You are on page 1of 27

ANALISA JURNAL

A. Substansi penelitian
1. Judul penelitian :Use of noninvasive ventilation in immunocompromised
patients with acute respiratory failure: a systematic
review and meta-analysis
2. Tahun penelitian : 2017
3. Nama peneliti : Hui-Bin Huang, Biao Xu, Guang-Yun Liu, Jian-Dong
Lin and Bin Du
4. Lokasi penelitian : Cina

B. Analisa jurnal (PICO)


1. Patient and Clinical problem (P)
Pencarian awal didapatkan 104 penelitian yang relevan. Terdapat 15 penelitian yang
diekslusi karena duplikat, dan 80 penelitian juga diekslusi karena ketidaklengkapan
papa publikasi. Dengan demikian didapatkan 9 studi lengkap (full-text) untuk
dievaluasi lebih lanjut, dan dari 9 penelitian tersebut, 4 penelitian tidak melaporkan
outcome sesuai yang diteliti sehingga diekslusi. Akhirnya terpilih 5 penelitian RCT
yang memuat 592 pasien yang termasuk dalam analisis peneliti.

2. Intervention (I)
Peneliti mencari penelitian yang relevant di MEDLINE, EMBASE dan Database
Cochrane hingga tanggal 25 July 2016. Penelitian tentang RCT juga termasuk jika
mereka melaporkan data sesuai dengan outcome yang diinginkan pada pada pasien
dengan imunitas yang lemah dengan tatalaksana NIV atau terapi oksigen tunggal.
Hasil diinterpretasikan dalam ratsio resiko/risk ratio (RR) dan rata-rata
perbedaan/mean difference dengan interval keyakinan/coincidence interval (CI) 95%.
Kriteria inklusi untuk penelitian yaitu, (1) jenis penelitian RCT; (2) populasi
penelitian: pasien dewasa yang memiliki imunitas rendah dengan gagal nafas akut; (3)
intervensi: penggunaan NIV secara dini dibanding dengan terapi oksigen tunggal; dan
(4) hasil outcome yang diinginkan : mortalitas, intubasi rate, lamarawat di ICU.
Kriteria ekslusi apabila pasien lebih muda dari 18 tahun dan publikasi yang hanya
menampilkan abstraksinya saja. Peniliti menghubungi author jika ada data lain yang
diperlukan.

3. Comparator (C)
Hasil dari beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa penggunaan NIV secara
dini pada kelompok intervensi mengurangi angka mortalitas dan lama rawat di ICU
dibandingkan kelompok kontrol yang hanya diberikan terapi oksigen saja.

4. Outcome (O)
Berdasarkan data yang tersedia tersebut, hasil dari penelitian menunjukkan bahwa
dibandingkan dengan terapi oksigen, bantuan nafas dini menggunakan NIV akan
mengurangi secara signifikan mortalitas, intubasi rate, dan lama rawat ICU pada
pasien dengan imunitas yang lemah yang mengalami gagal nafas akut. Penelitian RCT
berskala besar akan diperlukan untuk mendeskripasikan subgrup pasien apa saja yang
akan mendapatkan keuntungan dari pendekatan ini.

Emboli paru merupakan keadaan terjadinya obstruksi sebagian atau total sirkulasi arteri
pulmonalis atau cabang – cabang akibat tersangkutnya Emboli thrombus atau Emboli yang
lain. Penyumbatan Arteri pulmonalis oleh suatu embolus biasanya terjadi secara tiba – tiba.
Suatu Emboli biasanya merupakan gumpalan darah (Trombus), tetapi biasa juga berupa
lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara yang akan
mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah. Biasanya arteri yang
tidak tersumbat dapat memberikan darah dalam jumlah yang memadai kejaringan paru – paru
yang terkena sehingga kematian jaringan bisa dihindari tetapi bila yang tersumbat adalah
pumbuluh yang sangat besar atau orang memiliki kelainan paru – paru sebelumnya, maka
jumlah darah mungkin tidak mencukupi untuk mencegah kematian paru – paru

Jika tubuh bisa memecah gumpalan tersebut, kerusakan dapat di minimalkan. Gumpalan yang
besar membutuhkan waktu lebih lama untuk hancur sehingga lebih besar kerusakan yang
ditimbulkan. Gumpalan yang besar bisa menyebabkan kematian mendadak.

Emboli paru adalah obstruksi salah satu atau lebih arteri pulmonalis oleh trombus yang
berasal dari suatu tempat. Embolisme pulmonal tersebut mengacu pada obstruksi salah satu
arteri pulmonal atau lebih oleh thrombus (trombi) yang berasal dari suatu tempat dalam
system venosa atau jantung sebelah kiri, yang terlepas, dan terbawa ke paru. Kondisi ini
merupakan kelainan umum yang berkaitan dengan trauma, bedah, kehamilan, dan imobilitas
yang berkepanjangan. Sebagian besar trombus berasal dari vena tungkai.

Emboli Paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus,
yang terjadi secara tiba-tiba. Suatu emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi
bisa juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung
udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah.

B. ETIOLOGI

Berdasakan hasil – hasil penelitian dari autopsy paru pasien yang meninggal karena penyakit
ini menunjukan dengan jelas disebabkan oleh trombos pada pembuluh darah, terutama vena
ditungkai bawah atau dari jantung kanan. Sumber Emboli paru yang lain misalnya tumor
yang telah menginvasi sirkulasi vena (Emboli tumor), udara, lemak, sumsum tulang dan lain
– lain. Kemudian material Emboli beredar dalam peredaran darah sampai disirkulasi
pulmonal dan tersangkut pada cabang – cabang arteri pulmonal, memberi akibat timbulnya
gejala klinis.

Faktor-faktor predisposisi terjadinya emboli paru menurut virchow 1856 atau sering disebut
sebagai physiological risk factors meliputi :

1. Adanya aliran darah lambat (statis).

2. Kerusakan dinding pembuluh darah vena.

3. Keadaan darah mudah membeku (hiperkoagulasi).

Kebanyakan kasus emboli paru menurut brunner & suddarth (1996) disebabkan oleh :

1. Bekuan darah.

2. Gelembung udara.

3. Lemak.

4. Gumpalan parasit.

5. Sel tumor.
C. KLASIFIKASI

1. Embolus Besar

· Tersangkut di arteri pulmonalis besar atau dari percabangan arteri pulmonalis.

· Dapat menyebabkan kematian seketika.

· Dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan gangguan hemodinamik.

2. Embolus Kecil

· Tidak menimbulkan gejala klinis pada penderita tanpa kelemahan kardiovaskuler.

· Dapat menyebabkan nyeri dada sepintas dan kadang – kadang hemoptisi karena
pendarahan paru.

· Pada penderita dengan kelemahan sirkulasi pulmoner (payah jantung) dapat


menyebabkan infark.

D. PATOFISIOLOGI

Ketika trombus menyumbat sebagian atau seluruh arteri pulmonal, ruang rugi alveolar
membesar karena area, meski terus mendapat ventilasi, menerima aliran darah sedikit
maupun tidak sama sekali. Selain itu sejumlah subtansi yang dilepaskan dari bekuan dan
menyebabkan pembuluh darah bronkhiolus berkonstriksi. Reaksi ini diseimbangi ketidak
seimbangan ventilasi perfusi, menyebabkan darah terpirau dan mengakibatkan penurunan
kadar O2 dan peningkatan CO2. (brunner dan suddarth, 1996, 621).

Konsekuwensi hemodinamik adalah peningkatan tahanan vascular paru akibat penurunan


ukuran jarring-jaring vascular pulmonal., menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonal
dan akhirnya mningkatkan kerja ventrikel kanan untuk mempertahankan aliran darah
pulmonal. Bila kebutuhan ventrikel kanan melebihi kapasitasnya, maka akan terjadi gagal
ventrikel kanan yang mengarah pada penurunan tekanan darah sistemik dan terjadinya syok.
(brunner dan suddarth, 1996, 621).

E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala embolisme paru tergantung pada ukuran thrombus dan area dari arteri pulmonal
yang tersumbat oleh thrombus. Gejala-gejala mungkin saja tidak spesifik. Nyeri dada adalah
gejala yang paling umum dan biasanya mempunyai awitan mendadak dan bersifat pleuritik.
Kadang dapat subternal dan dapat menyerupai angina pectoris atau infark miokardium.
Dyspnea adalah gejala yang paling umum kedua yang di ikuti dengan takipnea, takikardi,
gugup, batuk, diaforesis, hemoptisis, dan sinkop. (brunner dan suddarth, 1996, 621).

Embolisme massif yang menyumbat bifurkasi arteri pulmonal dapat menyebabkan dyspnea
nyata, nyeri substernal mendadak, nadi cepat dan lemah, syok, sinkop dan kematian
mendadak. Emboli kecil multiple dapat tersangkut pada arteri pulmonal terminal,
mengakibatkan infark kecil multiple pada paru-paru. Gambaran klinis dapat menyerupai
bronkopneumoni atau gagal jantung. (brunner dan suddarth, 1996, 621-622).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan diagnostic emboli paru menurut brunner dan suddarth, (1996, 622) adalah :

1. Rontgen dada.

Rontgen dada pada emboli paru biasanya normal tetapi dapat meunjukkan pneumokontriksi,
infiltrat, atelektasis, elevasi diagfragma pada posisi yang sakit, atau dilatasi besar arteri
pulonal dan efussi pleura.

2. EKG

EKG biasanya menunjukkan sinus takikardia, atrial flutter atau fibrilasi dan kemungkinan
penyimpangan aksis kanan, atau regangan vcentrikel kanan.

3. Pletismografi impedans

pletismografi impedans dilakukan untuk menentukan adanya troimbosis pada vena profunda.

4. Gas darah arteri

gas darah arteri pada emboli paru dapat mennjukkan hipoksemia dan hipokapnea.

G. PENATALAKSANAAN
Menurut brunner dan suddarth (1996) Tujuan pengobatan adalah untuk menghancurkan (lisis)
emboli yang ada dan mencegah pmbentukan yang baru. Pengobatan embolisme paru dapat
mencakup beragam modalitas :

1. terapi antikoagulan.

2. terapi trombolitik.

3. tindakan umum untuk meningkatkan status pernafasan dan vascular.

4. intervensi bedah.

Terapi koagulasi meliputi heparin, natrium warfarin telah menjadi metoda primer secara
tradisional untuk mengatasi trombosis vena profunda akut dan embolisme paru. Terapi
tromboilitik meliputi urokinase, streptokinase mungkin juga digunakan dalam mengatasi
embolisme paru, terutama pada paien yang sangat terganggu. Terapi trombolitik
menghancurkan trombus atau emboli lebih cepat dan memulihkan fungsi himodinamik
sirkulasi paru lbih besar, karena mengurang hipertensi paru dan memperbaiki perfusi,
oksigenasi, dan curah jantung.

Tindakan umum dilakukan untuk memperbaiki status pernafasan dan vaskular pasien. Terapi
oksigen diberikan untuk memperbaiki hipoksia dan untuk menghilangkan vasokontriksi
vaskular paru dan dan mengurangi hipertensi paru. Kemudian Intervensi bedah yang
dilakukan adalah embolektomi paru tapi embolektomi dapat diindikasikandalam kondisi
berikut :

1. jika pasien mengalami hipotensi persisten, syok, dan gawat panas.

2. jika tekanan arteri pulmonal sangat tinggi.

3. jika anngiogram menunjukkan obtruksi bagian besar mbuluh darah paru.

KOMPLIKASI

Menurut Contran Kuman Rabbins (1996), komplikasi yang terjadi adalah :

1. Asma Bronkhial
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial dengan ciri bronkospasme periodic
(kontraksi spasme pada saluran napas). Asma merupakan penyakit kompleks yang dapat
diakibatkan oleh faktor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi.

2. Efusi Pleura

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penumpukkan cairan dalam rongga
pleura.

3. Anemia

Anemia adalah penurunan kuantitas atau kualitas sel – sel darah merah dalam sirkulasi.
Anemia dapat disebabkan oleh gangguan pembentukan sel darah merah,peningkatan
kehilangan sel darah merah melalui perdarahan kronik atau mendadak, atau lisis (destruksi)
sel darah merah yang berlebihan.

4. Emfisema

Emfisema adalah keadaan paru yang abnormal, yaitu adanya pelebaran rongga udara pada
asinus yang sipatnya permanen. Pelebaran ini disebabkan karena adanya kerusakan dinding
asinus. Asinus adalah bagian paru yang terletak di bronkiolus terminalis distal. Ketika
membicarakan emfisema, penyakit ini selalu dikaitkan dengan kebiasaan merokok. Oleh
karena itu, beberapa ahli menyamakan antara emfisema dan bronchitis kronik.

5. Hipertensi Pulmoner

Hipertensi pulmoner primer (HPP) adalah kelainan paru yang jarang, dimana didapatkan
peningkatan tekanan arteri polmonalis jauh diatas normal tanpa didapatkan penyebab yang
jelas. Tekanan arteri polmonal normal pada waktu istirahat adalah lebih kurang 14 mmhg.
Pada HPP tekanan arteri polmonal akan lebih dari 25 mmhg saat istirahat, dan 30 mmhg saat
aktifitas HPP akan meningkatkan tekanan darah pada cabang – cabang arteri yang lebih kecil
di paru, sehingga meningkatkan tahanan (resistensi) vaskuler dari aliran darah di paru.
Peningkatan tahanan arteri pulmonal ini akan menimbulkan beban pada ventrikel kanan
sehingga harus bekerja lebih kuat untuk memompa darah ke paru.

BAB III

TINJAUAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN EMBOLI PARU

A. PENGKAJIAN

1. Identitas Klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin,pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa.
2. Keluhan Utama

Klien sering mengeluh nyeri dada tiba – tiba dan sesak napas.

Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien tentang
kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien emboli paru antara lain :
batuk, peningkatan produksi sputum, dyspnea, hemoptysis, wheezing, Stridor dan chest pain.

a. Batuk (Cough)

Batuk merupakan gejala utama pada klien dengan penyakit sistem pernafasan. Tanyakan
berapa lama klien batuk (misal 1 minggu, 3 bulan). Tanyakan juga bagaimana hal tersebut
timbul dengan waktu yang spesifik (misal : pada malam hari, ketika bangun tidur) atau
hubungannya dengan aktifitas fisik. Tentukan batuk tersebut apakah produktif atau non
produktif, kongesti, kering.

b. Dyspnea

Dyspnea merupakan suatu persepsi kesulitan untuk bernafas/nafas pendek dan merupakan
perasaan subjektif klien. Perawat mengkaji tentang kemampuan klien untuk melakukan
aktifitas. Contoh ketika klien berjalan apakah dia mengalami dyspnea ?. kaji juga
kemungkinan timbulnya paroxysmal nocturnal dyspnea dan orthopnea, yang berhubungan
dengan penyakit paru kronik dan gagal jantung kiri.

c. Hemoptysis

Hemoptysis adalah darah yang keluar dari mulut dengan dibatukkan. Perawat mengkaji
apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan hidung atau perut. Darah yang
berasal dari paru biasanya berwarna merah terang karena darah dalam paru distimulasi segera
oleh refleks batuk. Penyakit yang menyebabkan hemoptysis antara lain : Bronchitis Kronik,
Bronchiectasis, TB Paru, Cystic fibrosis, Upper airway necrotizing granuloma, emboli paru,
pneumonia, kanker paru dan abses paru.

d. Chest Pain

Chest pain (nyeri dada) dapat berhubungan dengan masalah jantung dan paru. Gambaran
yang lengkap dari nyeri dada dapat menolong perawat untuk membedakan nyeri pada pleura,
muskuloskeletal, cardiac dan gastrointestinal. Paru-paru tidak mempunyai saraf yang sensitif
terhadap nyeri, tetapi iga, otot, pleura parietal dan trakeobronkial tree mempunyai hal
tersebut. Dikarenakan perasaan nyeri murni adalah subjektif, perawat harus menganalisis
nyeri yang berhubungan dengan masalah yang menimbulkan nyeri timbul.

3. Riwayat Kesehatan

Klien merasa lemah, nyeri dada, nyeri kepala, sesak napas.


4. Riwayat Kesehatan Terdahulu

Apakah ada riwayat emboli paru – paru sebelumnya, pembedahan, stroke, serangan jantung,
obesitas, patah tulang tungkai – tungkai / tulang panggul, trauma berat.

Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan klien. Secara umum perawat
menanyakan tentang :

a. Riwayat merokok : merokok sigaret merupakan penyebab penting kanker paru-paru,


emfisema dan bronchitis kronik. Semua keadaan itu sangat jarang menimpa non perokok.
Anamnesis harus mencakup hal-hal :

· Usia mulainya merokok secara rutin.

· Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari.

· Usia melepas kebiasaan merokok.

b. Pengobatan saat ini dan masa lalu.

c. Alergi.

d. Tempat tinggal.

5. Riwayat Kesahatan Keluarga

Apakah ada di antara keluarga klien yang mengalami penyakit yang sama dengan penyakit
yang dialami klien.

Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-
kurangnya ada tiga, yaitu :

a. Penyakit infeksi tertentu : khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui satu orang ke


orang lainnya; jadi dengan menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi dapat
diketahui sumber penularannya.

b. Kelainan alergis, seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi keturunan


tertentu; selain itu serangan asthma mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau kenalan
dekat.

c. Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi udaranya tinggi.
Tapi polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronik, hanya memperburuk penyakit
tersebut.

6. Data Dasar Pengkajian


a) Aktifitas / istirahat

Gejala: Kelelahan, Dispnea, ketidak mampuan untuk tidur, tirah baring lama,

Tanda: Gelisa, Lemah, Imsomnia, kecepatan jantung tak normal.

b) Sirkulasi

Tanda: Takikardia

Penurunan tekanan darah (Hipotensi), nadi lemah dapat menunjukan anemia.

c) Integrasi Ego

Gejala: Perasaan takut, takut hasil pembedahan, perasaan mau pingsan, perubahan pola
hidup, takut mati.

Tanda: Ketakutan, Gelisah, ansietas, Gemetar, Wajah tegang, peningkatam keringat.

d) Makanan dan cairan

Gejala: Kehilangan nafsu makan, Mual / muntah.

Tanda: Berkeringat, edema tungkai kiri atas Glukosa dalam Urin

e) Eliminasi

Gejala: Penurunan frekuensi urin

Tanda: Urin kateter terpasang, bising usus samar

f) Nyeri / Kenyamanan

Gejala: Nyeri kepala, nyeri dada, nyeri tungkai – tungkai

Tanda: Berhati – hati pada daerah yang sakit, mengkerutkan wajah

g) Penafasan

Gejala: Kesulitan bernapas

Tanda: Peningkatan frekuensi / takipnea penggunaan asesori pernapasan

h) Neurosensori

Gejala: Kehilangan kesadaran sementara, sakit kepala daerah frontal

Tanda: Perubahan mental (bingung, somnolen), disorientasi

i) Keamanan

Gejala: Adanya trauma dada


Tanda: Berkeringat, Kemerahan,kulit pucat

j) Pembelajaran / Penyuluhan

Gejala: Faktor resiko keluarga, tumor, penggunaan obat Rencana Pemulangan: Kebutuhan
dalam perawatan diri pengaturan rumah / memelihara Perubahan program obat.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut Brunner & Suddarth (1996) dan Doengoes, Marilynn, dkk, (2000) :

1) pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kemampuan paru.

2) nyeri dada berhubungan dengan infark paru-paru.

3) gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi.

4) Resiko gagal jantung kanan berhubungan dengan peningkatan kerja ventrikel kanan.

5) intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen dalam jaringan

INTERVENSI

Menurut Brunner & Suddarth (1996) dan Doengoes, Marilynn, dkk, (2000) :

Diagnosa I :

· Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kemampuan paru

Tujuan : pola nafas efektif

Kriteria hasil :

Ø Menunjukkan pola napas normal/efektif dng GDA normal.

Ø Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia.

Intervensi :

1. Identifikasi etiologi atau factor pencetus

2. Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda vital.


3. Auskultasi bunyi napas.

4. Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus.

5. Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur.

6. Berikan oksigen melalui kanul/masker

Rasional :

1. mengetahui etiologi dan faktor pencetus.

2. dapat mengkaji fungsi pernafasan

3. dapat mendengarkan bunyi nafas normal atau tidak

4. dapat mengetahui penumpukan sekret atau benda asing lain

5. untuk memudahkan klien bernafas

6. memaksimalkan pernafasan dan menurunkan kerja nafas.

Diagnosa II :

· Nyeri dada berhubungan dengan infark paru.

Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang

Kriteria hasil :

Ø Pasien mengatakan nyeri berkurang atau dapat dikontrol

Ø Pasien tampak tenang

Intervensi :

1. Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri.

2. Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi.

3. Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri.

4. Berikan analgetik sesuai indikasi

Rasional :

1. dapat mengetahui skala nyeri pada klien.

2. klien dapat mengerti tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi.

3. dapat mengurangi rasa nyeri yang diderita klien.


4. dapat digunakan mengurangi rasa nyeri

Diagnosa III :

· Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi dan


perfusi.

Tujuan : klien akan menunjukkan pertukaran gas yang normal.

Kriteria hasil :

ü klien akan menunjukkan pertukaran gas yang normal dan warna kulit merah muda.

Intervensi :

1. Kaji frekuensi, irama, bunyi dan dalamnya pernafasan.

2. Berikan tambahan oksigen.

3. Pantau saturasi oksigen.

4. Koreksi keseimbangan asam basa.

5. Beri posisi yang memudahkan meningkatkan ekspansi paru.

6. Latih batuk efektif dan nafas dalam.

Rasional :

1. mengetahui normal atau tidaknya pernafasan.

2. memaksimalkan permafasan dan menurunkan pernafasan.

3. menyeimbangkan oksigen antara inspirasi dan ekspirasi.

4. mengetahui normal tidaknya pertukaran gas.

5. untuk memudahkan pernafasan.

6. dapat mengurangi atau mengeluarkan sekret

Diagnosa IV :

· Resiko gagal, jantung kanan berhubungan dengan peningkatan kerja ventrikel kanan.
Tujuan : denyut nadi klien kembali normal

Kriteria Hasil : denyut jantung kembali normal

Intervensi :

1. Kaji denyut jantung tiap 4 jam sekali.

2. Auskultasi denyut jantung.

3. Berikan lingkungan tenang, nyaman, dan kurangi aktivitas.

4. Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur

Rasional :

1. mengetahui normal tidaknya denyut jantung.

2. dapat mengetahui bunyi jantung.

3. agar pasien dapat istirahat dengan tenang.

4. untuk mengurangi kerja jantung

Diagnosa V :

· Intoleransi aktivitas brhubungan dengan penurunan suplai oksigen dalam jaringan.

Tujuan : pasien tidak intoleransi aktivitas lagi.

Kriteria Hasil :

· berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan

· menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi.

intervensi :

1. kaji respon aktivitas.

2. instruksi pasien tentang teknik penghematan energi.

3. beri dorongan untuk melakukan aktivitas atau perawatan diri bertahap jika intoleransi
kembali.

rasional :

1) mengetahui seberat atau sebesar apakah aktivitas yang dapat dilakukan oleh klien.

2) pasien dapat menghemat energinya sendiri.

3) pasien dan keluarga dapat melakukan perawat diri sendiri apabila intoleransi kembali.
D. EVALUASI

Hasil Yang diharapkan dari pasien menjadi dasar untuk mengevaluasi sejauh mana
perkembangan yang telah dicapai pasien. Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan antara
lain :

1. Apakah gejala-gejala telah mereda?

2. Apakah pasien sudah bisa melakukan pernafasan dengan normal ?

3. Apakah terdapat deteksi dini dan penanganan komplikasi?

4. Apakah pasien telah cukup siap untuk melakukan perawatan diri dan pengobatan di
rumah?

5. Apakah pasien dan keluarganya telah memilih tempat pelayanan pendukung

DAFTAR PUSTAKA

Contran Kuman Rabbins, 1996, Dasar Patologi Penyakit: Edisi Ke – 5, EGC: Jakarta.

Djojodibroto, Darmanto, 2009, Respirology, EGC: Jakarta.

W, Sudoyo, Ani, 2006, Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta.

A, Price, Sylvia, dan M, Wilson,Clorraine, 2006, Patofisiologi: Edisi Ke – 6,EGC: Jakarta.

Brunner & Suddrath. 1996. buku ajarkeperawatan medikal-bedah. Jakarta : Buku kedokteran
EGC.

Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa
dan Ni Made S, EGC, Jakarta.

http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-emboli-paru/
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Emboli Paru9. Untuk mengetahui
penatalaksanaan penyakit emboli paruBAB IIPEMBAHASAN2.1 Pengertian Emboli
ParuEmboli paru (EP) merupakan kondisi akibat tersumbatnya arteri paru, yangdapat
menyebabkan kematian pada semua usia. Penyakit ini sering ditemukandan sering
disebabkan oleh satu atau lebih bekuan darah dari bagian tubuh laindan tersangkut di paru-
paru, sering berasal dari vena dalam di ekstremitas bawah,rongga perut, dan terkadang
ekstremitas atas atau jantung kanan.Selain itu, emboli paru (Pulmonary Embolism) dapat
diartikan sebagaipenyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus,
yangterjadi secara tiba-tiba. Suatu emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus),tetapi
bisa juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumoratau gelembung
udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnyamenyumbat pembuluh
darah. Biasanya arteri yang tidak tersumbat dapat memberikan darah dalamjumlah
yang memadai ke jaringan paru-paru yang terkena sehingga kematianjaringan bisa dihindari.
Tetapi bila yang tersumbat adalah pembuluh yang sangatbesar atau orang tersebut memiliki
kelainan paru-paru sebelumnya, maka jumlahdarah mungkin tidak mencukupi untuk
mencegah kematian paru-paru. Sekitar 10% penderita emboli paru mengalami kematian
jaringan paru-paru, yang disebut infark paru. Jika tubuh bisa memecah gumpalan
tersebut,kerusakan dapat diminimalkan. Gumpalan yang besar membutuhkan waktu
lebihlama untuk hancur sehingga lebih besar kerusakan yang ditimbulkan. Gumpalanyang
besar bisa menyebabkan kematian mendadak.

2.2 EtiologiPenyebab emboli paru belum diketahui pasti, tetapi hasil penelitian
dariautopsi paru pasien yangmeninggal karena penyakit ini menunjukkan jelas
bahwapenyebab penyakit ini adalah trombus pada pembuluh darah.
Umumnyatromboemboli berasal dari lepasnya trombus di pembuluhdarah vena di
tungkaibawah atau dari jantung kanan. Sumber emboli paru yang lain misalnyatumor
yangtelah menginvasi sirkulasi vena, amnion, udara, lemak, sumsum tulang, fokusseptik,dan
lain-lain. Kemudian material emboli beredar dalam peredaran darahsampai sirkulasi
pulmonal dan tersangkut pada cabang-cabang arteri pulmonal,memberikan akibat
timbulnyagejala klinis.ki, dan padapenyakit-penyakit kardiopulmoner. Imobilisasi yang
lama menyebabkan

hilangnyaperistaltik pembuluh darah vena sehingga menjadi stasis. Umumnyastasis terjadi


setelah berbaring selama tujuh hari. Stasis dapat terjadi pada pascabedah setelah 48 jam
sampai sepuluh hari kemudian.

.2. Umur Kebanyakan emboli paru-paru terjadi pada usia 50-65 tahun karena
elasitisitasdinding pembuluh darah sudah berkurang.3. Penyakit jantung Jika pada jantung
hanya terjadi fibrilasi atrium atau disertai dengan payahjantung, keadaaan tersebut sering
menimbulkan emboli paru-paru. Pada infarkjantung akut, emboli paru-paru sering terjadi
pada hari ketiga dan sebagianbesar 75% terjadi pada minggu pertama.4. TraumaSebanyak
15% penderita trauma mengalami emboli paru-paru, terutama padapenderita luka bakar
dengan area terbakar yang luas, sehingga kerusakannyasampai ke endotel pembuluh darah.5.
ObesitasPenderita dengan berat badan 20% lebih dari berat badan ideal dapat
dikatakanberesiko untuk menderita emboli paru-paru, meskipun mekanismenya
belumdiketahui dengan pasti.6. Kehamilan dan nifasKejadian emboli paru-paru pada ibu
hamil biasa terjadi pada trimester ketigadan prevalensinya meningkat saat nifas. Pada
kasus ibu hamil dan nifasdisebabkan karena terjadi peningkatan faktor koagulasi dan
trombosit. 7. NeoplasmaEmboli paru-paru banyak terjadi pada beberapa neoplasma organ
paru-paru,pankreas, usus, dan traktus urogenital. Terdapat teori yang menyatakan
bahwaneoplasma memproduksi zat-zat seperti histon, katepsin dan protease
yangmengaktifkan koagulasi darah.8. Obat-obatan

Emboli paru-paru sering dialami oleh pasien yang mengkonsumsi obat-obatkontrasepsi oral.
Pada kasus ini obat-obat tersebut dapat mengakibatkanpeningkatan faktor pembekuan
dan trombosit serta peningkatan lipoprotein,plasma trigliserida, dan kolesterol.9. Penyakit
hematologiPenyakit hematologi sering ditemukan pada keadaan polisitemia
dimanahematokrit darah menigkat yang mengakibatkan aliran darah menjadi
lambat.Dilaporkan juga banyak terjadi pada penyakit anemia bulan sabit.
Padapenyakit anemia tersebut, terbentuk trombus dalam aliran darah mikrosirkulasiyang
dapat menyebabkan infark pada organ paru-paru, ginjal, limpa dantulang.10.
Penyakit metabolisme Penyakit metabolisme dilaporkan terjadi pada penyakit sistinuria
di manaterdapat kelainan trombosit yang menyebabkan trombosis. Di samping itu
jugaterjadi kerusakan lapisan endotel pembuluh darah yang mempercepatterjadinya
trombosis (Somantri, 2007).2.3 Klasifikasia. Embolus besar Tersangkut di arteri
pulmonalis besar atau dari percabangan arteripulmonali. Dapat menyebabkan kematian
seketika Dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan gangguanhemodinamik.b.
Embolus Kecil Tidak menimbulkan gejala klinis pada penderita tanpa
kelemahankardiovaskuler. Dapat menyebabkan nyeri dada sepintas dan kadang-kadang
hemoptisikarena pendara

Pada penderita dengan kelemahan sirkulasi pulmoner (payahjantung)dapat


menyebabkan infark2.4 PatofisiologiKetika trombus menyumbat sebagian atau seluruh arteri
pulmonal, ruangrugi alveolar membesar karena area, meski terus mendapat ventilasi,
menerimaaliran darah sedikit maupun tidak sama sekali. Selain itu sejumlah subtansi
yangdilepaskan dari bekuan dan menyebabkan pembuluh darah
bronkhiolusberkonstriksi. Reaksi ini diseimbangi ketidak seimbangan ventilasi
perfusi,menyebabkan darah terpirau dan mengakibatkan penurunan kadar O2
danpeningkatan CO2. (brunner dan suddarth,2001.621)Konsekuensi hemodinamik adalah
peningkatan tahanan vascular paruakibat penurunan ukuran jarring-jaring vascular
pulmonal., menyebabkanpeningkatan tekanan arteri pulmonal dan akhirnya mningkatkan
kerja ventrikelkanan untuk mempertahankan aliran darah pulmonal. Bila kebutuhan
ventrikelkanan melebihi kapasitasnya, maka akan terjadi gagal ventrikl kanan
yangmengarah pada penurunan tekanan darah sistemik dan terjadinya syok. (brunnerdan
suddarth,2001.621)Embolus berjalan keparu – paru dan diam di pembuluh darah paru –
paru.Ukuran dan jumlah emboli ditentukan oleh lokasi. Aliran darah terobstruksisehingga
menyebabkan penurunan perfusi dari bagian paru – paru yang disuplaioleh pembuluh darah.
Akibat buruk yang paling awal terjadi tromboemboli adalah obstruksikomplit atau parsial
aliran darah arteri pulmonalis bagian distal. Obstruksi iniakan mengakibatkan serangkaian
kejadian patofisiologik yang dapatdikelompokkan sebagai “Pernapasan” dan
“Hemodinamik” sebagai akibattrombo emboli paru – paru (TEP).1. Konsekuensi
Pernafasan

Obstruksi akibat emboli adalah menyebabkan daerah paru – paru yangberventilasi tidak
mampu melakukan perfusi ‘anatomical dead space’ intrapulmonalis karena dead space tidak
terjadi pertukaran gas, ventrikel daerahyang nonperfusi ini sia – sia dalam arti fungsional.
Konsekuensi potensialyang ditimbulkan obstruksi emboli ini adalah konstruksi ruang udara
dan jalannapas pada daerah paru – paru yang terlibat. Pneumokonstriksi ini dapatdilakukan
sebagai mekanisme homeostasis untuk mengurangi ventilasi yangterbuang, kelihatannya
disebabkan oleh hipokapnia bronkoalveolar yangmerupakan hasil penghentian aliran
darah kapiler paru – paru karena alirantersebut dihilangkan oleh inhalasi udara yang kaya
dengan karbondioksida.Gangguan lain akibat obstruksi emboli adalah hilangnya surfaktan
alveolar,namun hal tersebut tidak terjadi dengan cepat. Hipoksima arteri bisa
dijumpai,walaupun sama sekali bukan merupakan akibat dari tromboemboli paru –paru. 2.
Konsekuensi Hemodinamik Konsekuensi hemodinamik utama yang diakibatkan oleh
obstruksitromboembolik adalah reduksi daerah potongan melintang dari jaringan
arteripulmonalis. Hilangnya kapasitas vaskuler ini meningkatkan resistensi alirandarah paru –
paru yang bisa bermakna akan berkembang menjadi hipertensiparu – paru dan gagal ventrikel
kanan akut. Takikardia dan kadang penurunancurah jantung juga dapat terjadi.2.5
Manifestasi KlinisGambaran klinis emboli paru bervariasi tergantung pada
beratnyaobstruksi pembuluh darah, jumlah emboli paru, ukurannya, lokasi emboli,
umurpasien dan penyakit kordiopulmonal yang ada. Emboli yang kecil mungkin
tidakmenimbulkan gejala, tetapi sering menyebabkan sesak napas.1. Tanda – tanda yang
muncul pada pasien dengan emboli paru – paruadalah

a. Dispneab. Nyeri dada pleuritikc. Kecemasand. Batuk e. Hemoptisis2. Gejala yang muncul
pada pasien dengan emboli paru – paru adalah:a. Takipneab. Cracklesc. Takikardiad. Bunyi
jantung S3. Bunyi S3 adalah suara ketiga saat jantungberkontraksi. Pada orang dewasa
merupakan sesuatu yang abnormaldan sering kali mengindikasikan adanya kelainan jantung.
Terdengarpada apeks jantung, dan sering disebut ventricular gallop.e. Jika tidak ada bunyi S3
bisa jadi ada bunyi S4f. Keringat berlebihg. Demam 2.6 Komplikasia) Asma Bronkhial
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial dengan ciribronkospasme
periodic (kontraksi spasme pada saluran napas). Asmamerupakan penyakit kompleks
yang dapat diakibatkan oleh faktor biokimia,endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi.b)
Efusi PleuraEfusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya
penumpukkancairan dalam ronggapleura.c) Anemia Anemia adalah penurunan kuantitas atau
kualitas sel – sel darah merahdalam sirkulasi. Anemia dapat disebabkan oleh gangguan
pembentukan sel

darah merah,peningkatan kehilangan sel darah merah melalui perdarahankronik atau


mendadak, atau lisis (destruksi) sel darah merah yang berlebihan.d) Emfisema Emfisema
adalah keadaan paru yang abnormal, yaitu adanya pelebaranrongga udara pada asinus yang
sipatnya permanen. Pelebaran ini disebabkankarena adanya kerusakan dinding asinus. Asinus
adalah bagian paru yangterletak di bronkiolus terminalis distal. Ketika membicarakan
emfisema,penyakit ini selalu dikaitkan dengan kebiasaan merokok. Oleh karena itu,beberapa
ahli menyamakan antara emfisema dan bronchitis kronik.e) Hipertensi PulmonerHipertensi
pulmoner primer (HPP) adalah kelainan paru yang jarang,dimana didapatkan peningkatan
tekanan arteri polmonalis jauh diatas normaltanpa didapatkan penyebab yang jelas. Tekanan
arteri polmonal normal padawaktu istirahat adalah lebih kurang 14 mmhg. Pada
HPP tekanan arteripolmonal akan lebih dari 25 mmhg saat istirahat, dan 30 mmhg saat
aktifitasHPP akan meningkatkan tekanan darah pada cabang – cabang arteri yanglebih kecil
di paru, sehingga meningkatkan tahanan (resistensi) vaskuler darialiran darah di paru.
Peningkatan tahanan arteri pulmonal ini akanmenimbulkan beban pada ventrikel kanan
sehingga harus bekerja lebih kuatuntuk memompa darah ke paru.

2.8 Pemeriksaan PenunjangPenilaian kemungkinan adanya emboli paru, berdasarkan klinis,


analisis gasdarah, dan foto toraks tetap penting dalam menegakkan diagnosa emboli paru,
danmemberi petunjuk untuk terapi awal. Terapi lanjut berpedoman pada tes yanglebih
spesifik, seperti scan ventilasi-perfusi, walaupun pemeriksaan ini seringkalihanya
memberikan kemungkinan diagnosis bukan menegakkan diagnosis pasti.1. Radiolog

Hasil rontgen thoraks biasanya normal tetapi dapat menunjukkan


adanyapeumokonstriksi, infiltrat, atelektasis, elevasi diafragma pada sisi yang sakit,atau
dilatasi besar arteri pulmoner, dan efusi pleura.2. Analisa gas darahEP yang signifikan
secara hemodinamis menyebabkan ketidakseimbanganventilasi perfusi dan hipoksia.
Biasanya pada klien dengan embolisme parudidapatkan tekanan PO yang rendah, tetapi tidak
jarang pula tekanan POtersebut lebih dari 80 mmHg. Tekanan PCO tidak begitu
penting, tetapiumumnya masih berada di bawah 40 mmHg. Menurunnya tekanan
POdisebabkan gagalnya fungsi perfusi dan ventilasi, sedangkan menurunnyatekanan
PCO adalah karena kompensasi hiperventilasi sekunder.3. EKGSering ditemukan kelainan,
namun biasanya nonspesifik dan tidak memilikinilai diagnostik, seperti takikardia sinus,
kelainan segmen ST dan gelombangT kecil (terutama pada V1-V3). Pada EP besar atau
masif, bisa ditemukangambaran EKG klasik akibat peradangan ventrikel kanan akut yang
lebihklasik (S1, Q3, T3) atau AF. 4. EkokardiografiSeringkali berhasil mendeteksi trombi
besar dalam arteri pulmonalis, atauatrium atau ventrikel kanan. Biasanya ekokardiografi
memperlihatkan dilatasi

dan peradangan jantung kanan (yaitu karena fungsi kontraktil sistolik yangburuk).5. Scan
ventilasi-perfusi6. Angiografi paruMerupakan pemeriksaan invasif, mahal, sehingga jarang
digunakan. Hanyabermanfaat bila dibutuhkan penegakkan diagnosis cepat, misalnya
adapenyakit kritis.7. CT dan MRI CT dan MRI memungkinkan pencitraan arteri pulmonalis
untuk mendeteksitrombi dengan sensitivitas dan spesifisitas tinggi. Hasil pemindaian
perfusiparu memperlihatkan adanya penurunan atau tidak adanya aliran
darah.Hasilpemindaian ventilasi juga menunjukkan adanya abnormalitas
perfusi.Jikaterdapat ketidakcocokan ventilasi-perfusi (V/Q), probabilitas embolisme
paruadalah tinggi (Davey, 2005).2.9 Penatalaksanaan Medis 1. Tirah baring 2. Terapi
oksigenTerapi oksigen sangat penting untung pasien dengan emboli paru.
Padakeadaan hipoksemia berat mungkin dilakukan pemberian ventilator mekanisdengan
pemeriksaan analisis gas darah secara ketat. Pada beberapa kasus lain,oksigen dapat
diberikan melalui nasal kanula, kateter, atau masker. Pulseoximetry mungkin berguna dalam
memonitor saturasi oksigen arteri, yangmana dapat menunjukkan tingkat dari hipoksemia.3.
Analgesik4. Farmakoterapi: a. Agen trombolitik seperti steptokinase (Kabikinase, Streptase),
alteplase(Activase t-PA), atau urokinase (Abbokinase)14

b. Antikoagulan seperti heparin, dikumoral atau warfarin natrium.5.


PembedahanEmbolektomi paru mungkin didindikasikan dalam kondisi jika
klienmengalami hipotensi persisten, syok, dan gawat napas, jika tekanan arteripulmonal
sangat tinggi, dan jika angiogram menunjukkan obstruksi bagianbesar pembuluh darah paru.
Embolektomi pulmonal membutuhkan torakotomidengan teknik bypass jantung paru
(Muttaqin, 2008).

BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN3.1 Pengkajian 1. Riwayat adanya faktor risiko seperti


kondisi-kondisi yang mengarah kepada :a. Hiperkoagulabilitas darah, contoh, polisitemia,
dehidrasi, kanker,penggunaan kontrasepsi oral dan anemia sel sabit.b. Cedera pada
endotelium veba, contoh, fraktur tulang panjang,penyalahgunaan obat IV, bedah
ortopedik, pungsi vena kaki, pemasanganCVP atau kateter intraatrial (kateter inu
merupakan sumber primerterjadinya emboli udara) dan operasi yang baru dilaksanakan.c.
Aliran vena statis, contoh, imobilisasi, luka bakar luas, varises vena,tromboplebitis
vena dalam gagal jantung, fibrilasi atrium, dan kegemukan.2. Pemeriksaan fisik berfokus
pada pengkajian sistem pernafasan (Apendiks A)dan sistem kardiovaskuler (Apendiks G)
dapat menujukkan :a. Nyeri dada yang berat pada saat inspirasi, kulit yang lembab hangat
ataulembab dingin tergantung derajat dari hipoksemia.b. Terjadi sesak nafas yang tiba-tiba
disertai dengan takipnea.c. Takikardi (frekuensi nadi lebih dari 100 kali / menit).d. Demam
ringane. Tekanan darah turun lebih dari normalf. Rales, ronki pada kasus emboli paru yang
luasg. Batuk produktif disertai bercak darah, atau sputum kemerahan atau batuktidak
produktifh. Sianosis (jika terjadi penyumbatan total pada arteri pulmonal)i. Distensi vena
jugularis pada saat posisi dudukj. Petekie di dada, aksila atau di konjungtuva (akibat emboli
lemak)k. Selain itu pasien sering tampak pucat, diaforesis, ketakutan, gelisah, peka,atau
kekacauan mental16

3. Pemeriksaan diagnostika. JDL menunjukkan lekositosisb. Gas darah arteri (GDA)


menunjukkan hipoksemia (PaO2 kurang dari 80mmHg) dan alkalosis respiratori (PaO2
k,urang dari 35 mmHg dan pH lebihtinggi dari 7,45). Alkalosis respiratori dapat disebabkan
oleh hiperventilasi.c. Waktu protrombin (PT) dan waktu tromboplastin parsial (PTT),
mungkinrendah jika terjadi pembekuan darah dan mungkin normal jika disebabkanoleh
emboli udara atau emboli lemakd. Enzim-enzim jantung (CPK, LDH, AST) harus
dilaksanakan untukmencegah terjadinya infark miokarde. Skaning paru-paru (skaning
ventilasi dan perfusi) untuk mengetahui areayang mengalami hipoperfusif. Angiogram paru-
paru memberikan gambaran yang paling tajam darikejadian emboli paru.
Walaupun dilakukannya tidak rutin, angiogrampulmonal dapat dilaksanakan jika
pemeriksaan radiologi lainnya tidakdapat membuktikan suatu kesimpukan dan bila
direncanakan suatutindakan di vena kava. Tindakan ini dilaksanakan sama
sepertimelaksanakan kateter jantung kanan.4. Kaji respons emosional terhadap kondisi
tersebut.3.2 Diagnosa Keperawatan1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan aliran darah kealveoli atau sebagian besar paru-paruDefinisi : Kelebihan atau
defisit pada oksigenasi dan atau eliminasikarbondioksida pada membran alveolar-
kapiler.Batasan karakteristik:a) Pernafasan abnormal (mis.,kecepatan, irama, kedalaman)b)
Warna kulit abnormal (mis., pucat kehitamann)

c) Sianosis (pada neonatus saja)d) Diaforesise) Dispneuf) Gelisahg) Takikardia DS : Pasien


mengatakan merasa sesak dan cemasDO : Tanda- tanda VitalTD: 50 mmHg perpalpasi,N: 60
x/menit, S: 37°C,RR: 30x/ menit,HR: 150 x/menit2. Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan obstruksi trakeo bronkhial olehbekuan darah, sekret banyak, perdarahan aktif.Definisi
: Inspirasi dan / atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat.Batasan karakteristik:a)
Perubahan kedalaman pernafasanb) Dispneuc) TakipneuDS : Pasien mengatakan merasa
sesak dan cemasDO : Tanda- tanda VitalTD: 50 mmHg perpalpasi,N: 60 x/menit, S:
37°C,RR: 30x/ menit,HR: 150 x/menit3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan
perubahan volume sekuncup

Persiapan Alat

Otoskop
Lampu kepala/auroskop

Hand scoon

TAHAP PRA INTERAKSI

Mencuci tangan

Membawa alat di dekat pasien dengan benar

TAHAP ORIENTASI

Memberikan salam sebagai pendekatan teraupetik

Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga / klien

Menanyakan kesepian klien sebelum kegiatan dilakukan

TAHAP KERJA

Inspeksi dan Palpasi Telinga Luar

Membantu klien dalam posisi duduk bila memungkinkan

Posisi pemeriksaan menghadap kesisi telinga yang dikaji

Memakai handscoon

Mengatur percahayaan dengan menggunakan auroskop, lampu kepala atau sumber cahaya
lain sehingga tangan pemeriksaan bebas kerja

Inspeksi telinga luar terhadap posisi, warna, ukuran, bentuk hygine, adanya lesi / massa dan
simetrisan dan bandingkan dengan hasil normal.

Lakukan palpasi dengan memegang telinga dengan jari telunjuk dan jempol

Palpasi kartilago telinga luar secara sistematis yaitu dari jaringan lunak, kemudian jaringan
keras dan catat bila ada nyeri.

Lakukan penekan pada area tragus kedalam dan tekan pula tulang telinga dibawah daun
telinga

Inspeksi Liang Telinga

Periksa mulut liang terhadap adanya benda asing sebelum memasukkan spekulum/otoskop.
Luruskan liang telinga pada klien dewasa dan anak dengan menarik daun telinga ke atas dan
ke belakang (pada bayi ke bawah dan ke depan).

Pegang otoskop diantara ibu jari dan jari telunjuk, ditopang dengan jari tengah (tangan kanan
untuk telinga kanan dan tangan kiri untuk telinga kiri).

Sisi luar tangan diletakkan di atas kepala klien untuk menstabilkan otoskop.

Minta klien untuk memiringkan kepala ke arah bahu yang berlawanan.

Masukkan perlahan spekulum ¼ sampai ½ (1 sampai 1,5cm) ke dalam liang. Jangan


mengorek liang telinga.

Hindari gerakkan tiba-tiba.

Periksa adanya peradangan , perdarahan atau kotoran / serumen pada liang telingan.

Minta Klien agar menghindari gerakkan kepala selama pemeriksaan, untuk menghindari
kerusakkan pada liang telinga dan membran timpani.

Inspeksi Membran Timpani

Lanjutkan dengan inspeksi membran timpani (otoskop masih berada dalam telinga)

Inspeksi membran timpani tentang warna, lesi, benda asing, dan serumen atau pengeluaran
cairan.

TAHAP TERMINASI

Melepas handscoon

Mencuci tangan

Mencatat hasil pemeriksaan dalam lembar catatan keperawatan.

Berpamitan dengan klien

Membersihkan alat – alat


PEMERIKSAAN FISIK MULUT

A. Pengertian

Pemeriksaan fisik mulut yaitu suatu pemeriksaan yang dilakukan pada mulut dengan atau
tanpa alat yang bertujuan untuk mendapatkan informasi atau data yang menggambarkan
kondisi klien yang sesungguhnya.

Teknik pemeriksaan pada mulut meliputi inspeksi, palpasi, dan perkusi (dilakukan hanya
pada gigi).

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan mulut yaitu :

· Pengkajian mulut dan faring dilakukan dengan posisi duduk

· Pencahayaan harus baik, sehingga semua bagian dalam mulut dapat diamati dengan
jelas.

· Pengkajian di mulai dengan mengamati bibir, gigi, gusi, lidah, selaput lendir, pipi bagian
dalam, lantai dasar mulut dan palatum/langit-langit mulut, kemudian faring.

B. Indikasi

1. Pasien yang terinfeksi HIV

2. Stomatitis

3. Kanker orofaring

4. Gigi yan terinfeksi

C. Kontra indikasi

1. Klien dengan kondisi spasme

2. Klien dengan kondidi koma

D. Tujuan
Tujuan dari pemeriksaan fisik mulut adalah untuk :

1. mendapatkan informasi atau data yang menggambarkan kondisi klien yang


sesungguhnya yaitu membedakan kondisi sehat dan penyakit.

2. Menentukan kebutuhan hygiene oral

3. Menentukan terapi keperawatan untuk klien dengan dehidrasi,asupan terbata, trauma


oral atau obstruksi jalan nafas

E. Alat yang digunakan

1. Senter

2. Spatel lidah atau kasa tunggal segi empat

3. Handscoon

F. Cara Kerja

Inspeksi :

1. Pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa dengan tinggi yang sejajar.

2. Amati bibir untuk mengetahui adanya kelainan kongenital, bibir sumbing, warna bibir
(pucat, kemerahan, cyanosis), ulkus, lesi dan masa.

3. Lanjutkan pengamatan pada gigi dengan pasien dianjurkan membuka mulut.

4. Atur pencahayaan yang memadai dan bila diperlukan, gunakan penekan lidah untuk
menekan lidah sehingga gigi akan tampak lebih jelas.

5. Amati keadaan setiap gigi mengenai posisi, jarak, gigi rahang atas dan bawah, ukuran,
warna, lesi, atau adanya tumor. Amati juga secara khusus pada akar-akar gigi dan gusi.

6. Pemeriksaan setiap gigi dengan cara mengetuk secara sistematis, bandingkan gigi
bagian kiri, kanan, atas dan bawah dan anjurkan pasien untuk memberi tahu bila merasa nyeri
sewaktu diketuk.

7. Perhatikan pula ciri-ciri umum sewaktu melakukan pengkajian antara lain: kebersihan
mulut dan bau mulut.

8. Lanjutkan pengamatan pada lidah dan perhatikan kesimetrisannya. Suruh pasien


menjulurkan lidah dan amati mengenai kelurusan, warna, ulkus maupun setiap ada kelainan.
9. Amati selaput lendir mulut secara sistematis pada semua bagian mulut mengenai warna,
adanya pembengkakan, tumor, sekresi, peradangan, ulkus dan perdarahan.

10. Beri kesempatan pasien untuk istirahat dengan menutup mulut sejenak bila cape, lalu
lanjutkan dengan inspeksi faring dengan cara pasien dianjurkan untuk membuka mulut, tekan
lidah pasien ke bawah sewaktu pasien berkata “ah”. Amati faring terhadap kesimetrisan
ovula.

Gb.1. bibir normalnya berwarna merah muda, simetris, halus, dan lembab.

Gb. 2. Inspeksi bagian dalam mukosa oral dari bibir bawah

Gb.3. Retraksi mukosa bukal memungkinkan visualisasi yang bersih.

Gb.4. permukaan bawah dari lidah sangat bersifat vaskuler.

Gb.5. palatum keras bertempat dibagian anterior didalam atap mulut


Gb.6. spatel lidah memungkinkan perawat melihat uvula dan bagian posterior dari palatum
lunak.

Palpasi

Palpasi pada pengkajian mulut dilakukan terutama bila dari inspeksi belum diperoleh data
yang meyakinkan. Tujuan palpasi adalah untuk mengetahui bentuk dan setiap ada kelainan
pada mulut dapat diketahui dengan palpasi, yang antara lain meliputi pipi, dasar mulut,
palatum/langit-langit mulut dan lidah.

Cara palpasi agar tidak muntah

1. Atur posisi pasien duduk menghadap pemeriksa.

2. Anjurkan pasien untuk membuka mulut.

3. Pegang pipi diantara ibu jari dan jari telunjuk (jari telunjuk berada di dalam). Palpasin
pipi secara sistemik dan perhatikan adanya tumor atau pembengkakan. Bila ada
pembengkakan determinasikan menurut ukuran, konsistensi, hubungan dengan
daerahsekitarnya dan adanya nyeri.

4. Lanjutkan dengan palpasi pada palatum dengan jari telunjuk dan rasakan terhadap
adanya pembengkakan dan fisura.

5. Palpasi dasar mulut dengan cara pasien disuruh mengatakan “el” kemudian palpasi
dilakukan pada dasar mulut secara sistematis dengan jari telunjuk tangan kanan. Bila
diperlukan beri sedikit penekanandengan ibu jari dari bawah dagu untuk mempermudah
palpasi. Catat bila di dapatkan pembengkakan.

6. Palpasi lidah dengan cara pasien disuruh menjulurkan lidah, pegang lidah dengan kassa
steril menggunakan tangan kiri. Dengan jari penunjuk tangan kanan lakukan palpasi lidah
terutama bagian belakang dan batas-batas lidah.

You might also like