You are on page 1of 19

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Sistem Saraf


Susunan neuromuskular terdiri dari Upper motor neuron (UMN) dan lower
motor neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf
motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-inti
motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior. Sedangkan lower motor
neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang berasal dari batang
otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan ke berbagai otot dalam tubuh seseorang. Saraf
yang keluar dari cornu anterior dan kemudian pergi ke otot adalah merupakan jaras
lower motor neuron (LMN). 1

Gambar. Perjalanan UMN dan LMN


Gambar Sistem lower motor neuron

Sistem Lower motor neuron terdiri dari


1. Cornu anterior
2. Saraf perifer
3. Neuromusuler junction
4. Otot

Kelumpuhan tipe LMN mempunyai ciri-ciri seperti flasid , atoni, atrofi,


fasikulasi, reflex fisiologis menurun namun tidak ditemukan reflex patologis. Berikut
merupakan perbandingan anatara ciri-ciri kelumpuhan tipe LMN dan tipe UMN.1

Tabel Perbedaan antara UMN & LMN

UMN LMN

Kekuatan Perese – Paralisis Perese - Paralisis

Tonus Meningkat/Spastik Menurun -

Clonus (+) Flaccid


Refleks Patologis (+) (-)
Refleks Fisiologis Meningkat Menurun -Hilang
Atropi Disuse Atropi (+)
Kerusakan susunan neuromuskular baik kerusakan pada upper motor neuron
(UMN) atau kerusakan pada lower motor neuron (LMN) atau kerusakan pada
keduanya. Kerusakan pada upper motor neuron (UMN) dapat disebabkan adanya lesi
medula spinalis setinggi servikal atas. Sedangkan kerusakan pada lower motor neuron
(LMN) dapat mengenai motoneuron, radiks dan saraf perifer, maupun pada otot itu
sendiri. Jika kerusakan mengenai Upper motor neuron (UMN) dan Lower motor neuron
(LMN) maka lesinya pada Low cervical cord.
Salah satu penyakit yang menjadi kerusakan pada Lower motor neuron yang
teradapat pada otot itu sendiri adalah paralisi periodik.

3.2 PARALISIS PERIODIK


3.2.1 Definisi

Paralisis periodik adalah suatu sindrom klinis dengan kelemahan atau paralisis
otot akut. Penyakit yang berat dapat dimulai pada masa anak -anak, sedangkan kasus
yang ringan sering kali mulai pada dekade ketiga.Penyakit ini sebagian besar bersifat
herediter dan diturunkan secara autosomal dominan. Mekanisme yang mendasari
penyakit ini adalah malfungsi pada ion channel pada membrane otot skelet /
channelopathy7
Pada paralisis periodik terdapat serangan kelemahan flaksid yang hilang timbul,
dapat bersifat setempat maupun menyeluruh. Penderita mengalami kelemahan bagian
proksimal ekstremitas yang cepat dan progresif tapi otot-otot kranial dan pernafasan
biasanya terhindar dari kelemahan. Serangan dapat menyebabkan kelemahan yang
asimetris dengan derajat kelemahan yang berbeda pada beberapa golongan otot saja
sampai pada suatu kelumpuhan umum.Kelemahan biasanya menghilang dalam
beberapa jam, namun defisit yang permanen bisa terjadi pada penderita yang sering
mendapatkan serangan.Di luar serangan tidak ditemukan kelainan neurologi maupun
kelainan elektromiografis .
Periodik paralisis (PP) adalah kelompok kelainan dari berbagai etiologi, dengan
kelemahan otot kerangka episodik, pendek, dan hiporeflexik, dengan atau tanpa
myotonia tapi tanpa defisit sensorik dan tanpa kehilangan kesadaran. Pada awal
perjalanan penyakit, pada kelumpuhan periodik primer atau di turunkan (familial),
kekuatan otot normal di antara serangan. Serangan dapat berlangsung dari beberapa
menit sampai beberapa hari. Kelemahan dalam serangan dapat general atau fokal.
Dalam perjalanan penyakitnya dari penyakit otot ini, kekuatan normal kembali setelah
serangan, tetapi kemudian kelemahan otot signifikan yang menetap sering berkembang.
Setelah bertahun-tahun serangan ini, kelemahan interiktal terjadi dan mungkin
progresif 8

3.2.2 Epidemiologi

Periodik paralisis adalah penyakit yang jarang ditemukan dalam praktik klinis.
Antara 1972-2001, berdaasarkan penelitian telah ditemukan 12 kasus periodik paralisis
primer dan 27 kasus periodik paralisis sekunder. Sepuluh kasus periodik paralisis
primer adalah tipe hipokalemia, salah satu tipe hyperkalaemic, dan salah satu tipe
normokunaemik. Delapan kasus periodik paralisis primer hipokalemia adalah laki-laki
(antara 14 sampai 45 tahun) dan dua adalah perempuan (antara 18 sampai 27 tahun).
Angka kejadian adalah sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria lebih sering dari wanita
dan biasanya lebih berat.Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1-20 tahun,
frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun dan kemudian menurun dengan
peningkatan usia.9

3.2.3 Etiologi

Paralsis periodik biasanya terjadi defek pada terowong mikroskopik (channel)


dalam sel otot. Hipokalemia periodik paralisis biasanya disebabkan oleh kelainan
genetik otosomal dominan. Hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya hipokalemia
periodic paralise adalah tirotoksikosis.10
Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor pencetus tertentu misalnya
makanan dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat sesudah latihan fisik, perjalanan
jauh, pemberian obat tertentu, operasi, menstruasi, konsumsi alkohol dan lain-lain.
Penyebab lain hipokalemia meliputi:
1. Peningkatan ekskresi (atau kerugian) dari kalium dari tubuh Anda.
2. Beberapa obat dapat menyebabkan kehilangan kalium yang dapat menyebabkan
hipokalemia. Obat yang umum termasuk diuretik loop (seperti Furosemide). Obat
lain termasuk steroid, licorice, kadang-kadang aspirin, dan antibiotik tertentu.
3. Ginjal (ginjal) disfungsi - ginjal tidak dapat bekerja dengan baik karena suatu
kondisi yang disebut Asidosis Tubular Ginjal (RTA). Ginjal akan mengeluarkan
terlalu banyak kalium. Obat yang menyebabkan RTA termasuk Cisplatin dan
Amfoterisin B.
4. Kehilangan cairan tubuh karena muntah yang berlebihan, diare, atau berkeringat.
5. Endokrin atau hormonal masalah (seperti tingkat aldosteron meningkat) –
aldosteron adalah hormon yang mengatur kadar potasium. Penyakit tertentu dari
sistem endokrin, seperti aldosteronisme, atau sindrom Cushing, dapat menyebabkan
kehilangan kalium.
6. Miskin diet asupan kalium
Adapun penyebab lain dari timbulnya penyakit hipokalemia : muntah berulang-
ulang, diare kronik, hilang melalui kemih (mineral kortikoid berlebihan obat-obat
diuretic)

3.2.4 Klasifikasi

Paralisis periodik dibagi menjadi dua golongan berdasarkan penggolongan


secara konvensional yaitu paralisis periodik primer atau familial dan paralisis periodik
sekunder. Paralisis periodik primer atau familial merupakan kelompok gangguan akibat
mutasi gen tunggal yang mengakibatkan kelainan saluran kalsium, kalium natrium, dan
klorida pada sel otot - membran. Oleh karena itu, ini juga dikenal sebagai
channelopathies atau membranopathies. Paralisis periodik sekunder mungkin karena
terbukti diketahui oleh beberapa penyebab. Riwayat penggunaan ACE inhibitor,
angiotensin-II-reseptor-blocker, diuretik, atau carbenoxolone memberikan petunjuk
untuk diagnosis paralisis periodik sekunder. Karakteristik klinis atau biokimia dari
gagal ginjal kronis, tirotoksikosis, paramyotonia kongenital, atau sindrom Andersen
dapat ditemukan kelumpuhan periodik sekunder. Berikut di bawah ini penggolongan
paralisis periodik secara konvensional9
1. Paralisis periodik primer atau familial (diturunkan secara autosomal dominan):
a. Paralisis periodik hipokalemik
Paralisis periodik hipokalemik adalah kelainan yang ditandai kelemahan
otot akut karena hipokalemia yang terjadi secara episodik. Sebagian besar
paralisis periodik hipokalemik merupakan paralisis periodik hipokalemik
primer atau familial. Paralisis periodik hipokalemik sekunder bersifat sporadik
dan biasanya berhubungan dengan penyakit tertentu atau keracunan. Salah satu
kelainan ginjal yang dapat menyebabkan paralisis periodik hipokalemik
sekunder adalah asidosis tubulus renalis distal (ATRD) yang biasanya terjadi
pada masa dewasa. Gejala klinis yang karakteristik adalah kelemahan otot akut
yang bersifat intermiten, gradual, biasanya pada ekstremitas bawah, dapat
unilateral atau bilateral, disertai nyeri di awal serangan. Paralisis periodik
hipokalemik diterapi dengan kalium dan mengobati penyakit dasarnya.
Analisis yang cermat diperlukan untuk mengetahui penyakit dasarnya karena
sangat menentukan tata laksana dan prognosis selanjutnya .11
Paralisis periodik hipokalemik adalah kelainan yang ditandai dengan
kadar kalium yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan,
disertai riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal. Kadar
insulin juga dapat mempengaruhi kelainan ini pada banyak penderita, karena
insulin akan meningkatkan aliran kalium ke dalam sel. Pada saat serangan akan
terjadi pergerakan kalium dari cairan ekstra selular masuk ke dalam sel,
sehingga pada pemeriksaan kalium darah terjadi hipokalemia. Kadar kalium
biasanya dalam batas normal diluar serangan. Pencetus untuk setiap individu
berbeda, juga tidak ada korelasi antara besarnya penurunan kadar kalium serum
dengan beratnya paralisis (kelemahan) otot skeletal.12
Penderita dapat mengalami serangan hanya sekali, tetapi dapat juga
serangan berkali-kali (berulang) dengan interval waktu serangan juga
bervariasi. Kelemahan biasanya terjadi pada otot kaki dan tangan, tetapi
kadang-kadang dapat mengenai otot mata, otot pernafasan dan otot untuk
menelan, di mana kedua keadaan terakhir ini dapat berakibat fatal.12
b. Paralisis periodik hiperkalemik
Lebih jarang dibanding paralisis periodik hipokalemik. Mulai timbul
sebelum umur 10 tahun. Frekuensi dan berat serangan berkurang
pada masa remaja dan hilang pada saat dewasa. Frekuensi laki-laki dan wanita
sama. Berbagai faktor pencetus terjadinya paralisis periodik hiperkalemik
diantaranya.13
 Lapar
 Istirahat setelah kena dingin atau setelah latihan
 Asupan kalium yang berlebihan
 Infeksi
 Kehamilan
 Anestesi

Pada paralisis periodik hiperkalemia, karbohidrat dan garam bukan


merupakan faktor pencetus. Gejala lebih ringan dibandingkan paralisis periodik
hipokalemia. Biasanya berlangsung kurang dari 1 jam. Serangan lebih sering
terjadi pada siang hari dan biasanya terjadi waktu istirahat, misalnya sedang
duduk. Keluhan berkurang bila penderita berjalan-jalan. Kelemahan dimulai
dari tungkai lalu menjalar ke paha, punggung, tangan, lengan dan bahu.
Sebelum timbul kelemahan biasanya terdapat rasa kaku dan kesemutan pada
kedua tungkai. Jarang terjadi gangguan menelan dan napas. Sering terdapat
miotonia pada otot mata, wajah, lidah dan faring. Pada saat serangan didapatkan
tonus dan refleks fisiologis yang menurun dan tanda Chovstek yang positif.
Diluar serangan kekuatan otot normal, pada fase lanjut terdapat kelemahan otot-
otot proksimal 13

c. Paralisis periodik normokalemik


Jenis ini paling jarang ditemui. Patofisiologinya belum diketahui.
Serangan lebih berat dan lebih lama daripada paralisis periodik hiperkalemia.
Serangan dapat ditimbulkan oleh pemberian KCl dan dapat dihentikan dengan
pemberian NaCl. Serangan tidak dipicu oleh pemberian insulin, glukosa
ataupun kalium 4
Karakteristik klinis perbedaan dari paralisis periodik hiperkalemik dan
paralisis hipokalemik dapat dilihat pada tabel di bawah ini 8
Tabel Perbedaan paralisis periodic hipokalemi dan paralisis periodic
hiperkalemi
Periodic paralisis hiperkalemi Periodic paralisis
hipokalemi
Onset Dekade pertama Decade kedua

Pemicu Istirahat sehabis latihan, dingin, Istirahat sehabis latihan,


puasa, makanan kaya kalium kelebihan karbohidrat
Waktu Kapan pun Pada saat bangun tidur pagi
serangan hari
Durasi Beberapa menit sampai beberapa Beberapa menit sampai
serangan jam beberapa jam
Keparahan Ringan sampai sedang, fokal Sedang sampai berat
serangan
Gejala Miotonia atau paramiotonia -
tambahan
Kalium Biasanya tinggi, bisa normal Rendah
serum
Gen/ ion SCN4A: Nav1.4 (sodium CACNA1S: Cav1.1 (calcium
channel channel subunit channel subunit)
KCNJ2: Kir2.1 (pottasium SCN4A: Nav1.4 (sodium
channel subunit) channel subunit)
KCNJ2: Kir2.1 (pottasium
channel subunit)

2. Paralisis periodik sekunder:


a. Paralisis periodik hipokalemik :
- Tirotoksikosis
- Thiazide atau loop-diuretic induced
- Nefropati yang menyebabkan kehilangan kalium
- Drug-induced : gentamicin, carbenicillin, amphotericin-B, turunan
tetrasiklin, vitamin B12 , alkohol, carbenoxolone
- Hiperaldosteron primer atau sekunder
- Keracunan akut akibat menelan barium karbonat sebagai rodentisida
- Gastro-intestinal potassium loss
b. Paralisis periodik hiperkalemik :
- Gagal ginjal kronis
- Terapi ACE-inhibitor dosis tinggi, atau nefropati diabetik lanjut
- Potassium supplements jika digunakan bersama potassium sparing
diuretics (spironolactone, triamterene, amiloride) dan atau ACE-inhibitors
- Andersen’s cardiodysrhythmic syndrome
- Paramyotonia congenita-periodic paralysis terjadi spontan atau dipicu
oleh paparan suhu dingin
Klasifikasi primer periodik paralisis kelumpuhan berdasarkan kelainan kanal ion :
1. Gangguan kalsium channel pada otot
a. periodic paralisi hipokalemi
2. Gangguang Sodium channel pada otot
a. periodic paralisis hiperkalemi
b. Paramyotonia congenita
c. Potasium kalium myotonia
3. Gangguan klorida channel pada otot
a. Myotonia congenita
4. Gangguan subunit kanal kalium
a. Beberapa kasus periodik paralisis hipokalemi
b. Beberapa kasus periodik paralisis hyperkalaemic
c. Andersen's syndrome
5. Gangguan mekanisme patogenik yang tidak diketahui
a. Kelumpuhan periodik tirotoksik (mungkin penurunan aktivitas pompa
kalsium)

3.2.5 Patofisiologi

Paralisis periodik hipokalemik familial (PPHF) terjadi karena adanya


redistribusi kalium ekstraselular ke dalam cairan intraselular secara akut tanpa defisit
kalium tubuh total. Kelemahan otot terjadi karena kegagalan otot rangka dalam
menjaga potensial istirahat (resting potential) akibat adanya mutasi gen CACNL1A3,
SCN4A, dan KCNE3,yakni gen yang mengontrol gerbang kanal ion (voltage-gated ion
channel) natrium, kalsium, dan kalium pada membran sel otot .14
Kadar kalium plasma adalah hasil keseimbangan antara asupan kalium dari luar,
ekskresi kalium, dan distribusi kalium di ruang intra dan ekstraselular. Sekitar 98%
kalium total tubuh berada di ruang intraselular, terutama di sel otot rangka. Secara
fisiologis, kadar kalium intrasel dipertahankan dalam rentang nilai 120-140 mEq/L
melalui kerja enzim Na+ -K+ ATPase. Kanal ion di membran sel otot berfungsi sebagai
pori tempat keluar-masuknya ion dari/ke sel otot. Dalam keadaan depolarisasi, gerbang
kanal ion akan menutup dan bersifat impermeabel terhadap ion Na+ dan K+, sedangkan
dalam keadaan repolarisasi (istirahat), gerbang kanal ion akan membuka,
memungkinkan keluar-masuknya ion natrium dan kalium serta menjaganya dalam
keadaan seimbang. Mutasi gen yang mengontrol kanal ion ini akan menyebabkan
influks K+ berlebihan ke dalam sel otot rangka dan turunnya influks kalsium ke dalam
sel otot rangka sehingga sel otot tidak dapat tereksitasi secara elektrik, menimbulkan
kelemahan sampai paralisis. Mekanisme peningkatan influks kalium ke dalam sel pada
mutasi gen ini belum jelas dipahami
Sampai saat ini, 30 mutasi telah teridentifi kasi pada gen yang mengontrol kanal
ion. Tes DNA dapat mendeteksi beberapa mutasi; laboratorium komersial hanya dapat
mengidentifikasi 2 atau 3 mutasi tersering pada PPHF sehingga tes DNA negatif tidak
dapat menyingkirkan diagnosis.14,15
Gambar Mekanisme potensial aksi

3.2.6 Gejala Klinis

Kasus yang berat muncul pada awal masa kanak-kanak dan kasus yang ringan
mungkin muncul selambat-lambatnya dekade ketiga. Sebagian besar kasus muncul
sebelum umur 16 tahun.Kelemahan bisa bertingkat mulai dari kelemahan sepintas pada
sekelompok otot yang terisolasi sampai kelemahan umum yang berat. Serangan berat
dimulai pada pagi hari, sering dengan latihan yang berat atau makan tinggi karbohidrat
pada hari sebelumnya.. Pasien bangun dengan kelemahan simetris berat, sering dengan
keterlibatan batang tubuh. Serangan ringan bisa sering dan hanya melibatkan suatu
kelompok otot penting, dan bisa unilateral, parsial, atau monomelic. Hal ini bisa
mempengaruhi kaki secara predominan; kadang– kadang, otot ektensor dipengaruhi
lebih dari fleksor. Dursi bervariasi dari beberapa jam sampai hampir 8 hari tetapi jarang
lebih dari 72 jam. Serangannya intermiten dan infrekuen pada awalnya tetapi bias
meningkat frekuensinya sampai serangan terjadi hampir setiap hari. Frekuensi mulai
berkurang oleh usia 30 tahun;hal ini jarang terjadi setelah umur 50 tahun. Pengeluaran
urin menurun selama serangan karena akumulasi air intrasel meningkat. Myotonia
interictal tidak sesering hiperkalemik PP. lid lag myotonia diobservasi diantara
serangan. Kelemahan otot permanen mungkin terlihat kemudian dalam perjalanan
penyakit dan bisa menjadi tajam. Hipertropi betis pernah diobservasi. Otot proksimal
wasting daripada hipertropi, bisa terlihat pada pasien dengan kelemahan permanen.

Gejala klinis periodic paralisi hipokalemi yaitu

1. Kelemahan pada otot


2. Perasaan lelah
3. Nyeri otot
4. Restless legs syndrome
5. Tekanan darah dapat meningkat
6. Kelumpuhan atau rabdomiolisis ( jika penururnan K amat berat)
7. Gangguan toleransi glukosa
8. Gangguan metabolism protein
9. Poliuria dan polidipsi
10. Alkalosismetabolik
Gejala klinis nomer 1,2,3,4 di atas merupakan gejala pada otot yang timbul jika kadar
kalium dalam darah kurang dari 3 mEq/ltr

3.2.7 Diagnosa

Sebagai gejala klinis dari periodik paralisis hipokalemi ini ditandai dengan
kelemahan dari otot-otot skeletal episodik tanpa gangguan dari sensoris ataupun
kognitif yang berhubungan dengan kadar kalium yang rendah di dalam darah dan tidak
ditemukan tanda-tanda miotonia dan tidak ada penyebab sekunder lain yang
menyebabkan hipokalemi. Gejala pada penyakit ini biasanya timbul pada usia pubertas
atau lebih, dengan serangan kelemahan yang episodik dari derajat ringan atau berat
yang menyebabkan quadriparesis dengan disertai penurunan kapasitas vital dan
hipoventilasi, gejala lain seperti fatigue dapat menjadi gejala awal yang timbul sebelum
serangan, namun hal ini tidak selalu diikuti dengan terjadinya serangan kelemahan.
Serangan sering terjadi saat malam hari atau saat bangun dari tidur dan dicetuskan
dengan asupan karbohidrat yang banyak serta riwayat melakukan aktivitas berat
sebelumnya yang tidak seperti biasanya. Serangan ini dapat terjadi hingga beberapa jam
sampai yang paling berat dapat terjadi beberapa hari dari kelumpuhan tersebut.11
Distribusi kelemahan otot dapat bervariasi. Kelemahan pada tungkai biasanya
terjadi lebih dulu daripada lengan dan sering lebih berat kelemahannya dibanding
lengan, dan bagian proksimal dari ekstremitas lebih jelas terlihat kelemahannya
dibanding bagian distalnya. Terkecuali, kelemahan ini dapat juga terjadi sebaliknya
dimana kelemahan lebih dulu terjadi pada lengan yang kemudian diikuti kelemahan
pada kedua tungkai dimana terjadi pada pasien ini. Otot-otot lain yang jarang sekali
lumpuh diantaranya otot-otot dari mata, wajah, lidah, pharing, laring, diafragma, dan
spingter, namun pada kasus tertentu kelemahan ini dapat saja terjadi. Saat puncak dari
serangan kelemahan otot, refleks tendon menjadi menurun dan terus berkurang
menjadi hilang sama sekali dan reflek kutaneus masih tetap ada. Rasa sensoris masih
baik. Setelah serangan berakhir, kekuatan otot secara umum pulih biasanya dimulai dari
otot yang terakhir kali menjadi lemah. Miotonia tidak terjadi pada keadaan ini, dan bila
terjadi dan terlihat pada klinis atau pemeriksaan EMG menunjukkan terjadinya
miotonia maka diagnosis HypoPP kita dapat singkirkan. 6,8
Selain dari anamnesa, pemeriksaan penunjang lain seperti laboratorium darah
dalam hal ini fungsi ginjal, elektrolit darah dan urin, urinalisa urin 24 jam, kadar
hormonal seperti T4 dan TSH sangat membantu kita untuk menyingkirkan penyebab
sekunder dari hipokalemia. Keadaan lain atau penyakit yang dapat menyebabkan
hipokalemi diantaranya intake kalium yang kurang, intake karbohidrat yang berlebihan,
intoksikasi barium, kehilangan kalium karena diare, periodik paralisis karena
tirotoksikosis, renal tubular asidosis, dan hyperaldosteronism.11
Diagnosa kelainan hipokalemik periodik paralisis ditegakkan berdasarkan kadar
kalium darah rendah [kurang dari 3,5 mmol/L (0,9–3,0 mmol/L) ] pada waktu serangan,
riwayat mengalami episode flaccid paralysis dengan pemeriksaan lain dalam batas
normal. Paralisis yang terjadi pada penyakit ini umumnya berlokasi di bahu dan
panggul meliputi juga tangan dan kaki, bersifat intermiten, serangan biasanya berakhir
sebelum 24 jam, pada EMG dan biopsi otot ditemukan miotonia, kekuatan otot normal
diluar serangan. Terdapat 2 bentuk kelainan otot yang diobservasi yaitu episode
paralitik dan bentuk miopati, kedua keadaan ini dapat terjadi secara terpisah ataupun
bersama-sama. Sering terjadi bentuk paralitik murni, kombinasi episode paralitik dan
miopati yang progresifitasnya lambat jarang terjadi, demikian pula bentuk miopatik
murni jarang terjadi. Episode paralitik ditandai terutama adanya flaccid paralysis
dengan hipokalemia sehingga dapat terjadi para paresis atau tetraparesis berpasangan
dengan otot pernafasan. Pada pasien ini murni flaccid paralysis dengan hipokalemia
dan akan sembuh atau remisi sendiri 5–6 jam kemudian, dengan pemberian kalium per
oral serangan menjadi lebih ringan. Tidak terdapat kelainan pada otot pernafasan. Jika
terdapat kelainan genetik maka pada analisa didapatkan kelainan antara lain adalah
autosomal dominan inheritance yaitu mutasi pada kromososm CACNA1S (70%)
disebut hipokalemik periodik paralisis tipe 1, mutasi lokus pada kromosom SCN4A
(10%) disebut hipokalemik periodik paralisis tipe 2.12

3.2.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium
a. Kadar kalium serum
Kalium serum merupakan pemeriksaan laboratorium yang paling
penting. Diantara serangan paralisis, kalium serum abnormal pada tipe paralisis
periodik sekunder, tetapi biasanya normal pada paralisis periodik primer.
Selama serangan kadar kalium serum dapat tinggi, rendah, atau di atas batas
normal dan bisa di bawah batas normal. Pemeriksaan secara random kadar
kalium serum dapat menunjukan fluktuasi yang periodik pada paralisis periodik
normokalemik. Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan
dengan suatu keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia.
Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih
berat terutama pada bagian proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun
hingga dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari
otot, termasuk rhabdomiolisisdan miogobinuria.
b. Fungsi ginjal
c. Kadar glukosa darah pengambilan glukosa darah ke dalam sel menyebabkan
kalim berpindah dari luar sel (darah) ke dalam sel-sel tubuh.
d. pH darah
Dibutuhkan untuk menginterpretasikan K+ yang rendah. Alkalosis biasa
menyertai hipokalemia dan menyebabkan pergeseran K+ ke dalam sel. Asidosis
menyebabkan kehilangan K+ langsung dalam urin.
e. Hormon tiroid : T3,T4 dan TSH untuk menyingkirkan penyebab sekunder
hipokalemia.
f. Kadar CPK (creatinin phospokinase) dan mioglobin serum
Kadar CPK tinggi pada paralisis periodik primer selama atau baru saja
setelah serangan. Kadar mioglobin serum juga mungkin tinggi.
2. EKG
Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium serum dibawah
3,5 dan 3,0 mEq/L. Kelainan yang terjadi berupa inversi gelombang T, timbulnya
gelombang U dan ST depresi, pemanjangan dari PR, QRS, dan QT interval

3. EMG
Di antara serangan, mungkin ada fibrilasi dan pengulangan keluaran kompleks,
meningkat dengan dingin dan menurun dengan latihan (dalam paralisis periodik
hipokalemik). Selama serangan, EMG akan menunjukkan listrik diam, baik pada
paralisis periodik hiperkalemik dan paralisis periodik hipokalemik.
4. Biopsi otot
Biopsi otot diperlukan pada beberapa kasus yang dengan penampilan klinis
yang tidak spesifik. Pada paralisis periodik hipokalemik primer muangkin terdapat
vakuola sentral yang tunggal atau mutipel. Pada paralisis periodik hiperkalemik
sekunder, vakuala dan agregat tubular dapat ditemukan.
3.2.9 Diagnosa Banding

Periodik Paralisis Gullian Barre Mysthenia Gravis


Hiperkalemia Syndrome

Gejala lebih ringan kelumpuhan akut yang Kelemahan otot terjadi


dibandingkan paralisis disertai hilangnya seiring penggunaan
periodik hipokalemia. refleks-refleks tendon otot secara berulang,
Serangan lebih sering dan didahului parestesi dan semakin berat
terjadi pada siang hari dua atau tiga minggu dirasakan di akhir hari.
dan biasanya terjadi setelah mengalami Gejala membaik
waktu istirahat demam disertai disosiasi dengan istirahat, otot
sitoalbumin pada likuor kelopak mata dan
dan gangguan sensorik gerakan bola mata
dan motorik perifer terserang lebih dahulu
Biasanya kurang dari 1 kelemahan pada anggota Kelemahan
jam gerak dalam 1 sampai 2 menghilang atau
minggu atau bisa lebih membaik dengan
lama. istirahat
kadar kalium darah tinggi meningkatnya jumlah Antistriated muscle
atau bisa normal protein (100-1000 (anti-SM) antibody
mg/dL) dalam CSS hasilnya positif

3.2.10 Penatalaksanaan

Hipokalemia ringan sedang, sebagian besar pasien mempunyai konsentrasi


kalium serum antara 3,0 sampai 3,5 mEq/L; pada derajat penurunan kalium seperti ini
biasanya tidak memberikan gejala apapun, keculai untuk pasien dengan penyakit
jantung (terutama bila mendapatkan digitalis atau bedah jantung) atau pada pasien-
pasien dengan sirosis lanjut.
Terapi pada keadaan ini ditujukan ke arah penggantian kalium yang hilang dan
menangani permasalahan mendasar (seperti vomitus dan diare). Pengobatan biasanya
dimulai dengan 10-20 mEq/L kalium klorida diberikan 2 – 4 kali perhari (20-80
mEq/hari), tergantung kepada keberatan hipoklaemia dan juga apakah akut atau kronik.
Pemantauan kalium serial penting untuk menentukan apakah diperlukan terapi lanjut,
dengan frekuensi pemantauan tergantung derajat keberatan hipokalemia.
Hipokalemia berat, kalium harus diberikan lebih cepat pada pasien dengan
hipokalemia berat (kadar kaliun <2,5 sampai 3,0 mEq/L) atau simtomatik (aritmia,
kelemahan otot berat). Meskipun demikian, kehati-hatian harus dilakukan pada saat
memberikan kalium pada pasien dengan kelainan penyerta, yang akan membuat kalium
masuk ke dalam sel dan memperberat hiperglikemia.
Cairan salin lebih direkomendasikan daripada dekstrosa, oleh karena pemberian
dekstrosa akan menyebabkan penurunan kadar kalium transien sebesar 0,2-1,4 mEq/L.
Efek ini dapat menginduksi aritmia pada pasien-pasien dengan risiko seperti pemakaian
digitalis dan diperantarai oleh pelepasan insulin akibat dekstrosa, yang akan mendorong
kalium ke dalam sel dengan meningkatkan aktivitas pompa Na-K-ATPase selular.
Pada pasien yang tidak dapat menoleransi jumlah cairan besar, larutan dengan
konsentrasi lebih tinggi (200-400 mEq/L) dapat diberikan lewat vena-vena besar
apabila pasien tersebut mengalami hipokalemia berat.
Pengobatan sering dibutuhkan untuk serangan akut periodik paralysis
hipokalemia tetapi jarang untuk hiperkalemik PP.Pengobatan profilaksis dibutuhkan
ketika serangan semakin sering. Hipokalemik periodik paralisis. Selama serangan,
suplemen oral kalsium lebih baik dari suplemen IV
Terapi kalium paling mudah diberikan peroral. Konsentrasi kalium serum dapat
naik dengan cepat sekitar 1-1,5 mEq/L setelah dosis oral 40-60 mEq/L dan sekitar 2,5-
3,5 mEq/L setelah terapi 135-160 mEq/L; kadar kalium kemudian akan turun kembali
ke arah nilai dasar oleh karena sebagian besar kalium eksogen akan diambil oleh sel.
Pasien dengan kadar kalium serum 2 mEq/L sebagai contoh, mungkin memiliki defisit
kalium antara 400-800 mEq/L.
Oleh karenanya, kalium klorida dapat diberikan secara oral dengan dosis 40-60
mEq/L, tiga sampai empat kali sehari. Apabila dapat ditoleransi, harus diberikan terus
menerus sampai konsentrasi kalium serum terus berada di atas 3,0 sampai 3,5 mEq/L
dan/atau gejala membaik; selanjutnya dosis dan frekuensi pemberian dapat dikurangi
untuk mencegah iritasi lambung. Selama koreksi, pemantauan kadar kalium serum
diperlukan untuk memastikan suplementasi kalium dilanjutkan sampai cadangan tubuh
dipenuhi dan menghindari hiperkalemia. Selama terapi kronik, kadar kalium serum
harus dipantau antara 3 sampai 4 bulan atau bila diperlukan secara klinis.
Terapi intravena, kalium klorida dapat diberikan intravena sebagai tambahan
terapi pengganti oral pada pasien dengan hipokalemia berat simtomatik. Keterbatasan
utama untuk terapi intravena termasuk risiko kelebihan cairan pada pasien risiko tinggi
dan hiperkalemia karena koreksi berlebih.
Pemberian kalium intravena yang direkomendasikan berkisar antara 10-20
mEq/jam; pemberian dengan laju yang lebih tinggi mempunyai risiko tinggi
hiperkalemia. Meskipun demikian, pemberian sebanyak 40-100 mEq/jam dapat
diberikan pada pasien-pasien tertentu dengan paralisis atau aritmia mengancam jiwa.
Pada keadaan ini, larutan mengandung 200-400 mEq kalium per liter telah digunakan;
pada praktisnya larutan dengan konsentrasi 100-200 mEq/L lebih sering digunakan.
Konsentrasi setinggi ini harus disipakan sebagai larutan 10-20 mEq/L kalium dalam
100 cc cairan untuk menghindari pemberian kalium intravena dalam jumlah besar
secara tidak sengaja. Apabila konsentrasi tinggi digunakan, usaha-usaha untuk menjaga
keamanan harus dilakukan dengan pemberian menggunakan pompa infus. Larutan
kalium dengan konsentrasi lebih dari 60 mEq/L seringkali nyeri dan harus diberikan
lewat vena sentral.
Pemantauan efek fisiologis hipokalemia berat (kelainan EKG, kelemahan otot
atau paralisis) penting, terutama apabila koreksi cepat digunakan (lebih dari 20
mEq/jam). Segera setelah permasalahan ini tidak lagi berat, laju penggantian kalium
harus diturunkan (10 sampai 20 meQ/jam) atau diganti hanya dengan koreksi oral,
bahkan bila terjadi hipokalemia persisten.
Pemberian kalium intravena secara cepat mempunyai potensi bahaya. Pada
keadaan redistribusi kalium, bahkan dengan laju pemberian lambat dapat menyebabkan
hiperkalemia. Suatu laporan pada pasien dengan paralisis periodik tirotoksik (kadar
kalium dasar 2,0 mEq/L) pada 40% pasien, pemberian kalium dengan laju 10 mEq/jam
(80 mEq/L) menyebabkan terjadinya hiperkalemia (>5,5 mEq/L) pada 40% pasien,
yang dikomplikasi dengan perubahan EKG pada separuh pasien.16

3.2.11 Prognosis

Pasien yang tidak diobati bisa mengalami kelemahan proksimal menetap, yang bisa
mengganggu aktivitas. Beberapa kematian sudah dilaporkan, paling banyak dihubungkan
dengna aspirasi pneumonia atau ketidakmampuan membersihkan sekresi.
3.2.12 Komplikasi.

Berikut merupakan komplikasi pengeluaran kalium berlebihan:


a. Aritmia (ekstrasistol atrial atau ventrikel) dapat terjadi pada keadaan hipokalemia
terutama bila mendapat obat digitalis
b. Paralisis otot pernafasan
c. Kelemahan otot sampai kuadriplegia.
d. Rabdomiolisis
e. Hipotensi ortostatik
f. Ileus paralitik
g. Hiporefleksi

3.2.13 Pencegahan.

Untuk mencegah pengeluaran kalium berlebihan dapat dilakukan dengan:


1. Makan makanan yang seimbang dan berkhasiat serta kaya dengan kalium.
2. Pengambilan suplemen kalium (bila perlu).
3. Jika ada penggunaan obat diuretik diganti dengan diuretik hemat kalium dengan
preskripsi dan nasihat dokter.

You might also like