You are on page 1of 5

ASURANSI DALAM ISLAM

A. Pengertian Asuransi
Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance, yang dalam bahasa Indonesia
telah menjadi bahasa yang populer dan diadopsi dalam kamus besar bahasa Indonesia
dengan padanan kata “pertanggungan” . dalam bahasa Belanda biasa disebut dengan
istilah assurantie (asuransi) dan verzekering (pertanggungan).
Sedangkan menurut istilah terdapat beberapa pengertian yang diberikan oleh para
ahli terhadap asuransi ini, seperti yang tertulis dibawah ini.
Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Hukum Asuransi di Indonesia memaknai
asuransi sebagai: “ suatu persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada
pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian,
yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin, karena akibat dari suatu peristiwa yang
belum jelas.
Dalam Ensiklopedi Hukum Islam disebutkan bahwa asuransi (Ar:at ta’min)
adalah:”transaksi perjanjian antara dua pihak; pihak yang satu berkewajiban membayar
iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada
pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak yang pertama sesuai dengan
perjanjian yang dibuat.
Dalam KUHD pasal 246 dijelaskan bahwa yang dimaksud asuransi atau
pertanggungan adalah” suatu perjanjian atau timbal balik, dimana seorang penanggung
mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi , untuk
memberikan penggantian kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu
peristiwa tank tentu (onzeker vooral).
Radiks Purba mendefinisikan asuransi sebagai suatu persetujuan, dimana
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan membayar premi, untuk
mengganti kerugian karena kehilangan, kerugian atau tidak diperolehnya keuntungan
yang diharapkan, yang dapat diderita karena peristiwa yang tidak diketahui lebih
dahulu.
Definisi Asuransi menurut UU RI Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha
perasuransian bab I pasal 1:” Asuransi atau peretanggungan adalah perjanjian antara
dua pihak atau lebih. Denga mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada pihak
tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan,
atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan
suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggung jawabkan.
Dari beberapa definisi diatas dapat kita simpulkan bahwa yang dimaksud dengan
asuransi yaitu hubungan antara pihak penanggung dan yang tertanggung, untuk
memberikan ganti rugi kepada tertanggung bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan
dan tertanggung membayar premi.
B. Sejarah Asuransi
Konsep asuransi atau dapat dikatakan peristiwa yang merupakan dasar dari
asuransi sudah ada sejak zaman sebelum masehi dan terjadi pada masa Mesir kuno
yaitu pada nabi Yusuf yang mengartikan mimpinya bahwa di Mesir akan terjadi panen
yang melimpah selama 7 tahun yang diikuti paceklik selama 7 tahun juga. Untuk
berjaga-jaga terhadap bencana kelaparan tersebut Raja Fir’aun mengikuti saran nabi
Yusuf dengan menyisihkan sebagian hasil dari panen 7 tahun pertama sebagai
cadangan bahan makanan pada masa paceklik. Dengan demikian pada masa 7 tahun
paceklik rakyat Mesir terhundar dari resiko kelaparan hebat yang seluruh negeri.
Kemudian hal seperti itu berlanjut pada tahun-tahun dan pemerintahan sesudah itu
seperti Alexander Agung dan tokoh-tokoh lain.
Dalam literatur Islam dikenal dengan konsep aqilah yang sering terjadi dalam
sejarah pra-islam dan diakui dalamk literatur hukum islam. Jika ada salah satu anggota
suku Arab pra-islam melakukan pembunuhan, maka dia (pembunuh) dikenakan duyat
dalam bentuk blood money (uang darah) yang dapat ditanggung oleh anggota suku
yang lain. Hadits Nabi SAW.
“Berselisih dua orang wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu wanita tersebut
melempar batu ke wanita yang lain, sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut
beserta janin yang dikandungnya. Maka ahli waris dari wanita yang meninggal
tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasulullah SAW. Maka Rasulullah
SAW memutuskan ganti rugi terhadap pembunuhan janin tersebut dengan pembebasan
budak laki-laki atau perempuan dan memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut
dengan diyat yang dibayarkan oleh aqilahnya.
Hal itu merupakan praktek dasar asuransi pada masa nabi, kemudian hal itu terus
berkembang samapi ke zaman revolusi industri Inggris, dan mulai memasuki fase
bisnis.
William Gibbon adalah seorang yang berkewarganegaraan Inggris yang pertama
kali memperkenalkan praktek asuransi dalam instrument perusahaan yang lebih teratur
dan tertata dengan baik. Pada masa ini mulai dipakai jasa seorang underwriter dalam
operasional asuransi. Di Inggris bisnis asuransi mengalami perkembangan yang
signifikan setelah pada tahun 1870 dikeluarkannya peraturan perusahaan asuransi jiwa.
Setelah itu asuransi mulai berkembang ke penjuru negeri dan masuk ke dunia timur.
C. Prinsip Dasar Asuransi
Imdustri asuransi, baik asuransi kerugian ,maupun asuransi jiwa, memiliki prinsip-
prinsip yang menjadi pedoman bagi penyelenggaraan perasuransian di mana pun
berada.
Insurable interest(kepentingan yang dipertanggungjawabkan), secara sederhana hal
ini dapat dipahami bahwa orang itu akan menderita apabila peristiwa yang
dipertanggung jawabkan itu terjadi.
Ulmost good faith(kejujuran sempurna) adalah bahwa kita berkewajiban
memberitahukan sejelas-jelasnya dan teliti mengenai segala fakta-fakta penting
mengenai obyek yang diasuransikan.
Indemnity (indemnitas) adalah penggantian kerugian artinya penanggung
menyediakan penggantian kerugian untuk kerugian yang nyata yang diderita yang
tertanggung, dan tidak lebih besar daripada kerugian ini.
Subrogation (subrogasi), prinsip ini telah diatur dalam undang-undang yang
berbunyi: apabila seorang penanggung telah membayar ganti rugi sepenuhnya kepada
tertanggung, maka penanggung akan menggantikan kedudukan tertanggung dalam
segala hal untuk menuntut pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian pada
tertanggung.
Contribution (kontribusi) : tertanggung dapat saja mengasuransikan harta benda
yang sama pada beberapa perusahaan asuransi. Namun apabila terjadi kerugian atas
obyek yang diasuransikan, maka secara otomatis berlaku prinsip kontribusi.
Proximate cause (Kausa proksimal), apabila kepentingan yang diasuransikan
mengalami musibah atau kecelakaan, maka pertama-tama penanggung akan mencari
sebab-sebab yang aktif dan efisien yang menggerakkan suatu rangkaian peristiwa tanpa
terputus sehingga pada akhirnya terjadilah musibah atau kecelakaan tersebut.
D. Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam
Dalam bab ini kita akan membicarakan nilai filosofis asuransi syariah, landasan
asuransi syariah, akad asuransi syariah, pandangan ulama tentang asuransi.
Mengenai nilai filosofisnya, hal ini berkaitan dengan manusia sebagai makhluk
sosial. Sebagai makhluk lemah, manusia harus senantiasa sadar bahwa keberadaannya
tidak mampu hidup sendiri tanpa bantuan orang lain atau sesamanya. Solusinya adalah
firman Allah SWT:
“Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan jangan tolong
menolong kamu dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan bertaqwalah kamu kepada
allah, sesunguhnya Allah amat berat sisaNya.”
Disamping itu masih banyak nilai filosofis lain yang dapat kita kaji dalam asuransi
syariah misalnya manusia hanya mampu merencanakan tetapi tidak mampu
menentukan, dan lain- lain.
Landasan asuransi syariah yang pertama yaitu al Qur’an (ayatnya sudah
disebutkan diatas) dan juga dalam al Qur’an terdapat kisah nabi Yusuf yang merupakan
sejarah asuransi, dan masih banyak ayat lain yang menerangkan tentang hubungan
sesama.
Hadist nabi misalnya hadist tentang niat yang sudah sangat masyhur dan juga
hadist tentang menghilangkan kesulitan seseorang. Yang berbunyi:
“Barang siapa yang menghilangkan kesulitan duniawinya mukmin maka allah akan
menghilangkan kesulitan akhiratnya, dan barang siapa mempermudah kesulitan
seseorang, maka allah akan mempermudah urusannya di dunia dan akhirat.”
Piagam madinah, praktik sahabat, ijma’, syar’u man qablana dan istihsan, yang
kesemuanya itu sudah pernah dibahas di ushul fiqih.
Prinsip dasar asuransi syariah ada 10 macam yaitu: tauhid, keadilan, tolong-
menolong, kerja sama, amanah, kerelaan, kebenaran, larangan riba, larangan judi, dan
larangan gharar. Selanjutnya akan diperinci sedikit tentang itu.
Tauhid adalah dasar utama dari setiap bangunan dalam syariah islam. Maka dalam
membangun usaha hendaklah dilandaskan atas tauhid.
Prinsip kedua dalam asuransi adalah terpenuhinya nilai-nilai keadilan antara
pihak-pihak yang terikat dengan akad asuransi. Maka dari itu seseorang tidak merasa
dirugikan bila mengikuti hal itu.
Prinsip dasar lain dalam melaksanakan kegiatan berasuransi adalah harus didasari
dengan semangat tolong menolong antara anggota. Jadi setiap anggota yang masuk
harus mempunyai niat untuk menolong temannya.
Kerjasama juga tidak boleh dilupakan karena ini merupakan prinsip universal yang
selalu ada dalam setiap literatur fiqih, dan juga ini merupakan tujuan diciptakannya
manusia.
Prinsip amanah dalam suatu organisasi dapat terwujud dalam nilai pertanggung
jawaban dengan cara penyajian leporan keuangan tiap periode. Dan juga system
tersebut juga harus didasari kerelaan.
Larangan riba, kebenaran, larangan judi dan gharar juga harus diterapkan, agar
tidak berkembang menjadi praktek yang diharamkan.
Adapun mengenai praktik asuransi dalam pendangan penulis merupakan akad
yang ghairu musamma (akad yang belum ada penamaannya) dan termasuk akad yang
baru dalam literature fiqih. Dalam beberapa hal terjadi proses analogi hukum terhadap
praktik operasional asuransi dengan beberapa akad yang telah dikenal (musamma).
Salah satunya akad muwalat yaitu akad antara dua orang yang tidak terikat hubungan
nasab(keturunan) yang salah satunya mengcover musibah pertanggungan diyat
terhadap peristiwa pembunuhan.
E. Pendapat Para Ulama Mengenai Asuransi
Dikalangan ulama terdapat empat pendapat mengenai asuransi.
1. mengharamkan asuransi tokohnya seperti Sayyid Sabiq, Muhammad Yusuf Al
Qardhawi dll, mengharamkan dengan alasan antara lain:
 asuransi pada hakekatnya sama dengan judi.
 Mengandung unsure tidak jelas dan tidak pasti.
 Mengandung unsur riba
 Mengandung unsur eksploitasi.
 Termasuk akad sharfi.
2. membolehkan semua asuransi tokohnya Abdul Wahab Khalaf, Mustofa Ahmad
Zarqa, Muhammad Yusuf Musa. dengan alasan antara lain
 Tidak nash al qur’an maupun hadist yang melarang.
 Kedua pihak yang berjanji penuh kerelaan.
 Asuransi tidak merugikan salah satu/dua belah pihak.
 Termasuk akad mudharabah dan syirkah ta’awuniyah.
 Diqiyaskan dengan system pension.
 Untuk kemaslahatan umum.
3. membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang
bersifat komersial sementara. Hal ini dikemukakan oleh Abu Zahrah dengan
penggabungan dua macam alasan diatas.
4. menganggap bahwa asuransi bersifat syubhat karena tidak dalil-dalil syar’I yang
secara jelas mengharamkan dan yang secara jelas menghalalkanya.

You might also like