You are on page 1of 36

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah penting bagi kesehatan karena merupakan
salah satu penyebab utama kematian. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian
akibat TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang.
Data terbaru yang dikeluarkan WHO pada bulan Maret 2009 dalam Global TB Control
Report 2009, menunjukkan bahwa pada tahun 2008, prevalensi TB dunia adalah 5-7 juta kasus,
baik kasus baru maupun kasus relaps. Dari prevalensi ini, 2,7 juta diantaranya adalah kasus basil
tahan asam (BTA) positif baru, dan 2,1 juta kasus BTA (-) baru.
Tuberkulosis di Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia setelah India dan Cina
(Depkes RI, 2006). Menurut WHO dalam Global TB Control Report (2009), prevalensi TB di
Indonesia pada tahun 2008 adalah 296.514 ribu kasus baru maupun relaps. Angka insidensi
kasus baru BTA positif TB di Indonesia berdasarkan hasil survei Depkes RI tahun 2007 pada 33
propinsi adalah 104 per 100.000 penduduk. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar
10% dari total jumlah pasien TB di dunia. Menurut laporan Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) pada tahun 2007 dalam Depkes RI (2009), menunjukkan bahwa penyakit TB
merupakan penyebab kematian nomor dua setelah penyakit kardiovaskuler (stroke) pada semua
kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anamnesis
Anamnesis merupakan hal yang wajib dilakukan dalam pemeriksaan setiap
penyakit, karena sebagian besar diagnosis dapat dipikirkan hanya dari anamnesis.
a. Anamnesis umum
 Identitas2
Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien yang
dihadapi adalah memang benar pasien yang dimaksud, selain itu identitas
juga perlu untuk data penelitian, asuransi, dan sebagainya.
Indentitas biasanya meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir,
jenis kelamin, nama orang tua atau suami atau istri atau penanggung
jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama.
Dari kasus yang didapat dari hasil anamnesis didapatkan usia pasien
adalah 56 tahun.
 Keluhan utama (chief compalint)
Keluhan utama merupakan keluhan yang dirasakan pasien
sehingga membawa pasien pergi ke dokter.
Dari kasus didapatkan pasien mengeluh batuk tak kunjung sembuh selama
empat bulan, batuk berdahak putih dan tiga hari yang lalu ada bercak
darah saat batuk. Pasien merasa semakin kurus dalam enam bulan terakhir.
b. Anamnesis terarah
Pada anamnesis terarah kita mengajukan pertanyaan yang berhubungan
dengan keluhan utama pasien.
Dari kasus didapatkan keluhan yang membawa pasien ke dokter adalah batuk
yang berlangsung lama disertai dahak berwarna putih dan tiga hari yang lalu
ada bercak darah. Keadaan penting dari kasus pasien yang harus kita cermati
adalah timbulnya bercak darah saat batuk. Batuk darah atau hemoptisis bisa
disebabkan oleh perdarahan dalam jalan napas, tumor jinak maupun ganas,

2
infeksi (termasuk bronkitis, abses paru, bronkiektasi, tuberkulosis, penumonia
dan infeksi jamur), infark paru, cedera dan kelainan lain yang jarang, seperti
aneurisma arteriovena.
 Riwayat penyakit sekarang2,3
Batuk : batu sebenarnya merupakan refleks faali untuk memberikan jalan
napas, tetapi juga menjadi tanda penyakit yang menyebabkan rangsangan
mukosa trakea dan bronkus.
Sputum : sputum merupakan bahan yang dikeluarkan dari paru, bronkus
dan trakea melalui mulut. Jumlah, ciri-ciri fisik, warna, kualitas dam bau
memberikan petunjuk penting tentang sifat penyakit paru. Mukus murni
berwarna putih atau bening dan tidak ada rasanya – sering kali merupakan
hasil proses iritatif akut atau kronik. Infeksi purulen biasanya mengubah
sputum menjadi kuning atau hijau.
Hemoptisis : gambaran hemoptisis dan keluhan dan tempat penemuan
yang berkaitan biasanya menunjukkan diagnosisnya. Bila gangguna
integritas pembuluh darah ringan dan terbatas pada mukosa bronkial,
timbul sedikit bercak darah pada sputum. Volume darah yang banyak dan
berwarna merah terang biasanya melibatkan pembuluh arteri bronkial.
Campuran darah dan mukus berarti infeksi atau peradangan kronik.
Nyeri dada : nyeri dada dapat berasal dari dinding toraks atau pleura
parietalis, tidak dari pleura viseralis dan jaringan paru karena jaringan ini
tidak mengandung saraf sensorik. Nyari pleura disebebkan oleh
rangsangan pleura, seperti pada peluritis, infark paru atau tumor. Nyeri
terutama dirasakan saat inspirasi.
Pada kasus pasien tidak mengalami sesak dan nyeri dada.
 Riwayat penyakit terdahulu2
Hal-hal yang dapat ditanyakan adalah sebagai berikut : pernah
mengalami keluhan yang sama pada masa lalu, riwayat penyakit yang
sama dalam lingkungan keluarga atau lingkungan sekitar tempat tinggal,
riwayat kontak dengan penderita penyakit dengan gejala yang sama.2

3
Dari kasus didapatkan pasien mempunyai riwayat pengobatan paru selama
enam bulan dan mempunyai riwayat kencing manis sejak satu tahun yang
lain.
 Riwayat kehidupan sosial2
Kehidupan sosial pasien juga merupakan faktor resiko terjadinya
suatu penyakit. Hal ini bisa berhubungan dengan pekerjaan, lingkungan
hidup, pergaulan dan lain sebagainya.

B. Pemeriksaan1
1. Fisik
Pemeriksaan pertama yang perlu dilakukan adalah melihat keadaan umum pasien.
Mungkin bisa ditemukan konjungtiva mata atau kulit pucat karena anemia, suhu
demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun.
Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan adanya kelainan
terutama pada kasus – kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik.
Demikian juga apabila sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit menemukan
kelainan dalam pemeriksaan fisik, karena hantaran getaran / suara lebih dari 4 cm ke
dalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi, maupun auskultasi. Secara anamnesis
dan pemeriksaan fisik, TB paru sulit dibedakan dengan pneumonia biasa.
Pada TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak paru). Bila
dicurigai adanya infiltrate yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan
auskultasi suara napas bronchial. Akan didapatkan juga suara napas tambahan berupa
ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrate ini diliputi oleh penebalan
pleura, suara napasnya menjadi vesikuler lemah. Bila terdapat kavitas yang cukup
besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberi
suara amforik,.
Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan
retraksi otot – otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi
mediastinum atau paru lainnya, sedangkan paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi.
Bila jaringan fibrotic amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru – paru,
akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan

4
tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya cor pulmonale dan
gagal jantung kanan.
Bila tuberculosis mengenai pleura, sering membentuk efusi pleura, sehingga paru
yang sakit akan terlihat tertinggal waktu pernapasan, dan perkusi akan memberikan
suara pekak, auskultasi akan memberikan suara napas yang lemah sampai tidak
terdengar sama sekali.
Dalam klinis, TB paru sering asimtomatik dan penyakit baru dicurigai dengan
didapatkannya kelainan radiologis paru atau uji tuberculin positif.
2. Penunjang
 Radiologis
Radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi
tuberculosis. Walaupun membutuhkan biaya lebih dibanding pemeriksaan
sputum, namun dalam beberapa kasus akan memberi keuntungan seperti pada
tuberculosis anak – anak dan tuberculosis milier. Pada keadaan di atas
diagnosis dapat diperoleh hanya melalui pemeriksaan radiologis dada, karena
pemeriksaan sputum hampir selalu negative.
Lokasi lesi TB umumnya di daerah apeks paru (segmen apical lobus atas atau
segmen apical lobus bawah), dan dapat juga mengenai lobus bawah (bagian
inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada
tuberculosis endobronkial).
Pada awal penyakit saat lesi masih berupa sarang – sarang pneumonia,
gambaran radiologisnya berupa bercak – bercak seperti awan dan memiliki
batas yang tidak tegas. Apabila lesi sudah diliputi dengan jaringan ikat maka
bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal
sebagai tuberkuloma.
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula – mula berdinding tipis,
dan makin lama dindingnya menjadi sklerotik dan terlihat menebal. Apabila
terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris – garis. Pada kalsifikasi
bayangannya tampak sebagai bercak – bercak padat dengan densitas tinggi.
Gambaran TB milier terlihat berupa bercak – bercak halus yang umumnya
tersebar merata pada seluruh lapangan paru.

5
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberculosis paru adalah
penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura),
bayangan hitam radiolusen di pinggir pleura/ paru (pneumothorax).
Pada tuberculosis sering menunjukkan gambaran yang aneh, terutama
gambaran radilogisnya, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan penunjang
lainnya.
 Laboratorium
- Darah
Pemeriksaan darah kurang atau jarang dilakukan karena hasilnya kadang –
kadang meragukan. Pada tuberculosis baru mulai (aktif) akan didapatkan
jumlah leukosit yang agak sedikit meningkat, limfosit masih di bawah
normal, laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh,
jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap
darah mulai turun kearah normal lagi.
Hasil pemeriksaan darah lain juga didapatkan anemia ringan dengan
gambaran normokrom dan normositer, gamma globulin meningkat dan
kadar natrium darah menurun.

Pemeriksaan serologi yang banyak digunakan yakni Peroksidase Anti


Peroksida (PAP-TB) yang mempunyai nilai sensitivitas dan spesifisitas cukup tinggi
(85-95%). Pemeriksaan ini kurang bermanfaat sebagai sarana tunggal untuk
diagnosis TB. Prinsip dasar adalah dengan menentukan adanya antibodi
IgG yang spesifik terhadap antigen M.tuberculosae. Sebagai
antigen dipakai polimer sitoplasma M.tuberkulin var Bovis BCG yang
dihancurkan secara ultrasonic dan dipisahkan secara ultrasentrifus. Hasil
dinyatakan patologis bila pada titer 1:100.000 didapatkan hasil uji PAP-
TB positif. Hasil positif palsu masih didapatkan pada pasien reumatik,
kehamilan dan masa bulan re-vaksinasi BCG.
- Sputum
Pemeriksaan sputum sangat penting karena merupakan cara untuk
mengidentifikasi basil TB. Mengidentifikasi basil TB dalam dahak adalah
metode yang lebih akurat dari pada menunjukkan sensitisasi untuk basil

6
TB (Mantoux tes kulit) ketika mendiagnosis tuberkulosis. Tes dahak
yang biasa digunakan adalah pemeriksaan hapusan dahak dan pemeriksaan
dengan biakan. Basil TB dalam dahak biasanya diidentifikasi dengan
melihat basil TB bawah mikroskop atau dengan kultur basil TB. Sebuah
spesimen dahak untuk pemeriksaan jauh lebih sulit pada anak-anak. Oleh
karena itu metode lain harus digunakan pada anak-anak muda, terutama
anak-anak dibawah usia enam tahun yang biasanya menelan dahak mereka.
Diantaranya metode yang digunakan adalah aspirasi lambung. Jika contoh
dahak tidak dapat terbatuk oleh seorang anak dianjurkan untuk mengumpulkan
contoh cairan lambung yang berisi dahak yang ditelan. Aspirasi lambung yang
terbaik dikumpulkan di pagi hari sebelum makan pertama, anak yang telah
nihil per mulut selama setidaknya enam jam. Sebuah tabung nasogastrik
dilewatkan melalui hidung bayi dan mendorongnya ke dalam perut.
Setelah sampel dari aspirasi lambung diperoleh, tabung dikeluarkan. Ini
merupakan prosedur yang tidak nyaman bagi anak.
Pemeriksaan hapus dahak di bawah mikroskop adalah cara termudah
untuk mengidentifikasi basil TB dan merupakan uji tertua yang digunakan
dalam mengidentifikasi pasien dengan tuberculosis. Metode tradisional
pewarnaan Ziehl-Neelsen digunakan dan kemudian mencari basil TB di bawah
mikroskop cahaya. Dengan metode ini basil TBC pertama bernoda dan kemudian
dicuci dengan asam. Sebagai hasilnya pasien TB dengan BTA positif
(basil TB dilihat) disebut 'pasien BTA-positif'. Mereka jauh lebih menular
dibandingkan pasien dengan TB yang 'negatif smear. Meningkatnya bacil
TB terlihat, semakin menular pasien pada orang lain. Namun, pemeriksaan
ini tidak handal pada anak-anak kerana banyak anak-anak dengan TB paru
hanya mempunyai beberapa basil TB dalam dahak mereka. Jika
pemeriksaan BTA positif anak memiliki TB paru. Namun noda negatif tidak
mengesampingkan tuberculosis. Basil TB dapat dikultur (tumbuh), terutama
dari anak-anak dengan TB paru. Namun tidak mungkin untuk basil TB
dikultur dari semua anak-anak dengan tuberkulosis.

7
Metode pengumpulan dahak yang sama yang digunakan untuk
pemeriksaan dahak BTA, juga digunakan untuk kultur dahak. Hal ini
penting untuk menjaga specimen dahak dingin di 4-10 ° C dan
menghantarnya ke laboratorium TB sesegera mungkin. Baik medium padat
atau cair yang digunakan. Mungkin butuh waktu 4-8 minggu untuk mendapatkan
kultur positif pada media padat walaupun pertumbuhan basil TB lebih
cepat di dua sampai tiga minggu dengan cairan (kaldu) menengah.
Menunggu lama ini adalah masalah utama dengan budaya TB. Namun,
keuntungannya adalah bahwa sensitivitas obat atau resistensi pengujian
dapat dilakukan jika budaya yang positif diperoleh. Seperti pewarnaan
BTA, budaya dahak pada anak-anak tidak sensitif seperti pada orang
dewasa, karena anak biasanya jauh lebih sedikit basil TB dalam sputum.
Kultur jauh lebih akurat dari pemeriksaan hapusan dahak karena dapat
mendeteksi basil TB jauh lebih sedikit. Kultur mungkin positif ketika
BTA negatif pada anak atau orang dewasa dengan TB. Oleh karena itu
budaya TB sangat penting, terutama jika BTA negatif pada anak dengan
sejarah, pemeriksaan klinis, tes Mantoux kulit dan sinar-X
dada menunjukkan TBC.
- Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini sangat sering digunakan untuk membantu
menegakkan diagnosis tuberculosis terutama pada anak – anak.
Biasanya dipakai tes Mantoux yaitu dengan menyuntikkan 0,1 cc
tuberculin PPD (purified protein derivates) intrakutan berkekuatan 5
Tuberkulin Unit (intermediate strength). Apabila takut terjadi reaksi hebat
dengan 5 TU, dapat diberikan dulu 1 atau 2 TU (first strength). Kadang –
kadang bila dengan 5 TU masih memberikan hasil negative dapat diulangi
dengan 250 TU (second strength). Bila dengan 250 TU masih
menunjukkan hasil negative juga, berarti tuberculosis dapat disingkirkan.
Tetapi pada umumnya tes Mantoux dengan menggunakan 5 TU sudah
cukup berarti.

8
Tes tuberculin hanya menyatakan apakah seseorang individu
sedang atau pernah mengalami infeksi M. tuberkulosa, M. bovis, vaksinasi
BCG dan Mycobacteria paatogen lainnya.
Dasar reaksi dari tuberculin test ini adalah reaksi alergi tipe
lambat. Pada penularan dengan kuman pathogen baik yang virulen
ataupun tidak (Mycobacterium tuberculosae atau BCG) tubuh manusia
akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibody selular
pada permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibody
humoral yang dalam perannya akan menekan antibody selular.
Bila pembentukan antibody seluler cukup, misalnya pada
penularan dengan kuman yang sangat virulen dan jumlah kuman sangat
besar atau pada keadaan dimana pembentukan antibody humoral sangat
berkurang (missal pada keadaan hipogama-globulinemia), maka akan
mudah terjadi penyakit setelah penularan.
Setelah 48 – 72 jam tuberculin disuntikkan, akan timbul indurasi
kemerahan yang terdiri dari infiltrate limfosit yakni reaksi persenyawaan
antara antibody selular dengan antigen tuberculin. Banyak sedikitnya
reaksi persenyawaan antibody selular dan antigen tuberculin sangat
dipengaruhi oleh antibody humoral, makin besar pengaruh antibody
humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan.
Berdasarkan hal – hal tersebut di atas, hasil tes Mantoux ini dibagi
dalam :
1. Indurasi 0 - 5 mm : berarti mantoux negative = golongan no
sensitivity. Di sini peran antibody humoral sangat menonjol.
2. Indurasi 6 – 9 mm : hasil meragukan = golongan low grade sensitivity.
Di sini peran dari antibody humoral masih menonjol.
3. Indurasi 10 – 15 mm : mantoux positif = golongan normal sensitivity.
Di sini peran dari antibody humoral seimbang dengan antibody seluler.
4. Indurasi 10 – 15 mm : mantoux positif kuat = golongan
hypersensitivity. Di sini peran antibody seluler paling menonjol.

9
Biasanya hamper seluruh pasien tuberculosis memberikan hasil
Tes Mantoux yang positif (99,8%).
Kelemahan tes ini dapat terjadi positif palsu pada pemberian BCG
atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain. Negative palsu lebih banyak
ditemui dari pada positif palsu. Hal – hal yang memberikan reaksi
tuberculin berkurang (negative palsu) yakni :
a. Pasien yang baru 2 – 10 minggu terpajan tuberculosis
b. Keadaan anergi, penyakit sistemik berat (sarkoidosis, LE)
c. Penyakit eksantematous dengan panas yang akut : morbili,
cacar air, poliomyelitis
d. Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat – obat
imunosupresif lainnya
e. Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan.

Untuk pasien HIV, tes Mantoux kurang lebih 5 mm, dinilai positif.
C. Diagnosis
1. Working diagnosis4
 Tuberkulosis Paru:
Diagnosis tuberculosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, gambaran radiologis dan
penunjang lainnya.
o Gejala klinis:
Gejala klinis tuberculosis paru dibagi menjadi 2 bagian:
a. Gejala respiratorik:
Batuk > 3 minggu, berdahak, batuk darah, nyeri dada (timbul bila
infiltrasi radang sudah samapi ke pleura), sesak napas.
Gejala respiratorik sangat bervariasi, mulai dari tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat, tergantung dari luas lesi.
b. Gejala sistemik:
Demam, keringat malam, malaise, anoreksia, berat badan menurun.

10
Penderita dengan gejala tersebut dianggap sebagai curiga TB dan harus
diperiksa dahaknya. Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali (pagi-sewaktu-
pagi/ SPS) dengan pewarnaan.

o Pemeriksaan fisik:
Tanda fisik penderita TB tidak khas (seperti yang sudah dijelaskan
pada pemeriksaan fisik), tidak dapat membantu untuk membedakan
TB dengan penyakit paru lain. Tanda fisik tergantung pada lokasi
kelainan serta luasnya kelainan struktur paru. Dapat ditemukan tanda –
tanda antara lain penarikan struktur sekitar, suara napas bronchial,
amforik, ronki basah. Pada efusi pleura didapatkan gerak napas
tertinggal, keredupan dan suara napas menurun samapi tidak terdengar.
Bila terdapat limfadenitis tuberkulosa didapatkan pembesaran kelenjar
lmfe, sering di daerah leher, kadang disertai adanya scrofuloderma.
o Pemeriksaan laboratorium:
Pemeriksaan bakteriologis sangat berperan untuk menegakkan
diagnosis. Specimen dapat berupa dahak, cairan pleura, cairan serebro
spinalis, bilasan lambung, bronchoalveolar lavage, urin, dan jaringan
biopsy. Pemeriksaan dapat dilakukan secara mikroskopis dan biakan.
Pemeriksaan dahak untuk menemukan basil tahan asam merupakan
pemeriksaan yang harus dilakukan pada seseorang yang dicurigai
menderita tuberculosis atau suspek TB. Pemeriksaan dahak dilakukan
3 kali (sewaktu-pagi-sewaktu), dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen atau
Kinyoun-Gabbet. Interpretasi pembacaan didasarkan pada skala
IUATLD (international union against tuberculosis and lung diseases)
atau bronkhorst.
Diagnosis TB paru ditegakkan dengan ditenukannya basil tahan
asam pada pemeriksaan hapusan sputum secara mikroskopis. Hasil
pemeriksaan dinyatakan positif (+) bila sedikitnya 2 dari 3 spesimen
dahak ditemukan BTA (+).
Bila hanya 1 spesimen positif, perlu pemeriksaan foto thoraks atau
SPS ulang. Bila foto thorax mendukung TB maka diagnosis sebagai

11
TB paru BTA (+). Bila foto toraks tidak mendukung TB maka perlu
dilakukan pemeriksaan SPS ulang. Bila SPS ulang hasilnya negative
berarti bukan penderita TB. Bila SPS positif, berarti penderita TB
BTA (+). Bila foto torax mendukung TB tetapi pemeriksaan SPS
negative, maka diagnosisnya TB paru BTA negative rontgen positif.
o Foto torax:
Pada kasus dimana pada pemeriksaan sputum SPS positif, foto toraz
tidak perlu dilakukan lagi. Pada beberapa kasus dengan hapusan positif
yang perlu dilakukan foto torax apabila terjadi beberapa keadaan di
bawah ini, yaitu:
 Dicurigai adanya komplikasi (misal: efusi pleura,
pneumothorax).
 Hemoptisis yang berulang atau berat.
 Didapatkan hanya 1 spesimen BTA (+).

Gambaran radiologis yang dicurigai lesi TB aktif :

a. Bayangan berawan / nodular di segmen apical dan posterior


lobus atas dan segmen superior lobus bawah paru.
b. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak
berawan atau nodular.
c. Bayangan bercak milier
d. Efusi pleura

Gambaran radiologis yang dicurigai TB inaktif :

a. Fibrotic, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus


atas dan atau segmen superior lobus bawah.
b. Kalsifikasi
c. Penebalan pleura

Destroyed lung :

12
Gambaran radiologis yang menunjukkan kerusakan jaringan paru
yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru. Sulit untuk
menilai aktivitas penyakit berdasarkan gambaran radiologis
tersebut. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologis untuk
mengetahui aktivitas penyakit.

Luas proses yang tampak pada foto torax untuk kepentingan


pengobatan dinyatakan :

a. Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua
paru dengan luas lesi tidak lebih dari volume paru yang terletak
di atas Chondrosternal junction dari iga kedua dan prosesus
spinosus vertebra torakalis IV, atau korpus vertebra torakalis V
(sela iga ke-2) dan tidak dijumpai kaviti.
b. Lesi luas, bila proses lebih dari lesi minimal.
o Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan darah rutin kurang spesifik. LED penting sebagai


indicator kestabilan penyakit sehingga dapat digunakan untuk evaluasi
penyembuhan.

Pemeriksaan serologi dilakukan dengan metoda ELISA, PAP-TB.


Dapat juga digunakan teknik lain seperti PCR, RALF (restrictive
fragment length polymorphisms), LPM (light producting
maybacterophage).

Pemeriksaan histopatologi jaringan, diperoleh melalui


transbronchial lung biopsy, transthoracal biopsy, biopsy paru terbuka,
biopsy pleura, biopsy kelenjar dan organ lain di luar paru. Diagnosis
TB ditegakkan bila jaringan menunjukkan adanya granuloma dengan
perkejuan.

Definisi kasus :

13
Dalam menegakkan diagnosis TB, dan sebelum menentukan
pengobatan, harus ditentukan pula definisi kasus TB. Definisi kasus
ditentukan oleh 4 determinan yaitu:

a. Definisi kasus berdasarkan lokasi penyakit:


1. TB paru yaitu jika penyakit melibatkan parenkim paru
2. TB ekstra paru yaitu TB pada organ selain paru
b. Definisi kasus berdasarkan hasil hapusan dahak :
1. TB paru BTA (+), yaitu bila 2 atau lebih dari pemeriksaan
dahak didapatkan BTA (+) atau satu BTA (+) plus
abnormalitas radiologis yang menunjukkan TB paru, atau satu
hapusan BTA (+) plus kultur M. tb positif.
2. TB paru BTA (-), yaitu diluar definisi pada BTA (+) tersebut.
c. Definisi kasus berdasarkan beratnya penyakit :
Lokasi penyakit, luasnya kelainan, bacillary load menentukan
beratnya penyakit.
Yang dikelompokkan berat jika penyakit dapat mengancam jiwa
atau dapat menimbulkan cacat (TB milier, efusi pericardial, efusi
pleura massif atau bilateral meningitis TB, TB spinal, intestinal,
dan genitourinaria).
d. Definisi kasus berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya :
1. Kasus baru (new case) :
Penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang atau tidak lebih dari 1 bulan.
2. Kambuhan (relaps) :
Penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan
sputum BTA positif (hapusan atau kultur).
3. Gagal pengobatan (treatment after failure) :
Penderita yang memulai pengobatan kategori 2 setelah gagal
dengan pengobatan sebelumnya.

14
Yaitu penderita BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 atau lebih, atau
penderita dengan BTA negative menjadi positif pada akhir
bulan ke-2.
4. Pengobatan setelah default (treatment after default / drop out) :
Penderita yang kembali berobat, dengan hasil bekteriologi
positif, setelah berhenti minum obat 2 bulan atau lebih.
5. Pindahan (transfer in) :
Penderita sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten
kemudian pindah ke kabupaten lain. Penderita ini harus
membawa surat rujukan / pindah.
6. Kasus kronik :
Penderita dengan hasil BTA tetap positif setelah selesai
pengobatan ulang dengan kategori 2.
2. Diferensial diagnosis
a. Kanker paru1
Kanker paru merupakan suatu keadaan dimana terjadi pertumbuhan sel-sel
kanker yang tidak terkendali di dalam jaringan paru.
Kebiasaan merokok merupakan salah satu etiologi yang diyakini menginduksi
perkembangan sel-sel kanker. Selain itu paparan zat karinogen (asbestos, radiasi
ion, aren, nikel, dsb), polusi udara dan genetik juga merupakan etiologi yang
pernah dilaporkan.
Gejala klinik
Gejala kanker paru primer termasuk batuk , batuk darah, nyeri dada , dan sesak
napas.
- Batuk baru pada seorang perokok atau mantan perokok
- Batuk yang tak kunjung hilang atau semakin memburuk dari waktu ke waktu
- Batuk darah ( hemoptisis )
- Nyeri dada

15
- Sesak napas biasanya akibat penyumbatan pada aliran udara di bagian paru-
paru, akumulasi cairan di sekitar paru ( efusi pleura ), atau penyebaran tumor
ke seluruh paru-paru.
- Mengi atau suara serak akibat penyumbatan atau peradangan di paru-paru
- Infeksi pernafasan berulang seperti bronkitis atau pneumonia, dapat menjadi
tanda kanker paru-paru.
Gejala tumor metastasis paru-paru tergantung pada lokasi dan ukuran. Sekitar
30% -40% penderita kanker paru-paru memiliki beberapa gejala atau tanda-tanda
penyakit metastasis.
- Kanker paru-paru paling sering menyebar ke hati, kelenjar adrenal, tulang,
dan otak.
- Matastatis ke hati sering kali tidak menimbulkan gejala,
- Metastatis kanker paru-paru dalam kelenjar adrenal juga biasanya tidak
menimbulkan gejala.
- Kanker paru-paru yang telah menjalar ke tulang menyebabkan nyeri tulang,
biasanya di tulang punggung (vertebra) dan tulang rusuk.
- Kanker paru-paru yang menyebar ke otak dapat menyebabkan kesulitan
dengan konsentrasi, kelemahan pada satu sisi tubuh, dan / atau kejang.
Sindrom paraneoplastic adalah efek tidak langsung dari kanker yang disebabkan
oleh bahan kimia yang dilepaskan dari sel kanker. Gejala meliputi:
- Clubbing fingger
- Anemia
- Efek lain : kelemahan otot, ruam kulit, dan degenerasi otak
- Berat badan berkurang

b. Pneumonia1
Penumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus resoiratorius dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan gas setempat.
Penumonia sering disebabkan oleh Str. Pneumoniae, H. influenza, staph. aureus,
M. pneumoniae, C. penumoniae, Legionella dan virus.

16
Gejala klinis
- Batuk lendir.Lendir mungkin berwarna hijau dengan bercak darah
- Demam disertai menggigil
- Napas cepat dan merasa sesak napas
- Nyeri dada yang sering merasa lebih buruk ketika batuk atau inspirasi
- Detak jantung cepat
- Merasa sangat lelah atau lemas
- Mual dan muntah
- Diare

c. Histoplasmosis5
Histoplasmosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur
Histoplasmosis capsulatum. Kebanyakan orang dengan histoplasmosis tidak
memiliki gejala. Namun, Histoplasma dapat menyebabkan penyakit paru-paru
akut atau kronis.
Gejala mulai timbul dalam 3 sampai 17 hari setelah paparan (rata-rata 10 hari).
Penyakit pernapasan akut ditandai dengan gejala pernapasan, perasaan sakit
umum, demam , sakit dada, dan batuk kering atau produktif.
Penyakit paru-paru kronis menyerupai tuberkulosis dan dapat memperburuk
selama beberapa bulan atau tahun.

D. Etiologi6

Penyakit Tuberculosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini


termasuk dalam family Mycobacterium, yang dimana memiliki bentuk batang yang
sangat sulit untuk diwarnai, tetapi jika sekali diwarnai, sulit untuk dihapus dengan zat
asam. Oleh karena itu, disebut juga batang tahan asam. Sifat tahan asam Mycobacterium
adalah karena sifat dinding sel yang tebal yang terdiri dari lapisan lilin dan lemak yang
terdiri dari asma lemak mikolat.

- Morfologi dan fisiologi :


 Mikroskopik:

17
 Tubuh kuman berbentuk batang dengan ukuran 3 x 0,5 mikrometer.
 Pada perbenihan berbentuk kokoid dan berfilamen
 Tidak bersporw dan tidak bersimpai
 Dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen atau Kinyoun-Gabbet kuman berwarna
merah dengan latar belakang biru.
 Kultur:
 Perbenihan cair:
Perbenihan ini menggunakan medium asam oleat-albumin (Dubos). Pada
medium ini yang mengandung Tween-80, kuman akan tumbuh merata
pada seluruh medium. Biasanya pada medium cair, pertumbuhannya lebih
cepat.
 Perbenihan padat:
Perbenihan ini menggunakan medium Lowenstein-Jensen. Medium ini
mengandung telur, gliserol, garam – garam mineral, hijau malakhit dan
biasanya dicampur dengan penisilin untuk menghambat pertumbuhan
kuman yang lain.
 Sifat – sifat pertumbuhan:
 Pertumbuhan secara obligat aerob
 Suhu pertumbuhan optimum 37oC
 Pada perbenihan, pertumbuhan tampak setelah 2 – 3 minggu dengan
koloni cembung, kering, kuning gading.
 Daya tahan:
 Daya tahan kuman tuberculosis lebih besar apabila dibandingkan dengan
kuman lainnya karena hidrofobik permukaan sel
 Hijau malakhit dapat menghambat atau membunuh kuman lain tetapi tidak
membunuh kuman Mycobacterium tuberculosis, demikian juga asam dan
alkali.
 Dengan fenol 5 % diperlukan waktu 24 jam untuk membunuh
Mycobacterium tuberculosis
 Pada sputum yang kering yang melekat pada debu dapat bertahan hidup 8
– 10 hari

18
 Pengaruh pemanasan daya tahannya sama dengan kuman lainnya, jadi
dengan pasteurisasi kuman tuberculosis ini sudah dapat dibunuh
 Strukur antigen
Sebagian besar antigen kuman terdapat pada dinding sel yang dapat menimbulkan
hpersensitivitas tipe lambat, kekebalan dan menjadi Freunds adjuvant. Antigen
protoplasma tidak banyak peranannya tetapi dapat menyebabkan hipersensitivitas
tipe lambat pada binatang yang terinfeksi.
 Lemak:
Mycobacterium mengandung banyak lemak kompleks, asam lemak dan lilin.
Dalam sel, lemak tergabung pada protein dan polisakarida.
Komponen lemak ini dianggap yang bertanggung jawab terhadap reaksi
sel jaringan terhadap kuman tuberculosis. Fraksi fosfatida menyebabkan reaksi
tuberkel dengan kaseosa nekrosis pada jaringan. Lemak juga berperanan pada
sifat tahan asam.
Strain yang virulen dari kuman tuberculosis membentuk Sarpentin Cord yaitu
susunan parallel dari kuman. Pembentukan cord ini dihubungkan dengan factor
virulensi kuman.
 Protein:
Tiap tipe Mycobacterium mengandung beberapa protein yang menimbulkan
reaksi tuberculin. Protein yang terikat pada fraksi lilin dapat membangkitkan
sensitivitas tuberculin, dan jugta dapat merangsang pembentukan antibody.
 Polisakarida:
Mycobacterium mengandung berbagai macam – macam polisakarida. Peranannya
dalam pathogenesis belum jelas. Dapat merangsang timbulnya hipersensitivitas
cepat dan dapat menganggu beberapa reaksi antigen-antibodi secara in-vitro.

Cara penularan:

Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar
3000 percikan dahak.

19
 Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan
dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan
lembab.
 Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
 Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan
oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut.

E. Epidemiologi7

Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia namun hingga saat ini TB
masih menjadi masalah kesehatan dunia yang utama. Diperkirakan sekitar sepertiga
penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis.
Secara persentase 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada
negara-negara berkembang. Pervalensi tertinggi terjadi pada Asia dengan 65% kasus, hal
ini berhubungan dengan tingkat kepadatan penduduk (gambar ? ).
Dari kasus-kasus diatas sebanyak 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling
produktif secara ekonomis (20-49 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan
kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan.
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB global antara lain antara lain :
1. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara negara yang
sedang berkembang.
2. Kegagalan program TB yang diakibatkan oleh:
 Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan
 Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat,
diagnosis kasus yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya)

20
 Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak standar,
gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis)
 Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG
 Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis
ekonomi atau pergolakan masyarakat
 Peningkatan penduduk dunia umur
 Dampak pandemi infeksi HIV.

Gambar 1: Insiden TB dunia

Sumber : Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis h.3

Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di


Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah
pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan pada tahun 2004,
setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB
BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk.
Prevalensi tertinggi terdapat di NTT dengan angka kejadian 0,74 %, sedangakn
prevelensi terendah terdapat di Bali dengan angka kejadian 0,08 %.

21
Faktor resiko kejadian tuberkulosis
Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian tuberkulosis paru adalah:
1. Umur
Insidensi tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai pada usia dewasa muda, pada
usia produktif, yaitu umur 20 – 49 tahun.
Berdasarkan penelitian kohort Gustafon, et all terdapat suatu efek dosis respon, yaitu
semakin tua umur akan meningkatkan risiko menderita tuberkulosis dengan odds
rasio pada usia 25-34 tahun adalah 1, 36 dan odds rasio pada kelompok umur > 55
tahun adalah 4,08.
2. Jenis Kelamin
Hampir tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan sampai pada umur
pubertas. Namun, menurut penelitian Gustafon P., et all menunjukkan bahwa laki-laki
mempunyai risiko 2,58 kali untuk menderita tuberkulosis dibandingkan dengan
wanita. Mungkin hal ini berhubungan interaksi sosial. Walaupun insisden
tuberkulosis paru pada wanita lebih rendah daripada pria, perkembangan infeksi TB
paru menjadi penyakit TB paru pada wanita lebih cepat dibandingkan dengan pria.
3. Gizi
Terdapat bukti yang jelas bahwa gizi buruk mengurangi daya tahan tubuh terhadap
penyakit tuberkulosis. Faktor ini sangat penting, baik pada orang dewasa maupun
pada anak. Menurut Hernilla, et all, orang yang menkonsumsi vitamin C lebih dari 90
mg/hari dan mengkonsumsi lebih dari rata-rata jumlah sayuran, buah-buahan, dan
berry, secara signifikan dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit tuberkulosis.
4. Kondisi Lingkungan Rumah
Beberapa hal yang mempengaruhi kondisi lingkungan rumah dalam risiko kejadian
infeksi tuberkulosis adalah kepadatan rumah, intensitas cahaya yang masuk, dan
kelembapan udara.
Intensitas cahaya yang alami, yaitu sinar matahari, sangat berperan dalam penularan
kuman TB karena kuman TB relatif tidak tahan terhadap terhadap sinar matahari.
Rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai risiko 3,7 kali untuk menularkan
tuberkulosis dibandingkan dengan rumah yang tidak dimasuki sinar matahari.

22
Kelembapan udara mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Rumah yang memiliki
kelembapan lebih dari 60% memiliki risiko terkena infeksi tuberkulosis. 10,7 kali
dibandingkan dengan rumah yang kelembapannya lebih kecil dari 60%.
5. Pendidikan
Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perilaku kesehatan individu atau
masyarakat dan perilaku terhadap penggunaan sarana pelayanan kesehatan yang
tersedia. Proporsi kejadian TB lebih banyak terjadi pada kelompok yang mempunyai
pendidikan yang rendah, dimana kelompok ini lebih banyak mencari pengobatan
tradisional dibandingkan pelayanan medis.
6. Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga merupakan hal yang sangat penting dalam upaya pencegahan
penyakit, karena dengan pendapatan yang cukup maka akan ada kemampuan
menyediakan biaya kesehatan serta mampu menciptakan lingkungan rumah yang
sehat dan makanan yang bergizi. Sembilan puluh persen penderita TB terjadi pada
penduduk dengan status ekonomi rendah dan umumnya terjadi pada negara
berkembang termasuk Indonesia.
7. Riwayat Penyakit Penyerta
Beberapa penyakit penyerta tertentu rentan tertular penyakit tuberkulosis seperti
penderita penyakit HIV/AIDS, hepatitis akut, kelainan hati kronik, gangguan ginjal,
diabetes melitus, dan penderita pengguna kortikosteroid.
Penelitian yang dilakukan oleh Tanjung (1998) mendapatkan bahwa dari 733
penderita TB paru, penderita juga menderita diabetes melitus 11,7 %, hipertensi
9,28%, kelainan hati 2,7%, kelainan jantung 1,9%, kelainan ginjal 0,9% dan struma
0,4%.
Penderita diabetes melitus memiliki risiko 2-3 kali lebih sering untuk terkena
penyakit tuberkulosis paru. Efek hiperglikemi pada penderita diabetes melitus sangat
berperan terhadap mudahnya pasien diabetes mellitus terkena infeksi. Pada penderita
TB paru dengan diabetes mellitus, kepekaan terhadap kuman TB meningkat,
reaktifitas fokus infeksi lama, cenderung lebih banyak kavitas dan pada hapusan serta
kultur sputum lebih banyak positif. Selain itu, pasien TB dengan diabetes melitus

23
memiliki respon yang rendah terhadap pengobatan OAT dan sering terjadi multi-drug
resistant.
Meningkatnya prevalensi HIV/AIDS di Indonesia membawa dampak peningkatan
insidens TB serta masalah TB lainnya, seperti TB milier, TB ekstraparu, serta MDR-
TB. Adanya imunokompromais pada penderita HIV/AIDS menyebabkan mudahnya
penderita tersebut terinfeksi kuman TB dan cepatnya perkembangan infeksi TB
menjadi penyakit TB.

F. Patofisiologi1
1. Tuberkulosis Primer:
Tuberkulosis primer merupakan bentuk penyakit yang terjadi pada orang yang belum
pernah terpajan kuman TB, dengan sumber organisme adalah eksogen. Tiga ribu
droplet nuclei akan dikeluarkan oleh pasien TB dengan BTA (+) yang sedang batuk
dan berbicara selama 5 menit. Droplet nuclei ini dapat terinhalasi oleh orang-orang
yang ada disekitar penderita ini, sampai kejauhan sekitar 3m. Satu droplet nuclei
mengandung 3000 basil tuberculosis. Ukuran basil tuberkulosis yang kecil (<5μm),
kuman TB yang ada dalam droplet nuclei yang terhirup, dapat menembus sistem
mukosilier saluran napas sehingga dapat mencapai dan bersarang di bronkus dan
alveoli. Oleh karena itu, paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi
TB. Infeksi tuberkulosis dimulai saat kuman TB sudah memasuki alveolus. Pertama
kali, kuman akan menghadapi neutrofil yang mengontrol penyebaran infeksi melalui
produksi kemokin yang merupakan faktor kemotaktik, menginduksi pembentukan
granuloma, dan mengarahkan molekul mikrobakteria ke makrofag. Kebanyakan
partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag, keluar dari percabangan
trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. Sebagian kuman TB dapat
bertahan hidup dengan cara menghambat pembentukan enzim-enzim pencernaan
makrofag.
Fase terdini pada tuberkulosis primer (<3 minggu) pada orang yang belum
tersensitisasi ditandai dengan proliferasi basil tanpa hambatan di dalam makrofag
alveolus dan rongga udara. Pada tahap ini, sebagian besar pasien asimptomatik atau
mengalami gejala seperti flu.

24
Kuman yang bersarang di jaringan paru ini akan membentuk sarang tuberkulosis
pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau fokus Ghon. Fokus Ghon merupakan
suatu daerah konsolidasi peradangan abu - abu putih sebesar 1-1,5 cm.
Basil tuberkel, baik dalam bentuk bebas maupun dalam fagosit, akan menyebar
melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional. Penyebaran ini menyebabkan
respon inflamasi yang terjadi pada saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Gabungan antara fokus primer (fokus Ghon), limfangitis,
dan limfadenitis dinamakan kompleks primer (kompleks Ghon). Pada proses ini
terbentuk formasi tuberkel. Bagian tengah dari tuberkel ini memiliki karakteristik,
yaitu adanya nekrosis kaseosa yang konsistensinya semi-solid atau seperti keju. Pada
bentuk tuberkel ini, kuman TB tidak dapat bermultiplikasi karena rendahnya pH dan
lingkungan yang anoksik pada tuberkel. Walaupun demikian, kuman TB dapat
bertahan hidup dorman pada tuberkel ini selama bertahun-tahun namun tidak
menimbulkan gejala sakit TB.
Dapat disimpulkan bahwa kompleks primer yang terbentuk pada tuberculosis primer
dapat menjadi:
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Hal ini terjadi karena terbentuknya
reaksi hipersensitivitas dan resistensi. Ada beberapa bukti klinis dimana kebanyakan
orang yang diinfeksi oleh basilus tuberkel (90%) tidak mengalami penyakit ini selama
hidupnya.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, dan
kalsifikasi di hilus. Keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya lebih dari
5 mm dan kurang lebih 10% diantaranya terdapat reaktivasi lagi karena kuman yang
dorman.
3. Berkomplikasi dan menyebar secara progresif bronkogen pada paru yang
bersangkutan maupun pada paru disebelahnya, secara limfogen dan hematogen ke
organ tubuh lainnya.
Insidensi tuberkulosis primer progresif sangat tinggi pada pasien positif HIV dengan
derajat imunosupresi lanjut (hitung CD4+ < 200 sel/mm3).
2. Tuberkulosis Sekunder/ tuberculosis pasca primer:

25
Tuberkulosis sekunder adalah pola penyakit yang berkembang pada host yang
dahulunya sudah tersensitisasi. Biasanya (90%) dihasilkan dari reaktivasi (reinfeksi)
lesi primer dorman setelah beberapa decade. Tuberkulosis sekunder terjadi karena
imunitas yang menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS
dan gagal ginjal. Lokasinya biasanya pada bagian apeks dari satu atau kedua lobus
paru, dimana berkaitan dengan tingginya tegangan oksigen di apeks sehingga
membantu kuman TB untuk tumbuh dengan baik. Sarang dini dapat menjadi beberapa
hal, tergantung dari jumlah kuman, virulensinya, dan imunitas pasien, sarang dini
dapat menjadi:
1. Direabsorbsi kembali tanpa meninggalkan cacat.
2. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera sembuh dengan serbukan jaringan
fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran.
Sarang dini meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat
sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek dan
membentuk suatu jaringan perkejuan (nekrosis kaseosa). Bila jaringan dibatukkan
keluar, maka akan terbentuk kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama –
lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar,
sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik).
Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang, yakni:
1. Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi.
2. Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan
sempurna.
3. Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini dapat sembuh
spontan, tetapi mengingat kemungkinan terjadinya eksaserbasi, sebaiknya diberi
pengobatan yang lengkap dan sempurna.
G. Penatalaksanaan7
1. Non medica mentosa
Penatalaksanaan medica mentosa lebih ditujukan kepada orang-orang dengan keadaan
kliniks yang masih baik.
 Tirah baring

26
Kebanykan pasien TBC mendapat kesembuhan setelah istrahat selama beberpa
minggu, karena kita tau bahwa aktifitas fisik yang minim pada orang sakit akan
membuat tubuh lebih protektif.
Keberhasilan dapat dilihat dari demam yang perlahan menurun atau batuk yang
mulai berkurang.
 Diet
Diet gizi yang seimbang dapat meningkatkan daya tahan tubuh sesorang.
Mengkonsumsi vit C, sayur-sayuran dan buah-buhan dalam porsi yang seimbang
dapat membantu meningkatkan kekebalan tubuh.

2. Medica mentosa
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis).

Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
 OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT)
lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
 Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO).
 Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
o Tahap awal (intensif)
 Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat.

27
 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu.
 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
o Tahap Lanjutan
 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama (4-6 bulan)
 Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister
(dorman) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

Jenis, sifat dan dosis obat


Pengobatan tuberkulosis menggunakan obat-obat sebagai berikut :
Obat primer (obat antituberkulosis tingkat satu) : isoniazid, rimpafisin, pirazinamid, s
treptomisin, etambutol. (lihat tabel 1).
Obat sekunder (obat antituberkulosis tingkat dua) : kanamisin, PAS (para amino
salicylic acid), tiasetazon, etionamid, protionamid, sikloserin, viomisin, kapreomisin,
amikasin, ofloksasin, siprofloksasin, norfloksasin, levofloksasin, klofazimin.

Tabel 1. Jenis obat, sifat dan dosis OAT primer

Sumber : Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis h.19


Antiruberkulosis umumnya aktif terhadap kuman yang sedang giat yang membelah,
kecuali rimfapisin yang juga aktif terhadap kuman yang lambat membelah. Selain itu,

28
obat-obat ini tidak aktif dalam suasana asam sehingga kuman yang berada dalam sel
makrofag (suasana intraselny asam) tidak dapat dibunuh. Hanya pirazinamid yang aktif
dalam suasana asam. Oleh karena kuman tuberkulosis mudah resisten terhadap
antituberkulosis, kemoterapi selalu diberikan dalam kombinasi dua atau tiga macam
obat untuk meningkatkan efek terapinya dan mengurangi kemungkinan timbulnya
resistensi.

Panduan OAT
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan kategorinya.
Paduan OAT untuk setiap kategori disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi
dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat
dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas
dalam satu paket untuk satu pasien. Disampinb itu juga disediakan panduan obat sisipan
(HRZE). ( lihat Tabel 2)
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
- Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat
dan mengurangi efek samping.
- Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi
obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
- Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien

1. Kategori 1
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
- Pasien baru TB paru BTA positif.
- Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
- Pasien TB ekstra paru
Panduan obat yang dianjurkan adalah 2 RHZE/4 RH atau 2 RHZE/6 HE atau 2
RHZE/4R3H3

2. Kategori 2

29
a. TB paru kasus kambuh.
Panduan obat yang dianjurkan :
- 2 RHZES/1 RHZE sebelum ada hasil uji resistensi.
- Bila hasil uji resistensi telah ada, berikan obat sesuai dengan hasil uji resistensi.
b. TB Paru kasus gagal pengobatan.
Panduan obat yang dianjurkan adalah:
- Fase awal dapat diberikan 2 RHZES/1RHZE.
- Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji
resistensi, dapat diberikan 5 RHE.
c. TB Paru kasus putus berobat.
 Berobat  4 bulan
o BTA saat ini negatif. Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada
perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi
aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB
dengan mempertimbangkan juga kemungkinan panyakit paru lain. Bila
terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama (2
RHZES / 1 RHZE / 5R3H3E3).
o BTA saat ini positif. Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan
obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
 Berobat  4 bulan
o Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama (2
RHZES / 1 RHZE / 5R3H3E3).
o Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif, pengobatan
diteruskan.

3. Kategori 3
Panduan OAT diberikan kepada :
- Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan

30
- Penderita ekstra paru ringan yaitu TBC kelenjar limfe, TBC kulit , tbc tulang
(kecuali tulang belakang) sendi dan kelenjar adrenal.
Paduan obat yang diberikan adalah 2 RHZE / 4 R3H3

4. Kategori 4
a. TB Paru kasus kronik.
Paduan obat yang dianjurkan:
- Bila belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES.
- Bila telah ada hasil uji resistensi, berikan sesuai hasil uji resistensi (minimal
OAT yang sensitif ditambah obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan).
b. MDR-TB, paduan obat yang dianjurkan sesuai dengan uji resistensi ditambah
OAT lini 2 atau H seumur hidup.

5. Obat sisipan HRZE


Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori
1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 hasil pemeriksaan
dahak masih BTA positif diberikan obat sisipan ( HRZE ) setiap hari selama 1 bulan.

Multi-drug Resistant
Multi-drug resistant tuberculosis adalah resistensi obat terhadap obat anti
tuberkulosis (OAT) isoniazid dan rifampisin, dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT
lainnya.
MDR-TB menyebabkan penyakit TB paru menjadisangat fatal dan mematikan, (terutama
terjadi pada pasien TB dengan HIV). MDR-TB dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu
primary dan acquired.
Tipe primary disebabkan karena penderita tidak diobati dengan OAT sebelumnya,
sedangkan tipe acquired disebabkan karena adanya pengobatan kemoterapi pada
penderita TB paru.
Terdapat tiga faktor risiko penting yang mempengaruhi kejadian MDR-TB, yaitu:
1) pengobatan dengan OAT yang tidak sesuai
2) pengobatan dengan OAT yang tidak lengkap

31
3) Adanya kontak dengan komunitas penderita TB yang memiliki prevalensi resistensi
obat yang tinggi.
Pengobatan dengan OAT yang lengkap (kombinasi isoniazid, rifampisin, pirazinamid,
dan etambutol) selama 6-9 bulan adalah salah satu pencegahan yang utama MDR-TB.
Bila MDR-TB telah terjadi, maka penatalaksanaan yang harus dilakukan adalah
memberikan OAT lini kedua seperti levofloksasin, aminoglikosida, pirazinamid,
etambutol, dan tioamida untuk jangka waktu yang lama, yaitu 18-24 bulan.
Belum ada paduan pengobatan yang distandarisasi untuk pasien MDR-TB hingga saat
ini. Pemberian pengobatan pada dasarnya “tailor made”, bergantung dari hasil uji
resistensi dengan menggunakan minimal 2-3 OAT yang masih sensitif dan obat
tambahan lain.
Obat tambahan yang dapat digunakan yaitu golongan fluorokuinolon (ofloksasin dan
siprofloksasin), aminoglikosida (amikasin, kanamisin dan kapreomisin), etionamid,
sikloserin, klofazimin, amoksilin+ as. klavulanat.
Hasil pengobatan terhadap TB resisten ganda ini kurang menggembirakan. Pada
pasien non-HIV, konversi hanya didapat pada sekitar 50% kasus, sedangkan response
rate didapat pada 65% kasus dan kesembuhan pada 56% kasus.
Pemberian obat antituberkulosis yang benar dan pengawasan yang baik, merupakan
salah satu kunci penting mencegah resisten ganda. Konsep Directly Observed
Treatment Short Course (DOTS) merupakan salah satu upaya penting dalam
menjamin keteraturan berobat.

32
Tabel 2 Panduan OAT menurut kategori
Kategori Kasus Panduan Obat
Fase intensif Fase lanjutan
(setiap hari atau (setiap hari atau
tiga kali tiga kali seminggu)
seminggu)
I - Pasien baru TB paru BTA positif. 2 HRZE 4 HR atau 6 HE
- Pasien TB paru BTA negatif foto
toraks positif
- Pasien TB ekstra paru

II - TB paru kasus kambuh. 2 HRZES / 1 5 HRE


- TB Paru kasus gagal pengobatan. HRZE
- TB Paru kasus putus berobat.

III - Penderita baru BTA negatif dan 2 HRZE 4 HR atau 6 HE


rontgen positif sakit ringan
- Penderita ekstra paru ringan
IV Kronik dan MDR – TB Sesuai uji resistensi

Sumber : Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis h.23

H. Pencegahan
1. Vaksinasi BCG
Dari beberapa penelitian diketahui bahwa vaksin BCG yang telah dilakukan pada
anak-anak selama ini hanya memberikan daya proteksi sebagian saja, yakni 0-80%.
Tetapi BCG masih tetap dipakai karena ia dapat mengurangi kemungkinan terhadap
tuberkulosis berat (meningitis, tuberkulosis milier, dll) dan tuberkulosis ekstra paru
lainya.
2. Kemoprofilaksis1

33
Kemoprofilaksis terhadap tuberkulosis merupakan masalah tersendiri dalam
penanggulangan tuberkulosis paru di samping diagnosis yang cepat dan pengobatan
yang adekuat. Isoniazid banyak dipakai selama ini karena harganya murah dan efek
sampingnya sedikit.
Lama profilaksis yang optimal belum diketahui, tetapi banyak penilitian
menganjurkan waktu antara 6-12 bulan, terhadap tersangka dengan hasil uji
tuberkulin yang diameternya lebih dari 5-10 mm. Yang mendapat profilaksis 12
bulan adalah pasien HIV positif dan pasien dengan kelainan radiologis dada. Yang
lainnya seperti kontak tuberkulosis dan sebagiannya cukup 6 bulan saja. Pada negara-
negara dengan populasi tuberkulosis tinggi sebaiknya profilaksis diberikan terhadap
semua pasien HIV positif dan pasien yang mendapat terapi imunosupresif.
3. Menghindari kontak erat dengan pasien TBC aktif

I. Komplikasi1
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan baik dan benar, maka akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
1. Komplikasi dini dapat berupa :
Pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis.
2. Komplikasi lanjut dapat berupa :
Obstruksi jalan napas menyebabkan sindrom obstruksi pasca tuberculosis (SOPT),
kerusakan parenkim berat menyebabkan fibrosis paru, cor pulmonale, amiloidosis,
karsinoma paru, sindroma gagal napas dewasa (akut respiratory distress sindrom),
yang sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.
J. Prognosis
1. Prognosis baik pada pasien yang menjalani pengobatan dengan baik.
2. Prognosis buruk bahkan sampai kematian pada pasien yang tidak menjalani
pengobatan.

34
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih tetap
merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia.
Diagnosis TBC tidak dapat ditegakkan hanya dari anamnesis, pemeriksaan fisik atau
pemeriksaan penunjang tunggal. Gambaran klinis TBC: badan turun, nafsu makan turun,
demam tidak tinggi dapat disertai keringat malam, pembesaran kelenjar limfe
superfisialis yang tidak sakit, batuk lama lebih dari 30 hari.
Uji tuberkulin positif bila indurasi > 10 mm pada gizi baik, atau > 5 mm pada gizi buruk. Uji
tuberkulin positif menunjukkan TBC. Tatalaksana TBC dilakukan berdasarkan kategori
penyakit yang direkomendasikan oleh WHO.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
edisi 5 jilid III. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.2231-9.
2. Davey, Patrick. Medicine at a glance (edisi bahasa Indonesia, ahli bahasa: anisa rahmalia).
Erlangga: Jakarta;2003. h.10-12.
3. Welsby, PD. Clinical history taking and examination (edisi bahasa Indonesia, ahli bahsa :
sandy qilintang). EGC : Jakarta; 2009. p.46-7.
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional penanggulangan
tuberculosis. Edisi 1. Jakarta ; 2002. h.5 – 8.
5. Departemen Parasitologi FKUI. Buku ajar parasitologi kedokteran. Edisi 4. Balai Penerbit
FKUI: Jakarta ; 2008. h.366 – 7.
6. Staf Pengajar FKUI. Buku ajar mikrobiologi kedokteran. Edisi revisi. Binarupa aksara.
Jakarta ; 2009. h.277 – 38.
7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional penanggulangan
tuberculosis. Edisi 2. Jakarta ; 2006. h.19 – 23.

36

You might also like