You are on page 1of 13

5

TINJAUAN PUSTAKA

Saliva

Liur atau saliva, merupakan suatu sekresi yang berkaitan dengan

mulut, terutama dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar liur utama yang

terletak di luar rongga mulut dan mengeluarkan saliva melalui duktus

pendek ke dalam mulut. Saliva mengandung 99,5% H2O, dan 0,5%

elektrolit dan protein. Konsentrsi NaCl (garam) pada saliva hanya

sepertujuh dari konsentrasi di plasma, yang penting dalam

mempersepsikan rasa asin. Di sisi lain, diskriminasi rasa manis

ditingkatkan oleh tidak adanya glukosa di liur. Di dalam saliva itu sendiri

terdapat beberapa protein yang berperan penting yaituamilase, mukus, dan

lizosim.

Sekresi saliva normalnya antara 800 sampai 1500 mililiter dengan

rata- rata sekitar 1000 mililiter. Untuk pH, saliva memiliki pH antara 6,0

sampai 7,0, yang merupakan pH yang baik untuk mengaktifkan ptyalin (α-

amilase). Pada saliva sendiri, pH yang di keluarkan dapat dipengaruhi saat

aktivitas kelenjar itu sendiri. Pada keadaan saat kelenjar sedang istirahat,

pH saliva sedikit lebih rendah dari 7,0, sedangkan saat kelenjar sedang

aktif melakukansekresi, pH pada saliva dapat mencapai 8,0.

Kelenjar Saliva

Menurut Tenovuo (1997) dalam Puy (2006), saliva diproduksi oleh

tiga pasang kelenjar utama, yaitu kelenjar sublingual, submandibula, dan

parotis yang
6

terletak di luar rongga mulut dan menyalurkan saliva melalui duktus-

duktus pendek ke dalam mulut. Kelenjar-kelenjar ini berada di tiap regio

di mulut, kecuali gusi dan bagian depan dari palatum durum. Kontribusi

tiap-tiap kelenjar pada saat tidak ada stimulasi ialah 20% berasal dari

kelenjar parotis, 65-70% dari kelenjar submandibularis, 7-8% dari kelenjar

sublingualis, dan <10% berasal dari kelenjar saliva minor (Almeida 2008).

Selain itu, masih banyak sekali terdapat kelenjar ludah kecil di dalam

mukosa pipi (bukal), bibir (labial), lidah (lingual), dan langit-langit

(palatinal). Jumlah seluruhnya diperkirakan 450-750. Sifat kelenjar ludah

dan sekresinya ditentukan oleh tipe sel sekretori yaitu serus, seromukus

dan mukus. Saliva serus menunjukkan saliva yang encer dan ludah mukus

menunjukkan saliva yang pekat (Almeida 2008).

Menurut Amerongen (1988), sumbangan setiap jenis kelenjar saliva

kepada volume saliva sangat tergantung pada sifat rangsangan (stimulasi).

Kecepatan sekresi bervariasi dari hampir tidak dapat diukur pada waktu

tidur sampai 3-4 ml / menit pada stimulasi maksimal. Jumlah seluruh saliva

tiap 24 jam diperkirakan sebanyak 500-600 ml, sekitar separuhnya

dihasilkan pada keadaan istirahat (tidak distimulasi), dan separuh lainnya

disekresi di bawah pengaruh rangsangan. Pada malam hari, sekresi saliva

hampir berhenti +- 10 ml / 8 jam. Pada malam hari ini glandula parotis

sama tidak menghasilkan saliva, glandula submandibularis menghasilkan

70% saliva, dan glandula sublingualis serta kelenjar saliva lain

menghasilkan 30% saliva. Berikut penjelasan tentang kelenjar utama saliva.


7

a. Kelenjar parotis

Kelenjar ini merupakan kelenjar ludah terbesar yang terletak antara

prosessus mastoideus dan ramus mandibula. Kelenjar parotis

mengandung sejumlah besar enzim antara lain amilase lisozim,

fosfatase asam, aldolase serta kolinesterase dan dibungkus oleh

jaringan ikat padat yang masuk ke dalam parenkim dan membagi organ

menjadi beberapa lobus dan lobulus. Secara morfologis, kelenjar

parotis merupakan kelenjar tubuloasinus (tubulo- alveolar) bercabang-

cabang (compund tubulo alveolar gland). Duktus atau saluran keluar

kelenjar ini bermuara pada vestibulus oris pada lipatan antara mukosa

pipi dan gusi, di hadapan molar dua atas, di mana saluran keluar utama

(duktus interlobaris) disebut duktus stenson, yang terdiri dari epitel

berlapis semu. Ke arah dalam, duktus ini bercabang-cabang menjadi

duktus interlobularis dengan sel-sel epitel berlapis silindris. Pada

jaringan dari kedua duktus ini, terlihat banyak lemak yang berhubungan

dengan kumpulan lemak bichat atau fat depat of bichat dan terlihat

cabang-cabang dari Nervus Facialis dan pembuluh darah.

b. Kelenjar Submandibularis

Kelenjar ini merupakan kelenjar yang memproduksi air liur terbanyak,

terletak di sebelah dalam korpus mandibula dan mempunyai duktus

ekskretoris (duktus Wharton) yang bermuara pada dasar rongga mulut


8
pada frenulum lidah, di bawah gigi insisivus bawah. Percabangan

maupun sel-sel duktus kelenjar ini sama dengan kelenjar parotis. Secara

morfologis, kelenjar ini merupakan kelenjar tubuloalveolar atau

tubuloacinus bercabang-cabang (compound tubulo alveolar gland).

Sama halnya dengan kelenjar parotis,


9

kelenjar ini diliputi kapsel yang terdiri dari jaringan ikat padat yang juga

masuk ke dalam organ dan membagi organ tersebut menjadi beberapa

lobus dan lobulus. Beberapa duktus pada kelenjar ini antara lain duktus

Boll yang mempunyai karakteristik pendek dan sempit, dan duktus

Pfluger yang lebih panjang dan bercabang daripada duktus Boll.

c. Kelenjar Sublingualis

Kelenjar ini merupakan kelenjar paling kecil di antara kelenjar ludah

besar. Terletak pada dasar rongga mulut, di bawah mukosa dan

mempunyai duktus ekskretoris yang disebut duktus Rivinus. Duktus ini

bermuara oada dasar ronga mulut di belakang muara duktus Wharton

pada frenulum lidah. Kelenjar ini tidak memiliki kapsel yang jelas, dan

secara morfologis merupakan kelenjar bercabang-cabang (compound

tubuloalveolar gland). Perbedaan yang jelas terlihat antara kelenjar ini

dengan kelenjar parotis adalah pada jaringan ikat interlobularis tidak

terdapat lemak sebagaimana halnya pada kelenjar parotis.

Selain tiga kelenjar utama di atas, juga terdapat beberapa kelenjar saliva

kecil yang terletak di dalam mukosa atau submukosa yang diberi nama

sesuai dengan nama lokasi ataupun sesuai dengan nama pakar yang

menemukannya. Semua kelenjar ini mengeluarkan sekretnya ke dalam

rongga mulut. Beberapa kelenjar saliva kecil ini antara lain:

a. Kelenjar labial (glandula labialis) terletak di bibir atas dan bibir bawah

dengan asinus-asinus seromukus.

b. Kelenjar bukal (glandula bukalis), terletak di mukosa pipi, dengan

asinus- asinus seromukus.


1
0
c. Kelenjar Bladin-Nuhn (glandula lingualis anterior), terletak di bagian

bawah ujung lidah dengan asinus-asinus seromukus.

d. Kelenjar Von Ebner (gustatory gland), terletak di pangkal lidah, dengan

asinus-asinus murni serus.

Kelenjar saliva dapat dirangsang dengan menggunakan cara-cara

seperti cara mekanis, contohnya mengunyah permen karet, kimiawi

yaitu rangsangan rasa, contohnya asam, manis, sasin dan pahit, neuronal

yaitu melalui sistem syaraf autonom, psikis contohnya stres, dan

rangsangan rasa sakit seperti gingivitis.

Pengaturan PH saliva

Saliva memiliki kemampuan dalam pengaturan derajat keasaman,

yang berperan penting dalam menjaga nilai pH di lingkungan mulut

seseorang. Pengaturan keasaman saliva meliputi beberapa hal yaitu sistem

protein, bikarbonat, dan fosfat. Konsentrasi bikarbonat di dalam saliva dan

pH saliva sangat dipengaruhi oleh kadar laju salivasi. Konsentrasi

bikarbonat didalam saliva dan pH saliva akan meningkat jika kadar laju

salivasi meningkat dan begitu juga sebaliknya. Hal tersebut terbukti pada

hasil penelitian yang dilakukan oleh Kanwar dkk tahun 2013 yang

menunjukkan bahwa ketika kadar laju saliva menurun maka pH saliva

akan menjadi lebih asam.

Kadar bikarbonat itu sendiri paling tinggi di saliva yang dihasilkan

oleh kelenjar parotid dan paling rendah pada saliva yang dihasilkan oleh

kelenjar saliva kecil. Dalam keadaan tidak terstimulasi, bikarbonat dan

fosfat berperan dalam pengaturan keasaaman saliva. Sedangkan dalam

keadaan terstimulasi, bikarbonat memiliki peran hampir 90% dalam

pengaturan derajat keasamaan saliva. Sedangkan dalam keadaan pH saliva


1
yang sangat rendah atau dibawah 5, peran utama dalam pengaturan 1

keasamaan saliva yaitu protein dan derivatnya.

Bikarbonat, fosfat, dan histidine-rich peptide, memiliki peran

ganda, selain sebagai regulator pH juga sebagai agen antibakterial.

Komponen saliva ini dapat berdifusi ke dalam plak bakteri dan dapat

secara langsung menetralisasi asam yang diproduksi oleh bakteri tersebut.

Selain itu, urea dari saliva digunakan oleh urease bakteri untuk

membentuk ammonia, yang juga dapat menetralisasi asam.

Jadi dalam menjaga pH saliva tetap normal dan mengatur proses

remineralisasi gigi, kapasitas dapar memiliki peran yang sangat penting

dalam hal tersebut. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pengaturan

derajat keasaman di saliva, diantaranya yaitu jenis kelamin, status

merokok, dan konsumsi alkohol. Dimana wanita memiliki pengaturan

derajat keasaman yang lebih rendah dibandingkan dengan pria. Sedangkan

pH saliva berdasarkan status merokok dan konsumsi alkohol masih

diperdebatkan, hal tersebut dikarenakan banyaknya variasi di kelompok

tersebut. Makanan dan minuman juga dapat membuat pH pada rongga

mulut menjadi asam seperti makanan tinggi karbohidrat, kacang-

kacangan, kopi, teh, dan minuman bersoda. Selain itu psikis juga dapat

mempengaruhi saliva, ketika dalam keadaan stres maka simpatis akan

lebih bekerja sehingga produksi saliva menurun dan kadar bikarbonat juga

menurun, hal tersebut menyebabkan pH saliva menjadi lebih asam.


1
2

Rokok

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, rokok adalah gulungan tembakau

yang dibungkus oleh daun nipah atau kertas. Sedangkan berdasarkan

peraturan Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri, rokok adalah salah

satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar, dan/atau dihisap

termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang

dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana rustica, dan spesies

lainnya atau sintesis yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau

tanpa bahan tambahan.

Rokok merupakan gabungan dari bahan-bahan kimia. Satu batang rokok yang

dibakar, akan mengeluarkan 4000 bahan kimia. Rokok menghasilkan suatu

pembakaran yang tidak sempurna yang dapat diendapkan dalam tubuh ketika

dihisap. Secara umum

komponen rokok dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu komponen gas

(92%) dan komponen padat atau partikel (8%).

Komponen gas asap rokok terdiri dari Karbonmonoksida, Karbondioksida,

Hidrogen sianida, Amoniak, oksida dari Nitrogen dan senyawa Hidrokarbon.

Partikel rokok terdiri dari tar, nikotin, benzantraccne, benzopiren, fenol, cadmium,

indol, karbarzol dan kresol. Zat-zat ini beracun, mengiritasi dan

menimbulkan kanker

(karsinogen). Nikotin merupakan komponen yang paling banyak dijumpai di dalam

rokok.

Tar, nikotin, dan karbonmonoksida merupakan tiga macam bahan kimia

yang paling berbahaya dalam asap rokok. Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu
1
3

bahan kimia dalam komponen padat asap rokok dan bersifat karsinogenik. Pada

saat rokok dihisap, tar masuk ke rongga mulut sebagai uap padat yang setelah

dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada

permukaan gigi, saluran napas, dan paru-paru.

Komponen tar mengandung radikal bebas, yang berhubungan dengan

resiko timbulnya kanker.

Nikotin merupakan bahan yang bersifat toksik dan dapat menimbulkan

ketergantungan psikis. Nikotin merupakan alkaloid alam yang bersifat toksis,

berbentuk cairan, tidak berwarna, dan mudah menguap. Zat ini dapat berubah

warna menjadi coklat dan berbau seperti tembakau jika bersentuhan dengan udara.

Nikotin berperan dalam menghambat perlekatan dan pertumbuhan sel fibroblast

ligamen periodontal, menurunkan isi protein fibroblast, serta dapat merusak sel

membran.

Gas Karbonmonoksida dalam rokok dapat meningkatkan tekanan darah

yang akan berpengaruh pada sistem pertukaran haemoglobin. Karbonmonoksida

memiliki afinitas dengan haemoglobin sekitar dua ratus kali lebih kuat

dibandingkan afinitas oksigen terhadap haemoglobin. Timah hitam (Pb) merupakan

komponen rokok yang juga sangat berbahaya. Partikel ini terkandung dalam rokok

sebanyak 0,5 µg. Batas ambang timah hitam di dalam tubuh adalah 20 miligram

per hari. Efek merokok yang timbul dipengaruhi oleh banyaknya jumlah rokok

yang dihisap, lamanya merokok, jenis rokok yang dihisap, bahkan berhubungan

dengan dalamnya hisapan rokok yang dilakukan.


1
4

Jenis Rokok

Terdapat jenis rokok yang dibagi berdasarkan bahan baku dan isi

rokok. Untuk klasifikasi ini jenis rokok dibagi menjadi 4 macam, yaitu:

a. Rokok putih

Rokok yang bahan baku atau isinya hanya mengandung tembakau

saja tanpa campuran bahan lain. Untuk jenis tembakaunya bisa

bermacam-macam.

b. Rokok kretek

Rokok jenis ini mengandung bahan baku atau isi berupa campuran

tembakau dan cengkeh. Rokok jenis memiliki ciri khas yaitu akan

timbul bunyi kretek-kretek ketika dihisap.

c. Rokok klembak

Pada rokok ini mengandung bahan baku atau isi berupa campuran

tembakau, cengkeh dan juga kemenyan yang akan memberi aroma

khas.

d. Cerutu

Cerutu merupakan jenis rokok yang pada bagian luarnya adalah

daun tembakau dengan bentuk lembaran dan bagian dalam atau

isinya berupa campuran tembakau tanpa adanya tambahan bahan

lain.

Pengaruh Rokok terhadap Rongga Mulut

Rongga mulut adalah bagian yang sangat mudah terpapar efek


1
5

rokok, karena merupakan tempat terjadinya penyerapan zat hasil

pembakaran rokok yang utama. Komponen toksik dalam rokok dapat

mengiritasi jaringan lunak rongga mulut, dan menyebabkan terjadinya

infeksi mukosa, dry socket, memperlambat penyembuhan luka,

memperlemah kemampuan fagositosis, menekan proliferasi osteoblas,

serta dapat mengurangi asupan aliran darah ke gingiva.

Wardianto 2010 menyebutkan bahwa pengaruh merokok pada mukosa

mulut bervariasi, tergantung pada umur, jenis kelamin, etnis, gaya hidup, diet,

genetis, jenis, dan cara merokok, serta lamanya merokok. Perubahan tersebut

akibat iritan, toksin dan karsinogen. Salah satu bagian tubuh yang paling

riskan terpapar efek merugikan dari rokok adalah rongga mulut yang

merupakan tempat awal terjadinya penyerapan zat-zat hasil pembakaran

rokok. Merokok dapat menyebabkan kelainan-kelainan rongga mulut

misalnya pada gusi, mukosa mulut, gigi, langit-langit yang berupa stomatitis

nikotina dan infeksi jamur serta pada lidah yang berupa terjadinya perubahan

sensitivitas indera pengecap. Asap panas yang berhembus terus menerus ke

dalam rongga mulut merangsang perubahan aliran darah dan mengurangi

sekresi saliva. Temperatur rokok pada bibir adalah 30o C, sedangkan ujung

rokok yang terbakar dapat mencapai suhu 900o C. Hal ini menyebabkan rongga

mulut menjadi kering dan lebih anaerob sehingga memberikan lingkungan yang

sesuai untuk timbulnya bakteri anaerob dalam plak, sehingga perokok lebih

berisiko terinfeksi bakteri penyebab penyakit periodontal.

a. Bau mulut

Bau mulut sejak dulu bukan hanya menjadi masalah kesehatan gigi dan

mulut, tetapi juga merupakan masalah sosial. Banyak hal yang bisa
1
6

menjadi penyebabnya, seperti makanan berbau menyengat, makanan

berlemak, rokok dan alkohol (Wardianto 2010).

b. Kalkulus (karang gigi)

Gigi geligi seorang perokok cenderung lebih banyak terdapat karang gigi

daripada yang bukan perokok. Karang gigi yang tidak dibersihkan dapat

menimbulkan berbagai keluhan, seperti gingivitis atau gusi berdarah.

Selain itu, hasil pembakaran rokok dapat menyebabkan gangguan

sirkulasi darah ke gusi sehingga mudah terjangkit penyakit (Wardianto

2010).

c. Meningkatkan risiko kanker mulut

Perokok mempunyai risiko 6 kali lebih banyak menderita kanker rongga

mulut dikarenakan bahan kimia yang terkandung dalam rokok bersifat

karsinogenik. kanker yang biasa dialami oleh perokok adalah kanker

mulut, lidah, bibir, dan tenggorokan (Wardianto 2010)

d. Memperlambat penyembuhan jaringan lunak rongga mulut

Hal ini terjadi karena rokok mengurangi pengiriman oksigen dan nutrisi

ke jaringan gusi. Salah satu contohnya adalah luka pasca pencabutan gigi

yang sembuhnya menjadi lebih lambat apabila setelah pencabutan pasien

menghisap rokok (Wardianto 2010)

e. Menyebabkan stain (pewarnaan) pada gigi

Kebiasaan merokok merupakan salah satu faktor ekstrinsik yang dapat

mengubah warna gigi. Stain adalah deposit berpigmen pada permukaan

gigi yang merupakan masalah estetik dan tidak menyebabkan peradangan

pada gingiva (Grossman 1995). Gigi dapat berubah warna menjadi lebih

kuning dari aslinya, bahkan jika kebiasaan merokok sudah termasuk parah
1
7

dan menahun, warna gigi dapat berubah menjadi cokelat yang akan

mengganggu seseorang secara estetik (Schuurs, 1992)

You might also like