You are on page 1of 29

LAPORAN KEGIATAN

MINI PROJECT
DOKTER INTERNSHIP PUSKESMAS GE’ TENGAN
KABUPATEN TANA TORAJA
PERIODE FEBRUARI – MEI 2017

ANGKA KEMATIAN IBU DI WILAYAH PUSKESMAS GETENGAN

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Di Indonesia angka kematian ibu masih merupakan masalah utama dalam


bidang kesehatan. AKI mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait dengan masa
kehamilan, persalinan, dan nifas. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2007, Sampai saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia
menempati urutan teratas di Negara-negara ASEAN, yaitu 228 per 100.000 kelahiran
hidup. Angka ini lebih rendah dibandingkan AKI hasil SDKI tahun 2002-2003 yang
mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup.1

Dalam komitmen internasional Millenium Development Goals (MDGs),


penurunan kematian ibu melahirkan menjadi salah satu dari delapan tujuan (goals)
yang dirumuskan. Komitmen tersebut dituangkan Indonesia dalam arah pembangunan
jangka panjang kesehatan Indonesia tahun 2005-2025, yakni : meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan yang
mencakup, meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH) dari 69 tahun pada tahun
2005 menjadi 73,7 tahun pada tahun 2025, menurunnya Angka Kematian Bayi
(AKB) dari 32,3 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2005 menjadi 15,5 per 1.000
kelahiran hidup pada tahun 2025, dan menurunnya AKI dari 262 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2005 menjadi 74 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2025. 2

Berdasarkan indeks pembangunan manusia, Indonesia menempati urutan ke-


111 pada tahun 2009. Peringkat ini pun tidak bergeser dari tahun-tahun sebelumnya.
Selain bidang pendidikan dan ekonomi, bidang kesehatan memegang peranan penting
dalam permasalahan ini karena indikator perhitungan indeks pembangunan manusia
meliputi aspek kesehatan. Dua di antaranya adalah Angka Kematian Ibu (AKI) dan
Angka Kematian Bayi (AKB).

Saat ini status kesehatan ibu di Indonesia masih jauh dari harapan, ditandai
dengan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu 228 per 100,000 kelahiran
hidup (SDKI, 2007). Meskipun telah mengalami penurunan jika dibandingkan pada
tahun 2002-2003, yaitu 307 per 100.000 KLH, angka ini masih merupakan angka
tertinggi jika dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia (62), Srilanka
(58), and Philipina (230). Angka kematian ibu saat melahirkan yang telah ditargetkan
dalam MDGs pada tahun 2015 adalah 110, dengan kata lain akselerasi sangat
dibutuhkan sebab pencapaian target tersebut masih cukup jauh.3

Terdapat tiga jenis area intervensi yang dapat dilakukan untuk menurunkan
angka kematian dan kesakitan ibu dan neonatal yaitu melalui peningkatan pelayanan
antenatal yang mampu mendeteksi dan menangani kasus risiko tinggi secara
memadai, pertolongan persalinan yang bersih dan aman oleh tenaga kesehatan
terampil, pelayanan pasca persalinan dan kelahiran, serta pelayanan emergensi
kebidanan dan neonatal dasar (PONED) dan komprehensif (PONEK) yang dapat
dijangkau.4
Pemerintah Indonesia telah banyak melakukan kebijakan dan berbagai upaya
untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi, antara lain dengan kegiatan Gerakan
Sayang Ibu (GSI), Strategi Menyelamatkan Persalinan Sehat (Making Pregnant
Safer) dan penggunaan buku KIA.

Puskesmas salah satu kesatuan organisasi kesehatan fungsional tingkat


pertama yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat. Puskesmas
adalah pelaksana teknis Dinas Kesehatan, bertangung jawab terhadap upaya
penyelenggaraan kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat.5

Dari data tahunan Puskesmas Getengan masih di dapatkan angka kematian


maternal sebanyak 1 orang per 7 kelahiran pada bulan Februari – April tahun 2017.
Dari 4 kelurahan yang tercatat pada puskesmas getengan sebagai wilayah kerja
puskesmas angka kematian maternal terjadi di wilayah kelurahan getengan, kematian
maternal di sebabkan karena eklamsia. Angka kematian 1 orang merupakan suatu
masalah karena belum mencapai target angka kematian ibu nol.
Berdasarkan permasalahan yang telah di uraikan di atas, khususnya
permasalahan yang ada pada Puskesmas Getengan tentang angka kematian ibu yang
masih di dapatkan, kami tertarik untuk melakukan penelitian mini project tentang
kematian ibu.

I.2 Masalah

1. Berapa jumlah angka kematian ibu mulai bulan Februari sampai April
2017 di wilayah Puskesmas Getengan?
2. Apa penyebab kematian ibu mulai bulan Februari sampai April 2014 di
wilayah Puskesmas Getengan?

I.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui angka kematian ibu dan penyebabnya di wilayah Puskesmas
Getengan tahun 2017.
2. Tujuan khusus
Melakukan intervensi untuk menurunkan angka kematian ibu di wilayah
Puskesmas Getengan.

I.4 Manfaat Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai kendala dan solusi
terhadap pelaksanaan mengurangi angka kematian ibu dan meningkatkan deteksi dini
komplikasi selama kehamilan sebagai salah satu bentuk pelayanan kesehatan,
sehingga dapat bermanfaat:

1. Bagi Puskesmas dapat menjadi bahan acuan dan evaluasi dalam pelaksanaan
Mentedeksi Angka Kematian Ibu dan jumlah Kehamilan Resiko Tinggi
sehingga dapat mencapai tujuan program yang optimal.
2. Bagi Dinas Kesehatan sebagai sarana informasi sehingga dapat memberikan
sarana serta dukungan terhadap pelaksanaan Mendeteksi Angka Kematian
Ibu dan jumlah Kehamilan Resiko Tinggi di wilayah kerjanya
3. Bagi Dokter Internship sehingga dapat menambah pengetahuan serta
informasi mengenai manajemen puskesmas, khususnya pada pelaksanaan
Mentedeksi Angka Kematian Ibu dan jumlah Kehamilan Resiko Tinggi
sebagai salah satu pengalaman yang akan bermanfaat saat bertugas di
puskesmas pada masa yang akan datang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Upaya Kesehatan Wajib dan Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan


Ibu

Program kerja tentang kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu dari upaya
pelayanan wajib dari suatu pusat kesehatan masyarakat atau yang kerap disebut
puskesmas. Beberapa upaya wajib yang dilakukan adalah :7

1. Upaya promosi kesehatan

2. Upaya kesehatan lingkungan

3. Upaya perbaikan gizi

4. Upaya pencegahan & pemberantasan penyakit menular

5. Upaya kesehatan ibu, anak & kb

6. Upaya pengobatan dasar

Selain 6 (enam) upaya diatas, terdapat beberapa upaya pengembangan yang


dilakukan di suatu puskesmas. Diantaranya, usaha kesehatan sekolah, perawatan
kesehatan masyarakat, kesehatan usia lanjut, upaya kesehatan tradisional, dan
lainnya.

Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) menjadi
topik yang akan dibahas di dalam makalah ini. PWS KIA adalah alat manajemen
untuk melakukan pemantauan program KIA disuatu wilayah kerja secara terus
menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang
dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan
komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi,
dan balita.8

Dengan manajemen PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat


menjangkau seluruh sasaran di suatu wilayah kerja sehingga kasus dengan risiko
komplikasi kebidanan dapat ditemukan sedini mungkin untuk dapat memperoleh
penanganan yang memadai.

Penyajian PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat motivasi, informasi dan
komunikasi kepada sector terkait, khususnya aparat setempat yang berperan dalam
pendataan dan penggerakan sasaran maupun membantu dalam memecahkan masalah
non teknis misalnya: bumil KEK, rujukan kasus dengan resiko. Pelaksanaan PWS
KIA baru berarti bila dilengkapi dengan tindak lanjut berupa perbaikan dalam
pelaksanaan pelayanan KIA. PWS KIA dikembangkanuntuk intensifikasi manajemen
program. Walaupun demikian hasil rekapitulasinya di tingkat puskesmas dan
kabupatan dapat di pakai untuk menentukan puskesmas dan desa / kelurahan yang
rawan. Demikian pula rekapitulasi PWS KIA di tingkat propinsi dapat dipakai untuk
menentukan kabupaten yang rawan.

Berikut adalah beberapa cakupan dari program di KIA.8

1. Pelayanan Antenatal (K1 dan K4)


2. Pendeteksian ibu hamil, bersalin, dan nifas oleh tenaga kesehatan
3. Pendeteksian ibu hamil, bersalin, dan nifas oleh masyarakat
4. Kunjungan Neonatus
5. Kunjungan Bayi
6. Pelayanan Kesehatan Anak Pra Sekolah
7. Pelayanan Keluarga Berencana
8. Pelayanan Imunisasi
Dengan contoh dari cakupan yang Kunjungan antenatal care yang dibagi
menjadi Kunjungan 1 (K1) sebesar 95%, K4 sebesar 90%, pendeteksian ibu hamil,
bersalin, dan nifas oleh tenaga kesehatan sebesar 20%, pendeteksian ibu hamil,
bersalin, dan nifas oleh masyarakat sebesar 75%.

2.2 Angka Kematian Ibu


2.2.1 Definisi

Kematian ibu adalah kematian dari setiap wanita waktu hamil, persalinan, dan
dalam 90 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, tanpa
memeperhitungkan tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri
kehamilan (WHO).

Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat
hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan
tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan
bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup.9

Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian
dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya
kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena
kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti
kecelakaan, terjatuh dll (Budi, Utomo. 1985).

2.2.2 Kegunaan
Informasi mengenai tingginya MMR (maternal mother rate) akan bermanfaat
untuk pengembangan program peningkatan kesehatan reproduksi, terutama pelayanan
kehamilan dan membuat kehamilan yang aman bebas risiko tinggi (making
pregnancy safer), program peningkatan jumlah kelahiran yang dibantu oleh tenaga
kesehatan, penyiapan sistim rujukan dalam penanganan komplikasi kehamilan,
penyiapan keluarga dan suami siaga dalam menyongsong kelahiran, yang semuanya
bertujuan untuk mengurangi Angka Kematian Ibu dan meningkatkan derajat
kesehatan reproduksi.
2.2.3 Cara Menghitung

Kemudian kematian ibu dapat diubah menjadi rasio kematian ibu dan
dinyatakan per 100.000 kelahiran hidup, dengan membagi angka kematian dengan
angka fertilitas umum. Dengan cara ini diperoleh rasio kematian ibu kematian
maternal per 100.000 kelahiran.

Rumus

Dimana:

Jumlah Kematian Ibu yang dimaksud adalah banyaknya kematian ibu yang
disebabkan karena kehamilan, persalinan sampai 42 hari setelah melahirkan, pada
tahun tertentu, di daerah tertentu.

Jumlah kelahiran Hidup adalah banyaknya bayi yang lahir hidup pada tahun tertentu,
di daerah tertentu.

Konstanta =100.000 bayi lahir hidup.

Contoh

Berdasarkan data SDKI 2002 - 2003, Angka Kematian Ibu atau Maternal Mortality
Ratio(MMR) di Indonesia untuk periode tahun1998-2002, adalah sebesar 307 per
100.000 kelahiran hidup.

2.2.4 Keterbatasan
AKI sulit dihitung, karena untuk menghitung AKI dibutuhkan sampel yang
besar, mengingat kejadian kematian ibu adalah kasus yang jarang. Oleh karena itu
kita umumnya digunakan AKI yang telah tersedia untuk keperluan pengembangan
perencanaan program.

2.3 Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Kematian Ibu


2.3.1 Penyebab Langsung
2.3.1.1 Faktor reproduksi
A. Usia
Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan
persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan
pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal
yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali setelah
usia 30-35 tahun.

B. Paritas
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut pandang
kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka
kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal.
Resiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan
resiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan Keluarga Berencana.
Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan.

C. Komplikasi Obstetri
Penyebab kematian ibu. adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat
tekanan darah tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi.
Perdarahan, yang biasanya tidak biasa diperkirakan dan terjadi secara mendadak,
bertanggung jawab atas 28 persen kematian ibu. Sebagian besar kasus perdarahan
dalam masa nifas terjadi karena perdarahan post partum, retensio plasenta dan atonia
uteri. Hal ini mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses
kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal yang tepat
waktu.

a. Perdarahan Post Partum

Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam


setelah pesalinanberlangsung. Perdarahan post partum dibagi menjadi dua
bagian yaitu:

1. Perdarahan post partum primer


Perdarahan post partum primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama
Perdarahan post partum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa
plasenta, dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
2. Perdarahan post partum sekunder
Berdasarkan post partum sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab
utama perdarahan post partum sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa
plasenta dan membran.

Perdarahan post partum yang disebabkan oleh atonia uteri atau sisa
plasenta sering berlangsung sangat banyak dan cepat. Renjatan karena
perdarahan banyak segera akan disusul dengan kematian maternal, jika
masalah ini dapat diatasi secara cepat dan tepat oleh tenaga yang terampil dan
fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai.

b. Eklampsia
Eklampsia merupakan penyebab utama kedua kematian ibu, yaitu 13
10
persen kematian ibu di Indonesia (rata-rata dunia adalah 12 persen) .
Pemantauan kehamilan secara teratur sebenarnya dapat menjamin akses
terhadap perawatan yang sederhana dan murah yang dapat mencegah
kematian ibu karena eklampsia.
c. Aborsi yang tidak aman
Aborsi yang tidak aman. bertanggung jawab terhadap 11 persen
kematian ibu di Indonesia (rata-rata dunia 13 persen). Kematian ini
sebenarnya dapat dicegah jika perempuan mempunyai akses terhadap
informasi dan pelayanan kontrasepsi serta perawatan terhadap komplikasi
aborsi. Data dari SDKI 2002–2003 menunjukkan bahwa 7,2 persen kelahiran
tidak diinginkan.

d. Prevalensi pemakai alat kontrasepsi


Kontrasepsi modern memainkan peran penting untuk menurunkan
kehamilan yang tidak diinginkan. SDKI 2002–2003 menunjukkan bahwa
kebutuhan yang tak terpenuhi (unmet need) dalam pemakaian kontrasepsi
masih tinggi, yaitu sembilan persen dan tidak mengalami banyak perubahan
sejak 1997. Angka pemakaian kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate) di
Indonesia naik dari 50,5 persen pada 1992 menjadi 54,2 persen pada 2002 11.
Untuk indikator yang sama, SDKI 2002–2003 menunjukkan angka 60.3
persen.

e. Sepsis
Sepsis sebagai faktor penting lain penyebab kematian ibu sering terjadi
karena kebersihan (hygiene) yang buruk pada saat persalinan atau karena
penyakit menular akibat hubungan seks yang tidak diobati. Sepsis ini
berkontribusi pada 10 persen kematian ibu (rata-rata dunia 15 persen). Deteksi
dini terhadap infeksi selama kehamilan, persalinan yang bersih, dan perawatan
semasa nifas yang benar dapat menanggulangi masalah ini. Partus lama, yang
berkontribusi bagi sembilan persen kematian ibu (rata-rata dunia 8 persen),
sering disebabkan oleh disproposi cephalopelvic, kelainan letak, dan
gangguan kontraksi uterus.

f. Pertolongan persalinan oleh petugas kesehatan terlatih.


Pola penyebab kematian di atas menunjukkan bahwa pelayanan
obstetrik dan neonatal darurat serta pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan terlatih menjadi sangat penting dalam upaya penurunan kematian
ibu. Walaupun sebagian besar perempuan bersalin di rumah, tenaga terlatih
dapat membantu mengenali kegawatan medis dan membantu keluarga untuk
mencari perawatan darurat. Proporsi persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan terlatih terus meningkat dari 40,7 persen pada 1992 menjadi 68,4
persen pada 2002.11 Akan tetapi, proporsi ini bervariasi antarprovinsi dengan
Sulawesi Tenggara sebagai yang terendah, yaitu 35 persen, dan DKI Jakarta
yang tertinggi, yaitu 96 persen, pada 200211. Proporsi ini juga berbeda cukup
jauh mengikuti tingkat pendapatan. Pada ibu dengan dengan pendapatan lebih
tinggi, 89,2 persen kelahiran ditolong oleh tenaga kesehatan, sementara pada
12
golongan berpendapatan rendah hanya 21,3 persen. Hal ini menunjukkan
tidak meratanya akses finansial terhadap pelayanan kesehatan dan tidak
meratanya distribusi tenaga terlatih terutama bidan.

2.3.2 Penyebab tidak langsung

Risiko kematian ibu dapat diperparah oleh adanya anemia dan penyakit
menular seperti malaria, tuberkulosis (TB), hepatitis, dan HIV/AIDS. Pada 1995,
misalnya, prevalensi anemia pada ibu hamil masih sangat tinggi, yaitu 51 persen, dan
pada ibu nifas 45 persen.13

Anemia pada ibu hamil mempuyai dampak kesehatan terhadap ibu dan anak
dalam kandungan, meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi dengan
berat lahir rendah, serta sering menyebabkan kematian ibu dan bayi baru lahir. Faktor
lain yang berkontribusi adalah kekurangan energi kronik (KEK). Pada 2002, 17,6
persen wanita usia subur (WUS) menderita KEK.14
Tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, faktor budaya, dan akses terhadap
sarana kesehatan dan transportasi juga berkontribusi secara tidak langsung terhadap
kematian dan kesakitan ibu. Situasi ini diidentifikasi sebagai “3 T” (terlambat). Yang
pertama adalah terlambat deteksi bahaya dini selama kehamilan, persalinan, dan
nifas, serta dalam mengambil keputusan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ibu
dan neonatal. Kedua, terlambat merujuk ke fasilitas kesehatan karena kondisi
geografis dan sulitnya transportasi. Ketiga, terlambat mendapat pelayanan kesehatan
yang memadai di tempat rujukan.

Pelayanan kesehatan merupakan tantangan berikutnya yang perlu ditangani.


Termasuk di dalamnya adalah kualitas pelayanan yang disediakan oleh pemerintah
dan swasta serta penanganan disparitas akses pada kelompok rentan dan miskin. Data
terbaru menunjukkan bahwa jumlah bidan di desa (BDD) yang menyediakan
pelayanan bagi kelompok rentan dan miskin telah menurun 15.

Sedangkan kematian ibu umumnya disebabkan perdarahan (25%), infeksi


(15%), pre-eklampsia / eklampsia (15%), persalinan macet dan abortus. Mengingat
kematian bayi mempunyai hubungan erat dengan mutu penanganan ibu, maka proses
persalinan dan perawatan bayi harus dilakukan dalam sistem terpadu di tingkat
nasional dan regional.16

Penyebab kematian juga bisa bersumber dari aspek medis, sosial, budaya, dan
agama:

a. Aspek medis meliputi:


perdarahan (45,2%), eklamsia (12,9%), komplikasi aborsi (11,1), sepsis
postpartum (9,6%), persalinan lama (6,5%), anemia (1,6%) dan penyebab
tidak langsung (14,1%).
b. Aspek sosial, antara lain:
 Suami/keluarga tidak mengetahui dan tidak tanggap terhadap kondisi
setiap ibu hamil yang beresiko.
 Sikap individualistik masyarakat yang menganggap kelahiran adalah
tanggung jawab keluarga saja.
 Anggaran untuk kesehatan ibu hamil (bumil) dan ibu bersalin (bulin)
dalam rumah tangga masih dianggap tidak penting.
 Pelayanan persalinan yang tidak terjangkau oleh masyarakat kurang
mampu.
c. Aspek Agama, antara lain:
 Menganggap krisis selama persalinan merupakan hal yang biasa
karena meninggal ketika bersalin adalah mati syahid.
 Menganggap hamil dan bersalin sebagai kodrat perempuan: tidak
memperlakukan khusus bumil dan bulin.
 Jarangnya kajian agama yang memperbaharui anggapan tentang peran
suami/masyarakat dalam membantu bumil dan bulin.
 Sikap pimpinan agama yang cenderung mempunyai banyak anak
(melakukan 4-terlalu: sering, muda, banyak, tua.
d. Aspek Budaya:
 Terlalu banyak tabu yang merugikan bagi bumil dan bulin, baik dalam
makan maupun sikap.
 Hamil dan persalinan dianggap peristiwa alami yang biasa.
 Suami tidak sensitif; beban kerja rumah tangga bumil dan tanggung
jawabnya mencari nafkah masih sama seperti biasanya.
 Adanya bias gender; proses pengambilan keputusan masih di tangan
laki-laki, yakni suami, bapak, mertua, bahkan untuk keperluan periksa
hamil dan persalinan.

Dari beberapa aspek penyebab kematian seperti disebutkan di atas, penyebab


yang paling mendasar dari kematian ibu, menurut Azrul Azwar dari Departemen
Kesehatan, tidak semata-mata berhubungan langsung dengan kesehatan, seperti
perdarahan, eklamsia, atau kandungan yang gugur. Penyebab utamanya adalah
penyebab tidak langsung, yakni pendidikan dan perekonomian. Kedua hal tersebut
berpengaruh pada terbatas nya akses perempuan terhadap fasilitas pelayanan
kesehatan.
2.4 SOP Penentuan Faktor Resti Untuk Ibu Hamil

2.4.1 Faktor Resiko Ibu Hamil diantaranya

 Primi muda, hamil ke-1 umur kurang dari 16 tahun


 Primi tua, hamil ke-1 umur lebih dari 35 tahun, atau terlalu lambat hamil ke-1
kawin lebih dari 4 tahun.
 Terlalu lama hamil lagi, lebih dari 10 tahun.
 Terlalu cepat hamil lagi, kurang dari 2 tahun
 Terlalu banyak anak, Anak lebih dari 4
 Terlalu tua, umur lebih dari 35 tahun
 Tinggi badan kurang dari 145 cm
 Pernah gagal kehamilan
 Pernah melahirkan dengan tarikan tang / vakum
 Pernah melahirkan dengan Uri dirogoh
 Pernah melahirkan dengan diberi infuse/transfusi.
 Pernah operasi seksio
 Adanya penyakit pada ibu hamil : kurang darah, Malaria, TBC paru, Payah
jantung, kencing manis dan penyakit menular seksual.
 Adanya bengkak pada muka/tungkai dan tekanan darah tinggi.
 Hamil kembar 2 atau lebih.
 Hamil kembar air (Hydramnion).
 Bayi mati dalam kandungan.
 Kehamilan lebih bulan.
 Hamil letak sungsang.
 Hamil letak lintang.
 Hamil dengan perdarahan.
 Pre eklamsi berat (kejang)

2.4.2 Kriteria Faktor Resiko Tinggi Ibu Hamil diantaranya

1. HB kurang dari 8 gr %
2. Tekanan darah tinggi (Sistole > 140 mmHg, diastole > 90 mmHg)
3. Eklampsia
4. Oedema yang nyata
5. Perdarahan pervaginam
6. Ketuban pecah dini
7. Letak lintang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu
8. Letak sungsang pada primigravida
9. Infeksi berat / sepsis
10. Persalinan premature
11. Kehamilan ganda
12. 6.34 Janin yang besar
13. Penyakit kronis pada ibu ; Jantung, paru, ginjal, dll
14. Riwayat obstetric buruk, riwayat bedah sesar dan komplikasi kehamilan.

2.4.3 Penatalaksanaan sesuai kelompok Resiko :

a. Jumlah skor 2, termasuk kelompok Bumil resiko rendah (KRR), pemeriksaan


kehamilan bisa dilakukan bidan, tidak perlu dirujuk, tempat persalinan bisa di
polindes, penolong bisa bidan.
b. Jumlah skor 6-10, termasuk kelompok Bumil resiko Tinggi (KRT),
pemeriksaan kehamilan dilakukan bidan atau dokter, rujukan ke bidan dan
puskesmas, penolong persalinan bidan atau dokter.
c. Jumlah skor lebih dari 12, termasuk kelompok Resiko Sangat Tinggi (KRST),
pemeriksaan kehamilan harus oleh dokter, penolong harus dokter.

2.4.4 Indikator Kinerja

Faktor resti dapat diidentifikasi sedini mungkin sehingga dapat mengatasi


akibat dari resti itu sendiri dan menurunkan angka kematian ibu.

2.5 Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu


Telah banyak upaya yang dilakukan dalam menurunkan AKI dan AKB. Upaya
tersebut diantaranya adalah mulai tahun 1987 telah dimulai program safe motherhood
dan mulai tahun 2001 telah dilancarkan Rencana Strategi Nasional making pregnancy
safer (MPS). Adapun pesan kunci MPS adalah:

i. Setiap persalinan, ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih;


ii. Setiap komplikasi Obstetri dan neonatal mendapatkan pelayanan yang
adekuat;
iii. Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan
yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.

Upaya penanggulangan AKI saat ini:

A. Dibentuknya AMP di puskesmas


Audit Maternal Perinatal (AMP) menurut Departemen Kesehatan adalah suatu
kegiatan untuk menelusuri kembali sebab kesakitan dan kematian ibu dan perinatal
dengan tujuan mencegah kesakitan dan kematian yang akan datang. AMP merupakan
suatu investigasi kualitatif mendalam mengenai penyebab dan situasi di seputar
kematian maternal dan perinatal/neonatal baik yang ditangani di fasilitas kesehatan
termasuk bidan di desa atau bidan praktek swasta secara mandiri, maupun di
rumah.17,18

Dari kegiatan ini dapat ditentukan18

1. Sebab dan faktor-faktor terkait dalam kesakitan / kematian ibu dan perinatal
2. Tempat dan alasan berbagi sistem dan program gagal dalam mencegah kematian
3. Jenis intervensi yang dibutuhkan
Dasar terjadinya kematian dan kesakitan maternal dan perinatal/neonatal
seharusnya dapat diungkap tanpa harus membuka identitas pihak yang terkait kepada
asesor. Adapun umpan balik untuk kepentingan pembelajaran, pembinaan, dan
perbaikan tetap dapat diberikan kepada pihak yang bersangkutan karena identitas
pihak yang terkait diketahui oleh Koordinator AMP Kabupaten/Kota.3

Mekanisme Kerja Audit Maternal Perinatal (AMP)

Kasus kematian/kesakitan maternal dan perinatal/neonatal dilaporkan oleh


pasien/masyarakat, petugas pemberi pelayanan, dan institusi pemberi layanan ke
Puskesmas setempat. Untuk kematian yang terjadi di masyarakat, Bidan
Koordinator/Bidan Puskesmas yang ditunjuk akan melakukan otopsi verbal dengan
menggunakan formulir yang tersedia. Untuk kematian yang terjadi di Puskesmas atau
fasilitas kesehatan lainnya (RB, BPS, Bidan di desa), Bidan Koordinator/Bidan
Puskesmas yang ditunjuk akan melengkapi formulir kematian di fasilitas dan otopsi
verbalnya.3,9

Kasus kematian di RS baik pemerintah maupun swasta dilaporkan ke Dinas


Kesehatan setempat dalam waktu 3 hari. Formulir yang sudah dilengkapi dikirimkan
ke Sekretariat AMP Kabupaten/Kota setempat. Sekretariat mendata, meneliti
kelengkapan data, dan melaporkannya ke Koordinator. Data yang belum lengkap
harus dikembalikan ke Puskesmas pengirim untuk dilengkapi. Data yang terkumpul
dan sudah lengkap dibuat anonim. Sekretariat kemudian berkoordinasi dengan
Koordinator untuk mengagendakan pertemuan pengkaji dan menyiapkan segala
sesuatu yang berhubungan dengan pertemuan tersebut.5,9
Gambar 2.1 Alur Mekanisme Kerja Audit Maternal Perinatal (AMP)20

B. PONED 21
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) adalah pelayanan
untuk menanggulangi kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang terjadi pada
ibu hamil, ibu bersalin maupun ibu dalam masa nifas dengan komplikasi obstetri yang
mengancam jiwa ibu maupun janinnya. PONED merupakan upaya pemerintah dalam
menanggulangi Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di
Indonesia yang masih tinggi dibandingkan di Negara-negara Asean lainnya.
Pelayanan obstetri dan neonatal regional merupakan upaya penyediaan
pelayanan bagi ibu dan bayi baru lahir secara terpadu dalam bentuk Pelayanan
Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit dan
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar (PONED) di tingkat Puskesmas.
Puskesmas PONED adalah puskesmas yang memiliki fasilitas dan kemampuan
memberikan pelayanan untuk menanggulangi kasus kegawatdaruratan obstetri dan
neonatal selama 24 jam. Sebuah Puskesmas PONED harus memenuhi standar yang
meliputi standar administrasi dan manajemen, fasilitas bangunan atau ruangan,
peralatan dan obat-obatan, tenaga kesehatan dan fasilitas penunjang lain. Puskesmas
PONED juga harus mampu memberikan pelayanan yang meliputi penanganan
preeklampsi, eklampsi, perdarahan, sepsis, sepsis neonatorum, asfiksia, kejang,
ikterus, hipoglikemia, hipotermi, tetanus neonatorum, trauma lahir, Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR), sindroma gangguan pernapasan dan kelainan kongenital.
Alur pelayanan puskesmas PONED, setiap kasus emergensi yang datang di
setiap puskesmas mampu PONED harus langsung ditangani, setelah itu baru
melakukan pengurusan administrasi (pendaftaran, pembayaran & alur pasien).
Pelayanan yang diberikan harus mengikuti Prosedur Tetap (PROTAP).

Pelayanan yang Diberikan Puskesmas PONED


Puskesmas PONED harus memiliki tenaga kesehatan yang telah dilatih
PONED yaitu TIM PONED (Dokter dan 2 Paramedis). Pelayanan yang dapat
diberikan puskesmas PONED yaitu pelayanan dalam menangani kegawatdaruratan
ibu dan bayi meliputi kemampuan untuk menangani dan merujuk:
1. Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia)
2. Tindakan pertolongan Distosia Bahu dan Ekstraksi Vakum pada Pertolongan
Persalinan
3. Perdarahan post partum
4. infeksi nifas
5. BBLR dan Hipotermi, Hipoglekimia, Ikterus, Hiperbilirubinemia, masalah
pemberian minum pada bayi
6. Asfiksia pada bayi
7. Gangguan nafas pada bayi
8. Kejang pada bayi baru lahir
9. Infeksi neonatal
10. Persiapan umum sebelum tindakan kedaruratan Obstetri – Neonatal antara lain
Kewaspadaan Universal Standar.

C. GSI 22
Gerakan Sayang Ibu (GSI) merupakan upaya untuk meningkatkan
pemberdayaan perempuan dan mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi
yang masih tinggi dan merupakan gerakan masyarakat bekerja sama dengan
pemerintah. Dengan demikian, yang dimaksud dengan GSI adalah suatu gerakan
yang dilaksanakan oleh masyarakat bekerja sama dengan pemerintah untuk
meningkatkan perbaikan kualitas hidup perempuan (sebagai sumber daya manusia)
melalui berbagai kegiatan yang mempunyai dampak terhadap upaya penurunan angka
kematian ibu karena hamil, melahirkan, dan nifas, serta kematian bayi.

GSI yang kegiatannya ditunjang oleh Tim Pokja dan Tim Satgas GSI
diarahkan agar mampu mendorong masyarakat untuk berperan aktif dan
mengembangkan potensinya dengan melahirkan ide-ide kreatif dalam melaksanakan
GSI di daerahnya. Kegiatan-kegiatanya antara lain:

1. Melaksanakan pendataan ibu hamil, memberikan kode-kode terten tu untuk


memberi tanda bagi ibu hamil beresiko tinggi (tanda biru), untuk yang normal
diberi tanda kuning. Ini pertama kali dikembangkan di Sumatera Selatan, lalu
dikembangkan di daerah lain.
2. Melaksanakan kegiatan KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi), melalui
pengajian dan penyuluhan bagi calon pengantin, bisa juga dikembangkan
dalam bentuk nyanyian, tarian, operet, puisi sayang ibu. Hendaknya juga
didukung oleh para Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), Petugas
Depag, Dinas Kesehatan dan sebagainya.
3. Menyediakan Pondok Sayang Ibu. Ide ini pertama kali dicetuskan di
Lampung.
4. Menggalang Dana Bersalin (Arlin) dari masyarakat sebagai bentuk
kepedulian.
5. Menggalang sumbangan donor darah untuk membantu persalinan.
6. Menyediakan Ambulans Desa, bisa berupa becak, mobil roda empat milik
warga yang dipinjamkan.

D. Perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K)


Pemerintah telah melakukan upaya penurunan jumlah kematian ibu dan bayi
dengan meningkatkan cakupan maupun kualitas pelayanan. Peningkatan kemampuan
tenaga kesehatan pada Puskesmas Rawat Inap dengan PONED di wujudkan untuk
menanggulangi permasalahan dan kondisi kematian ibu dengan “penyebab
langsung.” Sedangkan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
(P4K) diharapkan mampu menyelesaikan masalah atau kondisi ”tidak langsung”
yang menyebabkan ibu dan bayi meninggal.
Kementerian Kesehatan RI telah meluncurkan Program Perencanaan
Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) dengan stiker yang telah terbukti
mampu meningkatkan secara signifikan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan dan Buku KIA sebagai informasi dan pencatatan keluarga yang mampu
meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan ibu, bayi, dan balita. Dengan
tercatatnya ibu hamil secara tepat dan akurat serta dipantau secara intensif oleh
tenaga kesehatan dan kader di wilayah tersebut, maka setiap kehamilan sampai
persalinan dan nifas diharapkan dapat berjalan dengan aman dan selamat.
Manfaat dari P4K adalah meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan
kesehatan ibu hamil, ibu bersalin. Ibu nifas dan bayi baru lahir melalui peningkatan
peran aktif keluarga dan masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman dan
persiapan menghadapi komplikasi dan tanda bahaya kebidanan dan bayi baru lahir
bagi ibu sehingga melahirkan bayi yang sehat. Dengan sasaran semua ibu hamil yang
ada di wilayah tersebut.

Gambar 2.1 Stiker P4K

2.6 Standar Pelayanan Minimal 23


Standar pelayanan minimal untuk AKI sendiri belum ada, namun dari bahan
yang didapatkan mengacu pada standar sebagai berikut.

Dimana:

Jumlah Kematian Ibu yang dimaksud adalah banyaknya kematian ibu yang
disebabkan karena kehamilan, persalinan sampai 42 hari setelah melahirkan, pada
tahun tertentu, di daerah tertentu.
Jumlah kelahiran Hidup adalah banyaknya bayi yang lahir hidup pada tahun tertentu,
di daerah tertentu.

Konstanta =100.000 bayi lahir hidup.

Walaupun tidak terdapat standar pelayanan minimal khusus dalam


pelaksanaan AMP, banyak standar pelayanan minimal dalam upaya kesehatan ibu dan
anak yang berkaitan dengan program AMP, yaitu sebagai berikut.
1. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-1

2. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-4

3. Cakupan Komplikasi Kebidanan yang ditangani

4. Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan yang Memiliki


Kompetensi Kebidanan

5. Cakupan Pelayanan Nifas


Indikator khusus yang mengevaluasi keberhasilan pelaksanaan AKI belum
ada. Namun, indikator keberhasilan pelaksanaan AKI saat ini ditandai dengan
terbentuknya tim AMP di tingkat puskesmas, adanya pelaporan dan audit kematian
maternal/neonatal di wilayah kerja Puskesmas dari Tim AMP ke Dinas
Kesehatan/Kota, adanya pembelajaran bersama antartim AMP Puskesmas dalam
wilayah Dinas Kesehatan/Kota tertentu tentang audit maternal perinatal yang ada,
kerja sama tim antartim AMP Puskesmas dengan tim AMP Dinas Kabupaten/ Kota,
dan adanya peran serta masyarakat dalam pelaporan kematian maternal/ perinatal di
lingkungan sekitarnya.

2.7 PWS-KIA (buku PWS-KIA)24

PWS KIA adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA
di suatu wilayah kerja secara terus-menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang
cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputi program pelayanan ibu hamil,
ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, dan keluarga berencana,
bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan balita. Kegiatan PWS
KIA terdiri dari pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data serta
penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan pihak/instansi terkait dan
tindak lanjut.

Kegiatan pokok PWS KIA, meliputi:

1. Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil di


semua fasilitas kesehatan.
2. Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten,
diarahkan ke fasilitas kesehatan.
3. Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua fasilitas
kesehatan.
4. Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua fasilitas
kesehatan.
5. Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan

Indikator pemantauan pws kia, meliputi:

1. Cakupan pelayanan antenatal pertama kali (K1)


2. Cakupan pelayanan antenatal minimal 4 kali (K4)
3. Cakupan persalinan ditolong tenaga kesehatan (Pn)
4. Cakupan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan (Kf 3)
5. Cakupan pelayanan neonatus pertama kali (KN 1)
6. Cakupan pelayanan neonatus lengkap (KN Lengkap)
7. Deteksi faktor risiko dan komplikasi maternal oleh masyarakat
8. Cakupan penanganan komplikasi maternal (PK)
9. Cakupan penanganan komplikasi neonatus (NK)
10. Cakupan pelayanan kesehatan bayi (K Bayi)
11. Cakupan pelayanan kesehatan anak balita (K Balita)
12. Cakupan pelayanan kesehatan anak balita sakit yang dilayani dengan MTBS
13. Cakupan peserta KB aktif (contraceptive prevalence rate, CPR) dan neonatus
oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat.
14. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara adekuat
dan pengamatan terus-menerus oleh tenaga kesehatan.
15. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di semua
fasilitas kesehatan.
16. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai standar di
semua fasilitas kesehatan.
17. Peningkatan pelayanan KB sesuai standar

Dengan PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat ditingkatkan dengan


menjangkau seluruh sasaran di suatu wilayah kerja. Dengan terjangkaunya seluruh
sasaran maka diharapkan seluruh kasus dengan faktor risiko atau komplikasi dapat
ditemukan sedini mungkin agar dapat memperoleh penanganan yang memadai.
BAB III

PENGUMPULAN DATA DAN ANALISIS DATA

3.1 Angka Kematian Ibu 2017

Hasil survey dan laporan yang didapatkan di wilayah Puskesmas Getengan


tahun 2017 terdapat kematian ibu. Data Kelahiran Ibu di Kecamatan Mengkendek
dari bulan Februari-April 2017

No. Bulan Angka Angka Penyebab


Kelahiran Kematian Ibu Kematian

1 Februari 1 0 -

2 Maret 4 1 Eklamsia

3 April 2 0 -

JUMLAH 7 1
Terdapat 1 ibu yang meninggal di wilayah puskesmas getengan dari 7
kelahiran sejek 3 bulan terakhir dengan data sebagai berikut :

1. Bulan Maret :
Ibu VA, 32 tahun, G3P2A0, usia kehamilan 8 bulan, Riwayat SC Pada
anak ke-2 indikasi serotinus. Resiko kehamilan (-) pada trimester 1 dan 2
dilakukan pemeriksaan ANC di Puskesmas Getengan hasil tekanan darah
110/80 dan DJJ 132 pada trimester 1 dan 110/60 pada trimeseter 2 dengan
DJJ 139, HB 10, trimester ke 3 pasien diperiksa di Puskesmas Makale
dengan kondisi edem dan ditemukan proteinuria ++ namun hasil
pemeriksaan tekanan darah 120/80.

Menurut MDG’s Target Angka Kematian Ibu adalah 0 kelahiran hidup. Hasil
yang ditemukan pada puskesmas getengan terdapat 1 kematian ibu dalam waktu 3
bulan terakhir.

Dapat disimpulkan pada tahun 2017, puskesmas getengan masih belum


memenuhi target angka kematian Ibu sesuai target MDG’s 2015, setelah ditelusuri
kemungkinan kematian ibu adalah Eklamsia sehingga diperlukan intervensi lebih
lanjut dalam pemeriksaan ibu hamil untuk mencegah kematian ibu lebih banyak
ditahun 2017 secara khusus di wilayah jangkauan Puskesmas Getengan.

Peserta Internship Pendamping

(dr. Benny Tanjung) (dr. Sunarti)

You might also like