You are on page 1of 16

PBL 1

Seorang laki2 berusia 35 tahun datang ke IGD RSMS dibawa ambulans karena mengalami
kecelakaan lalu lintas kurang lebih 2 jam yang lalu. Berdasarkan penuturan saksi, pasien
mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, menabrak truk yang sedang berhenti sehingga
tubuh korban masuk ke dalam kolong truk tsb. Sewaktu menabrak, helm yg dikenakan pasien
lepas. Sepanjang perjalanan pasien gelisah, tidak membuka mata, dan bicara meracau. Tampak
darah mengalir dari tungkai dan lengan pasien. Pasien memiliki BB kurang lebih 70kg.

Kondisi pasien:
- Gelisah  kemungkinan pasien mengalami hipoksia, bisa diakibatkan krn adanya
obstruksi di airway
- Bicara meracau  obstruksi airway
- Helm lepas  kemungkinan cedera kepala
- Darah mengalir dari tungkai dan lengan  kemungkinan sirkulasi terganggu krn
kehilangan darah dan kemungkinan terjadi fraktur pada ekstremitas

I. Klarifikasi Istilah
II. Identifikasi Masalah
1. Apa saja yang harus dilakukan pada korban di tempat kejadian?
2. Tindakan awal apa yang harus dilakukan sebagai dokter IGD?
3. Bagaimana algoritma kegawatdaruratan?
4. Fase manajemen trauma
5. Apa saja yang tercakup dalam primary survey pada pasien gawat darurat?
6. Apa saja yang tercakup dalam secondary survey pada pasien gawat darurat?

III. Brainstorming
1. Tindakan di tempat kejadian
a. Amankan tempat kejadian (org disekitar agar tdk terjadi sufokasi, korban
dipindahkan ke tempat yg lebih aman  rata dan keras)
b. Kontrol pernafasan dan perdarahan eksternal (ABC, cepat) (pengikatan dan
pembebatan seadanya)
c. Imobilisasi korban
d. Transport cepat ke pusat kesehatan terdekat (Menghub RS, pusat kesehatan
yang memilik IGD atau RS trauma center, pemilihan faskes juga dilihat dari
derajat keparahan trauma pada korban)

2. Tindakan awal di IGD


Dilakukan penggolongan pasien untuk menentukan tingkat prioritas
penanganannya (triase). Pasien ditandai dengan gelang berwarna atau spidol.
a. Merah (prioritas pertama)
Biasanya pasien tidak sadar, tekanan darah <80/40, misalnya pada trauma
pelvis, fraktur femur
Emergency yang mengancam jiwa  Gawat dan Darurat
Bermasalah pada airway dan breathing
Masuk ke ruang resusitasi
Contoh: cedera kepala, leher, luka bakar berat, hiper/hipotermi, keracunan
b. Kuning (prioritas kedua)
Masuk ke ruang observasi yang bisa dilakukan monitoring baik oleh alat
maupun oleh tenaga kesehatan sendiri
Emergency yang tak mengancam jiwa  Darurat tapi tidak Gawat
Contoh: Kejang, cedera mata, luka bakar tanpa ggn di jalan nafas
c. Hijau (prioritas ketiga)
Cedera ringan, tidak butuh penanganan cepat karena tidak mengancam
nyawa
d. Hitam (prioritas nol)
Pasien sudah meninggal dunia

Algoritma START
1. Bisa jalan atau tidak
(+)  hijau
(-) 
lihat napasnya spontan atau tidak
(-)  airwaynya diperbaiki  setelah diperbaiki :
bernapas spontan  merah
jika apneu  hitam
(+)  lihat RR  jika RR >30 : merah , RR<30 dilihat perfusinya
Perfusi :
CTR >2s : merah,
CTR <2s  lihat status mentalnya
Status mental
1. Patuh perintah  kuning
2. Tidak mematuhi perintah  Merah

Prinsip triase pada kasus perorangan dengan kasus massal:


- Pada kejadian massal  penggolongan sederhana, misalnya dengan
meminta untuk berpindah tempat sendiri.
- Triase pada kasus massal: dibedakan pada IGD yang mampu dan tidak
mampu (melebihi batas kemampuan IGD atau tidak)
Jika IGD mampu: diprioritaskan pasien gawat darurat dan mengancam
nyawa
Jika IGD tidak mampu: diprioritaskan pasien yang masih mungkin
diselamatkan
- Triase yang dilakukan di out hospital (tempat kejadian)  dilakukan untuk
menentukan pasien akan dibawa ke faskes apa, yang kira2 mampu
menangani kondisi pasien.
- Jika pasien dibawa ke faskes yang ternyata tidak mampu mengatasi
traumanya disebut undertriage, kebalikannya: overtriage.
- Sistem skoring trauma untuk membantu triase

3. Algoritma kegawatdaruratan
Korban  amankan  meminta pertolongan memanggil ambulans 
perhatikan tanda vital scr bersamaan:
- Nafas baik, denyut karotis baik  observasi
- Nafas tidak baik, denyut baik  nafas buatan dengan 10-12x nafas/menit
 evaluasi selama 2 menit, nafas sudah kembali normal atau belum.
- Nafas (-), denyut (-)  RJP, perbandingan kompresi dan ventilasi 30:2
lakukan 5 siklus (selama 2 menit)  evaluasi, jika nafas dan denyut kembali
spontan, pasien diposisikan dlm posisi mantap. RJP dihentikan jika:
a. Ambulans/penolongan yg lebih ahli sudah datang
b. Mati biologis
c. Tidak ada refleks
d. Tidak ada nafas
e. Pupil midirasis maks
f. Penolong kelelahan

4. Fase manajemen trauma


Triage
Primary survey
Resucitation
Secondary Survey
Stabilization
Transfer
Definitive care

a. Fase I: Triage
b. Fase II: primary survey and resucitation
Fase I dan II dimulai bersamaan, jika dibutuhkan resusitasi maka dilakukan
dari awal sampai secondary resucitation selesai.
Primary survey adalah deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi
yang mengancam. Bertujuan untuk menentukan kondisi pasien yg
mengancam jiwa dan dilakukan tindakan life-saving. Mencakup:
1) Airway
Menilai jalan nafas, dengan cara:
- Look  lihat gerakan nafas (dada), warna kulit
- Listen  suara nafas, normal atau abn
- Feel
2) Breathing
Menilai pernafasan
- Apakah ada udara yg keluar masuk
- Menilai frekuensi nafas
- Menilai gerak cuping hidung
- Cekungan gerak tulang iga
- Bantuan: oksigen atau pernafasan buatan
3) Circulation
- Mengatasi perdarahan
- Hentikan perdarahan
- Pasang infus besar
- Ambil sampel darah
- Infus cairan 1000ml cepat
4) Disability
Melakukan pemeriksaan:
- kesadaran  AVPU = awake, response to verbal, response to pain,
unresponsive
- pupil (diameter, simetris, refleks cahaya)
5) Exposure
- lepaskan semua pakaian untuk pemeriksaan menyeluruh
- periksa luka
- cegah hipertermia
- miringkan pasien dengan posisi log roll
c. Fase III: Secondary survey
d. Fase IV: Stabilization
e. Fase V: Transfer
f. Fase VI: Definitive care

Info 2:

Pasien di ruang resusitasi.


Keadaan umum: Keasadaran menurun, pucat, sesak, GCS E2V3M5 (10)
Primary survey:
- A: gurgling, lendir darah di rongga mulut
- B: nafas spontan cepat, dada kanan tertinggal, RR 36/mnt, suara vesikular menurun di
kanan, suara tambahan (-)
- C: nadi cepat lemah HR 140bpm, TD 70/30 mmHg, akral dingin, cap refill >2 detik
- D: luka robek di lengan kiri dan tungkai kiri, tungkai kanan atas bengkok, lengan kanan
atas bengkak

Brainstorming:
1. Pasien triase merah
2. GCS
Interpretasi pasien: 9-12 cedera kepala sedang
a. Eye (2) = mata terbuka terhadap respon nyeri
b. Verbal (3) = pasien berbicara ngawur (meracau)
c. Movement (5) = bergerak melokalisir ketika diberi rangsang nyeri
3. Primary survey
a. Airway  obstruksi parsial oleh lendir dan darah  dilakukan suction
b. Breathing  takipneu, suspek pneumo/hemotoraks pulmo dekstra
c. Circulation  takikardi, syok hipovolemik  lakukan resusitasi
d. Disability  susp fraktur femur dekstra, susp fraktur humerus dekstra, vulnus
laseratum di lengan kiri dan tungkai kiri
4. Tata laksana di ruang resusitasi:
a. Suction untuk membersihkan airway, pasang OPA
b. Oksigenasi awal 5 L/menit evaluasi tiap 2-3 menit
c. Pneumotoraks  lakukan dekompresi chest tube vs chest drain
d. Resusitasi cairan kristaloid
- Sistolik <90 mmHg  RL 500mL bolus (diguyur  tidak perlu hitung tpm)
- Minimal dipasang 2 jalur (kiri kanan) dengan abocath ukuran paling besar
- Dilakukan assessment setiap 30 menit
- Setelah resusitasi 2 L belum membaik  transfusi darah
e. Vulnus laseratum  dibebat untuk hentikan perdarahan
Tungkai atas kiri dan lengan atas kiri  bidai untuk imobilisasi
f. Pasang kateter urin
g. Monitoring dengan pulse oxymeter  memantau tanda vital, EKG, saturasi oksigen
h. Ambil sampel darah  AGD, darah lengkap, golongan darah
i. Persiapkan untuk CT-scan kepala, foto toraks, ro ekstremitas (di secondary survey)
Info 3:
- Tanda vital 80/30 HR 32 bpm RR 40/mnt T 37,2C
- Kepala: Konjungtiva anemis, pupil anisokor, tanpak edem kelopka mata kanan dan regio
temporal kepala, kedua gigi taring dan gigi seri kanan patah, darah (+), gurgling (-),
terpasang gudel, NRM (non-rebreather mask) O2 8 L/m
- Toraks :
Ins: jejas pada regio torakal kanan, asimetris, ketinggalan nafas (+)
Palp: trakea terdorong ke kiri
Perkusi: hipersonor di regio toraks kanan
Ausk: vesikuler menghilang di dada kanan, HR 122 bpm reguler, tidak ada suara tambahan
- Abdomen: datar, supel, peristaltik (+) normal
- Urogenital: terpasang DC, urin output (-)
- Ekstremitas: deformitas lengan atas dan luka robek di lengan bawah kiri, ekskoriasi di
kedua lengan. Tampak luka robek di femoralis sinistra, deformitas (+), dan luka ekskoriasi
di kedua tungkai, akral dingin, cap refill >3 detik.
- Lab:
Hb 7 gr%  13,5-17,5% rendah
Ht 25%  41-53% rendah
At 176.000 (trombo)  150.000 – 400.000 sel/dl dbn
Al 15.000 (leuko)  4.500-11.000 sel/dl naik
pH 7,35  7,35 – 7,45 dbn. batas bawah
P.O2 60 mmHg  75-100 mmHg rendah
P.CO2 24 mmHg  35-45 mmHg rendah
HCO3 18 mmol/L  22-26 mmol/L rendah
BE -6  -2 sd +2
Int: suspek asidosis metabolik terkompensasi

Info 4
1 jam kemudian paska torakosentesis dan resusitasi cairan
- Kesadaran masih sama
- TD 100/40 naik
- HR 110 naik
- RR 28 turun
- Akral hangat membaik
- CTR 2s membaik
- Urin output 30cc dalam 1 jam pekat
- AGD (hasil evaluasi)
pH 7,37 naik
PaO2 130 naik
PCO2 30 naik
HCO3 20 naik
BE -3 naik

Sasbel:
1. Sistem skoring trauma untuk membantu triage
a. Revised Trauma Score (RTS)
Komponen penilaian: RR, TDS, dan GCS
RR TDS GCS Skor
10-29 >90 13-15 4
>29 76-89 9-12 3
6-9 50-95 6-8 2
1-5 1-49 4-5 1
0 0 3 0
Interpretasi dari total skor:
1-10 = Triage 1 (T1)
11 = T2
12 = T3
0 = mati
b. Abbriviated Injury Scale (AIS)
Injury Threat Score
Minor 1
Moderate 2
Serious 3
Severe 4
Critical 5
Unsurvivable 6

2. Syok
a. Definisi
Sindrom klinis akibat perfusi O2 tidak adekuat sehingga jaringan tidak dapat
melakukan metabolisme yg normal
b. Klasifikasi
1) Hipovolemik
Terjadi akibat adanya penurunan vol intravaskuler scr signifikan, atau adanya
kegagalan perfusi dan suplai O2 karena hilangnya sirkulasi vol intravaskuler
sebesar 20-25% karena dehidrasi, perdarahan akut, atau kehilangan cairan dari
kompartemen ketiga. Penyebab:
a) Dehidrasi  kehilangan cairan ekstravaskuler misalnya akibat diare atau
muntah.
Klasifikasi Penemuan klinis Pengelolaan
Dehidrasi ringan - Selaput lendir Pergantian cairan vol
(kehilangan cairan kering yg hilang dengan
tubuh sekitar 5% dari - Nadi dbn atau cairan kristaloid NaCl
BB) sedikit meningkat 0,9% atau RL
Dehidrasi sedang (loss - Selaput lendir Pergantian cairan vol
sekitar 8% dari BB) sangat kering yg hilang dengan
- Lesu
- Nadi cepat cairan kristaloid NaCl
- TD turun 0,9% atau RL
- Oligouria
Dehidrasi berat (loss - selaput lendir Pergantian cairan vol
>10% dari BB) pecah2 yg hilang dengan
- Pasien bisa tidak cairan kristaloid NaCl
sadar 0,9% atau RL
- TD turun
- Anuria
b) Perdarahan  blood loss karena trauma atau kelainan lain yg menyebabkan
perdarahan organ
2) Kardiogenik
Karena kontraktilitas miokardium tidak adekuat sehingga menurunkan curah
jantung yg menyebabkan hipoksia jaringan dengan vol intravaskuler yang
adekuat.
3) Distributif
Akibat adanya vasodilatasi sistemik scr signifikan. Kategori:
a) Sepsis  karena infeksi mikroba
b) Neurogenik  kelainan SSP
c) Anafilaktik  respon sensibilitas respon imun
4) Obstruktif
Berkaitan dengan mekanisme venous return  peningkatan tekanan intratoraks,
atau terganggu outflow anrteri jantung, atau karena keduanya.
c. Manifestasi klinis
- TDS <80 mmHg
- Oligouria
- Asidosis metabolik
- Terbukti ada tanda2 hipoperfusi jaringan
3. Resusitasi cairan pada pasien syok
3 jenis cairan :
a. cairan kristaloid  berisi air dan elektrolit yang umumnya bersifat isotonik dengan
caira ekstrasel, bersifat menembus membran semipermeable PD, membutuhkan
volume 3x lebih banyak dari jml cairan yang hilang
ex : NaCl (0,9%, 0,45%,0,18%), ringer laktat (kancdungan Na dan Cl lebih sedikit
dan mengandung elektrolit lain spt K,Mg,Ca, dan biasanya mengandung buffer juga
spt laktat  atasi asidosis pada pasien)
b. cairan koloid,  tidak bersifat ,menembus membran shg menetap di intravaskuler
lebih lama dari cairan kristaloid, meningkatkan tekanan osmotik di intravaskuler
shg menarik cairan di kompartemen lain (intersisil)
ex : dextran dan albumin
c. produk darah  ex : whole blood, PRC (packed red cell), TC, FFP, dll sesuai
dengan kebutuhan pasien

Pada kasus  dianjurkan diberi cairan kristaloid (bisa NaCl atau RL) dengan cara
diguyur, bolus minimal 2 jalur. Hb <8gr  transfusi PRC sesuai golongan darah pasien.

Tatalaksana syok hipovolemik:


a. Pulse oksimeter  monitoring, PaO2 harus >80 mmHg
b. Pasien posisikan kakinya lebih tinggi dari kepala
c. Lakukan resusitasi cairan segera secara IV. Cairan yg diberikan RL bolus 2-4 L
dalam 20 menit
d. Nilai ketat hemodinamik, maintain, monitoring  TD, kesadaran, urin output
(kateter)
e. Atasi sumber perdarahan, curigai kehilangan darah yg berlebih dengan memantau
Hb <10gr/dL  lakukan transfusi setelah mengetahui golongan darah pasien
(kompatibilitas cocok), dengan menggunakan PRC sesuai goldar pasien. Target
transfusi: Hb >10gr/dL  hentikan transfusi.

4. Derajat perdarahan
Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
% fluid loss <15% 15-30% 30-40% >40%
Blood loss (ml) <750 750-1500 1500-2000 >2000
HR <100 >100 >120 >140
TD Dbn Dbn Menurun Menurun
RR 14-20 20-30 30-40 >40
CTR <2s >2s >2s Tidak dapat
dideteksi
Ekstremitas Dbn Pucat Pucat Pucat, dingin
Urine output >30 20-30 10-20 0-10
(ml/h)
Status mental Sadar (CM) Gelisah Gelisah, Penurunan
agresif, masih agresif kesadaran,
bisa bingung
merasakan
haus
Pergantian Kristaloid Kristaloid Kristaloid + Kristaloid +
cairan darah darah

5. Trauma mekanik pada kepala


- Trauma mekanik pada kepala
Sasaran talak: memfasilitasi penyembuhan dan mencegah trauma kepala sekunder
(abses, iskemik, kejang) akibat talak yg tidak adekuat. Sering disertai cedera di
tempat lain. Prinsip talak:
a. Oksigenasi yg baik untuk mencegah iskemi
b. Mencegah hiponatremi supaya tidak kejang
c. Mencegah hiperglikemi supaya tidak terjadi edema serebral
d. Waspadai:
1) Turun TD
2) Naik TIK
3) Hipoksia
Klasifikasi berdasarkan mekanisme:
a. Trauma kepala tertutup
a) Kecepatan tinggi  kecelakaan lalu lintas
b) Kecepatan rendah  kecelakaan kerja
b. Trauma kepala terbuka  luka kepala terbuka, luka tembak
Klasifikasi berdasarkan keparah:
a. Ringan, GCS 13-15
b. Sedang, GCS 9-12
c. Berat, GCS 3-8
Klasifikasi berdasarkan moroflogi:
a. Cedera kranium
1) Tempurung
2) Basis kranii
b. Lesi intrakranial
Biasanya di parenkim otak
1) Fokal  bentuk hematom (perdarahan terkumpul/fokal dalam satu tempat),
contoh: SDH, ICH, SAH, EDH
2) Difus  kontusio dan cedera akson difus

Tatalaksana trauma kepala:


a. ABCD
b. Anamnesis (auto, alo)
- Gangguan kesadaran? Ada jeda waktu dari kejadian hingga penurunan
kesadaran  terjadi peningkatan TIK, tanpa jeda waktu  cedera
langsung
- Sakit kepala, muntah? Jika pasien sadar dan ggn (+)  suspek naik TIK
- Kejang?
- Jenis kecelakaan dan mekanisme
c. PF
- Pantau ABC
- Pupil, motorik
- Tanda2 fraktur basis kranii  periorbital hematom, hematom di posterior
telinga, cairan keluar dari hidung atau telinga (bening: LCS)
- Luka terbuka scalp
- Parenkim otak yg keluar
- Periksa cedera selain di kepala
d. PP
- X-Ray kranium  melihat os kranium
- CT-scan  parenkim otak terlihat juga

Pada kasus, suspek:


a. EDH
- gambaran bikonveks
- lucid interval (ada periode sadar di antara penurunan kesadaran)
- lesi hiperdens
- etio paling sering karena terjadi fraktur di os kranium
- Talak: turunkan TIK, lakukan operasi jika vol perdarahan 20-25 cc
b. SDH  pada kasus
- midline shifting
- bentuk lesi seperti bulan sabit
- lesi hiperdens
- tidak ada lucis interval
- jika ada ggn kesadaran saat datang biasanya ada benturan langsung di otak,
bisa terjadi fenomena countercoup (lokasi trauma dan keluar perdarahan
kontralateral).
- Talak:
Operasi bikompresi (buka os kranium sementara hingga TIK turun),
indikasi operasi: midline shifting >0,5cm atau tebal perdarahan >1cm atau
GCS turun >=2 poin antara waktu kecelakaan dengan waktu evaluasi
(misal dari 13 menjadi 10) atau dengan dilatasi pupil, atau TIK >20 mmHg
(N: <15 mmHg, atau 8-18 cmH2O). Non-operatif: manitol IV dossi awal
200mg/kg selama 3-5 menit, pantau urine output 30-50 ml/jam selama 2-3
jam untuk evaluasi. Jika normal, lanjutkan manitol sampai TIK turun.
- Prognosis lebih buruk dari EDH, terutama jika disertai hipoksia dan syok
hipovolemik.

6. Gagal Nafas
a. Definisi
Kondisi klinis dimana PaO2 k<60 mmHg saat bernafas di udara terbuka atau
PaCO2 >50 mmHg, terjadi karena kegagalana oksigenasi dan eliminasi CO2.
b. Klasifikasi
1) Tipe I/akut/hipoksemia
PaO2 <60 mmHg, dengan PaCO2 normal atau turun
Berbungan dengan penyakit paru akut, edem (kardiogenik, non-kardiogenik:
pneumonia, perdarahan paru, dan kolaps), pneumothoraks, hemothoraks 
menghambat ekspansi paru
2) Tipe II/kronik/hiperkapnia
PaCO2 >50 mmHg, disertai hipoksemia, contohnya PPOK, kelainan SSP
(peningkatan TIK, penggunan obat2an bersifat sedatif, kelainan neuromuskuler
(SGB, MG), ruptur diafragma, obs sal. Respiratory atas, kondisi koma, dll
c. Manifestasi klinis dan patofisiologi
1) Hiperventilasi  mekanisme kompensasi dari penurunan PaO2
2) Sianosis  Hb terdeoksigenasi banyak di perifer
3) Pusing, bingung, rasa mengantuk  PaO2 turun, PaCO2 naik, terjadi asiditas
di SSP
4) Dispneu
5) Tremor CO2  ensefalopati metabolik
6) Penurunan kesadaran
7) Komplikasi: aritmia, edema paru
d. Tatalaksana
1) ET untuk airway managment jika kondisi pasien hipoksemia dan terganggu
kondisi mental
2) Oksigenasi nasal (face mask, intubasi, atau intubasi mekanis)
3) Koreksi hiperkapneu  kontrol penyebab, kontrol suplai O2 agar sat >90%
4) Ventilasi mekanis  ind: persisten hipoksemi, hiperkapni dengan asidosis pH
<7,2.
5) Positive End Expiratory Pressure
6) Treatment of the underlying process  sesuaikan dengan penyebab, misa
edema pulmo diberi diuretik
7) Nutrisi dari IV
8) Fisioterapi dada

Tambahan:
- Leukositosis  ada fokus infeksi dari luka lecet dan robek pada pasien, beri antibiotik
- Atasi kegawatdaruratan (resusitasi, pneumotoraks, imobilisasi)  rujuk, ke sp saraf, sp
ortopedi

You might also like