You are on page 1of 21

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PADA SISTEM GASTROENTEROLOGI

OBSTRUKSI USUS DAN HEMOROID

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

Nurhidayah M Novita Nipa

Swastika fadia amalina Ayu lestari

Rismawati S A. Nurfdillah Asran

Ernik jumain Kasma Yuliani

Eka fitri tahir Ade syamsuryadi

Uyunul jannah

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2016
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Saluran pencernaan memberi tubuh persediaan akan air,elektrolit, dan zat makanan yang
terus menerus. Untuk mencapai hal ini, dibutuhkan (1) pergerakan makanan melalui saluran
pencernaan, (2) sekresi getah pencernaan dan pencernaan makanan, (3) absorpsi air berbagai
elektrolit, dan hasil pencernaan, (4) sirkulasi darah melalui organ-organ gastrointestinal untuk
membawa zat-zat yang diabsorbsi, dan (5) pengaturan semua fungsi ini oleh sistem lokal,
saraf, dan hormone. Setiap bagian dari saluran pencernaan disesuaikan terhadap fungsi
spesifiknya : beberapa untuk pasase makanan yang sederhana, seperti esophagus; yang lain
untuk penyimpanan makanan sementara, seperti lambung; dan yang lain untuk pencernaan
dan absorpsi, seperti usus halus.
Agar makanan dapat dicerna secara optimal dalam saluran pencernaan, waktu yang
diperlukan makanan pada masing-masing bagian saluran bersifat sangat penting. Selain itu,
pencampuran yang tepat juga harus dilakukan. Tetapi karena kebutuhan untuk pencampuran
dan propulsi (pendorongan) sangat berbeda pada tiap tingkat proses, berbagai mekanisme
umpan balik hormonal dan saraf otomatis akan mengontrol waktu dari tiap aspek proses ini
sehingga pencampuran dan pendorongan akan terjadi secara optimal, tidak terlalu cepat, tidak
terlalu lambat.
Di sepanjang traktus gastrointestinal, kelenjar sekretoris mempunyai dua fungsi utama :
Pertama, enzim-enzim pencernaan disekresi pada sebagian besar daerah saluran pencernaan,
dari rongga mulut sampai ujung distal ileum. Kedua, kelenjar mucus, dari rongga mulut
sampai ke anus, mengeluarkan mucus untuk melumaskan dan melindungi semua bagian
saluran pencernaan. Kebanyakan sekresi pencernaan terbentuk hanya sebagai respons
terhadap keberadaan makanan di dalam saluran pencernaan, dan jumlah yang disekresi pada
setiap segmen traktus hamper sama dengan jumlah yang dibutuhkan untuk pencernaan yang
sesuai. Selanjutnya, pada beberapa bagian traktus gastrointestinal, bahkan jenis enzim dan
zat-zat lainnya dari sekresi bervariasi sesuai dengan tipe makanan yang ada.
Bahan makanan utama yang diperlukan oleh tubuh yang hidup, (selain jumlah kecil zat

seperti vitamin dan mineral) dapat digolongkan sebagai karbohidrat, lemak dan protein,
bahan-bahan ini biasanya tidak dapat diserap dalam bentuk alami melalui mukosa saluran
pencernaan dan, karena alasan ini bahan-bahan tersebut tidak berguna sebagai zat nutrisi
tanpa pencernaan awal. Dalam prosesnya yang berlangsung terus-menerus bukan tidak
mungkin saluran pencernaan mengalami gangguan atau bahkan kelainan. Berbagai penyakit
yang bisa muncul seperti obstruksi usus halus dan hemoroid merupakan penyakit yang timbul
karena adanya gangguan pada gastrointestinalnya. Berdasarkan hal tersebut maka penulis
menyusun makalah yang berjudul “asuhan keperawatan gangguan pada sistem
gastroenterologi obstruksi usus dan hemoroid”.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan defenisi obstruksi usus dan hemoroid?
2. Jelaskan etiologi dari obstruksi usus dan hemoroid?
3. Sebutkan manifestasi klinis obstruksi usus dan hemoroid?
4. Jelaskan patofisiologi obstruksi usus dan hemoroid?
5. Sebutkan komplikasi dari obstruksi usus dan hemoroid?
6. Pemeriksaan penunjang pada obstruksi usus dan hemoroid?
7. Asuhan keperawatan pada obstruksi usus dan hemoroid?

C. Tujuan
1. Tujuan umum :
Untuk mengetahui salah satu tugas mata kuliah sistem gastrointestinal mengenai
asuhan keperawatan gangguan pada sistem gastroenterology obstruksi usus dan
hemoroid.
2. Tujuan khusus :
Agar mahasiswa mengetahui dan memahami :
a. defenisi obstruksi usus dan hemoroid
b. etiologi dari obstruksi usus dan hemoroid
c. manifestasi klinis obstruksi usus dan hemoroid
d. patofisiologi obstruksi usus dan hemoroid
e. komplikasi dari obstruksi usus dan hemoroid
f. Pemeriksaan penunjang pada obstruksi usus dan hemoroid
g. Asuhan keperawatan pada obstruksi usus dan hemoroid

BAB II
PEMBAHASAN

A. Obstruksi usus
1) Definisi
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat bersifat akut maupun
kronis, parsial maupun total. Obstruksi usus kronis biasanya mengenai kolon akibat
adanya karsinoma atau pertumbuhan tumor dan perkembangannya lambat. Sebagian
besar obstruksi mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan
gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila
penderita ingin tetap hidup.
Terdapat 2 jenis obstruksi usus: 1) Non-mekanis (mis; ileus paralitik atau ileus
adinamik), peristaltik usus dihambat akibat pengaruh toksin atau trauma yang
memengaruhi pengendalian otonom motilitas usus; 2)Mekanis, terjadi obstruksi di
dalam lumen usus atau obstruksi mural yang disebabkan oleh tekanan ekstrinsik.
Obstruksi mekanis selanjutnya digolongkan sebagai obstruksi mekanis simpleks
(hanya terdapat satu tempat obstruksi) dan obstruksi lengkung-tertutup (setidaknya
terdapat 2 tempat obstruksi). Obstruksi lengkung tertutup tidak dapat didekompresi,
sehingga tekanan intralumen meningkat cepat dan mengakibatkan terjadinya
penekanan pembuluh darah, iskemia dan infark(strangulasi) (Kowalak.J, Welsh,
Mayer, B, 2011)
2) Etiologi
Ada beberapa etiologi terjadinya obstruksi usus dalam (Suratun & Lusianah,
2010), yaitu;
a. Mekanis, terjadi obstruksi di dalam lumen usus atau obstruksi mural yang
disebabkan oleh tekanan ekstrinsik.
 Adhesi atau perlengketan pasca bedah. Adhesi bisa terjadi setelah pembedahan
abdominal sebagai respon peradangan intra abdominal. Jaringan parut bisa
melilit pada sebuah segmen dari usus, dan membuat segmen itu kusut atau
menekan segmen itu sehingga bisa terjadi segmen tersebut mengalami supply
darah yang kurang.
 Tumor atau polip, tumor yang ada pada dinding usus meluas ke lumen usus
atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus.
 Hernia, bisa menyebabkan obstruksi apabila hernia mengalami strangulasi dari
kompresi sehingga bagian tersebut tidak menerima supply darah yang cukup.
Bagian tersebut akan menjadi edematosus kemudian timbul necrosis.
 Volvulus, merupakan usus yang terpuntir sedikitnya sampai dengan 180
derajat sehingga menyebabkan obstruksi usus dan iskemia yang pada akhirnya
bisa menyebabkan gangrene dan perforasi jika tidak segera ditangani karena
terjadi gangguan supply darah yang kurang.
 Intususepsi, adalah invaginasi atau masuknya sebagian dari usus ke dalam
lumen usus yang berikutnya. Intususepsi sering terjadi antara ileum bagian
distal dan cecum, dimana bagian terminal dari ileum masuk ke dalam lumen
cecum.
b. Fungsional (Non-Mekanik), peristaltik usus dihambat akibat adanya pengaruh
toksin atau trauma yang mempengaruhi pengendalian otonom motilitas usus.
 Ileus paralitik, tidak ada gerakan peristaltis bisa diakibatkan, pembedahan
abdominal dimana organ-organ intra abdominal mengalami trauma sewaktu
pembedahan, kemudian elektrolit tidak seimbang trauma hypokalemia.
 Lesi medula spinalis. Hal ini dapat dikarenakan adanya kerusakan saraf pada
sakral 4, misalnya pada penderita spina bifida.
 Enteritis regional
 Ketidakseimbangan elektrolit
 Uremia
3) Manifestasi klinis
Adapun manifestasi klinis dalam (Suratun&Lusianah, 2010), yaitu;
1) Obstruksi usus halus
 Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen sekitar umbilicus atau
bagian epigastrium yang cenderung bertambah sejalan dengan beratnya
obstruksi dan bersifat intermiten(hilang timbul). Jika obstruksi terletak
di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus (jejenum dan ileum
bagian proksimal) maka nyeri bersifat konsten atau menetap.
 Klien dapat mengeluarkan darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal
dan tidak terdapat flatus.
 Umumnya gejala obstruksi berupa konstipasi yang berakhir pada
distensi abdomen, tetapi pada klien obstruksi partial bisa mengalami
diare.
 Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi.
Semakin ke bawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi,
semakin jelas adanya distensi abdomen.
 Jika obstruksi usus terjadi terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok
hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma, dengan
manifestasi klinis takikardi dan hipotensi, suhu tubuh biasanya normal,
tapi kadang-kadang dapat meningkat.
2) Obstruksi usus besar
 Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan
obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.
 Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada
klien dengan obstruksi sigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi
gejala satu-satunya selama beberapa hari.
 Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar
menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen.
 Klien mengalami kram akibat nyeri abdomen bawah.
4) Patofisiologi

Predisposisi sistemik, meliputi: Predisposisi pascaoperatif bedah


sepsis, obat-obatan, gangguan abdominal
elektrolit dan metabolic, infark
miokard, pneumonia, trauma, biller
dan ginjal kolik, cedera kepala, dan Ileus
prosedur bedah saraf, inflamasi,
intraabdomen dan peritonitis,
Hipomotilitas (kelumpuhan)
hematoma dan retroperitoneal
intestinal

Ketidakmampuan absorpsi air Hilangnya kemampuan intestinal Gangguan gastrointestinal


dalam pasase material feses

Mual, muntah, kembung,


Penurunan intake cairan
anoreksia
konstipasi

Penurunan volume cairan intra Kekurangan volume


sel cairan

Kehilangan cairan dan elektrolit Asupan nutrisi tidak adekuat


Resiko syok hipovolemik

Resiko ketidakseimbangan Ketidakseimbangan nutrisi


elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh

Respon psikologis misinterpretasi Respon lokal saraf terhadap


perawatan dan pengobatan inflamasi

Kecemasan pemenuhan Distensi abdomen


kebutuhan informasi
Nyeri

Ansietas
Sumber: (Nurarif, A. H. & Hardhi, K.,2015)

5) Komplikasi
Adapun komplikasi dari ostruksi usus menurut (Brunner and Suddarth, 2002), yaitu:

1. Peritonitis karena absorpsi toksin dalam rongga peritoneum sehingga terjadi


peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen

2. Perforasi karena obstruksi yang terjadi sudah lama pada organ intra abdomen

3. Sepsis, infeksi akibat peritonitis yang tidak dapat ditangani dengan baik dan cepat

4. Syok hipovolemik akibaat dehidrasi dan kehilangan volume plasma

6) Pemeriksaan penunjang
1. Obstruksi usus halus
a) Pemeriksaan sinar-X terhadap abdomen akan menunjukkan kuantitas
abnormal dari gas dan/atau cairan dalam usus.
b) Pemeriksaan laboratorium (mis: pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah
lengkap) akan menunjukkan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume
plasma, dan kemungkinan infeksi.
2. Obstruksi usus besar
a) Pemeriksaan simtomatologi dan sinar-X. Sinar-X abdomen (datar dan
tinggi) akan menunjukkan distensi kolon.
b) Pemeriksaan barium dikontraindikasikan.
7) Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin
2. Keluhan utama : Nyeri/ kram, keluar darah/ mukus, tidak dapat flatus,
muntah
3. Riwayat kesehatan yang lalu : hernia, karsinoma, divertikulitis, tumor
ganas
4. Riwayat kesehatan keluarga : Diabetes melitus, Parkinson
b. Masalah keperawatan yang sering muncul
1. Nyeri berhubungan dengan obstruksi usus, distensi abdomen
Batasan karakteristik:
 Subjektif : Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri
dengan isyarat
 Objektif : posisi untuk menghindari nyeri, perubahan selera makan,
gelisah, merintih, menangis, menghela napas panjang, gangguan pola
tidur
2. Risiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan kehilangan cairan dan
elektrolit, muntah
Batasan karakteristik:
 Subjektif : mengungkapkan rasa lemas dan nafas sesak nafas
 Objektif : CRT kurang dari 2 detik, penurunan amplitude nadi,
ekstremitas dingin dan pucat
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif
Batasan karakteristik:
 Subjektif: haus
 Objektif: kulit dan membran mukosa kering, penurunan turgor kulit
dan lidah, kelemahan, hematokrit meningkat, suhu tubuh meningkat.
4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan nyeri
Batasan karakteristik:
 Subjektif: dispnea, napas pendek
 Objektif: napas cuping hidung, bradipnea, perubahan ekskursi dada,
penurunan kapasitas vital, napas dalam, ortopnea, kecepatan
respirasi.

Diagnosa NOC NIC


Nyeri Tingkat kenyamanan: tingkat persepsi Aktivitas kolaborasi
berhubungan positif terhadap kemudahan pisik dan - Pemberian analgesik untuk meredakan
dengan psikologis atau menghilangkan nyeri
obstruksi usus, Pengendalian nyeri: tindakan pribadi Manajemen nyeri
distensi untuk mengendalikan nyeri - Menghilangkan nyeri atau menurunka
abdomen Tingkat nyeri: keparahan nyeri yang nyeri ketingkat yang lebih nyaman yan
nampak atau dilaporkan dapat ditoleransi oleh pasien
- Melaporkan bahwa tingkat nyeri - Pantau tingkat kepuasan pasien terhad
manajemen nyeri pada interval tertentu
pasien dipertahankan pada atau - Tingkatkan istirahat dan tidur yang
kurang (pada skala nyeri 0-10) adekuat untuk memfasilitasi peredaan
nyeri
- Tawarkan tindakan meredakan nyeri
untuk membantu pengobatan nyeri
misalnya teknik relaksasi dan masase
punggung.
Risiko syok - Syok prevention Syok prevention
- Syok management
(hipovolemik) - Monitor status sirkulasi BP, warna kul
berhubungan Kriteria hasil: suhu kulit, denyut jantung, nadi perif
dengan - Nadi dalam batas yang dan kapiler refill.
kehilangan diharapkan - Monitor tanda inadekuat oksigena
- Irama jantung dalam batas yang jaringan
cairan dan
diharapkan - Monitor suhu dan pernapasanmonit
elektrolit aktif, - Frekuensi nafas dalam batas yang input dan output
muntah diharapkan - Pantau nilai labor: HB, HT, AGD, d
Keseimbangan cairan: : keseimbangan air elektrolit.
- Monitor tanda awal syok
dalam kompartemen intrasel dan
- Berikan cairan IV dan atau oral yan
ekstrasel tubuh.
tepat.
Hidrasi - Tempatkan pasien pada posisi supin
- Mata cekung tidak ditemukan kaki elevasi untuk peningkatan prelo
- Demam tidak ditemukan
dengan tepat
- TD dbn
- Lihat dan pelihara kepatenan jalan naf
- Hematokrit dbn
Syok management
- Monitor fungsi neurologis
- Monitor tekanan nadi
- Monitor status cairan, input dan outpu
- Catat gas darah arteri dan oksig
dijaringan
- Monitor EKG sesuai
- Memonitor gejala gagal pernapas
( misalnya, rendah PaO2, peningkat
PaCO2, tingkat kelelahan ot
pernapasan.

Kekurangan Keseimbangan elektrolit dan asam- Manajemen cairan: mengumpulkan dan


volume cairan basa: keseimbangan elektrolit dan non- menganalisis data pasien untuk mengatur
berhubungan elektrolit dalam kompartemen intrasel keseimbangan cairan
dengan dan ekstra sel tubuh - Pantau status hidrasi (misalnya
kehilangan Keseimbangan cairan: keseimbangan kelembapan membran mukosa,
volume cairan air dalam kompartemen intrasel dan keadekuatan nadi, dan tekanan darah
aktif ekstrasel tubuh ortostatik)
Hidrasi: jumlah air dalam kompartemen - Pantau warna, jumlah dan frekuensi

intrasel dan ekstrasel tubuh yang adekuat kehilangan cairan


- Pantau hasil laboratorium yang relevan
Status nutrisi: asupan makanan dan
dengan keseimbangan cairan
cairan - Pantau perdarahan (semua sekret dari
adanya darah nyata atau darah samar)
- Observasi khususnya terhadap
kehilangan cairan yang tinggi elektroli
(diare, muntah)
Terapi Intravena (IV): Memberikan dan
memantau cairan dan obat intavena
Managemen asam-basa: meningkatkan
keseimbangan asam-basa dan mencegah
komplikasi akibat ketidakseimbangan asam-
basa
Aktivitas kolaboratif:
- Catat dan laporkan haluaran kurang/
lebih
- Berikan terapi IV sesuai program

Pola napas tidak Status respirasi: ventilasi: pergerakan Pemantauan pernapasan: mengumpulkan da
efektif udara kedalam dan keluar paru menganalisis data pasie untuk memastikan
berhubungan Status tanda vital: tingkat suhu, nadi, kepatenan jalan napas dan pertukaran gas yan
dengan nyeri pernapasan, dan tekanan darah dalam adekuat.
rentang normal - Pantau adanya pucat dan sianosis
Respon ventilasi mekanis: pertukaran - Pantau kecepatan irama, kedalaman,

alveolar dan perfusi jaringan yang dan upaya pernapasan


- Perhatikan pergerakan dada
dibantu oleh ventilasi mekanis - Pantau pola pernapasan, bradipnea,
- Menunjukkan pernapasan optimal takipnea
pada saat terpasang ventilator - Pantau peningkatan ansietas,
mekanis kegelisahan dan lapar udara
- Mempunyai kecepatan dan irama
Pemantauan tanda vital: mengumpulkan da
pernapasan dalam batas normal menganalisis data kardiovaskular, pernapasan
dan suhu tubuh pasien untuk menentukan dan
mencegah komplikasi.
Manajemen jalan napas: memfasilitasi
kepatenan jalan napas
Ventilasi mekanis: menggunakan alat bantu
pernapasan

B. Hemoroid
1) Defenisi
Hemoroid adalah suatu pelebaran dari vena-vena di dalam pleksus hemoroidalis.
Walaupun kondisi ini merupakan suatu kondisi fisiologis, tetapi karena sering
menyebabkan keluhan pada pasien sehingga memberikan manifestasi untuk
diberikan intervensi. Hemoroid memiliki nama lain, seperti wasir dan ambeien.
Sesuai tampilan klinis, hemoroid dibedakan menjadi hemoroid interna dan hemoroid
eksterna. Hemoroid interna adalah pelebaran vena pada pleksus hemoroidalis
superior di atas garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemoroid eksterna yang
merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid inferior terdapat di sebelah
distal garis mukokutan di dalam jaringan di bawah epitel anus (C. Smeltzer & G.
Barre, 2001)
Hemoroid merupakan varises pada pleksus venosus hemoroidalis superior atau
inferior. Dilatasi dan pelebaran pleksus superior pada vena hemoroidalis superior sia
atas line dentate akan menyebabkan hemoroid interna. Pelebaran pleksus pada vena
hemoroidalis inferior di bawah linea dentate akan menyebabkan hemoroid eksterna
yang dapat menonjol keluar dari dalam rektum. Hemoroid dapat terjadi pada laki-laki
maupun wanita. Insidensi hemoroid umumnya paling tinggi pada usia antara 20 dan
50 tahun(buku patofisio dari mina)
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah
anus yang berasal dari plexus hemoroidalis. Hemoroid eksterna adalah pelebaran
vena yang berada di bawah kulit (subkutan) dibawah atau luar linea dentate.
Hemoroid interna adalah pelebaran vena yang berada di bawah mulut (submukosa)
di atas atau di dalam linea dentate (Huda Nurarif & Kusuma, 2015)
2) Etiologi
Hemoroid biasanya tidak berhubungan dengan kondisi medis atau penyakit,
namun ada beberapa predisposisi penting yang dapat meningkatkan resiko hemoroid
seperti berikut ini (Muttaqin, Arif. Sari, Kumala, 2011) ;
a. Peradangan pada usus, seperti pada kondisi ulseratif atau penyakit Crohn
b. Kehamilan, berhubungan dengan banyak masalah anorektal
c. Konsumsi makanan rendah serat
d. Obesitas
e. Hipertensi portal

Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena


hemoroidalis yang disebabkn oleh faktor-faktor resiko/pencetus, seperti:
a. Pola buang air besar yang salah (lebih banyak menggunakan jamban
duduk , terlalu lama duduk dijamban sambil membaca, merokok)
b. Peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor udud, tumor
abdomen)
c. Usia tua
d. Diare akut yang berlebihan dan diare kronik
e. Hubungan seks peranal
f. Kurang minum air dan kurang makan makanan brserat (sayur dan
buah)
g. Kurang olahraga/imobilisasi
(Huda Nurarif & Kusuma, 2015)

3) Manifestasi klinis
a. Pendarahan intermitten tanpa rasa nyeri pada saat defekasi; perdarahan ini
terjadi karena iritasi dan cedera pada mukosa yang mengalami hemoroid.
b. Darah berwarna merah cerah pada feses atau tisu kamar mandi yang disebabkan
oleh cedera pada mukosa yang mengalami hemoroid.
c. Rasa gatal pada anus akibat higiene anus yang buruk rasa tidak nyaman di
daerah anus ketika terjadi perdarahan.
d. Prolapsus mukosa rekti akibat mengejan.
e. Rasa nyeri akibat thrombosis pada hemoroid eksterna.
(Huda Nurarif & Kusuma, 2015)
4) Patofisiologi

Adapun patofisiologi hemoroid menurut (Huda Nurarif & Kusuma, 2015):

kehamilan obesitas

Penurunan relative venous


Konstipasi dan mengejan return didaerah perianal
dalam jangka yang lama (yang disebut dengan efek
tourniquet)

Duduk terlalu lama

Aliran vena balik terganggu


Sering angkat beban berat

Tekanan periver meningkat-


Kondisi penuaan pelebarab vena anus
(hemoroid)

Hipertensi portal (sirosis Peradangan pada pleksus


hepatis ) hemoroidialisis

Prolaps vena haemorhoidalis

Membesar di spinchter Membesar di luar rectum

Ruptur vena Vena menegang

Intoleransi aktivitas Pendarahan

Anemia Operasi (hemoroidektomi) Risiko syok (hipovolemi)

Pre operasi Contiunitas jaringan rusak

Ansietas
Ujung saraf rusak Port d’ entrée kuman

Nyeri di persepsikan Pelepasan prostaglandin Risiko infeksi

Gang.rasa nyaman nyeri Gangguan defekasi Konstipasi


5) Komplikasi
Beberapa komplikasi dari hemoroid (Muttaqin, Arif. Sari, Kumala, 2011) ;
a. Konstipasi
b. Infeksi lokal
c. Thrombosis pada hemoroid
d. Anemia sekunder akibat perdarahan hebat atau rekuren (kambuhan)

6) Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan colok dubur
Diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rectum. Pada hemoroid
interna tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak cukup tinggi dan
biasanya tidak nyeri
 Anoskop
Diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak menonjol keluar
 Proktosigmoidoskopi
Untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau
proses keganasan ditingkat yang lebih tinggi

7) Asuhan keperawatan

a. Pengkajian
 Pengkajian hemoroid terdiri atas pengkajian anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan evaluasi diagnostik. Pada pengkajian anamnesis didapatkan
sesuai dengan kondisi klinik perkembangan penyakit.
 Keluhan utama yang lazim didapatkan adanya nyeri, perdarahan pada
anus, dan merasa ada benjolan di sekitar anus.
 Keluhan nyeri yang hebat jarang seklai ada hubungannya dengan hemorois
interna dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami
trombosis.
 Pengkajian riwayat penyakit terdahulu, perawat menanyakan faktor
predisposisi yang berhubungan dengan hemoroid, seperti adanya hemorois
sebelumnya, riwayat perdangan pada usus, dan riwayat diet rendah serat.
 Pengkajian psikosoial akan didapatkan peningkatan kecemasan, serta
perlunya pemenuhan informasi intervensi keperawatan, pengobatan dan
rencana pembedahan.

 Pemeriksaan survei umum bisa terlihat sakit ringan, sampai gelisah akibat
menhan sakit. TTV biasa normal atau bisa didapatkan perubahan, seperti
takikardi, peningkatan pernapasan.
 Pemeriksaan anus untuk melihat adanya benjolan pada anus, kebersihan
dan adanya ulserasi di sekitar anus. Pemeriksaan colok dubur hemoroid
interna tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak cukup
tinggi, dan biasanya tidak nyeri. Colok dubur diperlukan untuk
menyingkirkan kemungkinan kersinoma rektum.

ASKEP :

Diagnosa Keperawatan NOC NIC


Nyeri akut berhubungan NOC : Pain Management:
dengan iritasi, tekanan a. Pain level a. Lakukan pengajian nyeri
b. Pain control
dan sensifitifitas pada secara komprehensif
c. Comfort level
area rectal/anal sekunder termasuk lokasi,
Kriteria Hasil:
akibat penyakit anorektal karakteristik, durasi,
a. Mampu mengontrol
dan spasm esfingter pada frekuensi, kualitas dan
nyeri (tahu penyebab
pascaoperatif faktor presipitasi
nyeri, mampu
b. Observasi reaksi nonverbal
menggunakan tekhnik
dari ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk c. Gunakan teknik
mengurangi nyeri, komunikasi terapeutik
mencari bantuan) untuk mengetahui
b. Melaporkan bahwa
pengalaman nyeri pasien
nyari berkurang d. Kaji kultur yang
dengan menggunakan memengaruhi respon nyeri
e. Evaluasi pengalaman nyeri
manajemen nyeri
masa lampau
f. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan, dan
kebisingan
g. Kurangi faktor prisipitasi
nyeri
h. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
interpersonal)
i. Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi
j. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
k. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
l. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
m. Tingkatkan istirahat
n. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
o. Monitor penerimaan
pasien tentang manajemen
nyeri
Resiko tinggi infeksi NOC : NIC :
berhubungan dengan Knowledge : infection control Infection control (control infeksi)
port de entree luka Risk control a. Bersihkan lingkungan
pascabedah Kriteria hasil : setelah dipakai pasien lain
a. Klien bebas dari tanda b. Cuci tangan sebelum dan
dan gejala infeksi sesudah tindakan
b. Menunjukkan keperawatan
kemampuan untuk c. Berikan terapi antibiotic
mencegah timbulnya bila perlu infection
infeksi protection (proteksi
c. Menunjukkan perilaku terhadap infeksi )
hidup sehat d. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan local
e. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
f. Pertahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
g. Berikan perawatan kulit
pada area epidema
h. Inspeksi kulit dan
membrane mukosa
terhadap kemerahan, panas
dan drainase
i. Inspeksi kondisi luka/insisi
bedah
j. Dorong istirahat
k. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotic sesuai
resep
l. Ajarkan pasien dan
kelurga tanda dan gejala
infeksi
m. Ajarkan cara menghindari
infeksi
n. Laporkan kecurigaan
infrksi
o. Lakukan kultur positif
Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
berhubungan dengan a. Energy conservation Activity therapy
b. Activity tolerance
cepat lelah, kelemahan a. Kolaborasikan dengan
c. Self care
fisik umum respons tenaga rehabilitasi medic
Kriteria hasil:
sekunder dari anemia dalam merencanakan
a. Berpartisispasi dalam
program terapi yang tepat
aktivitas fisik tanpa
b. Bantu klien untuk
disertai peningkatan
mengidentifikasi aktivitas
tekanan darah, nadi
yang mampu dilakukan
dan RR c. Bantu untuk menentukan
b. Mampu melakukan
aktivitas konsisten yang
aktivitas sehari hari
sesuai dengan kemampuan
secara mandiri
fisik, psikologi dan sosial
c. Tanda vital normal
d. Bantu untuk
d. Energy psikomotor
e. Level kelemahan mengidentifikasi dan
f. Mampu berpindah :
mendapatkan sumber yang
dengan atau tanpa
diperlukan untuk aktivitas
bantuan alat
yang diinginkan
g. Status
e. Bantu untuk mendapatkan
kardiopulmunari
alat bantuan aktivitas
adekuat
seperti kursi roda
h. Sirkulasi status baik
f. Bantu untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
g. Bantu klien untuk
membuat jadwal latuhan
waktu luang
h. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktifitas
i. Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif
beraktivitas
j. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan.
k. Monitor respon fisik,
emosi sosial dan spiritual.
Gangguan rasa nyaman NOC : NIC :
berhubungan dengan a. Ansiety Anxiety reduction (penurunan
b. Fear leavel
tirah baring atau kecemasan)
c. Sleep deprivation
imobilisasi d. Comfort,readiness for a. Gunakan pendekatan yang
enchanced menenagkan
Kriteria hasil
b. Nyatakan dengan jelas
a. Mampu mengontrol
harapan terhadap pelaku
kecemasan
b. Status lingkungan yang pasien
nyaman c. Jelaskan semua prosedur
c. Mengontrol nyeri
dan apa yang dirasakan
d. Kualitas tidur dan
selama prosedur
istirahat adekuat
e. Agresi pengendalian d. Pahami prespektif pasien
diri terhadap situasi stress
f. Respon terhadap
e. Temani pasien untuk
pengobatan
memberikan keamanan dan
g. Control gejala
h. Status kenyamanan mengurangi takut
meningkat f. Dorong keluarga untuk
i. Dapat mengontrol
menemani
ketakutan
g. Lakukan bac/neck rub
j. Support social
k. Keinginan untuk hidup h. Identifikasi tingkat
kecemasan
i. Bantu pasien mengenali
situasi yang menimbulkan
kecemasan
j. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
k. Intruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
BAB III
KESIMPULAN

Obstruksi usus dapat bersifat akut maupun kronis, parsial maupun total. Obstruksi
usus kronis biasanya mengenai kolon akibat adanya karsinoma atau pertumbuhan
tumor dan perkembangannya lambat. Sebagian besar obstruksi mengenai usus halus.
Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini
dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.
Hemoroid memiliki nama lain, seperti wasir dan ambeien. Sesuai tampilan klinis,
hemoroid dibedakan menjadi hemoroid interna dan hemoroid eksterna. Hemoroid
interna adalah pelebaran vena pada pleksus hemoroidalis superior di atas garis
mukokutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemoroid eksterna yang merupakan pelebaran
dan penonjolan pleksus hemoroid inferior terdapat di sebelah distal garis mukokutan
di dalam jaringan di bawah epitel anus
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar: keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC

http://www.ilmukeperawatan.info/2011/10/asuhan-keperawatan-obstruksi
usus.html#ixzz4J8UDekXP

Kowalak. J, Welsh, W, Mayer. B (2011) Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif. Sari, Kumla. (2011). Gangguan Gastrointestinal. Jakarta: Salemba Medika

Nurarif, A. H. & Hardhi, K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction

Reeves,C.J.,Roux,G.,Lockhart,R.(2001).Medical-Surgical Nursing. Alih bahasa: Setyono, J.

Smeltzer, S., & G. Barre, B. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Suratun, Lusianah. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media.

You might also like