Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN PENDAHULUAN
ASFIKSIA
OLEH:
AGUS KURNIAWAN
G4D014015
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Angka kematian bayi baru lahir di Indonesia menurut SDKI 2002/2003 adalah 20/1.000 kelahiran hidup.
Salah satu penyebab utama kematian bayi yang baru lahir adalah asfiksia bayi baru lahir. Faktor yang
berkaitan dengan terjadinya asfiksia yaitu faktor ibu, faktor persalinan, faktor janin dan faktor plasenta.
Faktor ibu meliputi usia ibu waktu hamil, umur kehamilan saat melahirkan, status kesehatan, status
paritas dan riwayat obstetrik (Kartiningsih 2009). Ketika dilahirkan bayi biasanya aktif dan segera setelah
tali pusat dijepit bayi menangis yang merangsang pernafasan. Denyut jantung akan menjadi stabil pada
frekuensi 120-140x/menit dan sianosis sentral menghilang dengan cepat. Akan tetapi beberapa bayi
mengalami depresi saat dilahirkan dan menunjukkan gejala tonus otot yang menurun dan mengalami
kesulitan mempertahankan pernafasan yang wajar (Saifuddin et al., 2002).
Bayi yang mengalami depresi saat lahir dapat mengalami apneu atau menunjukkan upaya pernafasan
yang tidak cukup untuk kebutuhan ventilasi paru-paru. Kondisi ini menyebabkan kurangnya pengambilan
oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Penyebab depresi bayi pada saat lahir mencakup asfiksia
intrauterin, bayi kurang bulan, obat-obat yang diberikan atau diminum oleh ibu, penyakit neuromuskular
bawaan, cacat bawaan, dan hipoksia intrapartum.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi
dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan.
Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat atau masalah
yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Prawirohardjo, 2005).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur
setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan
faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat
asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang
akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-
gejala lanjut yang mungkin timbul (Depkes RI, 2005).
B. Etiologi
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter
sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan
gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir,
diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat dan bayi berikut ini:
1. Faktor ibu
3. Faktor Bayi
b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi
forsep)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia.
Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan
keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko
menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh
karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta
adanya pengeluaran mekonium.
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
c. Hipoksia
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan
menangis kurang baik/ tidak menangis.
h. Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit
sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.
Appnoe primer : Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus neuromuscular menurun
Appnoe sekunder : Apabila asfiksia berlanjut , bagi menunjukan pernafasan megap–megap yang dalam,
denyut jantung terus menerus, bayi terlihat lemah (pasif), pernafasan makin lama makin lemah
TANDA-TANDA
STADIUM I
STADIUM II
STADIUM III
Tingkat kesadaran
Sangat waspada
Lesu (letargia)
Tonus otot
Normal
Hipotonik
Flasid
Postur
Normal
Fleksi
Disorientasi
Refleks tendo/klenus
Hyperaktif
Hyperaktif
Tidak ada
Mioklonus
Ada
Ada
Tidak ada
Refleks morrow
Kuat
Lemah
Tidak ada
Pupil
Midriasis
Miosis
Kejang-kejang
Tidak ada
Lazim
Deserebrasi
EEG
Normal
Lamanya
Hasil akhir
Baik
Bervariasi
Penilaian menurut score APGAR merupakan tes sederhana untuk memutuskan apakah seorang bayi yang
baru lahir membutuhkan pertolongan. Tes ini dapat dilakukan dengan mengamati bayi segera setelah
lahir (dalam menit pertama), dan setelah 5 menit. Lakukan hal ini dengan cepat, karena jika nilainya
rendah, berarti tersebut membutuhkan tindakan.
§ P = “Pulse” (denyut). Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau palpasi denyut jantung
dengan jari.
§ G = “Grimace” (seringai). Gosok berulang-ulang dasar tumit ke dua tumit kaki bayi dengan jari.
Perhaitkan reaksi pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender pada mukanya. Atau
perhatikan reaksinya ketika lender dari mulut dan tenggorokannya dihisap.
§ A = “Activity”. Perhatikan cara bayi yang baru lahir menggerakkan kaki dan tangannya atau tarik salah
satu tangan/kakinya. Perhatikan bagaimana kedua tangan dan kakinya bergerak sebagai reaksi terhadap
rangsangan tersebut.
TANDA
0
JUMLAH NILAI
Frekwensi jantung
Tidak ada
Usaha bernafas
Tidak ada
Menangis kuat
Tonus otot
Lumpuh / lemas
Gerakan aktif
Refleks
Gerakan sedikit
Menangis batuk
Warna
Biru / pucat
§ Apgar Skor : 7-10; bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa
§ Apgar Skor 4-6; (Asfiksia Neonatorum sedang); pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekwensi jantung
lebih dari 100 X / menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada
§ Apgar Skor 0-3 (Asfiksia Neonatorum berat); pada pemeriksaan fisik ditemukan frekwensi jantung
kurang dari 100 X / menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas
tidak ada.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan / persalinan, akan
terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan
menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat
badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai
penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti
pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam
periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping
perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan basa pada neonatus.
Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme
anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang.
Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru
terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah
paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa
pada kehidupan bayi selanjutnya.
D. Pathway
E. Komplikasi
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan
neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia
dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan
otak.
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi
miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah
jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga
penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang
pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal
diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos dada
2. USG kepala
4. PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah
menunjukkan asfiksia bermakna.
6. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-antibodi pada
membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.
G. Penatalaksanaan Medis
1. Resusitasi
b. Terapi medikamentosa :
2. Epinefrin
Indikasi :
a. Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan
pemijatan dada.
b. Asistolik.
Dosis :
a. 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB) Cara : i.v atau endotrakeal.
Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
3. Volume ekspander
Indikasi :
a. Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada
respon dengan resusitasi.
b. Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai
adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang
adekuat.
Jenis cairan :
Dosis :
a. Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon
klinis.
4. Bikarbonat
Indikasi :
a. Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan
sirkulasi sudah baik.
b. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan
pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.
Cara :
a. Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena dengan
kecepatan minimal 2 menit.
Efek samping :
a. Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium
dan otak.
5. Nalokson
a. Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi pernafasan.
Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil.
Indikasi :
b. Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam sebelum
persalinan.
c. Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai obat narkotika
sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian bayi.
Cara : Intravena, endotrakeal atau bila perpusi baik diberikan i.m atau s.c
6. Suportif
a. Jaga kehangatan.
Data Umum
1. Biodata
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa, jumlah saudara dan identitas
orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena berkaitan dengan diagnosa Asfiksia
Neonatorum.
2. Keluhan Utama
Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas.
Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi belakang kaki atau sungsang
4. Kebutuhan dasar
a. Pola Nutrisi
Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh terutama lambung belum
sempurna, selain itu juga bertujuan untuk mencegah terjadinya aspirasi pneumonia
b. Pola Eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh terutama pencernaan belum sempurna
c. Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat b.a.b dan b.a.k, saat b.a.b
dan b.a.k harus diganti popoknya
d. Pola tidur
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas, pergerakan tremor, reflek
tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium pertama.
b. Tanda-tanda Vital
c. Kulit
d. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung, sutura belum menutup dan
kelihatan masih bergerak
e. Mata
f. Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan cuping hidung.
g. Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekwensi pernafasan yang cepat
h. Neurology / reflek
Data Khusus
1. Sirkulasi
a. Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg
(sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
b. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari
mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
2. Eliminasi
3. Makanan/cairan
4. Neurosensori
b. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran
(periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
c. Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik,
hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
5. Pernafasan
c. Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid
menonjol, umum terjadi.
6. Keamanan
a. Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada usia
gestasi).
b. Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau
kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau
perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan
berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata,
antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat
terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal).
I. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus banyak.
NO
HARI/TGL
NO DX
TUJUAN
INTERVENSI
1.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, klien dapat mencapai bersihan jalan napas
yang efektif, dengan kriteria hasil:
Respiratory Status: Airway patency
No
Indikator
Awal
Tujuan
1.
2.
√
3.
Keterangan:
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
6) Monitor rata-rata respirasi setiap pergantian shift dan setelah dilakuakan tidakan suction
4) Hentikan suksion dan berikan oksigen bila menunjukkan bradikardi peningkatan saturasi oksigen
2.
II
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, klien dapat mencapai napas efektif, dengan
kriteria hasil:
No
Indikator
Awal
Tujuan
1.
2
√
2.
Bernapas mudah
3.
Keterangan:
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
7) Monitor rata-rata respirasi setiap pergantian shift dan setelah dilakuakan tidakan suction
3.
III
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, kerusakan pertukaran gas dapat diatasi,
dengan kriteria hasil:
No
Indikator
Awal
Tujuan
5
1.
2.
3.
4.
Sianosis tidak ada
5.
Keterangan:
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
A. Manajemen asam-basa:
1. Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas, dan produksi sputum.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2005. Pelatihan Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir untuk Bidan. Jakarta.
IBI. 2006. 50 Tahun IBI Menyongsong Masa Depan. Jakarta: Pengurus IBI Pusat..
Johnson, M., Meriden M.,Sue M. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis Baltimore:
Mosby.
Kartiningsih. 2009. Hubungan antara Faktor Ibu dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSU Pandan
Arang Kabupaten Boyolali. Solo: Stikes
Mc Closkey, JC., Gloria MB. 2000. Nursing Intervention Classification (NIC). St. Louis Baltimore: Mosby.
NANDA. 2011. Nursing Diagnosis: Definition and Classification. Philadelphia: NANDA International
Berbagi
Posting Komentar
Beranda
My Profile
Foto saya
agus kurnia