You are on page 1of 21

Presentasi Kasus Rehabilitasi Medik

SEORANG PEREMPUAN 63 TAHUN DENGAN


FROZEN SHOULDER DEXTRA

Oleh :

G 99 141 xxx

Pembimbing :
dr. Desy Kurniawati Tandiyo, Sp. KFR

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2016
STATUS PENDERITA

I.ANAMNESA
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jagalan, Surakarta
Tanggal Periksa : 06 Februari 2016
No CM : 0041343X

B. Keluhan Utama
Nyeri di bahu kanan

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poli rehabilitasi medik dengan keluhan nyeri pada
bahu sebelah kanan dan gerakan menjadi terbatas pada bahu tersebut.
Keluhan dirasakan tiba-tiba sejak 2 minggu SMRS. Awal keluhan dirasakan
pasien saat sulit mengangkat bahu saat memakai baju. Nyeri menjalar ke
lengan bawah. Nyeri dirasakan terutama bila bahu digerakkan. Nyeri
berkurang bila bahu tidak digunakan untuk beraktivitas. Nyeri dirasakan
muncul mendadak dan tidak diketahui penyebabnya. Hal ini dirasakan
pasien mengganggu aktivitas.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Jatuh : (+) + 20 tahun yang lalu, jatuh tergelundung
dari tangga.
Riwayat Hipertensi/DM : disangkal
Riwayat Mondok : (-)
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi/DM : disangkal
F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi
Riwayat Merokok : (-)
Riwayat Minum alkohol : (-)
Riwayat Olahraga : (+)

G. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang perempuan, janda, tinggal berdua bersama ibunya.
Pasien tidak memiliki anak. Pasien makan 3x sehari dengan nasi lauk pauk
cukup. Pasien berobat menggunakan BPJS.

II.PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum compos mentis E4V5M6, gizi kesan cukup
B. Tanda Vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 98 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur
Respirasi : 22 x/menit, irama teratur, tipe thoracoabdominal
Suhu : 36,5 0C per aksiler
VAS : 7 (regio bahu kanan)
C. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spider naevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
D. Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut hitam
beruban, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-).
E. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan
tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/3mm), oedem palpebra (-/-),
sekret (-/-)
F. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
G. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
H. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor (-),
stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-)
I. Leher
Simetris, trakea di tengah, step off (-), JVP (R+2), limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-)
J. Thoraks
a. Retraksi (-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-).
c. Paru
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri, gerakan
paradoksal (-)
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar (vesikuler/vesikuler),
Wheezing (-/-), RBK (-/-)
K. Trunk
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-)
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-)
Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-)
L. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+)
Perkusi : tympani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba, bruit (-)
M. Ekstremitas
Oedem Akral dingin
- - - -
- - - -
N. Status Psikiatri
Deskripsi Umum
1. Penampilan : perempuan, tampak sesuai umur, perawatan diri baik
2. Kesadaran : compos mentis
3. Pembicaraan : koheren, menjawab pertanyaan
4. Sikap Terhadap Pemeriksa : kooperatif, kontak mata baik
Afek dan Mood
- Afek : Appropiate
- Mood : Eutimik
Gangguan Persepsi
- Halusinasi (-)
- Ilusi (-)
Proses Pikir
- Bentuk : realistik
- Isi : waham (-)
- Arus : koheren
Sensorium dan Kognitif
- Daya Konsentrasi : baik
- Orientasi : Orang : baik
Waktu : baik
Tempat : baik
- Daya Ingat : Jangka pendek : baik
Jangka panjang : baik
Daya Nilai : Daya nilai realitas dan sosial baik
Insight : Baik
Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya

O. Status Neurologis
a. Kesadaran : GCS E4V5M6
b. Fungsi luhur : dalam batas normal
c. Fungsi otonom : dalam batas normal
d. Fungsi sensorik :
- Rasa Eksteroseptik : suhu, raba, nyeri dalam batas normal
- Rasa Propioseptik : getar, posisi, dan tekan dalam batas
normal
e. Fungsi motorik :
Kekuatan Tonus R. Fisiologis R. patologis
4/4/4 5/5/5 N N N N - -
5/5/5 5/5/5 N N N N - -

f. Nn. craniales
1) N.II, III : pupil isokhor (3mm/3mm), refleks cahaya (+/+)
2) N.III, IV, VI : gerak bola mata normal
3) N.VII : dalam batas normal
4) N.XII : dalam batas normal

Range of Motion (ROM)


NECK ROM
Aktif Pasif
Flexi 0 – 700 0 – 700
Extensi 0 – 400 0 – 400
Lateral bend 0 – 600 0 – 600
Rotasi 0 – 900 0 – 900

EKSTREMITAS ROM AKTIF ROM PASIF


SUPERIOR Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Shoulder Fleksi 0-50º 0-180º 0-120º 0-180º
Ekstensi 0-20º 0-30º 0-30º 0-30º
Abduksi 0-70º 0-150º 0-80º 0-150º
Adduksi 0 0-75º 0 0-75º
External Rotasi 0-40º 0-90º 0-60º 0-90º
Internal Rotasi 0-40º 0-90º 0-60º 0-90º
Elbow Fleksi 0-150º 0-150º 0-150º 0-150º
Ekstensi 0-150º 0-150º 0-150º 0-150º
Pronasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
Supinasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
Wrist Fleksi 0-90 º 0-90 º 0-90 º 0-90 º
Ekstensi 0-70 º 0-70 º 0-70 º 0-70 º
Ulnar deviasi 0-30 º 0-30 º 0-30 º 0-30 º
Radius deviasi 0-30 º 0-30 º 0-30 º 0-30 º
Finger MCP I fleksi 0-45 º 0-45 º 0-90 º 0-90 º
MCP II-IV fleksi 0-45 º 0-45 º 0-90 º 0-90 º
DIP II-V fleksi 0-45 º 0-45 º 0-90 º 0-90 º
PIP II-V fleksi 0-45 º 0-45 º 0-100 º 0-100 º
MCP I ekstensi 0-10 º 0-10 º 0-30 º 0-30 º
ROM Pasif ROM Aktif
Ektremitas Inferior
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Fleksi 0-120º 0-120º 0-120º 0-90º
Ektensi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º
Abduksi 0-45º 0-45º 0-45º 0-30º
Hip
Adduksi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º
Eksorotasi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º
Endorotasi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º
Fleksi 0-135º 0-135º 0-135º 0-90º
Knee
Ekstensi 0º 0º 0º 0º
Dorsofleksi 0-20º 0-20º 0-20º 0-20ºv
Plantarfleksi 0-50º 0-50º 0-50º 0-50º
Ankle
Inversi 0-35º 0-35º 0-35º 0-35º
Eversi 0-15º 0-15º 0-15º 0-15º

Manual Muscle Testing (MMT)

NECK
 Fleksor M. Strenocleidomastoideus : 5
 Ekstensor : 5
Ekstremitas Superior Dextra Sinistra
Shoulder Fleksor M Deltoideus anterior 4 5
M Biseps 4 5
Ekstensor M Deltoideus anterior 4 5
M Teres mayor 4 5
Abduktor M Deltoideus 4 5
M Biceps 4 5
Adduktor M Lattissimus dorsi 4 5
M Pectoralis mayor 4 5
Internal M Lattissimus dorsi 4 5
Rotasi M Pectoralis mayor 4 5
Eksternal M Teres mayor 4 5
Rotasi M Infra supinatus 4 5
Elbow Fleksor M Biceps 5 5
M Brachialis 5 5
Ekstensor M Triceps 5 5
Supinator M Supinator 5 5
Pronator M Pronator teres 5 5
Wrist Fleksor M Fleksor carpi radialis 5 5
Ekstensor M Ekstensor digitorum 5 5
Abduktor M Ekstensor carpi radialis 5 5
Adduktor M ekstensor carpi ulnaris 5 5
Finger Fleksor M Fleksor digitorum 5 5
Ekstensor M Ekstensor digitorum 5 5
Ekstremitas inferior Dextra Sinistra
Hip Fleksor M Psoas mayor 2 2
Ekstensor M Gluteus maksimus 2 2
Abduktor M Gluteus medius 2 2
Adduktor M Adduktor longus 2 2
Knee Fleksor Harmstring muscle 2 2
Ekstensor Quadriceps femoris 2 2
Ankle Fleksor M Tibialis 2 2
Ekstensor M Soleus 2 2

P. Status Lokalis Regio Shoulder Dextra


Look Edem (-), deformitas (-)
Nyeri tekan (+) tendon bisipitalis , spasme (-)
Feel
MMT 444 (nyeri)
ROM Pasif ROM Aktif
Frontal : 120-0-30 Frontal : 50-0-20
Sagital : 40-0-140 Sagital : 60-0-60
Movement Horizontal : Horizontal : 70-0
Apley atas (-), apley bawah (-)
Drop arm test (-)
Resist eksternal rotasi dan internal rotasi (-)

Q. Status Ambulasi (Indeks Barthel)


No Fungsi Skor Keterangan
1 Makan 2 Mandiri
2 Mandi 1 Mandiri
3 Perawatan diri 1 Mandiri
4 Berpakaian 1 Sebagian dibantu
5 Buang air kecil 2 Teratur
6 Buang air besar 2 Teratur
7 Penggunaan toilet 2 Mandiri
8 Transfer 2 Bantuan kecil (1 orang)
9 Mobilitas 3 Mandiri
10 Naik turun tangga 1 Membutuhkan tangga
Skor : 17 (ketergantungan ringan)

III. Diagnosis
Frozen shoulder dextra
IV. Diagnosis Banding
Tendinitis bicipitalis dextra
Bursitis subacromial dextra
V.DAFTAR MASALAH
 Problem Medis : Frozen shoulder dextra
 Problem Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi : Gangguan gerak (keterbatasan gerak pada
ekstremitas atas)
2. Terapi wicara : Tidak ada
3. Okupasi Terapi : Gangguan dalam melakukan aktivitas fisik sehari-
hari (Activity Daily Living (ADL)
4. Sosiomedik : Memerlukan bantuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari
5. Ortesa-protesa : Tidak ada
6. Psikologi : Beban pikiran pasien karena keterbatasan dalam
melakukan kegiatan sehari hari

VI. PENATALAKSANAAN
A. Medikamentosa :
Na diklofenak 2 x 50 mg
B. Non medikamentosa :
1. Fisioterapi
 Ultrasound regio shoulder dextra : 0,1 watt/cm2 , 3 MHz di
titik nyeri
 Active Assistive ROM exercise shoulder dextra

2. Okupasi terapi
 Melatih keterampilan dan kemandirian dalam melakukan
aktivitas sehari-hari (ADL)
 Latihan meningkatkan lingkup gerak sendi (LGS) bahu kanan

VII. IMPAIRMENT, DISABILITY, DAN HANDICAP


Impairment : Nyeri gerak dan nyeri tekan pada bahu kanan
Disability : Penurunan fungsi anggota gerak atas kanan
Handicap : Keterbatasan melakukan aktivitas sehari-hari
menjalankan pekerjaan dan kegiatan sosial
VIII. PLANNING
Planning diagnostik : foto rontgen shoulder dextra
Planning terapi : kontrol rutin untuk fisioterapi 2 kali dalam seminggu
hingga total 4 kali fisioterapi, kemudian evaluasi.
Planning Edukasi :
- Penjelasan penyakit
- Penjelasan tujuan pemeriksaan dan tindakan yang dilakukan
- Edukasi untuk home exercise dan ketaatan untuk melakukan terapi
Planning monitoring : evaluasi hasil medika mentosa dan rehabilitasi medik

IX. TUJUAN
1. Perbaikan keadaan umum sehingga dapat kembali melakukan ADL
2. Meminimalkan impairment, disability dan handicap
3. Membantu penderita sehingga mampu mandiri dalam menjalankan
aktivitas sehari-hari
4. Edukasi perihal home exercise

X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Frozen Shoulder
Definisi
Sindroma frozen shoulder adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh
adanya suatu reaksi peradangan kronik dan kekakuan bahu yang didahului
dengan bursitis, tendonitis dan kapsulitis pada daerah persendian glenohumeral
sehingga pergerakkannya terganggu dan timbul nyeri (sakit).3
Anatomi
Bahu terdiri dari 7 sendi, yaitu glenohumeralis, suprahumeralis,
acromioclavicularis, scapulocostalis, sternoclavicularis, costosternalis dan
costovertebralis. Sendi glenohumeral mempunyai peranan yang penting dan
merupakan sendi yang paling mobile dari ketujuh sendi tersebut.3
Gerakan-gerakan pada sendi bahu terdiri dari fleksi-ekstensi, abduksi-
adduksi dan endorotasi-eksorotasi. Lingkup gerak sendi bahu dalam keadaan
normal yaitu fleksi 180°, ekstensi 60°, abduksi 180°, adduksi 75°, endorotasi 90°
dan eksorotasi 90°.3
Epidemiologi
Onset frozen shoulder terjadi sekitar usia 40-60 tahun. Dari 2-5 %
populasi sekitar 60 % dari kasus frozen shoulder lebih banyak mengenai
perempuan dibanding laki-laki. Frozen shoulder juga terjadi pada 10-20 % dari
penderita diabetes mellitus yang merupakan salah satu faktor resiko frozen
shoulder.2
Etiologi
Penyebab frozen shoulder tidak diketahui, diduga penyakit ini
merupakan respon auto immobilisasi terhadap hasil-hasil rusaknya jaringan
lokal. Meskipun penyebab utamanya idiopatik, banyak yang menjadi
predisposisi frozen shoulder, selain dugaan adanya respon auto immobilisasi
seperti yang dijelaskan di atas ada juga faktor predisposisi lainnya yaitu usia,
trauma berulang (repetitive injury), diabetes mellitus, kelumpuhan, pasca operasi
payudara atau dada dan infark miokardia, dari dalam sendi glenohumeral
(tendonitis bicipitalis, infalamasi rotator cuff, fraktur) atau kelainan ekstra
articular (cervical spondylisis, angina pectoris). De Palma (1973) melaporkan
bahwa setiap hambatan yang menghalangi gerak
scapulohumeral/scapulothoraxic menyebabkan inaktifitas dari otot sehingga
merupakan predisposisi terjadinya frozen shoulder.4
Adapun beberapa teori yang dikemukakan AAOS (American Academy of
Orthopedic Surgeon) tahun 2007 mengenai frozen shoulder, teori tersebut
adalah:2,5
a. Teori hormonal.
Pada umumnya frozen shoulder terjadi 60% pada wanita bersamaan dengan
datangnya menopause.
b. Teori genetik.
Beberapa studi mempunyai komponen genetik dari frozen shoulder,
contohnya ada beberapa kasus dimana kembar identik pasti menderita pada
saat yang sama.
c. Teori auto immuno.
Diduga penyakit ini merupakan respon auto immuno terhadap hasil-hasil
rusaknya jaringan lokal.
d. Teori postur.
Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan berpostur tegap
menyebabkan pemendekan pada salah satu ligamen bahu.
Patofisiologi
Patofisiologi frozen shoulder masih belum jelas, tetapi beberapa penulis
menyatakan bahwa dasar terjadinya kelainan adalah imobilisasi yang lama.
Setiap nyeri yang timbul pada bahu dapat merupakan awal kekakuan sendi bahu.
Hal ini sering timbul bila sendi tidak digunakan terutama pada pasien yang
apatis dan pasif atau dengan nilai ambang nyeri yang rendah, di mana tidak
tahan dengan nyeri yang ringan akan membidai lengannya pada posisi
tergantung. Lengan yang imobil akan menyebabkan stasis vena dan kongesti
sekunder dan bersama-sama dengan vasospastik, anoksia akan menimbulkan
reaksi timbunan protein, edema, eksudasi, dan akhirnya reaksi fibrosis. Fibrosis
akan menyebabkan adhesi antara lapisan bursa subdeltoid, adhesi ekstraartikuler
dan intraartikuler, kontraktur tendon subskapularis dan bisep, perlekatan kapsul
sendi.3
Pendapat lain mengatakan inflamasi pada sendi menyebabkan thrombine dan
fibrinogen membentuk protein yang disebut fibrin. Protein tersebut
menyebabkan penjedalan dalam darah dan membentuk suatu substansi yang
melekat pada sendi. Perlekatan pada sekitar sendi inilah yang menyebabkan
perlekatan satu sama lain sehingga menghambat LGS penuh. Kapsulitis
adhesiva pada bahu inilah yang disebut frozen shoulder.3
Gambaran Klini
Penderita datang dengan keluhan nyeri dan ngilu pada sendi serta
gerakan sendi bahu yang terbatas ke segala arah, terutama gerakan abduksi dan
elevasi, sehingga mengganggu lingkup gerak sendi bahu. Rasa nyeri akan
meningkat intensitasnya dari hari ke hari. Bersamaan dengan hal ini terjadi
gangguan lingkup gerak sendi bahu. Penyembuhan terjadi kurang lebih selama
6-12 bulan, di mana lingkup gerak sendi akan meningkat dan akhir bulan ke 18
hanya sedikit terjadi keterbatasan gerak sendi bahu.3
Menurut Kisner (1996) frozen shoulder dibagi dalam 3 tahapan, yaitu:2,4
a. Pain (Freezing) : ditandai dengan adanya nyeri hebat bahkan saat istirahat,
gerak sendi bahu menjadi terbatas selama 2-3 minggu dan masa akut ini
berakhir ampai 10-36 minggu.
b. Stiffness (Frozen) : ditandai dengan rasa nyeri saat bergerak, kekakuan atau
perlengketan yang nyata dan keterbatasan gerak dari glenohumeral yang di
ikuti oleh keterbatasan gerak scapula. Fase ini berakhir 4-12 bulan.
c. Recovery (Thawing) : pada fase ini tidak ditemukan adanya rasa nyeri dan
tidak ada synovitis tetapi terdapat keterbatasan gerak karena perlengketan
yang nyata. Fase ini berakhir 6-24 bulan atau lebih.
Diagnosis
a. Anamnesis
Hal-hal yang harus ditanyakan kepada pasien adalah sebagai berikut:3
- Lokasi yang sebenarnya dari nyeri bahu yang dirasakan.
- Sudah berapa lama nyeri tersebut dirasakan.
- Faktor apa saja yang menjadi pencetus timbulnya nyeri bahu tersebut dan
yang dapat menguranginya.
- Ada tidaknya aktivitas yang berlebihan, terkilir atau trauma pada bahu
sebelumnya.
- Ada tidaknya masalah atau penyakit pada bahu yang pernah diderita
sebelumnya.
- Jika mungkin ditanyakan juga diagnosis serta terapi yang pernah diberikan
saat itu.
- Perlu juga ditanyakan mengenai pekerjaan, kegemaran atau kegiatan waktu
senggang yang sering dilakukan pasien.
a. Pemeriksaan fisik
Pada frozen shoulder merupakan gangguan pada kapsul sendi, maka gerakan
aktif maupun pasif terbatas dan nyeri. Nyeri dapat menjalar ke leher, lengan
atas dan punggung, perlu dilihat faktor pencetus timbulnya nyeri. Gerakan
pasif dan aktif terbatas. Pertama-tama pada gerakan elevasi dan rotasi interna
lengan, tetapi kemudian untuk semua gerakan sendi bahu.3
Appley scratch test merupakan tes tercepat untuk mengeveluasi lingkup gerak
sendi aktif pasien diminta menggaruk daerah angulus medialis skapula dengan
tangan sisi kontra lateral melewati belakang kepala. Pada frozen shoulder
pasien tidak dapat melakukan gerakan ini. Bila sendi dapat bergerak penuh
pada bidang geraknya secara pasif, tetapi terbatas pada gerak aktif, maka
kemungkinan kelemahan otot bahu sebagai penyebab keterbatasan.3

Gambar 1: Appley scratch test


Nyeri akan bertambah pada penekanan dari tendon yang membentuk
muskulotendineus rotator cuff. Bila gangguan berkelanjutan akan terlihat
bahu yang terkena reliefnya mendatar, bahkan kempis, karena atrofi otot
deltoid, supraspinatus dan otot rotator cuff lainnya.3
Selain appley scratch test, tes provokasi lain yang dapat dilakukan adalah:
 Appley scarf test
Pasien diminta melakukan fleksi bahu sampai 90° dan meletakkan tangan
menyilang secara horizontal di depan dada kontralateral di depan bahu yang
lain. Pemeriksa melihat apakah ada nyeri atau perubahan pada sendi
acromioclavicular.6

Gambar 2: Appley scarf test

 Lift off test


Pasien berdiri dengan posisi bahu di internal rotasi dan siku difleksikan
sementara dorsum tangan menyentuh tulang belakang. Kemudian pasien
diinstruksikan untuk mengangkat tangan. Positif bila pasien tidak mampu
mengangkat tangan dari belakan melawan gravitasi.6

Gambar 2: Lift off test


 Empty can test
Pasien diminta untuk mengekstensi sendi siku dengan lengan yang abduksi dan
jari menunjuk ke bawah, kemudian penderita disuruh untuk melakukan elevasi
lengan sambil pemeriksa melakukan tahanan melawan gerakan tersebut.6
Gambar 3: Empty can test
 Yergason’s test
Pasien diminta melakukan fleksi aktif sendi siku melawan tahanan sambil
pemeriksa melakukan eksorotasi humerus, akan terjadi subluaksi tendon yang
dirasakan sebagai lucutan dan kejutan. Positif bila terjadi nyeri di sulcus
bisipitalis sewaktu akan melakukan supinasi tangan melawan tahanan.6

Gambar 4: Yergason’s test

c. Pemeriksaan penunjang
Selain pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosa perlu dilakukan
pemeriksaan seperti :3,7
-
X-ray, yaitu pemeriksaan untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
fraktur dan osteoartritis.
-
Arthrografi, yaitu pemeriksan x-ray dengan menggunakan kontras yang di
suntikkan ke sendi bahu sebagai tanda pengerutan atau penyusutan kapsul
sendi bahu.
- MRI, yaitu untuk mengevaluasi jaringan di sekitar sendi.
Penatalaksaan
a. Medikamentosa
Untuk mengurangi rasa nyeri diberikan analgesik dan obat anti inflamasi
nonsteroid. Pemakaian relaksan otot bertujuan untuk mengurangi kekakuan dan nyeri
dengan menghilangkan spasme otot. Beberapa penulis menganjurkan pemberian
suntikan menghilangkan nyeri secara cepat. Harus diperhatikan kemungkinan ruptur
dari tendon pada penyuntikan tersebut, maka penyuntikan tidak boleh lebih dari 2
kali dalam 1 tahun.8

b. Program rehabilitasi medik


 Ultrasound (US)
Pada frozen shoulder, modalitas yang sering digunakan adalah Ultrasound.
Ultrasound merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang secara klinis
sering diaplikasikan untuk tujuan terapeutik pada kasus-kasus tertentu
termasuk kasus muskuloskeletal. Terapi ultrasound sendiri menggunakan
energi gelombang suara dengan frekuensi lebih dari 20.000Hz yang tidak
mampu ditangkap oleh telinga atau pendengaran.
Dengan pemberian modalitas ultrasound dapat terjadi iritan jaringan
yang menyebabkan reaksi fisiologis seperti kerusakan
jaringan, hal ini disebabkan oleh efek mekanik dan thermal ultra
sonik. Pengaruh mekanik tersebut juga dengan terstimulasinya saraf polimedal
dan akan dihantarkan ke ganglion dorsalis sehingga memicu produksi “P
subtance” untuk selanjutnya terjadi inflamasi sekunder atau
dikenal “neurogeic inflammation”. Namun dengan terangsangnya “P
substance” tersebut mengakibatkan proses induksi proliferasi akan lebih
terpacu sehingga mempercepat terjadinya penyembuhan jaringan yang
mengalami kerusakan.9

 Transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS)


TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik guna merangsang
sistem saraf melalui permukaan kulit dan terbukti efektif untuk merangsang
berbagai tipe nyeri. Pemberian TENS dapat menurunkan nyeri, baik dengan
cara peningkatan vaskularisasi pada jaringan yang rusak tersebut , maupun
melalui normalisasi saraf pada level spinal maupun supra spinal, sehingga
dengan berkurangnya nyeri pada bahu didapatkan gerakan yang lebih ringan.
Efek TENS terhadap pengurangan nyeri juga dapat mengurangi spasme dan
meningkatkan sirkulasi, sehingga memutuskan lingkaran “viscous circle of
reflex” yang pada akhirnya dapat meningkatkan LGS.9
TENS efektif mengurangi nyeri melalui aktivasi saraf berdiameter besar dan
kecil melalui kulit yang selanjutnya akan memberikan informasi sensoris ke
saraf pusat. TENS menghilangkan nyeri dikaitkan melalui sistem reseptor
nosiseptif dan mekanoreseptor. Sistem reseptor nosiseptif bukan akhiran saraf
bebas, melainkan fleksus saraf halus tak bermyelin yang mengelilingi jaringan
dan pembuluh darah.9
Pengurangan nyeri yang ditimbulkan oleh TENS dapat juga meningkatkan
kekuatan otot karena menormalkan aktivitas α motor neuron sehingga otot
dapat berkontraksi secara maksimal, dan berkurangnya “refleks
exitability” dari beberapa otot antagonis gelang bahu sehingga otot agonis
dapat melakukan gerakan, dan karena stabilitas terbesar pada sendi bahu oleh
otot, maka hal tersebut meningkatkan mobilitas sendi bahu.9
 Latihan
Latihan merupakan bagian yang terpenting dari terapi frozen shoulder. Pada
awalnya latihan gerak dilakukan secara pasif terutama bila rasa nyeri begitu
berat. Setelah nyeri berkurang latihan dapat dimulai dengan aktif dibantu. Rasa
nyeri yang timbul pada waktu sendi digerakkan baik secara pasif maupun aktif
menentukan saat dimulainya latihan gerak. Bila selama latihan pasif timbul
rasa nyeri sebelum akhir pergerakan sendi diduga masih fase akut sehingga
latihan gerak aktif tidak diperbolehkan. Bila rasa nyeri terdapat pada akhir
gerakan yang terbatas, berarti masa akut sudah berkurang dan latihan secara
aktif boleh dilakukan. Pada latihan gerak yang menimbulkan/menambah rasa
nyeri, maka latihan harus ditunda karena rasa nyeri yang ditimbulkan akan
menurunkan LGS. Tetapi bila gerakan pada latihan tidak menambah rasa nyeri
maka kemungkinan besar terapi latihan gerak akan berhasil dengan baik.
Latihan gerak dengan meggunakan alat seperti shoulder wheel, over head
pulleys, finger ladder dan tongkat merupakan terapi standar untuk penderita
frozen shoulder.6
Manajemen
- Disesuaikan dengan stadiumnya
- Managemen komprehensif untuk meminimalkan ketidakmampuan dan
meningkatkan kualitas hidup pasien
a. Fisioterapi
Tujuan: 1. Mengurangi Spasme otot
2. Pencegahan kontraktur
Cara : Positioning and Turning
Exercise Pasif dan Aktif
b. Psikologi
Tujuan: Memelihara status mental pasien dan keluarga, berupa emosi,
fungsi intelektual, dan fungsi persepsi
c. Okupasi Terapi
Tujuan: Melatih keterampilan pasien dalam melakukan aktivitas
sehari-hari
d. Orthetik Prostetik
Tujuan: Memfasilitasi ambulasi
e. Pekerja Sosial Medik
Tujuan: 1. Menilai situasi kehidupan pasien
2. Perantara dalam hubungan pasien/keluarga dan tim
dokter
1. Pencegahan
 Monitor gerakan sendi bahu secara hati-hati agar dislokasi tidak
tambah parah
 Latihan streaching secara rutin dan hat-hati
 Monitoring keadaan kulit secara teratur
 Monitoring status mobilitas
 Minimalkan terjadinya tekanan (Friction, Shear)
2. Tendinitis Bicipitalis
a. Definisi
Tendinitis Bicipitalis adalah peradangan pada tendon di sekitar head long biceps
tendon atau caput otot bicep. Tendinitis bicipitalis disebabkan iritasi dan
inflamasi tendon bicep. Pada umumnya penderita mengeluh nyeri bahu
sepanjang otot bicep yang menjalar kelengan bawah dan nyeri tekan pada
daerah sulkus bicipitalis (Sianturi. 2003). Tendinitis bicipitalis biasanya disertai
dengan SLAP (superior labrum anterior ke posterior) lesi (Hsu, 2008).
b. Etiologi
Penyebab tendinitis bicipitalis berupa cidera langsung yang mengenai bahu
ataupun juga karena cidera atau trauma yang disebabkan oleh kerja m.bicep
yang berlebihan. Sebelum berinsersio pada tuberositas supraglenoidales, akan
melewati terowongan pada daerah bahu yang dibentuk oleh caput humeri
sebagai alasnya pada bagian posterior tuberositas radii. Nyeri pada bahu depan
di gambarkan sebagai “denyutan sakit yang dalam” biasanya keluhan tersebut
yang dirasakan pasien ketika terkena tendinitis bicipitalis. Kerusakan ini dapat
menyebabkan banyak perubahan mikroskopis yang tidak terbataskan oleh
poliferasi fibrocyte, arthrofi dari serat kolagen dan nekrosis fibrinoid sehingga
tendon ini kelebihan gerakan dapat menyebabkan kerobekan dan iritasi tendon
bicep.
c. Perubahan Patologi
Tendon mendapatkan suplay darah dari pembuluh darah yang mengalir melalui
tendon. Pembuluh darah tendon rentan terhadap penguluran tekanan dan trauma
yang berulang-ulang. Adanya cidera atau trauma menyebabkan terjadinya
kerobekan serabut-serabut tendon, sehingga akan terjadi perubahan pada tendon.
Cairan yang keluar dari sistem sirkulasi akan mengambil tempat kearah celah
tendon yang robek dan dapat menjalar ke sekitarnya kemudian cairannya
tersebut mengendap dan membentuk hematom. Hematom ini akan menekan
ujung-ujung saraf sensoris di sekitarnya sehingga akan menambah rasa nyeri.
Apabila penekanan yang mengakibatkan peradangan ini terjadi berulang-ulang
maka akan mengalami degenerasi dimana tendon semakin menebal. Hal ini
mengakibatkan gerakan tendon terbatas atau terhambat, sehingga suplay darah
terganggu dan akan mengakibatkan tendinitis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Nurul S. Penatalaksanaan Fisioterapi padaKasus Capsulitis Adhesiva Dekstra


dengan Menggunakan Short Wave Diathermy (SWD) dan Terapi Manipulasi di
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta. 5 Februari 2016. Available
from: http://etd.eprints.ums.ac.id/2792/

2. Miharjanto K, Kuntono H, Setiawan D. Perbedaan Pengaruh Antara Latihan


Konvensional Ditambah Latihan Plyometrics dan Latihan Konvensional
Terhadap Pengurangan Nyeri dan Disabilitas Penderita Frozen Shoulder. 5
Februari 2016. Available from: http://penjaskesrek.fkip.uns.ac.id/wp-
content/uploads/2012/04/jurnal2011.pdf

3. Hanako S. Frozen Shoulder. 5 Februari 2016. Available from:


http://minepoemss.blogspot.com/2010/07/frozen-shoulder.html

4. Anonymous. Frozen Shoulder (Capsulitis Adhesiva). 5 Februari 2016. Available


from: http://poenya-moe.blogspot.com/2012/03/frozen-shoulder-capsulitis-
adhesiva.html

5. Hidayat S. Nyeri Bahu/ Frozen Shoulder. 5 Februari 2016. Available from:


http://id.shvoong.com/medicine-and-health/pathology/1991481-nyeri-bahu-
frozen-shoulder/

6. Anonymous. Frozen Shoulder (Kapsulitis Adhesiva/Adhesive Capsulitis). 5


Februari 2016. Available from: http://fisioterapi-
yunitaprabandari.blogspot.com/2010/10/frozen-shoulder-capsulitis.html

7. Nasir Y. Kenali Gejala Frozen Shoulder. 5 Februari 2016. Avaible from :


http://yuninasir.blogspot.com/2011/02/kenali-gejala-frozen-shoulder.html

8. Braunwald E, Fauci AS, et al. Degenerative Joint Disease. In : Harrison’s


Manual of Medicine 15th Ed. Boston: McGraw-Hill, 2003. P748-49.

9. Irfan. Frozen Shoulder (Kaku Bahu). 5 Februari 2016. Avaible from :


http://dhaenkpedro.wordpress.com/fisioterapi-pada-frozen-shoulder-kaku-bahu/

10. Thomson, Ann M., Tidy’s physiotherapy, 12th ed, Butterworth-Heinemann,


1991. hal: 71

11. Sianturi, Goldfried. 2003. Studi Komparatif Injeksi dan Oral Triamcinolone
Acetonide pada Sindroma Frozen Shoulder. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. Semarang

You might also like