You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Tuberkulosis paru merupakan penyakit yang tidak asing, semua orang
pasti tahu bahaya dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
Tubercolosis. Tuberculosis merupakan salah satu jenis penyakit generative
yang telah berjangkit dalam periode waktu lama di tengah-tengah masyarakat
Indonesia, yang menyerang kelompok usia produktif maupun anak-anak dan
merupakan penyakit menular nomor satu (Depkes RI, 2007).
Menurut WHO, sampai dengan tahun 2006, diperkirakan setiap tahun
terjadi 539.000 kasus baru Tuberkulosis (TBC) dengan kematian sekitar
101.000 penderita baru BTA positif yang sebagian besar menyerang usia
produktif (Depkes RI, 2007).
Indonesia merupakan salah satu Negara dengan tingkat penderita
Tuberkulosis paru yang sangat tinggi yang menempati urutan ketiga setelah
Negara Cina dan India (Depkes RI, 2007)
Oleh karena itu, kami ingin membahas lebih dalam mengenai penyakit
tuberculosis paru dalam makalah yang kami buat ini.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apakah definisi dari tuberkulosis paru?
2. Bagaimanakah klasifikasi dari tuberkulosis paru?
3. Bagaimanakah etiologi dari tuberkulosis paru?
4. Bagaimanakah tanda dan gejala dari tuberkulosis paru?
5. Siapakah faktor risiko dari penyakit tuberkulosis paru?
6. Bagaimanakah patogenesis dari tuberkulosis paru?
7. Bagaimanakah penatalaksanaan dari tuberkulosis paru?
8. Apakah komplikasi dari tuberkulosis paru?
9. Bagaimanakah terapi pengobatan dari penyakit tuberkulosis paru?
10. Bagaimanakah cara pencegahan dari tuberkulosis paru?

1
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui definisi dari tuberkulosis paru
2 Mengetahui klasifikasi dari tuberkulosis paru
3 Mengetahui etiologi dari tuberkulosis paru
4 Mengetahui tanda dan gejala dari tuberkulosis paru
5 Mengetahui faktor risiko dari penyakit tuberkulosis paru
6 Mengetahui patogenesis dari tuberkulosis paru
7 Mengetahui penatalaksanaan dari tuberkulosis paru
8 Mengetahui apa komplikasi dari tuberkulosis paru
9 Mengetahui terapi pengobatan dari penyakit tuberkulosis paru
10. Mengetahui cara pencegahan dari tuberkulosis paru

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI TUBERKULOSIS PARU


Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di
berbagai organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen
yang tinggi. Kuman ini juga mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada
membrana selnya sehingga menyebabkan bakteri ini tahan terhadap asam dan
pertumbuhan dari kumannya berlangsung dengan lambat. Bakteri ini tidak
tahan terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terutama pada malam hari.
Dibeberapa negara berkembang, 10-15 % dari morbiditas berbagai
penyakit anak dibawah umur 6 tahun adalah penyakit tuberkulosis paru.
Faktor risiko tertinggi dari tuberkulosis paru adalah :
 Berasal dari negara berkembang
 Anak-anak dibawah umur 5 tahun atau orang tua
 Pecandu alkohol atau narkotik
 Infeksi HIV
 Diabetes mellitus
 Penghuni rumah beramai ramai
 Imunosupresi
 Hubungan intim dengan pasien yang mempunyai sputum positive
 Kemiskinan dan malnutrisi
Tuberkulosis (TB) merupakan contoh lain infeksi saluran napas bawah.
Penyakit ini disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium tuberkulosis,
yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu
individu ke individu lainnya, dan membentuk kolonisasi di bronkiolus atau
alveolus. Kuman juga dapat masuk ke tubuh melalui saluran cerna, melalui
ingesti susu tercemar yang tidak dipasteurisasi, atau kadang-kadang melalui
lesi kulit.

3
Setelah hampir 30 tahun mengalami penurunan, berawal di pertengahan
tahun 1980-an, jumlah kasus tuberkulosis yang terdiagnosa di negara maju
seperti Amerika Serikat mulai merangkak naik. Alasan mengapa hal ini terjadi
antara lain peningkatan jumlah imigran dari area yang merupakan endemik
tuberkulosis, peningkatan jumlah orang miskin dan tunawisma, munculnya
penyakit HIV/AIDS dan meningkatnya jumlah individu yang mengalami
gangguan sistem imun atau imunokompresi. Meskipun peningkatan ini secara
bertahap menurun, pusat pengendalian dan pencegahan penyakit di Amerika
Serikat atau U.S. Center for Disease Control and Prevention menyatakan
bahwa meskipun angka kasus TB yang dilaporkan rendah pada tahun 2004
(4,9 kasus dari 100.000 populasi), angka penurunan untuk tahun 2003 dan
2004 adalah yang paling kecil sejak tahun 1993.
Apabila bakteri tuberkulin dalam jumlah yang bermakna berhasil
menembus mekanisme pertahanan sistem pernapasan dan berhasil menempati
saluran napas bawah, pejamu akan melakukan respons imun dan inflamasi
yang kuat. Karena respons yang hebat ini, terutama yang diperantarai sel-T,
hanya sekitar 5% orang yang terpajan basil tersebut akan menderita
tuberkulosis aktif. Hanya individu yang mengidap infeksi tuberkulosis aktif
yang menularkan penyakit ke individu lain dan hanya selama masa infeksi
aktif.
2.2 KLASIFIKASI TUBERKULOSIS PARU
Sampai sekarang belum ada kesepakatan di antara para klinikus, ahli
radiologi, ahli patologi, mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakat tentang
keseragaman klasifikasi tuberkulosis.
Dari sistem lama diketahui beberapa klasifikasi seperti :
1. - Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)
- Tuberkulosis post primer (adult tuberculosis)
2. Tuberkulosis paru (Koch Pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent.
3. - Tuberkulosis Minimal
Terdapat sebagian kecil infiltrate non kavitas pada satu paru
maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus
paru

4
- Moderately advanced tuberculosis
Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4cm. jumlah
infiltrate bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru-paru.
Bila bayangannya kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu
paru.
- Far advanced tuberculosis
Terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi keadaan pada
moderately advanced tuberculosis.
Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah :
- Tuberkulosis paru
- Bekas tuberkulosis paru
- Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam :
a. Tuberkulosis paru tersangka yang diobati.
Di sini sputum BTA negatif, tapi tanda-tanda lain positif
b. Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati.
Di sini sputum BTA negative dan tanda-tanda lain juga
meragukan.

2.3 ETIOLOGI TUBERKULOSIS PARU


Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang
berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagian besar
komponen Mycobacterium tuberculosis adalah berupa lemak/lipid sehingga
kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat terhadap zat kimia dan factor
fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang
banyak oksigen. Oleh karena itu, Mycobacterium tuberculosis senang tinggal
di daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigen tinggi. Daerah tersebut
menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberculosis.
Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu
batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di
udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau
droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan, kuman tuberkulosis

5
tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainya melalui sistem
peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian
tubuh lainya. Daya penularan seorang penderita di tentukan oleh banyaknya
kuman yang di keluarkan dari paru-parunya. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahak, makin besar resiko penularan tuberkulosis tersebut. Bila
hasil pemeriksaaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita
tersebut dianggap tidak menular.

2.4 TANDA DAN GEJALA TUBERKULOSIS PARU


Tanda-tanda klinis dari tuberculosis adalah terdapatnya keluhan-keluhan
berupa:
 Batuk
 Sputum mukoid atau purulent
 Nyeri dada
 Hemoptysis
 Dispne
 Demam dan berkeringat, terutama pada malam hari
 Berat badan berkurang
 Anoreksia
 Malaise
 Ronki basah di apeks paru
 Wheezing (mengi) yang terlokalisir

Keluhan yang dirasakan penderita tuberkulosis dapat bermacam-macam


atau malah tanpa keluhan sama sekali.
Keluhan yang banyak adalah :
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tapi kadang-
kadang panas badan dapat mencapai 40-41oC. serangan demam
pertama dapat sembuh kembali. Begitulah seterusnya hilang
timbulnya demam influenza ini, sehingga penderita merasa tidak
pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat

6
dipengaruhi daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi
kuman tuberculosis yang masuk.
2. Batuk
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi
pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk
radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak
sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang
dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-
bulan peradangan bermula.
3. Sesak nafas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, di
mana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5. Maleise
Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala
malaise sering ditemukan berupa: anoreksia, tidak ada nafsu makan,
badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang nyeri
otot, keringat malam, dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat
dan terjadi hilang timbul secara teratur.

2.5 FAKTOR RISIKO TUBERKULOSIS PARU


Faktor risiko untuk terkena penyakit Tuberkulosis :
a. Dekat kontak dengan seseorang yang memiliki TB aktif. Menghirup
udara yang bertalian inti dari orang yang terinfeksi di ruang udara yang
sama.
b. Kekebalan status (misalnya, mereka dengan infeksi HIV, kanker,
transplantasi organ, dan terapi kortikosteroid dosis tinggi
berkepanjangan), penyalahgunaan zat (IV atau injeksi pengguna
narkoba dan pecandu alkohol)

7
c. Seseorang yang ridak memiliki perawatan kesehatan yang memadai,
khusus nya anak-anak di bawah 15 tahun dan dewasa diatas 44 tahun
d. Gangguan kondisi medis atau perlakuan khusus (misalnya, diabetes,
gagal ginjal kronis, gizi, keganasan, dia-modialysis, transplantasi organ,
gastrektomi dll.)
e. Imigrasi dari negara-negara dengan prevalensi yang tinggi dari TB
(Asia Tenggara, Afrika, Amerika Latin, Caribbean)
f. Menjadi seorang pekerja perawat kesehatan yang melakukan kegiatan:
berisiko tinggi dengan aerosol pentamidine dan obat-obatan lain,
prosedur induksi dahak, bronchoscopy, suction, merawat pasien
immunosuppressed, perawatan rumah & limbah medis yang berisiko
terhadap tuberkulosis).

2.6 PATOGENESIS TUBERKULOSIS PARU


Penularan kuman terjadi melalui udara dan diperlukan hubungan yang
intim untuk penularannya. Selain itu jumlah kuman yang terdapat ada saat
batuk adalah lebih pada tuberkulosis laring dibanding dengan tuberkulosis
pada organ lainnya. Tuberkulosis yang mempunyai kavernia dan tuberkulosis
yang belum mendapat pengobatan mempunyai angka penularan yang tinggi.
Berdasarkan penularannya maka tuberkulosis dapat dibagi menjadi 3
bentuk, yakni
1. Tuberkulosis primer
Terdapat pada anak-anak. Setelah tertular 6-8 minggu kemudian
mulai dibentuk mekanisme dalam tubuh, sehinga tes tuberkulosis
menjadi positif. Di dalam alveoli yang kemasukan kuman terjadi
penghancuran (lisis) bekteri yang dilakukan oleh makrofag dan
dengan terdapatnya sel langhans, yakni makrofag yang mempunyai
inti di perifer, maka mulailah terjadi pembentukan granulasi. Keadaan
ini disertai pula dengan fibrosis dan klasifikasi yang terjadi di lobus
bawah paru. Proses infeksi yang terjadi di lobus bawah paru yang
disertai dengan pembesaran dari kelenjar limfe yang terdapat di hilus
disebut dengan kompleks Ghon yang sebenarnya merupakan

8
permulaan infeksi yang terjadi di alveoli atau di kelenjar limfe hilus.
Kuman tuberkulosis akan mengalami penyebaran secara hematogen
ke apeks paru yang kaya dengan oksigen dan kemudian berdiam diri
(dorman) untuk menunggu reaksi yang lebih lanjut.
2. Reaktilasi dari tuberkulosis primer
10% dari infeksi tuberkulosis primer akan mengalami reaktilasi,
terutama setelah 2 tahun dari infeksi primer. Reaktifasi ini desebut
juga dengan tuberkulosis postprimer. Kuman akan disebarkan melalui
hematogen ke bagian segmen apikal posterior. Reaktifasi dapat juga
terjadi melalui metastasis hematogen ke berbagai jaringan tubuh.
3. Tipe reinfeksi
Infeksi yang baru terjadi setelah infeksi primer adalah jarang
terjadi. Mungkin dapat terjadi apabila terdapat penurunan dari
imunitas tubuh atau terjadi penularan secara terus menerus oleh
kuman tersebut dalam suatu keluarga.

2.7 PENATALAKSANAN TUBERKULOSIS PARU


 Pengobatan untuk individu dengan tuberkulosis aktif memerlukan waktu
lama karena basil resisten terhadap sebagian besar antibiotic dan cepat
bermutasi apabila terpajan antibiotik yang masih sensitif. Saat ini, terapi
untuk individu pengidap infeksi aktif adalah kombinasi empat obat dan
setidaknya selama 9 bulan atau lebih lama. Apabila pasien tidak berespons
terhadap obat-obatan tersebut, obat dan protocol pengobatan lain akan
diupayakan.
 Individu yang memperlihatkan uji kulit tuberkulin positif setelah setelah
sebelumnya negatif, bahkan jika individu tidak memperlihatkan adanya
gejala aktif, biasanya mendapat antibiotik selama 6-9 bulan untuk
membantu respons imunnya dan meningkatkan kemungkinan eradikasi
basil total.

9
 Jika tuberkulosis resisten obat muncul, obat yang lebih toksik akan
diprogamkan. Pasien mungkin tetap menginap dirumah sakit atau di bawah
pengawasan sejenis karangtina jika tingkat kepatuhan terhadap terapi
medis cenderung rendah.

2.8 KOMPLIKASI TUBERKULOSIS PARU


 Penyakit yang parah dapat menyebabkan sepsis yang hebat, gagal napas,
dan kematian.
 TB yang resisten terhadap obat dapat terjadi. Kemungkinan galur lain yang
resisten obat dapat terjadi.

2.9 TERAPI PENGOBATAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU


Pertimbangan untuk dilakukannya perawatan adalah hanya terbatas
pada suatu keadaan yang darurat saja, seperti misalnya batuk darah atau sesak
napas yang berat. Pertimbangan yang lainnya adalah pertimbangan
epidemologi dimana pasien harus dirawat selama BTA (basil tahan asam)
masih ditemukan didalam biakan atau sputum. Berdasarkan pengalaman
klinis terapi yang tepat dapat menyebabkan konversi sputum dari positif ke
negatif dalam waktu 2 minggu setelah pengobatan. Tuberkulosis
ekstrapulmonal tidak memerlukan perawatan, kecuali atas dasar
pertimbangan kegawatan, seperti misalnya pada meningitis tuberkulosis.
Spesimen yang diberikan berdasarkan pertimbangan pertimbangan
sebagai berikut:
 Untuk menghindari resistensi terhadap obat maka lebih baik
digunakan beberapa obat sekaligus daripada obat tunggal.
 Dosis tunggal lebih baik daripada dosis dua atau tiga kali sehari.
 Pengobatan diberikan selama 6 bulan dan 9 bulan dan dapat
diperpanjang berdasarkan atas dasar klinis dan tes resistensi.
 Bila sebuah kombinasi gagal maka dapat diganti dengan kombinasi
yang lainnnya atas pertimbangan tes resistensi.
 Antara perawatan di rumah sakit dan yang bukan dirumah sakit
regimen pengobatannya adalah sama, hanya saja pada perawatan di

10
rumah sakit pengobatannya tetap perlu diberikan selama sputum BTA
tetap positif, baik dengan biakan maupun secara langsung.
 Masih-masing obat mempunyai toksisitas yang berbeda, oleh karena
itu dalam melakukan pengawasan (monitoring) diharapkan
ditunjukkan pada 2 hal pokok, yakni resistensi dan intoksikasi.
Beberapa regimen pengobatan yang dianjurkan antara lain:
 Alternatif yang pertama adalah setiap hari diberikan:
- INH 300 mg
- Rifampisin 600 mg
-Pirazinamid 25-30 mg/kg BB, diberikan berturut-turut selama 2
bulan dan kemudian dilanjutkan dengan pemberian INH 300 mg
dan Rifampisin 600 mg selama 4 bulan.
 Alternatif yang kedua adalah:
- INH 300 mg
- Rifampisin 600 mg
Diberikan selama 9 bulan
 Alternatif yang ketiga adalah:
- INH 900 mg
- Rifampisin 600 mg
Diberikan selama sebulan dan kemudian dilanjutkan dengan 2 kali
seminggu selama 8 bulan.
 Alternatif yang keempat adalah:
Bila terdapat resistensi terhadap INH (Isoniazid), maka dapat
diberikan etambutol dengan dengan dosis 15-25 mg/kg BB.

Pengobatan Tuberkulosis dan efek sampingnya


Nama Obat Dosis Efek Sampingnya
Isoniazid Dewasa 300 mg/hari Reaksi sensitif
Anak-anak 10-20 Neuropati
mg/kg Hepatitis
BB/hari
Rifampisin Dewasa Hepatitis
< 55 kg: 450 mg/hari Antagonis dengan

11
>55 kg: 600 mg/hari obat
KB
Anak-anak Optik

10-20 mg/kg BB/hari

Para amino salisitik dewasa 12 gr/hari Intoleransi traktus


(PAS), seperti dibagi dalam 2 dosis digestivus
misalnya sodium anak-anak 200 mg/kg Reaksi hipersensitif
amino-salisilat BB/hari
Isoniazid dengan Dewasa (tua/lemah)
Rifampisin 3x sehari
Total dosis
perharinya:
Isoinazid 300 mg dan
Rifampisin 450 mg.
Dewasa biasa 2x
sehari
Total dosis
perharinya: Isoniazid
300 mg dan
Rifampisin 600 mg
Isoniazid dengan Hanya untuk dewasa Reaksi sensitif
Etambutol Dosis Etambutol yang kerusakan vestibular
bervariasi diperlukan dan koklear
untuk pengobatan
Isoniazid 300 mg/hari
dan PAS 12 gr/hari
Streptomisin 0.75 – 1.0 gr/hari Hepatitis
Intramuskular
pirazinamid Hanya untuk dewasa
20-35 mg/kg/hari
dibagi 3 dosis,
maksimum 3 gr/hari

Mengatasi reaksi yang tidak dikehendaki


Cara Mencegah
Reaksi Yang Tidak
Nama obat terjadinya Reaksi
Dikehendaki
Tersebut
Rifampisin Nausea, anoreksia, Obat yang diberikan
nyeri lambung, diare sesudah makan

12
Tingginya serum Berikan rifampisin
transaminase 2-8 dengan hati-hati
minggu pertama dari selama fase hepatitis
pengobatan hepatitis
Kemerahan pada kulit Yakinlah penderita
kepala dan gatal-gatal dan teruskan
pengobatan
Purpura Rifampisin dihentikan
trombositopenik, dan tidak boleh
anemia hemolitik dan digantikan dengan
kegagalan akut (sangat preparat yang lainnya
jarang)
Demam menggigil Beri dosis intermitten
sesudah makan obat 2 kali seminggu. Obat
yang terjadi setelah 3- yang berdosis tinggi
6 bulan sesudah dan berikan dengan
pengobatan dosis 3 kali seminggu
Isoniazid Parestesia, rasa Berikan piridoksin
terbakar pada tangan dengan isoniazid, bila
dan kaki, neuropati dosis isoniazid
perifer. melebihi 14 mg/kg
BB
Etambutol Kebutaan dan buta Usahakan dosis
warna biru. Neuritis dibawah 15 mg/kg
retrobulbar BB/hari dan pasien
harus menceritakan
apa yang terjadi
dengan
penglihatannya. Bila
terdapat keluhan,
maka obat dihentikan
dan dimulai lagi
dengan dosis yang
rendah
Hampir semua obat antituberkulosis mempunyai efek samping. Efek
samping pada hati didapat pada pemberian isoniazid, rifampisin,
pirazinamide, etionamide, dan PAS dan yang mempunyai efek samping
neuritis adalah isoniazid, streptomisim (nervus vestibularis), dan etambutol
(nervus optikus) bahkan sikloserin mempunyai efek psikosis sampai ke

13
konvulsi. Oleh karena itu pengawasan terhadap adanya efek samping pada
setiap pengobatan tuberkulosis perlu dilakukan.

2.10 PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU


Vaksinasi BCG dapat melindungi anak yang berumur kurang dari 15
tahun sampai 80%, akan tetapi dapat mengurangi makna dari pemeriksaan tes
tuberkulin.
Indikasi dari vaksinasi BCG (Bacillus Calmette Guerin) adalah:
 Pada negara maju vaksinasi BCG ditunjukkan pada orang dengan tes
tuberkulin yang negatif dan pada orang-orang yang mempunyai risiko
tinggi, misalnya perawat atu petugas suka rela.
 Pada negara berkembang maka vaksinasi BCG hanya efektif diberikan
pada neomatus.
Ada beberapa catatan yang perlu diketahui:
 Pada anak-anak harus dilakukan tes tuberkulin. Selain neomatus maka
anak yang dengan tes tuberkulin negatif perlu juga divaksinasi BCG.
 Tidak diberikan kepada pasien yang mempunyai
immunocompromised, termasuk kehamilan dan dermatitis yang luas.
 Bila kemungkinan mempunyai resiko tuberkulosis yang tinggi maka
semua neonatus harus diberikan vaksinasi.
 Pada negara dimana angka prevalensi tuberkulosisnya rendah maka
vaksinasi BCG dapat dijadikan program, akan tetapi tidak boleh
diberikan pada penderita dengan HIV positif.
Indikasi pencegahan:
 Kasus dengan sputum positif harus diobati secara efektif agar tidak
memerlukan orang lain.
 Untuk orang yang telah kontak dengan pasien tuberkulosis (contact
tracing) maka harus dibuktikan bahwa ia telah terkena tuberkulosis,
yakni dengan tuberkulin dan foto toraks.
Dilakukan pemeriksaan dan pengawasan pada pasien yang dicurigai
menderita tuberkulosis, yakni:

14
 Pada etnis kulit putih dan bangsa asia denga tes Heaf positif dan
pernah berkontak dengan pasien yang mempunyai sputum posistif
harus diawasi.
 Walaupun pemeriksaan BTA langsung negatif, namun tes Heaf positif
dan pernah berkontak dengan pasien penyakit paru.
 Yang belum pernah mendapat kemoterapi dan mempunyai
kemungkinan terkena.
 Bila tes tuberkulin negatif maka harusb dilakukan mtes ulang setelah 8
minggu dan bila tetap negatif maka dilakukan vaksinasi BCG. Apabila
tuberkulin sudah mengalami konversi, maka pengobatan harus
diberikan. Sputum BTA adalah cara praktis untuk mendapatkan kasus
tuberkulosis.
Kemoprofilaksis
 Kemoprofilaksis primer
Kemoperofilaksis primer diberikan untuk membunuh kuman sebelum
kuman mempunyai kemampuan bermultiplikasi dan menimbulkan
penyakit. Diberikan kepada ibu dengan BTA positif, yakni dengan
dosis 5 mg/kg BB yang dapat diberikan selama 3 bulan sampai BTA
pada dahak ibu tidak ditemukan lagi dan pada bayi dilanjutkan dengan
vaksinasi BCG.
 Kemoprofilaksis sekunder
Kemoprofilaksis sekunder bertujuan untuk mencegah progrefitas dari
penyakit (pasien dengan tes tuberkulin posistif dan vaksinasi BCG
belum pernah diberikan). Beberapa contoh antara lain:
- Anak-anak yang berumur dibawah 5 tahun oleh karena mempunyai
risiko untuk mendapatkan tuberkulosis miliar dan meningitis.
- Pasien yang telah berumur 35 tahun dengan tes tuberkulin positif
dan belum pernah di vaksinasi BCG, serta pernah berhubungan
langsung dengan pasien tuberkulosis.
- Pasien yang baru saja mendapat tuberculin convertor. Diberikan
INH 5 10 mg/kg BB maksimum 300 mg selama 6 bulan dan
rifampisin 10 mg/kg BB.

15
- Pada orang yang menderita HIV dengan tes tuberkulin positif dan
tidak pernah vaksinasi BCG, maka diberikan INH 5-10 mg/kg BB
maksimum 300 mg. Terapi pencegahan pada umur diatas 35 tahun
jarang dilakukan.
- Selain dengan vaksinasi BCG yang diberikan kepada bayi yang
baru lahir maka dalam tindakan pencegahan tuberkulosis dikenal
pula dengan drug prevensi atau kemoprofilaksis. Pada prinsipnya
kemoprofilaksis deberikan kepada pasien yang beruhungan lama
dengan pasien tuberkulosis, baik yang tuberkulinnya positif
maupun yang negatif atau pasien dengan bayangan infiltrat pada
foto toraks yang telah mengalami pengobatan sempurna maupun
pada perawat yang ditugaskan pada rumah sakit paru. Lamanya
pemberian INH ini adalah 6 12 bulan. Menurut American Thoracis
Socienty pada pemberian 6 bulan tingkat pencegahannya adalah
65%, sedangkan yang 12 bulan dalah 75%.

BAB III
PENUTUP

3.1 SIMPULAN
Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di

16
berbagai organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen
yang tinggi.
Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu
batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di
udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau
droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan, kuman tuberkulosis
tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainya melalui sistem
peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian
tubuh lainya. Daya penularan seorang penderita di tentukan oleh banyaknya
kuman yang di keluarkan dari paru-parunya. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahak, makin besar resiko penularan tuberkulosis tersebut. Bila
hasil pemeriksaaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita
tersebut dianggap tidak menular.
Tanda-tanda klinis dari tuberculosis adalah terdapatnya keluhan-keluhan
berupa:
 Batuk
 Sputum mukoid atau purulent
 Nyeri dada
 Hemoptysis
 Dispne
 Demam dan berkeringat, terutama pada malam hari
 Berat badan berkurang
 Anoreksia
 Malaise
 Ronki basah di apeks paru
 Wheezing (mengi) yang terlokalisir

3.2 SARAN
Kita harus mengetahui penyebab dari tuberkulosis serta kita juga harus
mengetahui cara penyebaran, menanggulangi serta pengobatannya. Dengan
begini kita akan terhindar dari penyakit tersebut, dan juga kita harus

17
menyosialisasikan terhadap masyarakat bahwa begitu bahayanya akan
penyakit tuberkulosis.

DAFTAR RUJUKAN

Corwin, E. J. 2009. Patofisiologi. Jakarta: EGC.


Crofton, J., Horne, N. & Miller, F. 2002. Tuberkulosis Klinis. Jakarta: Widya
Medika.
Rab, Tabrani. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Trans Info Media.
Soeparwan. 1994. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

18
Somantri, I. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Suzanne C. O'Connell Smeltzer, Brenda G. Bare, Janice L. Hinkle, Kerry H.
Cheever. 2013. Brunner & Suddarth's Textbook of Medical-surgical
Nursing.

19

You might also like