Professional Documents
Culture Documents
BERKEBUTUHAN KHUSUS
Mata Kuliah : Psikologi Pendidikan
Dosen :Dr. Hapidin, M.Pd.
Disusun Oleh
Kelompok II :
Sekar Wirastri (7816120882/PEP)
Tata Suharta (781612087/PEP)
Vera Yulia Handayani (7526120344/Dikdas)
Yunis Andriani (7816120892/PEP)
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2013
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala anugerah- Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah mengenai : “Hakikat Peserta Didik
Berkebutuhan Khusus”. Makalah ini merupakan salah satu tugas yang kami selesaikan
guna memenuhi bahan pembelajaran Psikologi Pendidikan. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih belum sempurna dan masih banyak hal yang perlu diperbaiki.
Saran, kritik, dan masukan yang membangun dari semua pihak sangat
membantu kami terutama untuk kemungkinan pengembangan lebih lanjut. Akhirnya
kami berharap agar Makalah ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
bagi semua pihak, Serta dapat dikembangkan semaksimal mungkin untuk meningkatkan
kualitas belajar mahasiswa.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
BAB II
Pembahasan 3
A. Hakikat Anak Berkebutuhan Khusus 3
B. Jenis–jenis dan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus 10
C. Cara Membantu Anak Berkebutuhan Khusus 15
D. Model Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus 18
E. Implikasi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Pada Praktik Pembelajaran 20
BAB III
SIMPULAN 26
DAFTAR PUSTAKA 27
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami problema dalam belajar, hanya saja
problema tersebut ada yang ringan dan tidak memerlukan perhatian khusus dari orang lain
karena dapat diatasi sendiri oleh anak yang bersangkutan dan ada juga yang problem
belajarnya cukup berat sehingga perlu mendapatka perhatian dan bantuan dari orang lain.
Anak luar biasa atau disebut sebagai anak berkebutuhan khusus (children with special
needs), memang tidak selalu mengalami problem dalam belajar. Namun, ketika mereka
diinteraksikan bersama-sama dengan anak- anak sebaya lainnya dalam system pendidikan
regular, ada hal-hal tertentu yang harus mendapatkan perhatian khusus dari guru dan
sekolah untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal.
Pada saat ini dunia pendidikan mempunyai kewajiban untuk melayani berbagai jenis
peserta didik berkebutuhan khusus. Pada waktu sebelumnya, peserta didik yang
berkebutuhan khusus diberi label anak luar biasa dan anak yang termasuk kedalam
kelompok anak luar biasa langsung di didik di sekolah luar biasa melayani berbagai bentuk
kekhusussan yang dimiliki anak, seperti sekolah luar biasa (SLB) untuk penyandang tuna
wicara, tuna grahita, tuna netra. Untuk peserta didik yang memiliki kemampuan khusus
dengan IQ tinggi, seperti gifted, di Indonesia di didik di sekolah umum di kelas akselerasi.
Peserta didik berkebutuhan khusus adalah peserta didik memiliki ciri-ciri khusus di
dalam perkembangannya yang berbeda dari perkembangan secara normal. Penyimpangan
perkembangan tersebut yang berbentuk penyimpangan intelegensi, yaitu intelegensi dibawah
normal yang dikenal peserta didik penyandang retardasi mental, atau intelegensi di atas
normal yang dikenal peserta didik superior atau gifted. Penyimpangan dalam perilaku seperti
attention deficit hyperactivity disorder atau ADHD atau autisme. Penyimpangan dalam
perkembangan visual, seperti peserta didik penyandang kebutaan atau tuna netra dan
penglihatan yang sangat rabun. Penyimpangan dalam perkembangan audiotory seperti
individu penyandang tuna wicara. Penyimpangan dalam perkembangan fisik seperti tuna
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan anak-anak
secara umum atau rata-rata anak seusianya. Anak dikatakan berkebutuhan khusus jika ada
sesuatu yang kurang atau bahkan lebih dalam dirinya. Sementara menurut Heward, anak
berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khususyang berbeda dengan anak pada
umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus
sehubungan dengan gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Mereka yang
digolongkan pada anak yang berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan berdasarkan ganngguan
atau kelainan pada aspek :
1) Fisik/motorik, antara lain cerebral palsi, polio
2) Kognitif : mentalretardasi, anak unggul ( berbakat )
3) Bahasa dan bicara
4) Pendengaran
5) Penglihatan
6) Sosial emosi
Anak berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai seorang anak yang memerlukan
pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing secara
individual1.
Anak berkebutuhan khusus (ABK)2 adalah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidak mampuan mental,
emosi atau fisik. Yang termasuk ke dalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita,
tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan
1
Zainal Alimin, Jurnal Assesmen dan Intervensi Anak Berkebutuhan Khusus (Hal 1)
2
wikipedia
Penyebab anak berkebutuhan khusus terjadi dalam beberapa periode kehidupan anak,
yaitu :
a. Sebelum kelahiran
c. Setelah kelahiran
Deteksi dini tumbuh anak adalah kegiatan/pemeriksaan untuk menemukan secara dini
adanya penyimpangan tumbuh kembang pada anak usia dini. Dengan ditemukan secara dini
penyimpangan/ masalah tumbuh kembang anak, maka intervensi akan lebih mudah dilakukan,
tenaga kesehatan juga mempunyai waktu untuk tindakan intervensi yang tepat, terutama harus
Setelah dilakukan beberapa deteksi tumbuh kembang di atas, orang tua maupun pendidik
dapat mengetahui jenis kebutuhan yang diperlukan anak. Ada beberapa kategori anak
berkebutuhan khusus yang dapat diindentifkasi. Adapun jenis kategori (saat ini kami hanya akan
membahas 3 kategori) tersebut antara lain :
1) Anak retardasi mental ( Tuna Grahita )
Adalah individu yang secara signifikan memiliki intelegensi di bawah intelegensi normal
dengan skor IQ sama atau lebih rendah dari 70. Tuna grahita dapat diklasifikasikan kedalam tiga
kelompok :
1) Kelompok mampu didik, IQ 68-78
2) Kelompok mampu latih, IQ 52-55
3) Kelompok mampu rawat, IQ 30-40
Tunagrahita adalah kondisi kelainan/keterbelakangan mental, (retardasi mental) atau
tingkah laku akibat kecerdasan yang terganggu, yang disebabkan oleh fungsi-fungsi kognitif
yang sangat lemah. Adakalanya cacat mental dibarengi dengan cacat fisik sehingga disebut cacat
Agar guru atau orang tua dapat mengidentifikasi jenis kebutuhan yang ada pada anak,
berikut dijabarkan beberapa ciri-ciri umum yang muncul pada masing-masing jenis anak
berkebutuhan khusus.
1) Anak retardasi mental
Ciri-ciri anak yang mengalami retardasi mental adalah sebagai berikut:
1) Secara kognitif anak tersebut sangat berbeda dengan anak normal, dari penggolongan IQ
nya saja mereka dapat dikategorikan sebagai: Keterbelakangan mental ringan (IQ= 55–
69); Keterbelakangan mental sedang (IQ = 40-54); Keterbelakangan mental berat (IQ =
25–39); Keterbelakangan mental sangat berat (IQ = di bawah 25). Dengan derajat
keterbelakang mental yang berbeda ini maka tingkatan dari layanan dukungan buat
merekapun menjadi berbeda pula (tabel terlampir). Kemampuan memori,
menggeneralisasi, motivasi, bahasa dan keterampilan akademisnya menjadi terbatas.
2) Secara sosial, banyak anak dengan keterbelakangan mental mengalami kesulitan dalam
menjalin hubungan dengan orang lain.
3) Tingkah laku adaptifnyapun ada mengalami gangguan terutama dalam hal komunikasi,
merawat diri sendiri, keterampilan sosial, kehidupan sehari-hari, menikmati waktu
senggang, kesehatan dan keselamatan, kemampuan mengarahkan diri, fungsi akademis,
dan keterlibatan dimasyarakat.
4) Secara emosional, mereka seringkali terperosok dalam kondisi kesepian, depresi.
5) Secara fisik dan medis, biasanya tidak ada kondisi fisik dan medis yang sangat berbeda
dengan anak kebanyakan.
Proses identifikasi anak dengan keterbelakangan mental dilakukan dengan asesmen dari fungsi
intelektualnya, tingkah laku adaptif, faktor medis semua ini dilakukan oleh ahlinya dan
kemudian diberikan penanganan yang sesuai.
Upaya yang dapat dilakukan pada anak retardasi mental antara lain :
a. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
Pendidikan kesehatan pada masyarakat
Perbaikan keadaan sosio-ekonomi
Perawatan pre-natal
Pertolongan persalinan yang baik
Mengurangi kehamilan pada wanita di bawah 20 tahun dan di atas 40 tahun
b. Latihan
Mengajarkan keterampilan hidup (seperti makan, berpakaian, menjaga kebersihan badan)
Melibatkan anak dalam pergaulan sosial dengan teman sebaya atau orang yang lebih tua
Memberi kegiatan sesuai minat dan kebutuhan anak
Memperkenalkan hal-hal yang baik dan tidak baik sejak usia dini
b. Rehabilitasi medik :
Fisioterapi : relaksasi, terapi manipulasi, latihan keseimbangan, latihan koordinasi,
latihan mobilisasi, latihan ambulasi dan latihan Bobath dengan teknik inhibisi, fasilitasi
dan stimulasi latihan dapat diberikan ditempat tidur, di gymnasium, di kolam renang.
Terapi Okupasi :
o Latihan diberikan dalam bentuk aktifitas permainan, dengan menggunakan
plastisin, manik-manik, puzzle; dengan berbagai bentuk gerakan, ketepatan arah,
permainan yang memerlukan keberanian.
o Aktifitas kehidupan sehari-hari : berpakaian, makan minum, penggunaan alat
perkakas rumah tangga dan aktifitas belajar.
Pendidikan Inklusif di
sekolah reguler/umum
Pendidikan Khusus di
sekolah luar biasa
(SLB)
Pendidikan di Panti
Menurut Jamaris 3( 2010 : 315), bertitik tolak dari klasifikasi peserta didik berkebutuhan
khusus maka model pendidikan dapat di kembangkan model pendidikan yang dapat mewadahi
kepentingan peserta didik tersebut.
Menurut UNESCO (2004) pendidikan Inklusif mengandung arti bahwa sekolah perlu
mengakomodasi kebutuhan pendidikan semua anak dengan tidak menghiraukan kondisi fisik,
intelektual, sosial, emosional, bahasa dan kondisi-kondisi lainnya. Dengan demikian anak-anak
nprmal, anak berkebutuhan khusus (disabled dan gifted), anak-anak yang memiliki latar
belakang dan etnik minoritas anak-anak jalanan, anak-anak yang bekerja dan anak-anak yang
berasal dari keluarga yang tidak mampu, anak-anak didaerah terpencil atau anak-anak dari suku
yang berpindah-pindah serta anak-anak yang kirang beruntung lainnya. Oleh sebab itu
pendidikan Inklusif merupakan realisasi dari komitmen yang berkaitan dengan educational for
all seperti yang dicanangkan ole UNESCO di Jomitien, Thailand pada ttahun 1990.
3
Prof.Dr.Martini Jamaris, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pendidikan(2010 : 315)
Pelayanan pendidikan di panti diberikan kepada peserta didik berkebutuhan khusus yang
berat. Sebagai contoh pesert didik penyandang disabilitas intelegensia berat, kelompok ini
membutuhkan perawatan penuh karena hany memiliki kemampuan perkembangan terbatas,
hanya dapat mencapai kemampuan anak berusia 2 tahun dan selalu membutuhkan bantuan orang
lain dalam segala bidang kebutuhan hidup.
Berdasarkan filosofi dan makna pendidikan inklusif, Ford, A., R. Schnorr, L. Meyer, L.
Davern, J. Black, and P. Dempsey. (1989) menegaskan bahwa ada beberapa prinsip pendidikan
inklusif, di antaranya :
Mendidik semua anak yang berkebutuhan khusus dalam ruang kelas reguler tanpa
memperdulikan jenis kelainannya.
Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua siswa untuk belajar dari
setiap kontribusinya.
Memberikan layanan yang diperlukan di sekolah-sekolah reguler.
Memberikan dukungan bagi guru dan administrator reguler (misalnya dengan
memberikan waktu, latihan, sumber-sumber teamwork dan strateginya).
4
Prof.Dr.Martini Jamaris, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pendidikan (2010 : 317)
Anak berkebutuhan khusus (ABK) ini ada dua kelompok, yaitu: ABK temporer (sementara)
dan permanen (tetap). Adapun yang termasuk kategori ABK temporer meliputi: anak-anak yang
berada di lapisan strata sosial ekonomi yang paling bawah, anak-anak jalanan (anjal), anak-anak
korban bencana alam, anak-anak di daerah perbatasan dan di pulau terpencil, serta anak-anak
yang menjadi korban HIV-AIDS. Sedangkan yang termasuk kategori ABK permanen adalah
anak-anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, Autis, ADHD (Attention
Deficiency and Hiperactivity Disorders), Anak Berkesulitan Belajar, Anak berbakat dan sangat
cerdas (Gifted), dan lain-lain. Untuk menangani ABK tersebut dalam setting pendidikan inklusif
di Indonesia, tentu memerlukan strategi khusus. Pendidikan inklusi mempunyai pengertian
yang beragam. Stainback dan Stainback (1990) mengemukakan bahwa sekolah inklusif adalah
sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program
pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap
siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak
berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima,
menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya,
maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi. Selanjutnya,
Staub dan Peck (1995) menyatakan bahwa: pendidikan inklusif adalah penempatan anak
berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini
menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak
berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya. Sementara itu, Sapon-
Shevin (O’Neil, 1995) menyatakan bahwa pendidikan inklusif sebagai sistem layanan
pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah
terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Oleh karena itu, ditekankan adanya
perombakan sekolah, sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata
“Anak Luar Biasa (ALB)” yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan
khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Karena
karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan
khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) ini ada dua kelompok, yaitu: ABK temporer
(sementara) dan permanen (tetap). Adapun yang termasuk kategori ABK temporer meliputi:
anak-anak yang berada di lapisan strata sosial ekonomi yang paling bawah, anak-anak jalanan
(anjal), anak-anak korban bencana alam, anak-anak di daerah perbatasan dan di pulau terpencil,
serta anak-anak yang menjadi korban HIV-AIDS. Sedangkan yang termasuk kategori ABK
permanen adalah anak-anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, Autis,
ADHD (Attention Deficiency andHiperactivity Disorders), Anak Berkesulitan Belajar, Anak
berbakat dan sangat cerdas (Gifted), dan lain-lain.
Kebijakan Pendidikan Anak Usia Dini yang Berkebutuhan Khusus. (2008). Jakarta: Dir.
Pembinaan Sekolah Luar Biasa, Dir. Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah, Depdikdas.
Arifin, Z. (n.d.). Jurnal Assesssment dan Intervensi Anak Berkebutuhan Khusus.
J. David Smith. Alih Bahasa: Denis dan Enrica. (2006). Inklusi, Sekolah Ramah untuk Semua.
Jakarta: Nuansa.
Jamaris, M. (n.d.). Orientasi Baru dalam Psikologi Kependidikan.
James Le Fanu. Alih Bahasa Irham Ali Saifuddin. (2007). Deteksi Dini Masalah-masalah
Psikologi Anak. Yogyakarta: Think.
Mangungsong, F. (2009). Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
Pusponegoro, Hardiono D & Purboyo Solek. (2003). Apakah Anak Kita Autis, Deteksi Dini
Tumbuh Kembang Anak. Bandung: Yayasan Sukaryanti.
www.google.com/wikipedia. (n.d.). Retrieved Agustus 15, 2013