You are on page 1of 15

PRESENTASI KASUS

HERPES ZOSTER

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik Bagian


Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan Kepada:
dr. H. Aris Budiarso, Sp.KK

Disusun Oleh:
Radhiatun Nisa
20120310183

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RSUD WONOSOBO


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS

HERPES ZOSTER

Telah dipresentasikan pada tanggal:


4 Agustus 2017
Bertempat di RSUD Setjonegoro Wonosobo

Disusun oleh:

Radhiatun Nisa
20120310183

Disahkan dan disetujui oleh:


Dokter Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

dr. H. Aris Budiarso, Sp.KK

PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat, petunjuk dan
kemudahan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi
kasus yang berjudul:

“HERPES ZOSTER”.
Penulisan presentasi kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:

1. dr. H. Aris Budiarso, Sp.KK selaku dokter pembimbing dan dokter


Spesialis Kulit Kelamin di RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo
2. Seluruh perawat, tenaga medis dan staf di RSUD KRT Setjonegoro
Wonosobo.
3. Ny. S selaku pasien di poli kulit dan kelamin yang sudah bersedia
meluangkan waktunya untuk dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
secara menyeluruh
4. Teman-teman coass atas dukungan dan kerjasamanya .

Dalam penyusunan presentasi kasus ini penulis menyadari bahwa masih


memiliki banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi
kesempurnaan penyusunan di masa yang akan datang. Semoga dapat menambah
pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Wonosobo, 4 Agustus 2017

Radhiatun Nisa

DAFTAR ISI

PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II KASUS 3

BAB III PEMBAHASAN 6

BAB IV KESIMPULAN 11

DAFTAR PUSTAKA 12
BAB I
PENDAHULUAN

Herpes zoster atau shingles, dampa atau cacar ular disebabkan oleh

infeksi virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster (VZV). Infeksi

ini merupakan reaktivasi virus varisela zoster dari infeksi endogen yang telah

menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus. Herpes zoster

ditandai dengan adanya nyeri unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang

terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion

serabut saraf sensorik dan nervus kranialis

Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada

perbedaan angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat

dengan peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 2-5 per 1000 orang per

tahun. Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus

berusia di bawah 20 tahun.

Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi

varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan

mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui

serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten,

virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap

mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes zoster pada

umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela yang

terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena keadaan tertentu yang

1
berhubungan dengan imunosupresi, serta stress fisik maupun emosional dan

imunitas selular merupakan faktor penting untuk pertahanan pejamu terhadap

infeksi endogen.

Sebelum timbul gejala kulit terdapat gejala prodormal baik sistemik

maupun gejala prodormal lokal. Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu

singkat (kira2 12 sampai 24 jam) menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar

kulit yang eritematosa dan edema.

2
BAB II

KASUS

Seorang wanita inisial S berusia 28 tahun beralamat di Garung datang ke

Poliklinik kulit dan kelamin RSUD KRT Setjonegoro dengan keluhan utama nyeri

dan pegal serta rasa terbakar pada ekstremitas atas sebelah kiri. Keluhan dirasakan

sejak 3 hari yang lalu, kemudian sejak tadi malam muncul plenting-plenting pada

lengan atas sebelah kiri. Plenting tidak gatal dan tidak ada yang pecah. Pasien juga

mengeluh merasa lemas dan sakit kepala. Pasien belum mencoba berobat

sebelumnya.

Riwayat penyakit dahulu, pasien mengatakan tidak pernah mengalami

keluhan serupa sebelumnya. Pasien tidak mengetahui apakah pernah terkena cacar

air sebelumnya. Riwayat alergi disangkal.

Riwayat penyakit keluarga, tidak ada anggota keluarga dengan keluhan

yang sama seperti pasien serta riwayat alergi pada keluarga juga disangkal. Pasien

adalah seorang pedagang yang tinggal bersama suami, anak dan mertuanya.

Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien tampak baik. Pada

pemeriksaan ujud kelainan kulit (UKK) pada lengan atas sebelah kiri tampak

vesikel-vesikel berisi cairan jernih dengan umbilikasi berkelompok dengan dasar

kulit yang eritem, bentuk monomorf dengan kelompoknya dan polimorf dengan

kelompok lain, unilateral dan distribusinya pada dermatom c6. Tidak tampak

adanya krusta.

3
Gambar 1. Lesi pada lengan atas kiri pasien

4
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik maka pasien didiagnosis

herpes zoster dengan diagnosis banding varisela, herpes simpleks dan impetigo

vesikulobulosa.. Penatalaksanaan antivirus oral sistemik Asiklovir 5x800 mg

perhari selama 7 hari, analgetik untuk mengurangi nyeri dengan asam mefenamat

dengan dosis asam mefenamat 1500 mg/hari diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat

juga dipakai seperlunya ketika nyeri muncul, serta diberikan obat topikal sesuai

lesi kulit pasien yaitu berupa bedak untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak

terjadi infeksi sekunder.

5
BAB III
PEMBAHASAN

Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan infeksi virus varisela

zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus

varisela zoster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah

infeksi primer oleh virus. Kadang-kadang infeksi primer berlangsung subklinis.

Frekuensi penyakit pada pria dan wanita sama, lebih sering mengenai usia

dewasa.

Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit pada dermatom

yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang timbulnya erupsi. Gejala

konstitusi, seperti sakit kepala, malaise, dan demam, terjadi pada 5% penderita

(terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi.

Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan

unilateral.. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah

satu ganglion saraf sensorik.

Diagnosis herpes zoster pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik sedangkan pemeriksaan penunjang tidak dilakukan . Dari

anamnesis didapatkan adanya gejala sistemik seperti lemas dan sakit kepala, serta

gejala prodormal lokal seperti nyeri, pegal dan rasa seperti terbakar pada

ekstremitas atas sebelah kiri, meskipun pasien tidak mengetahui apakah pernah

terkena cacar air atau tidak sebelumnya yang mungkin dikarenakan adanya infeksi

primer yang subklinis dan dari pemeriksaan fisik didapatkan vesikel-vesikel berisi

cairan jernih dengan umbilikasi berkelompok dengan dasar kulit yang eritem

6
bentuk monomorf dengan kelompoknya dan polimorf dengan kelompok lain,

unilateral, distribusinya secara dermatomal yaitu pada c6. Tanpa krusta.

Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menunjang diagnosis herpes

zoster yaitu pemeriksaan sediaan apus Tzanck dengan menemukan sel datia

berinti banyak. Dapat pula dilakukan pemeriksaan cairan vesikula atau material

biopsi dengan mikroskop elektron, serta tes serologik. Pada pemeriksaan

histopatologi ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan

serabut saraf, proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan

inflamasi bungkus ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop

elektron dan antigen virus herpes zoster dapat dilihat secara imunofluoresensi.

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis kerja di tegakkan

sebagai herpes zoster. Dengan diagnosis banding varisela, herpes simpleks dan

impetigo vesikulobulosa.

Diagnosis banding yang pertama yaitu Herpes simpleks, herpes simpleks

ditandai dengan erupsi berupa vesikel yang bergerombol, di atas dasar kulit yang

kemerahan. Ujud kelainan kulitnya mirip dengan yang ada pada pasien ini.

Sebelum timbul vesikel, biasanya didahului oleh rasa gatal atau seperti terbakar

yang terlokalisasi, dan kemerahan pada daerah kulit. Pada pasien ini tidak ada

keluhan gatal, namun ada keluhan rasa seperti terbakar. Herpes simpleks terdiri

atas 2, yaitu tipe 1 dan 2. Lesi yang disebabkan herpes simpleks tipe 1 biasanya

ditemukan pada bibir, rongga mulut, tenggorokan, dan jari tangan. Lokalisasi

penyakit yang disebabkan oleh herpes simpleks tipe 2 umumnya adalah di bawah

pusat, terutama di sekitar alat genitalia eksterna. Pada kasus ini penyebaran

7
lesinya mengikuti pola dermatomal. Diagnosis banding yang kedua yaitu varisela

gejala klinis berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah

menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini seperti tetesan embun (tear drops). Vesikel

akan berubah menjadi pustul dan kemudian menjadi krusta. Lesi menyebar secara

sentrifugal dari badan ke muka dan ekstremitas. Perbedaannya dengan herpes

zoster yaitu pada bentuk vesikel nya yang polimorf dengan vesikel lainnya,

sedangkan pada herpes zoster bentuk vesikel nya monomorf dengan satu

kelompoknya sedangkan polimorf dengan dengan vesikel pada kelompok lainnya.

Diagnosis banding ketiga yaitu impetigo vesikobulosa terdapat lesi berupa vesikel

dan bula yang mudah pecah dan menjadi krusta. Tempat predileksi di ketiak, dada,

punggung dan sering bersamaan dengan miliaria. Penyakit ini lebih sering

dijumpai pada anak-anak. Ujud kelainan kulitnya mirip dengan herpes zoster

namun tidak ada pola penyebaran secara dermatomal

Penatalaksaan herpes zoster bertujuan untu mengatasi infeksi virus akut,

mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster, dan mencegah

timbulnya neuralgia pasca herpetik. Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak

keluar rumah, karena dapat menularkan kepada orang lain yang belum pernah

terinfeksi varisela. Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk

dan pakai baju yang longgar. Pengobatan yang pertama dengan obat antivirus obat

yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir dan

famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase pada virus.

Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun intravena. Asiklovir sebaiknya

diberikan pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang

8
dianjurkan adalah 5×800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena

biasanya hanya digunakan pada pasien yang imunokompromise atau penderita

yang tidak bisa minum obat. Pada pasien di kasus ini diberikan asiklovir dengan

5x800 mg selama 7 hari. Obat kedua yang dapat diberikan yaitu obat analgetik,

analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh virus

herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam mefenamat. Dosis asam

mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat juga

dipakai seperlunya ketika nyeri muncul. Pada pasien ini diberikan asam

mefenamat 1500 mg/hari diberikan sebanyak 3 kali. Pengobatan yang ketiga yaitu

dengan kortikosteroid, indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom

Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya

paralisis. Yang biasa diberikan ialah prednison dengan dosis 3×20 mg/hari, setelah

seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Selain itu dapat diberikan pengobatan

topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan bedak

dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi

infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi

dapat diberikan salap antibiotik.

Prognosis pada herpes zoster yaitu pada dewasa dan anak-anak umumnya baik,

tetapi usia tua risiko terjadinya komplikasi semakin tinggi, dan secara kosmetika

dapat menimbulkan makula hiperpigmentasi atau sikatrik. Dengan memperhatikan

higiene & perawatan yang teliti akan memberikan prognosis yang baik & jaringan

parut yang timbul akan menjadi sedikit.

9
BAB IV

KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus Herpes Zoster yang ditemukan pada wanita berusia

28 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Dari anamnesis didapatkan adanya gejala prodormal sistemik seperti lemas dan

sakit kepala, serta gejala prodormal lokal seperti nyeri dan pegal serta rasa

terbakar pada ekstremitas atas sebelah kiri, meskipun pasien tidak mengetahui

apakah pernah terkena cacar air atau tidak sebelumnya dan dari pemeriksaan fisik

didapatkan vesikel-vesikel berisi cairan jernih dengan umbilikasi yang

berkelompok dengan dasar kulit yang eritem dengan bentuk monomorf dengan

kelompoknya dan polimorf dengan kelompok lain, unilateral, distribusinya secara

dermatomal yaitu pada c6. Gambaran ini sesuai dengan gambaran herpes zoster.

Penatalaksanaan medikamentosa pada pasien ini adalah pemberian

antivirus oral sistemik Asiklovir 5x800 mg perhari selama 7 hari, analgetik untuk

mengurangi nyeri dengan asam mefenamat dengan dosis asam mefenamat 1500

mg/hari diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri

muncul, serta diberikan obat topikal sesuai lesi kulit pasien berupa bedak untuk

mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder.

10
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, A. 2011. Herpes Zoster. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta:
FKUI. 110-112.
Ganiswara, Sulistya G. 2005. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FKUI.
Melton CD. Herpes Zoster. eMedicine World Medical Library:
http://www.emedicine.com/EMERG/topic823.htm [diakses pada tanggal
1 Agustus 2017].
Stawiski MA. Infeksi Kulit. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC, 1995; 1291.
Siregar RS. Penyakit Virus. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi Ke-2.
Jakarta: ECG, 2005 ; 84-7.
Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates,
2000; 92-4.

11

You might also like