglomerat yang dapat digolongka n ke
dalam fasies A, B dan F. Bentuk lembah-lembah pada kipas atas ini
bermacam-macam, bias bersifat meander, bias juga hampir berkelok (low
sinuosity). Mungkin hal ini berhubungan dengan kemiringan dan
kecepatan arus melaluinya, ukuran kipas atas ini cukup besar dan
bervariasi tergantung besar dan kecilnya kipas itu sendiri. Lebarnya bisa
mencapai mulai dari ratusan meter sampai beberapa kilometer, dengan
kedalaman dari puluhan sampai ratusan meter. Alur-alur pada kipas atas
berukuran cukup besar. Walker (1978) memberikan model urutan macam
sedimen kipas atas ke bawah. Bagian teratas ditandai oleh fragmen aliran
(debris flow) berstruktur longsoran (slump), jika sedimennya berupa
konglomerat, maka umumnya letak semakin ke bawah pemilahannya
makin teratur, mengakibatkan bentuk lapisan
Kelompok 5 11
Laboratorium Sedimentologi
2015
Kelompok 5 12
Laboratorium Sedimentologi
2015
Kelompok 5 13
Laboratorium Sedimentologi
2015
Kelompok 5 14
Laboratorium Sedimentologi
2015
(Surono dkk, 1992). Fisiografi daerah Jawa Timur (van Bemmelen 1949)
Geologi Jawa timur dibagi atas beberapa zona, menurut van Bemmelen jawa
timur dibagi atas 4 bagian antara lain:
a. Zona Pegunungan Selatan Jawa (Southern Mountains): batuan
pembentuknya terdiri atas siliklastik, volkaniklastik, volkanik, dan batuan
karbonat.
b. Zona Gunung Api Kuarter (Quartenary Volcanoes): merupakan gunung
aktif
c. Zona Kendeng (Kendeng Zone): batuan pembentuknya terdiri atas
Sekuen dari volkanogenik dan sedimen pelagik.
d. Zona Rembang (Rembang Zone): batuan pembentuknya terdiri atas
endapan laut dangkal, sedimen klastik, dan batuan karbonat.
Kelompok 5 15
Laboratorium Sedimentologi
2015
Pegunungan Selatan dan Dataran Yogyakarta dibatasi oleh aliran K. Opak, sedangkan di bagian utara
berupa gawir Baturagung. Bentuk Pegunungan Selatan ini hampir membujur barat-timur sepanjang lk.
50 km dan ke arah utara-selatan mempunyai lebar lk. 40 km (Bronto dan Hartono, 2001). Zona
Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi
tiga subzona, yaitu Subzona Baturagung, Subzona Wonosari dan Subzona Gunung
Sewu (Harsolumekso dkk., 1997 dalam Bronto dan Hartono, 2001). Subzona
Baturagung terutama terletak di bagian utara, namunmembentang dari barat (tinggia n
G. Sudimoro, ± 507 m, antara Imogiri-Patuk), utara (G. Baturagung, ± 828 m), hingga
ke sebelah timur (G. Gajahmungkur, ± 737 m). Di bagian timur ini, Subzona
Baturagung membentuk tinggian agak terpisah, yaitu G. Panggung (± 706 m) dan G.
Gajahmungkur (± 737 m). Subzona Baturagung ini membentuk relief paling kasar
dengan sudut lereng antara 100 – 300 dan beda tinggi 200-700 meter serta hampir
seluruhnya tersusun oleh batuan asal gunungapi.
Subzona Wonosari merupakan dataran tinggi (± 190 m) yang terletak di bagian
tengah Zona Pegunungan Selatan, yaitu di daerah Wonosari dan sekitarnya. Dataran ini
dibatasi oleh Subzona Baturagung di sebelah barat dan utara, sedangkan di sebelah
selatan dan timur berbatasan dengan Subzona Gunung Sewu. Aliran sungai utama di
daerah ini adalah K. Oyo yang mengalir ke barat dan menyatu dengan K. Opak Sebagai
endapan permukaan di daerah ini adalah lempung hitam dan endapan danau purba,
sedangkan batuan dasarnya adalah batugamping. Subzona Gunung Sewu merupakan
perbukitan dengan bentang alam karts, yaitu bentang alam dengan bukit-bukit
batugamping membentuk banyak kerucut dengan ketinggian beberapa puluh meter.
Di antara bukit-bukit ini dijumpai telaga, luweng (sink holes) dan di bawah
permukaan terdapat gua batugamping serta aliran sungai bawah tanah. Bentang alam
karts ini membentang dari pantai Parangtritis di bagian barat hingga Pacitan di sebelah
timur. Zona Pegunungan Selatan di Jawa Timur pada umumnya merupakan blok yang
terangkat dan miring ke arah selatan. Batas utaranya ditandai escarpment yang cukup
kompleks. Lebar maksimum Pegunungan Selatan ini 55 km di sebelah selatan
Surakarta, sedangkan sebelah selatan Blitar hanya 25 km. Diantara Parangtritis dan
Pacitan merupakan tipe karts (kapur) yang disebut Pegunungan Seribu atau Gunung
Kelompok 5 16
Laboratorium Sedimentologi
2015
Sewu, dengan luas kurang lebih 1400 km2 (Lehmann. 1939). Sedangkan antara
Pacitan dan Popoh selain tersusun oleh batugamping (limestone) juga tersusun oleh
batuan hasil aktifitas vulkanis berkomposisi asam-basa antara lain granit, andesit dan
dasit (Van Bemmelen,1949).
Zona Pegunungan Selatan di Jawa Timur pada umumnya merupakan blok
yang terangkat dan miring ke arah selatan. Batas utaranya ditandai escarpment yang
cukup kompleks. Lebar maksimum Pegunungan Selatan ini 55 km di sebelah selatan
Surakarta, sedangkan sebelah selatan Blitar hanya 25 km. Diantara Parangtritis dan
Pacitan merupakan tipe karts (kapur) yang disebut Pegunungan Seribu atau Gunung
Sewu, dengan luas kurang lebih 1400 km2 (Lehmann. 1939). Sedangkan antara
Pacitan dan Popoh selain tersusun oleh batugamping (limestone) juga tersusun oleh
batuan hasil aktifitas vulkanis berkomposisi asam-basa antara lain granit, andesit dan
dasit (Van Bemmelen,1949).
I.3.2.2. Geomorfologi Regional Pegunungan Selatan
Satuan perbukitan terdapat di selatan Klaten, yaitu Perbukitan Jiwo.
Perbukitan ini mempunyai kelerengan antara 40 – 150 dan beda tinggi 125 – 264 m.
Beberapa puncak tertinggi di Perbukitan Jiwo adalah G. Jabalkat (± 264 m) di
Perbukitan Jiwo bagian barat dan G. Konang (lk. 257 m) di Perbukitan Jiwo bagian
timur. Kedua perbukitan tersebut dipisahkan oleh aliran K. Dengkeng. Perbukitan
Jiwo tersusun oleh batuan Pra-Tersier hingga Tersier (Surono dkk, 1992).
Perbukitan Jiwo, Bayat merupakan in layer dari batuan Pra-tersier dan Tersier di
sekitar endapan Kuarter, terutama terdiri dari endapan fluvio-volkanik dari Gunung
Merapi. Ketinggian rata-rata dari perbukitan ini adalah 400 meter di atas muka laut,
sehingga tergolong perbukitan rendah. Perbukitan Jiwo dibagi menjadi dua, yaitu bagian
barat dan bagian timur. Perbukitan Jiwo Barat memanjang dengan arah utara – selatan,
puncak-puncaknya adalah Jabalkat, Kebo, Merak, Cakaran, Budo, Sari, dan Tugu, di
bagian paling utara membelok ke barat yaitu Perbukitan Kampak. Perbukitan Jiwo Timur
memanjang dengan arah barat – timur, puncak-puncaknya adalah Konang, Pendul, Temas,
dengan percabangan ke utara berupa puncak Jokotuo dan Bawak.
Kelompok 5 17
Laboratorium Sedimentologi
2015
Perbukitan Jiwo Barat dan Timur dipisahkan oleh Sungai Dengkeng yang
memotong daerah perbukitan secara anteseden. Sungai Dengkeng ini mengeringka n
rawa menjadi dataran rendah akibat air dari Gunung Merapi tertahan oleh Pegununga
n Selatan. Genangan air ini mengendapkan di sebelah utara berupa pasir dari lahar, di
sebelah selatan berupa lempung hitam.
I.3.2.3. Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Bagian Barat
Pegunungan Selatan bagian barat secara umum tersusun oleh batuan sedimen
volkaniklastik dan batuan karbonat. Batuan volkanoklastiknya sebagian besar
terbentuk oleh pengendapan gaya berat (gravity depositional processes) yang
menghasilkan endapan kurang lebih setebal 4000 m. Hampir seluruh batuan sedimen
tersebut mempunyai kemiringan ke selatan. Urutan stratigrafi penyusun Pegununga n
Selatan bagian barat dari tua ke muda adalah:
Formasi Wungkal-Gamping
Formasi Kebo - butak
Formasi Semilir
Formasi Nglanggran
Formasi Sambipitu
Formasi Wonosari
Endapan Kuarter
Kelompok 5 18
Laboratorium Sedimentologi
2015
Kelompok 5 19
Laboratorium Sedimentologi
2015
ketebalan dari formasi ini kurang lebih 800 m. urutan batuan yang membentuk Kebo
Butak ini ditafsirkan terbentuk pada lingkungan lower submarine fan dengan
beberapa interupsi pengendapan tipe mid fan (Raharjo, 1983), yang terbentuk pada
akhir Oligosen (N2-N3) (Sumarso & Ismoyowati, van Gorsel et al.,1987).
A
B
Untuk mencapai lokasi, penempuh membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam 30 menit
dari Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta dengan kondisi jalan
yang cukup ramai. Penyusun berangkat dengan menggunakan sepeda motor dengan
rata-rata kecepatan 60 km/jam. Dari gerbang Timur UPN menuju ke arah Prambanan,
dan melewati Jalan Yogya-Solo kemudian nanti ada jalan di sebelah Tenggara sebrang
pabrik gula. Mengikuti jalan hingga tiba di wisata Curug Tegalrejo.
Kelompok 5 20
Laboratorium Sedimentologi
2015
BAB II
METODOLOGI
Tinjauan Pustaka
Pengamatan di Lapangan
Pengambilan Data
Handspeciment
Pendeskripsian
Kelompok 5 21
Laboratorium Sedimentologi
2015
Kelompok 5 22
Laboratorium Sedimentologi
2015
Singakapan terletak pada daerah yang diberi kotak diatas. Pada peta geologi, daerah
tersebut masuk dalam Formasi Kebo-butak.
Kelompok 5 23
Laboratorium Sedimentologi
2015
BAB III
Kelompok 5 24
Laboratorium Sedimentologi
2015
2. Wavy Lamination
Kelompok 5 25
Laboratorium Sedimentologi
2015
3. Paralel Lamination
Deskripsi:
Siltstone, Grey, Silt (0.06 - 0.004 mm),
Paralel lamination.
Kelompok 5 26
Laboratorium Sedimentologi
2015
4. Stratified
F: Lithic (Andesit),
M: fine Sand,
C: Silica,
Stratified.
Kelompok 5 27
Laboratorium Sedimentologi
2015
Kelompok 5 28
Laboratorium Sedimentologi
2015
Kelompok 5 29
Laboratorium Sedimentologi
2015
Kelompok 5 30
Laboratorium Sedimentologi
2015
BAB IV
IV. 1. Kesimpulan
Dari hasil analisis profil, didapatkan:
1. Pada daerah telitian, batuannya di dominasi oleh batupasir dan batulanau
yang tidak bereaksi saat ditetesi oleh HCl.
2. Terdapat perselingan antara batupasir dan batulanau.
3. Struktur sedimen graded bedding, wavy lamination, parallel lamination dan
stratified.
4. Litofasies menurut Walker (1973) CT: Classical Turbidites, MS: Massive
sandstone, dan CGL: Conglomerates dan berdasarkan Mutti (1992) diperoleh
F7: Fine Grained Facies F7, F8: Fined Grained Facies F8 dan F9a:
Fined Grained Facies F9a
5. Lingkungan Pengendapan yaitu Suprafan Lobes on Mid Fan (Smooth-
channeled)
IV. 2. Saran
Sebaiknya ada bimbingan beberapa hari sebelum dilakukan ekskursi sehingga
praktikan tidak kebingungan pada saat di lapangan. Assisten harusnya berada tidak
jauh dari praktikan, sehingga ketika praktikan mengalami kesulitan tidak kesusahan
dalam mencari narasumber.
Dan sebaiknya lintasannya tidak perlu terlalu panjang agar bisa lebih melatih
kepekaan dalam memperhatikan struktur batuan sedimen.
Kelompok 5 31