Professional Documents
Culture Documents
MAWARDIN
NIM. P17211175012
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
selesainya tugas mata kuliah manajemen bencana yang berjudul “Komunikasi Dalam
Bencana”. Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan
makalah ini, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Rudi Hamarno, S. Kep,. M. Kep selaku Kepala Program Studi DIV
Keperawatan Malang
2. Bapak Roni Yuliwar, S.Kep.Ns.,M.Ked selaku dosen pembimbing mata kuliah
Manajemen Bencana
3. Orang tua saya yang selalu memberikan dukungan serta masukan.
4. Teman-teman yang memberi dukungan.
5. Selain itu, terima kasih juga saya ucapkan kepada segenap pihak yang terlibat
dalam penyusunan makalah ini baik yang secara langsung maupun tidak langsung
yang tidak sempat saya sebutkan.
Demikian yang dapat saya sampaikan. Besar harapan saya untuk dapat
mendapatkan kritik dan saran demi kesempurnaan penyusunan makalah berikutnya.
Serta saya juga berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembacanya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Belajar dari bencana gempa dan tsunami Aceh-Nias 2004 yang menimbulkan
korban jiwa lebih dari dua ratus ribu jiwa, Indonesia baru mulai mempersiapkan
penanggulangan bencana dengan lebih terencana. Pembentukan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) di tingkat nasional dan Badan Penanggulangan
Daerah (BPBD) di level daerah diharapkan mampu mengefektifkan upaya untuk
mempersiapkan masyarakat menghadapi situasi bencana, mengatasi kondisi darurat
bencana hingga merehabilitasi pasca-bencana. Kehadiran UU nomor 24 tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana juga merupakan bagian dari rencana bangsa ini
mempersiapkan segala potensi menghadapi bencana.
1
Komunikasi dalam bencana tidak saja dibutuhkan dalam kondisi darurat
bencana, tapi juga penting pada saat dan pra bencana. Mempersiapkan masyarakat
di daerah rawan bencana tentu harus senantiasa dilakukan. Selain informasi
yang memadai tentang potensi bencana di suatu daerah, pelatihan dan internalisasi
kebiasaan menghadapi situasi bencana juga harus dilakukan secara berkelanjutkan.
Tapi harus diingat, informasi berlimpah saja tidak cukup untuk menyadarkan warga
atas bahaya bencana yang mengancam. Cara menyampaikan informasi juga harus
dilakukan dengan tepat. Kekeliruan dalam mengkomunikasikan sebuah informasi,
bisa menimbulkan ketidakpastian yang memperburuk situasi. Dalam situasi ini,
pendekatan komunikasi budaya dan lintas budaya amat dibutuhkan.
1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui definisi komunikasi
2. Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan komunikasi
3. Untuk mengetahui konsep komunikasi bencana
4. Untuk mengetahui fungsi media sosial dalam komunikasi bencana
5. Untuk mengetahui opinion leader dalam komunikasi bencana
6. Untuk mengetahui peran media massa dalam penanganan bencana
7. Untuk mengetahui komunikasi antar-budaya korban dan relawan bencana
2
1.3. Manfaat
Tugas ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dalam pembelajaran maupun dalam
penerapan kerjasama dalam tindakan keperawatan secara medis melalui komunikasi
ketika dalam bencana dan memberikan pertolongan pertama pada masyarakat
ketika dalam menghadapi bencana.
3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
4
Jadi komunikasi mempunyai fungsi isi, yang melibatkan pertukaran
informasi yang kita perlukan untuk menyelesaikan tugas dan fungus hubungan
untuk melibatkan pertukaran informasi mengenai bagaimana hubungan kita
dengan orang lain (Zimmerman dalam Mulyana 2007:4).
5
2. Leadership commitment, pemimpin yang berperan dalamtanggap darurat harus
memiliki komitmen untuk melakukan komunikasi efektif dan terlibat aktif dalam
proses komunikasi.
3. Situational awareness, komunikasi efektif didasari oleh pengumpulan, analisis
dan diseminasi informasi yang terkendali terkait bencana. Prinsip komunikasi
efektif seperti transparansi dan dapat dipercaya menjadi kunci.
4. Media partnership, media seperti televisi, surat kabar, radio, dan lainnya adalah
media yang sangat penting untuk menyampaikan informasi secara tepat kepada
publik. Kerjasama dengan media menyangkut kesepahaman tentang kebutuhan
media dengan tim yang terlatih untuk berkerjasama dengan media
untukmendapatkan informasi dan menyebarkannya kepada publik.
Penanggulangan bencana, harus didukung dengan berbagai pendekatan baik soft
power maupun hard power untuk mengurangi resiko dari bencana. Pendekatan
soft power adalah dengan mempersiapkan kesiagaan masyarakat melalui
sosialisasi dan pemberian informasi tentang bencana. Sementara hard power
adalah upaya menghadapi bencana dengan pembangunan fisik sepeti
membangun sarana komunikasi, membangun tanggul, mendirikan dinding beton,
mengeruk sungai dll. Dalam UU, dua hal ini yang disebut mitigasi bencana.
Pada dua pendekatan inilah, komunikasi bencana amat dibutuhkan.
Dalam UU No 23 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, salah
satu langkah yang penting dilakukan untuk pengurangan resiko bencana adalah
melalui mitigasi bencana. Dijelaskan mitigasi bencana adalah serangkaian upaya
untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Salah
satu bentuk kegiatan mitigasi bencana menurut pasal 47 ayat 2 (c) adalah
melalui pendidikan, penyuluhan dan pelatihan baik secara konvensional maupun
modern Sebagaimana dijelaskan Susanto (dalam Budi, 2011: 17) bahwa untuk
mengintegrasikan karakter masyarakat kawasan rawan bencana dengan regulasi
pemerintah dalam penanganan bencana, bisa tercapai dengan baik jika kedua
belah pihak mampu menciptakan komunikasi kohesif yang menghasilkan
pemahaman bersama. Namun persoalannya dalam kondisi darurat bencana,
membuka sinyal komunikasi untuk menangani korban dengan cepat, tidak
mudah untuk dilaksanakan. Sebab, lembaga pemerintah dibelenggu oleh
belantara peraturan, sedangkan masyarakat, selain tetap berpijak kepada nilai
6
setempat, juga dikuasai oleh pesan– pesan dari sumber yang tidak jelas nilai
faktualnya.
Diskusi: Perlunya Riset Komunikasi Bencana Kajian tentang komunikasi
bencana memang belum terlalu lama dilakukan. Meski begitu saat ini riset
tentang fungsi komunikasi dalam bencana semakin banyak dilakukan.
Berikut beberapa riset komunikasi bencana yang pernah dilakukan:
a) Model Komunikasi Bencana
Salah satunya penelitian yang dilakukan Jeanne Branch Johsnton dari
University of Hawaii dengan judul Personal Account From Survivor of the
Hilo Tsunamis 1946 and 1960: Toward A Dister Communication Models.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengakuan personal para korban
selamat dari bencana tsunami di Hilo pada tahun 1946 dan 1960. Penelitian
ini menemukan bahwa pada bencana tsunami di Hilo tahun 1946 dan 1960
terjadi kesalahan prosedur dan koordinasi pemerintah dalam mengantisipasi
bencana tsunami. Pihak berwenang dalam hal ini dinas pertahanan sipil,
kepolisian di Hawaii dan Hilo mengalami miskomunikasi dan koordinasi
sehingga pemberitahuan kepada warga Hilo terlambat diberitakan.
8
dapat memudahkan pemetaan dan mengetahui lokasi bencana. Terakhir
penggunaan media sosial secara tepat akan bermanfaat untuk pemulihan
bencana (Goldfine, 2011).
9
Bencana Alam”. Penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan persepsi
masyarakat dalam menafsirkan peran media cetak lokal Padang Ekpress dan
Singgalang tentang mitigasi bencana alam.
Hasil penelitian mendeskripsikan Peran media lokal yaitu Harian
Padang Ekpress dan Singgalang dipersepsi secara berbeda oleh kelompok
buruh, pegawai negeri, mahasiswa, dan dosen. Menurut mahasiswa dan
dosen, media lokal dapat mengurangi kepanikan masyarakat akibat isu-isu
dan rumor yang tidak bertanggung jawab dan mendidik masyarakat agar lebih
melek bencana. Menurut buruh dan pegawai negeri, media lokal terlalu
mengekspos bencana secara berlebihan dan menyebabkan masyarakat kalut,
bahkan eksodus ke luar daerah. Penelitian ini merekomendasikan agar media
dan pemerintah serta lembaga yang terkait dengan bencana alam agar
mengontrol pemberitaan tentang bencana alam sehingga tidak merugikan
masyarakat (Elva, 2011).
10
(impression management) sehingga tampak tegar atau menunjukkan
lebih baik dari orang lain yang sama-sama mengalami musibah tsunami.
Demikian juga untuk menampilkan kepada masyarakat luar bahwa kondisi
kehidupannya kini sudah sama seperti masyarakat biasa yang tidak tertimpa
tsunami, namun secara ekonomi (finansial) masih mengharapkan bantuan
untuk menopang kebutuhan hidupnya dan sebagai modal usaha (Mahyuzar,
2011).
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
12
B. Saran
13
DAFTAR PUTAKA
Johsnton, J. B. 2003. Personal Account From Survivor of the Hilo Tsunamis 1946 and
Library
Dan Interaksi Dengan Orang Asing di Banda Aceh. Bandung: Disertasi Program
Roem,E. R. 2011. "Persepsi Masyarakat tentang Peran Media Cetak Lokal dalam
14
15