You are on page 1of 19

BAB I

PERANCANGAN SISTEM PENGENDALI TEKANAN

A. Pendahuluan
Kontrol otomatik merupakan esensi dalam numerical control mesin-mesin presisi pada industri
manufaktur, disain sistem auto pilot pada industri penerbangan, disain mobil dalam industry
otomotif. Juga dapat diterapkan pada operasi-operasi industri seperti mengontrol tekanan,
temperatur, kelembaban, viskositas, aliran dalam industri proses. Tujuan utama sistem control
adalah mengendalikan keluaran, perubahan keluaran hanya diperkenankan di dalam batas patokan
atau sesuai dengan yang telah ditetapkan. Pada keadaan yang umum bila terjadi perubahan masukan
pada sistem akan langsung diikuti oleh perubahan pada keluarannya (Sulasno,2009) dengan aksi
kontrol dari kontroler.
Dari berbagai jenis kontroler, jenis kontroler yang umum digunakan di industri adalah kontroler
konvensional : on-off dan PID (Proportional Integral Derivative), karena sederhana pengoperasiannya tapi
dapat menjamin performansi pengendalian. Dari kedua jenis kontroler konvensional ini,kontroler
mempunyai performansi pengendalian yang lebih baik, dengan pemilihan konstanta PID yang tepat. Untuk
menerapkan sistem pengendalian dengan aksi control PID, perlu penalaan konstanta PID, untuk
mendapatkan respon yang terbaik. Untuk satu jenis (karakteristik) plant (obyek pengaturan) tertentu; perlu
nilai penalaannya karena nilai-nilai ini sangat spesifik untuk tiap plant (Ziegler,J.G dan Nichols, N.B; 1942).
Dalam makalah ini akan dilakukan perancangan sebuah pengendali tekanan dengan spesifisikasi
sebagai berikut :

 Fi = 6 buah set tanki (input)


 Fo = 3 buah set (output)
 Pop = 1 buah untuk kendali 6 input (controller)

Pengendali tekanan ini dibuat dengan konfigurasi closed loop.

B. Metodologi
Perancangan sistem pengendali tekanan ini terdiri dari tanki, level measuring device, kontroler,
dan control valve. Aliran liquid dialirkan melalui permukaan atas tanki, kemudian dikeluarkan dari
bawah tanki yang diatur oleh control valve. Rancangan sistem kontrol pengendali tekanan ini
diperlihatkan dalam Gambar 1.

1
Gambar 1. Sistem Kontrol Pengendali Tekanan

Sistem ini mempunyai 3 buah set output yaitu kecepatan aliran (Flow Indicator), nilai pressure
tekanan (Level Transmitter) berupa tegangan, dan nilai ketinggian cairan (Liquid Level).
Konfigurasi kontrol 3 buah set output yaitu Flow Indicator, Level Transmitter dan Liquid Level
digambarkan pada Gambar 2.

2
Gambar 2. Konfigurasi Kontrol Flow Indicator, Level Transmitter dan Liquid Level

Secara umum sistem pengendali tekanan yang dirancang memiliki struktur berikut :

Gambar 3. Struktur Sistem Pengendali Tekanan

Bagian-bagian dari struktur di atas adalah:


a) P (Pompa)
Pompa ini dipakai untuk mengisi tekanan pada valve. Pompa ini sekali dinyalakan akan
secara otomatis mati jika tekanan pada valve sudah penuh dan akan secara otomatis pula
mengisi lagi jika tekanan pada valve sudah berkurang / habis.

3
b) FI (Flow Indikator)
Alat ini disebut juga dengan rotameter. Alat ini akan menunjukkan debit air pada saat
tertentu sesuai dengan seberapa besar katup tangan no. 5 dibuka.
c) LI (Level Indikator)
Level indikator atau gelas penduga dipakai untuk menduga tinggi air dalam skala persentase
dan meter.
d) LT (Level Transmitter)
Alat ini berfungsi untuk menghasilkan arus dan tegangan yang besarnya sebanding dengan
tinggi permukaan air. Jadi keluaran alat ini adalah bisa arus juga tegangan.
e) V-I Converter
Alat ini akan mengkonversi keluaran tegangan dari DAC menjadi arus dengan besar tertentu
yang besarnya sebanding dengan penguatan tertentu dari nilai tegangannya.
f) CV (Control valve)
Control valve yang dipakai, dikendalikan oleh masukan arus. Valve ini menjadi komponen
utama yang dikendalikan agar tinggi level air yang berada pada jangkauan tertentu saja.

Secara blok diagram, proses sistem kontrol (closed loop) sebagai pengendali tekanan dapat dilihat
pada Gambar 4 berikut ini.

Gambar 4. Blok Diagram Sistem Kontrol Pengendali Tekanan

4
Tangki beserta liquid di dalamnya merupakan sebuah proses. Level measuring device sebagai
sebuah sensor ketinggian sekaligus transduser, akan mengukur ketinggian cairan tersebut serta
mengubahnya menjadi besaran elektrik atau pneumatik. Jika level cairan dalam tanki melebihi
tinggi yang diinginkan (set point) maka controller akan memutuskan untuk memperbesar aliran
outlet. Berdasarkan perintah controller, final control element (control valve) akan membuka
(opening) untuk memperbesar aliran.
Instrumen-instrumen pengukur (sensor) adalah instrumen-instrumen yang digunakan untuk
pengukuran (measurement). Variabel-variabel yang diukur adalah Process Variables (PV).
Instrumen ini juga digunakan untuk memperoleh informasi tentang apa yang sedang terjadi di dalam
suatu proses. Pressure Sensor / Transmitter adalah Alat yang digunakan untuk menggubah
perubahan sensing element dari sebuah sensor menjadi sinyal yang mampu di terjemahkan oleh
controller. Range yang digunakan untuk transmisi adalah 4 -20mA, 1 – 5 VDC. Sinyal 4-20 mA
yang merepresentasikan sinyal input dari pressure transmitter, diteruskan ke receiver yang bisa
berupa DCS, PLC ataupun controller, yang terhubung dengan station yang berfungsi sebagai MMI
(Man-Machine Interface) atau HMI (Human-Machine Interfacer), pada DCS, PLC ataupun
controller, sinyal 4-20mA tersebut di-scalling lagi menjadi bentuk engineering unit (meter)
sehingga dengan variasi 0-10 meter level pada tanki, bisa ditampilkan 0-10 meter (engineering unit)
pada HMI/MMI.

Gambar 5. Representasi Parameter (Sinyal)

5
Saluran transmisi (transmission lines) membawa sinyal hasil pengukuran oleh sensor dan telah
diubah oleh transducer/transmitter ke kontroler atau dari kontroler ke final control element.
Saluran transmisi dapat berupa sinyal pneumatik (udara yang terkompresi). Namun, seiring dengan
berkembangnya kontroler elektronik analog dan khususnya kontroler digital, saat ini kebanyakan
menggunakan sinyal elektrik sebagai saluran transmisinya. Kontroler memperoleh informasi dari
measuring device yaitu sinyal Process Variable (PV), membandingkan dengan Set Point (SP),
menghitung banyaknya koreksi yang diperlukan sesuai dengan algoritmanya (P, PI, dan PID), dan
kemudian memutuskan atau mengeluarkan sinyal koreksi (Manipulated Variable/MV) untuk
ditransmisikan ke Control Valve.
Dalam sistem kontrol, salah satu masalah mendasar adalah penalaan, yaitu menemukan nilai
konstanta yang tepat agar PV (Process Variable) dapat cepat dan mulus mengejar harga SV (Setting
Variable). Penambahan kontroler akan memperbaiki performansi sistem pengendalian. Pada aksi
control Proporsional (P), proportional mempunyai arti bahwa besarnya aksi kontrol sesuai dengan
besarnya error dengan faktor pengali tertentu. Kelemahan dari aksi kontrol ini adalah terdapatnya
steady state error yaitu output mempunyai selisih terdapat set point.
Aksi kontrol integral (I) akan menghilangkan steady state error, artinya output sistem akan selalu
mengejar set point sedekat mungkin. Aksi kontrol integral sering disebut automatic reset control.
Kelemahan dari aksi kontrol ini adalah terjadi osilasi sehingga mengurangi kestabilan sistem. Aksi
kontrol (D) sering disebut rate control karena kecepatan perubahan error sebanding dengan sinyal
kontrol. Artinya, apabila ada perubahan error, maka sinyal kontrol beraksi. Aksi kontrol ini
memberikan respon terhadap perubahan sinyal error dan mampu mengoreksinya sebelum error
bertambah besar. Aksi kontrol ini mampu mengantisipasi error, mempercepat respon sistem dan
meningkatkan stabilitas sistem. Kelemahan dari aksi ini adalah terdapat steady state error karena
error yang konstan tidak akan menghasilkan sinyal kontrol (sistem yang sudah steady tidak
menghasilkan aksi kontrol walaupun jauh dari set point).
Aksi kontrol PID merupakan gabungan aksi control dengan penambahan kontroler Proporsional,
Integral, dan Diferensial secara bersamaan, yang menghasilkan performansi serta keuntungan
gabungan ketiganya. PID mempunyai karakteristik reset control dan rate control yaitu
meningkatkan respon dan stabilitas sistem serta mengeliminasi steady state error.

6
Persamaan aksi control PID adalah :

Dalam bentuk fungsi alih :

Fungsi PID mengendalikan perilaku sistem tangki. Tiga keuntungan yang berbeda berinteraksi
dan ada disesuaikan untuk mengoptimalkan pengoperasian tangki, biasanya agar respon terhadap
perubahan pada level set point atau input acak tidak terlalu teredam. Juga, proporsional dan
Komponen integral dapat disesuaikan untuk mengurangi kesalahan steady state. Persamaan 3
menjelaskan fungsi ini P adalah gain proporsional, 1 / Ti adalah gain integral dan Td adalah
keuntungan turunannya. Persamaan ini disebut bentuk yang tidak berinteraksi, paralel, ideal atau
ISA dan merupakan satu dari beberapa bentuk berbeda yang bisa menggambarkan fungsi PID.

Persamaan ini diimplementasikan seperti ditunjukkan pada Gambar 6. Fungsi integral


diimplementasikan dengan transformasi Laplace 1 / s dan operasi turunannya dengan transformasi
s. P, 1 / Ti dan Td Koefisien disesuaikan untuk menghasilkan respon sistem yang diinginkan.
Kesalahan yang dimodifikasi PID tegangan adalah input ke subsistem aktuator.

Gambar 6. Simulasi Kontrol PID

7
Terkadang pemodelan matematis suatu plant susah untuk dilakukan. Jika hal ini terjadi maka
perancangan kontroler PID secara analitis tidak mungkin dilakukan sehingga perancangan kontroler
PID harus dilakukan secara eksperimental.
a. Metode ke 1 (Metode Kurva)
Ziegler– Nichols mengusulkan aturan untuk menentukan nilai Kp, Ti dan Td berdasarkan pada
karakteristik tanggapan peralihan dari plant yang diberikan. Metode pertama Ziegler–Nichols
menentukan nilai Kp, Ti, dan Td.

Gambar 7. Kurva S Analisa Grafis Ziegler Nichols

Aturan perpotongan garis lurus terjadi pada kondisi linier dari kurva S repon sistem.Ketepatan
dalam pengambilan perpotongan ini sangatlah penting karena menentukan parameter T dan L yang
menjadi acuan dari kontroler.(Fahmi, 2010).
Tabel 1. Formula untuk mencari nilai Kp, Ti, dan Td
Tipe Pengendali Kp Ti Td
P 𝑇 ∞ 0
𝐿
PI 𝑇 𝐿 0
0,9
𝐿 0,3
PID 𝑇 2𝐿 0,5𝐿
1,2
𝐿

b. Metode ke-2 (Metode Osilasi)


Pada metode ke-2, penalaan dilakukan dalam kalang tertutup dimana masukan referensi yang
digunakan adalah fungsi tangga (step). Pengendali pada metode ini hanya pengendali proporsional.
Kp, dinaikkan dari 0 hingga nilai kritis Kp,sehingga diperoleh keluaran yang terus-menerus
berosilasi dengan amplitudo yang sama. Nilai kritis Kp ini disebut sebagai ultimated gain.

8
Tanggapan keluaran yang dihasilkan pada 3 kondisi penguatan proporsional ditunjukkan pada
Gambar 8. Sistem dapat berosilasi dengan stabil pada saat Kp = Ku.

Gambar 8. Kharakteristik keluaran sistem dengan penambahan Kp

Nilai ultimated period, Tu, diperoleh setelah keluaran sistem mencapai kondisi yang
terusmenerus berosilasi. Nilai perioda dasar, Tu, dan penguatan dasar, Ku, digunakan untuk
menentukan konstanta-konstanta pengendali sesuai dengan tetapan empiris Ziegler-Nichols pada
Tabel 2.

Tabel 2. Formula untuk mencari nilai Kp, Ti, dan Td


Tipe Pengendali Kp Ti Td
P 𝐾𝑢 ∞ 0
2
PI 𝐾𝑢 4𝑃𝑢 0
2
5 5
PID 3𝐾𝑢 𝑇𝑢 3𝑇𝑢
5 2 25

C. Simulasi Sistem Pengendali Tekanan


LabVIEW (Laboratory Virtual Instrumentation Engineering Workbench) adalah software
pemrograman visual yang dikembangkan oleh National Instrument.Pengguna program cukup
memasukkan logic berupa icon-icon yang dirangkai sesuai alur logika pemrograman.Selain
menggunakan icon, syntax berupa teks juga dapat digunakan untuk memprogram dengan standard
pemrograman Mathscript Language. LabVIEW dapat digunakan untuk pemrosesan dan visualisasi
data dalam bidang akuisisi data, kendali instrumentasi serta automasi industri.Pertama kali
dikembangkan oleh perusahaan National Instruments pada tahun 1986. Perangkat lunak ini dapat

9
dijalankan pada sistem operasi Linux, Unix, Mac OS X dan Windows. Labview yang digunakan
dalam tugas akhir ini yakni LabView 2017 seperti yang terlihat di Gambar 9.

Gambar 9. LabVIEW 2017

LabVIEW merupakan suatu bahasa pemrograman berbasis grafis yang menggunakan icon
sebagai ganti bentuk teks untuk menciptakan aplikasi.Berlawanan dengan bahasa pemrograman
berbasis text, di mana instruksi menentukan pelaksanaan program. Labview menggunakan
pemrograman dataflow, yang mana alur data menentukan pelaksanaan (execution). Tampilan pada
Labview menirukan instrument secara virtual. Program LabVIEW disebut dengan Virtual
Instrumen (VI) karena beberapa tampilan dan operasi pada program LabVIEW menyerupai suatu
instrument seperti osiloskop dan multimeter. Setiap VI menggunakan fungsi-fungsi yang
memanipulasi input dari user interface atau sumber lain dan menampilkan informasi tersebut atau
memindahkan informasi tersebut ke file/ komputer lain.
Front panel merupakan interface antara pengguna (user) dengan program. Didalam front
panel terdapat Kontrol (Input) dan Indikator (Output). Kontrol pada frontpanel dapat berupa knop,

10
tombol, dial dan lainnya. Sedangkan untuk indikator (Output) dapat berupa LED, grafik dan
tampilan lainnya. Gambar 10 merupakan Tampilan Front Panel Simulasi Pengendali Tekanan Tangki.

Gambar 10. Tampilan Front Panel Simulasi Pengendali Tekanan


Setelah merancang front panel, menambahkan kode menggunakan grafis yang mewakili
fungsi untuk mengendalikan obyek-obyek panel muka. Blok diagram berisi sourcecode grafis.
Obyek-obyek panel muka nampak seperti terminal pada diagram blok. Virtual Instrumen pada
Gambar 11 menunjukkan beberapa obyek diagram blok seperti terminal-terminal, fungsi-fungsi,
dan alur.

Gambar 11. Blok Diagram Simulasi Pengendali Tekanan

11
Sementara itu, proses simulasi pengendali tekanan menggunakan LabVIEW 2017 ditunjukkan
dalam gambar 12.

Gambar 12. Simulasi Pengendali Tekanan

12
BAB II
PERANCANGAN PERANGKAT DENGAN SISTEM SMART SENSOR

A. Pendahuluan
Kopi merupakan salah satu minuman yang banyak digemari didunia. Hal ini disebabkan setiap
jenis kopi memiliki aroma tertentu yang membuat orang tertarik untuk meminumnya. Aroma
tersebut dipengaruhi oleh kadar kimia yang terkandung didalam kopi tersebut. Aroma kopi sering
berkurang disebabkan karena proses kimia yang dilakukan dan umumnya dilakukan secara manual.
Untuk menjaga kualitas bubuk kopi yang baik, output hasil penggilingan kopi harus terus
dimonitoring sebagai output untuk mengendalikan proses kimia.Secara umum ada dua jenis kopi
yang budidayakan di Indonesia yaitu kopi Robusta dan Arabika.
Evaluasi organoleptik produksi kopi pabrikan biasanya secara tradisional bergantung pada
indera manusia. Namun indera manusia biasanya tidak stabil, tergantung kondisi fisik atau mental
yang bersangkutan pada saat itu, dan hanya ukuran kualitatif yang bisa ditetapkan. Untuk
memungkinkan evaluasi rasa produksi kopi dengan kehandalan tinggi yang kontinu, sistem sensor
elektronik yang menghasilkan pengukuran obyektif bisa digunakan (Gopel et all., 1989). Salah satu
alat yang bisa digunakan adalah Electronic Nose (Hidung Elektronik) untuk identifikasi aroma.
Dengan penggunaan alat tersebut didapatkan hasil evaluasi kualitas kopi yang lebih valid.
Jaringan syaraf tiruan (JST) adalah sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik
mirip dengan jaringan syaraf biologi.Backpropagation melatih jaringan untuk mendapatkan
keseimbangan antara kemampuan aringan untuk mengenali pola yang digunakan selama pelatihan,
serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar terhadap pola masukan yang
serupa (tapi tidak sama) dengan pola yang dipakai selama pelatihan.Backpropagation memiliki
lapisan input, lapisan output dan beberapa lapisan tersembunyi yang maing – masing terdiri dari
beberapa unit. Pelatihan backpropagation meliputi 3 fase. Fase pertama adalah fase maju. Pola
masukan menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Fase kedua adalah fase mundur. Selisih
antara keluaran jaringan dengan target yang diinginkan merupakan kesalahan yang terjadi.
Kesalahan tersebut dipropagasi mundur, dimulai dari garis yang berhubungan langsung dengan
unit-unit di lapisan keluaran. Fase ketiga adalah modifikasi bobot untuk menurunkan kesalahan
yang terjadi. Setelah pelatihan selesai dilakukan, jaringan dapat dipakai untuk pengenalan pola.

13
Dalam makalah ini akan dibahas perancangan perangkat dengan sistem smart sensor yang
mampu membedakan object kopi berdasarkan aroma Menggunakan Electronic Nose dengan
Metode Pembelajaran JST Backpropagation sebagai model dari hidung manusia yang
merepresentasikan aplikasi yang mampu mengidentifikasi jenis aroma kopi.

B. Metodologi
Perangkat sistem yang akan dirancang dengan menggunakan beberapa set sensor, arduino dan
PC diperlihatkan dalam Gambar 13.

Gambar 13. Blok Diagram Perancangan Perangkat Sistem

Sensor gas Tin Oxide (SnO2) yang diproduksi oleh Figaro Engineering Inc. Elemen sensor Tin
Oxide (TGS) sensor adalah metal oxide semiconductor. Pada sensor TGS, metal semiconductor nya
adalah Tin Oxide TGS yang mempunyai tahanan sensor yang nilainya tergantung pada keberadaan
oxigen. Keberadaan oksigen meningkatkan level potensial barrier yang juga akan meningkatkan
tahanan sensor. Jika ada zat kimia lain yang dihembuskan ke sensor tersebut, maka hal ini
menyebabkan pengurangan kosentrasi oksigen pada pemukaan tin oxide.
TGS 2610 adalah suatu jenis semikonduktor oksida logam film tebal yang dapat mendeteksi
adanya kebocoran gas LPG, beroperasi dengan konsumsi arus yang rendah dan memiliki daya tahan
yang lama dalam penggunaannya. Gambar 14 merupakan bentuk fisik sensor TGS 2610.

Gambar 14. TGS 2610

14
Sensor gas TGS 2611 adalah sensor gas yang memiliki sensitifitas tinggi terhadap adanya
konsentrasi gas metana disekitar sensor tersebut. Sensor gas TGS 2611 memiliki konsumsi arus
yang rendah sehinga dapat digunakan dalam waktu yang lama. TGS 2611 membutuhkan 56mA
untuk konsumsi arus. Sensor gas TGS 2611 ditunjukkan pada Gambar 15.

Gambar 15. TGS 2611


Sensor TGS 2602 memiliki tingkat sensitivitas yang baik terhadap konsentrasi kecil zat berbau
seperti amonia dan H2S ynag dihasilkan dari material buangan pada lingkungan kantor atau rumah.
TGS 2602 juga memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap konsentrasi kecil VOCs seperti toluena
yang dipancarkan dari proses penghalusan kayu dan produk konstruksi. Bentuk fisik Sensor TGS
2602 ditunjukkan pada Gambar 16.

Gambar 16. TGS 2602


Sensor TGS 2620 memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap uap larutan organik dan uap lainya.
Selain itu TGS 2620 juga sensitif pada gas yang mudah terbakar seperti karbon monoksida.
Sehingga TGS 2620 sangat baik dijadikan sebagai general purpose gas sensor. Sementara itu,
Sensor TGS 822 memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap uap pelarut organik dan uap lainya. TGS
822 juga memiliki kepekaan terhadap berbagai gas yang mudah terbakar seperti karbon monoksida.
Gambar 17 merupakan bentuk fisik Sensor TGS 2620 dan Sensor TGS 822.

15
Gambar 17. TGS 2620 dan TGS 822

Electronic Nose memiliki serangkaian sensor gas yang masing-masing akan memberikan reaksi
erhadap perubahan bau atau aroma. Aroma atau odor akan memberikan reaksi berupa perubahan
ahanan pada setiap gas sensor. Dengan adanya perubahan tahanan dari setiap gas sensor ini akan
mengakibatkan timbulnya perubahan voltase. Data yang diperoleh dari perubahan voltase ini berupa
data digital komputer. Untuk selanjutnya, data tersebut akan diolah dengan menggunakan metode
neural network. Prinsip kerja Electronic Nose menirukan fungsi hidung manusia, yang mana di
dalamnya dijumpai berbagai reseptor pengidentifikasi aroma. Reseptor - reseptor ini fungsinya
digantikan oleh sensor pada Electronic Nose, tiap reseptor yang ada akan memberikan respon yang
berbeda dari uap aroma yang sama.
Sitem akan menerima input sinyal dari beberapa set sensor gas, yaitu; TGS 2610, TGS 2611,
TGS 2602, TGS 2620, dan TGS 822. Ketika sensor mendeteksi adanya unsur gas dari aroma bubuk
kopi maka resistansi dari sensor akan berubah sehingga mengakibatkan perubahan voltase.
Resistansi sensor akan menurun tergantung konsentrasi zat yang terdeteksi, semakin kuat
konsentrasi zat yang terdeteksi maka semakin rendah resistansi sensor. Sinyal ini akan diproses oleh
rangkaian pengkondisi sinyal untuk diteruskan ke rangkaian analog digital converter (ADC) untuk
dikonversi ke dalam bentuk digital. Sinyal dalam bentuk digital inilah yang akan diteruskan ke PC
untuk diolah menggunakan JST backpropagation. JST Backpropagation yang akan digunakan
dibangun dengan arsitektur 1 input layer 5 node, 1 hidden layer 6 node, dan 1 output layer 2 node,
seperti yang dapat dilihat pada Gambar 18.

16
Gambar 18. Rancangan Struktur JST Backpropagation

Pengolahan data akan dilakukan dengan melakukan pelatihan JST backpropagation dan
identifikasi forward-propagation. Proses pelatihan dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Rancangan Proses Training Backpropagation

17
Setelah proses training diatas terpenuhi maka nilai bobot telah diperoleh untuk masing–masing
sampel, selanjutnya proses identifikasi telah dapat dilakukan. Proses ini hampir sama dengan proses
pembelajaran, hanya saja pada proses identifikasi tidak ditujukan untuk memperoleh bobot karena
sistem telah memiliki nilai bobot hasil dari proses pembelajaran. Proses pengidentifikasian yang
dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Proses Identifikasi


Berikutnya akan diperoleh hasil keputusan dari data input yang dideteksi oleh sensor gas
setelah diproses menggunakan metode JST Backpropagation. Hasil yang diharapkan adalah mampu
membedakan dan mengidentifikasi bubuk kopi berdasarkan jenisnya masing-masing.

18
DAFTAR PUSTAKA

Artanto Dian. 2012. Interaksi Arduino dan LabVIEW. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Desti Rabersyah, Firdaus, Derisma. Identifikasi Jenis Bubuk Kopi Menggunakan Electronic Nose
Dengan Metode Pembelajaran Backpropagation. Jurnal Nasional Teknik Elektro Vol. 5 No. 3,
November 2016.

Hendrick Rivai, Muhammad Tasripan. 2010. Klasifikasi Odor Pada Ruang Terbuka dengan
Menggunakan Short Time Fourier Transform dan Neural Learning Vector Quantization.
Digilib ITS, Surabaya.

Luthfi Nur Rachmad, Sumardi, Budi Setiyono. Pengendalian Tekanan Dengan Kendali PID Pada
Sistem Terautomatisasi Berbasis ATMEGA 8535. Jurnal TRANSIENT Vol. 3 No. 4, Desember
2014.

Schwartz Marco, Oliver Manickum. 2015. Programming Arduino With LabVIEW. Packt
Publishing, Birmingham, UK.

Siswoputranto, P.S., 1992. Kopi Internasional dan Indonesia. Kanisius, Yogyakarta.

Wagoner James D., N. F. Marcia. Automatic Liquid Level Converter Using A LabVIEW Based PC.
Proceedings of the 2004 American Society for Engineering Education Annual Conference and
Exposition.

19

You might also like