You are on page 1of 4

LAPORAN PENDAHULUAN LANSIA DENGAN FRAKTUR

A. LANDASAN TEORI
1. Pengertian Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000).
Sedangkan menurut Carpenito (2006), fraktur adalah rusaknya
kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Fraktur merupakan salah satu masalah musculoskeletal (tulang
dan otot) yang sering terjadi pada manusia lanjut usia, dan fraktur yang
berhubungan dengan osteoporosis dianggap yang paling sering
menyebabkan morbiditas dan disabilitas pada lanjut usia. Kekuatan atau
jumlah daya yang dihasilkan oleh otot menurun dengan bertambahnya
usia. Kekuatan otot ekstremitas bawah berkurang sebesar 40% antara
usia 30 sampai 80 tahun (Gunarto, 2005).
Terjadinya fraktur akibat adanya trauma yang mengenai tulang
yang kekuatannya melebihi kekuatan tulang. Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya fraktur :
a. Faktor ekstrinsik yaitu meliputi kecepatan dan durasi trauma yang
mengenai tulang, arah serta kekuatan tulang.
b. Faktor intrinsik yaitu meliputi kapasitas tulang mengabsorpsi energi
trauma, kelenturan, densitas serta kekuatan tulang.

2. Etiologi
Secara umum fraktur dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
a. Trauma langsung
Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan
fraktur di tempat itu
b. Trauma tidak langsung
Bilamana titik tumpuan benturan dengan terjadinya fraktur
bergantian (jatuh dari ketinggian dengan berdiri atau duduk
sehingga terjadi fraktur tulang belakang)
c. Proses penyakit (osteoporosis yang menyebabkan fraktur yang
patologis)

Sedangkan penyebab fraktur pada lansia dapat terjadi karena berbagai


hal, antara lain:
a. Faktor Intrinsik
Jatuh merupakan salah satu masalah utama manula yang disebabkan
faktor intrinsic, seperti gangguan gaya berjalan, kelemahan otot-otot
kaki, kekakuan sendi, sinkop/ hilang kesadaran sejenak, dizziness
atau goyang. Jatuh sendiri menyebabkan berbagai komplikasi,
diantaranya:
1) Rusaknya jaringan lunak yang berupa robek atau tertariknya
jaringan otot
2) Robeknya arteri atau vena
3) Patah tulang
4) Hematoma
5) Disabilitas atau kecacatan
b. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik merupakan faktor dari luar, disekitar tempat tinggal
yang dapat menjadi pencetus fraktur tersebut. Misalnya: lantai yang
licin dan tidak rata, tersandung benda-benda, cahaya kurang terang
sehingga terganggu penglihatannya, dan sebagainya (Setianto, 2004).
Faktor – faktor lingkungan yang sering dihubungkan dengan
kecelakaan pada lansia antara lain:
1) Alat – alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua, tidak
stabil, atau tergeletak di bawah
2) Tempat tidur atau WC yang rendah
3) Tempat berpegangan yang tidak kuat
4) Lantai yang tidak datar
5) Benda-benda alas lantai yang licin atau mudah tergeser
6) Lantai yang licin atau basah
7) Penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan)
8) Alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara
penggunaannya.

3. Pencegahan Fraktur
Usaha pencegahan dapat dilakukan dengan cara-cara yang sederhana,
seperti:
a. Identifikasi faktor resiko
Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya
faktor intrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan pengkajian sensorik,
neurologik, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering
menyebabkan jatuh.
b. Modifikasi faktor lingkungan
Keadaan leingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan
jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak
menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari benda –
benda kecil yang susah dilihat. Peralatan rumah tangga yang sudah
tidak aman sebaiknya diganti. Peralatan rumah ini sebaiknya
diletakkan agar tidak mengganggu jalan/tempat aktivitas lansia. Alat
bantu berjalan yang dipakai sebaiknya berupa tripod dari bahan yang
kuat, dan lain-lain.

4. Patofisiologi
Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka
periosteum, pembuluh darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya
rusak. Terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan di ujung tulang.
Terbentuklah hematoma di canal medulla. Pembuluh-pembuluh kapiler
dan jaringan ikat tumbuh ke dalamnya., menyerap hematoma tersebut,
dan menggantikannya.
Jaringan ikat berisi sel-sel tulang (osteoblast) yang berasal dari
periosteum. Sel ini menghasilkan endapan garam kalsium dalam jaringan
ikat yang di sebut callus. Callus kemudian secara bertahap dibentuk
menjadi profil tulang melalui pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast
yaitu sel yang melarutkan tulang (Smeltzer & Bare, 2001).

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur antara lain:
a. Didapatkan riwayat trauma
b. Hilangnya/menurunnya fungsi otot, tulang, aau sendi
c. Tanda-tanda inflamasi yang berupa nyeri akut dan berat
d. Pembengkakan lokal, merah akibat perubahan warna, dan panas pada
daerah tulang yang patah.
e. Deformitas, dapat berupa angulasi, rotasi, serta krepitasi.
f. Apabila fraktur terjadi pada ekstremitas atau persendian, maka akan
ditemui keterbatasan lingkup gerak sendi.

6. Penatalaksanaan
a. Dilakukan Rontgen untuk mengetahui tipe fraktur.
b. Terapi Operatif untuk fraktur dengan luka terbuka: ORIF
c. Reduksi, untuk memperbaiki kesegarisan tulang (menarik)
d. Immobilisasi, untuk mempertahankan posisi reduksi dan memfasilitasi
(eksternal  gips, traksi, fiksasi eksternal. Internal  nail dan plat).
e. Rehabilitasi, mengembalikan ke fungsi semula misalnya dengan ROM
pasif maupun aktif.

You might also like