You are on page 1of 21

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA

KLIEN DENGAN GANGGUAN ISOLASI SOSIAL DI RUMAH SAKIT


JIWA PROF. Dr. ILDREM PROVSU

OLEH :
REFIDA VERONIKA S
012015020

STIKes SANTA ELISABETH MEDAN


T.A 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
Berkat dan rahmat-Nya serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
JIWA PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN ISOLASI SOSIAL DI
RUMAH SAKIT JIWAPROF. Dr. ILDREM PROVSU
Adapun tujuan dari pembuatan laporan ini sebagai satu syarat dalam
melaksanakan aplikasi penerapan asuhan keperawatan jiwa kepada pasien di
lingkungan Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera
Utara dengan gangguan jiwa yang sesuai dengan kompetensi belajar yang sudah
ditentukan oleh Program Studi DIII Keperawatan STIKes Santa Elisabeth Medan.
Adapun dalam penulisan pelaporan ini penulis membuat asuhan dimulai dari
pengkajian, pembuatan diagnose keperawatan, intervensi keperawatan,
implementasi keperawatan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih pada berbagai pihak, yaitu :
1. Mestiana Br. Karo-karo selaku Ketua STIKes Santa Elisabeth Medan
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
praktek belajar lapangan di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad
Ildrem Provinsi Sumatera Utara
2. Nasipta Ginting., SKM., S.Kep., Ns., M.Kep selaku Kaprodi DIII
Keperawatan STIKes Santa Elisabeth Medan yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melakukan praktek belajar lapangan di
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara
3. Dr. Candra Syafe’i., SpOG selaku direktur Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara
4. Rusmauli Lumban Gaol., S.Kep., Ns., M.Kep selaku penanggung jawab
mata kuliah Keperawatan Jiwa dan dosen pembimbing penulis yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan laporan ini
sehingga laporan ini dapat selesai dengan baik.
5. Pihak yang telah membantu serta mendukung penulis dalam
menyelesaikan tugas laporan ini
Penulis menyadari bahwa laporan yang penulis buat ini masih memiliki
banyak kekurangan, maka dari itu, saran dan kritik yang bersifat membangun
demi menyempurnakan makalah ini penulis terima.

Medan, November 2017


Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan jiwa merupakan suatu kondisi di mana keberlangsungan fungsi
mental menjadi tidak normal baik kapasitasnya maupun keakuratannya. Definisi
lain tentang apa itu gangguan jiwa adalah dengan membandingkan dengan definisi
kesehatan mental WHO "Mental health is a state of completephysical, mental and
social well-being, and not merely the absence of disease"(WHO, 2012)” Kurang
lebih terjemahan bebasnya adalah: “Kesehatan mentaladalah suatu keadaan
lengkap secara fisik, mental, dan kesejahteraan-sosial, dan tidak semata-mata
ketiadaan suatu penyakit”.
Menurut World Health Organization (WHO) kesehatan adalah suatu keadaan
sejahtera baik fisik, mental dan sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau
kecacatan.Secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya tidak adanya gangguan
jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik positif yang menggambarkan
keselarasan dan kesinambungan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan dari
kepribadian yang bersangkutan.
Berdasarkan data dari Riskesdas, (2007) menunjukkan angka-angka nasional
gangguan gangguan jiwa nasional gangguan mental emosional (kecemasan,
depresi) pada penduduk Indonesia usia kurang lebih 15 tahun adalah 11,6% atau
sekitar 19 juta penduduk. Sedangkan dengan gangguan jiwa berat rata-rata sebesar
0,64% sekitar 1 juta penduduk, sedikit sekali dari jumlah penderita yang datang ke
fasilitas pengobatan. Menurut perhitungan utilisasilayanan kesehatan jiwa
ditingkat primer, sekunder dan tersier kesenjangan pengobatan diperkirakan lebih
90%.Data ini berati, hanya 10% yang membutuhkan layanan Kesehatan Jiwa
terlayani difasilitas kesehatan. Kerugian ekonomi akibat kesehatan jiwa ini
sedikitnya mencapai Rp. 20 T. Jumlah yang sangat besar di bandingkan dengan
dana jamkesmas Rp. 5,1 T dengan kerugian akibat Rp. 6,2 T. Berdasarkan data
Riskesdas (2002) , sedikitnya ada 154 juta orang di seluruh dunia yang mengalami
depresi. Di Indonesia sendiri, remaja di bawah usia 15 tahun yang mengalami
depresi pada 2007 mencapai 16 persen atau sekitar 19juta orang. Memasuki 2010,
angka itu dipastikan lebih tinggi lagi. Dalam hal ini peran fungsi dan tanggung
jawab perawat psikiatri dalam meningkatkan derajat kesehatan jiwa, dalam
kaitannya dengan menarik diri adalah meningkatkan percaya diri pasien dan
mengajarkan untuk berinteraksi dengan orang lain, misalnya berkenalan dan
bercakap-cakapdengan pasien lain, memberikan pengertian tentang kerugian
menyendiri dan keuntungan dari berinteraksi dengan orang lain sehingga
diharapkan mampu terjadi peningkatan interaksi sosial pasien..
1.1 Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum
Penulis dapat memberikan Asuhan Keperawatan Jiwa pada Klien dengan
gangguan masalah utama Isolasi Sosial.
1.1.2 Tujuan Khusus
a. Melaksanakan pengkajian data pada masalah utama Isolasi Sosial.
b. Menganalisa data pada gangguan jiwa Isolasi Sosial.
c. Merumuskan diagnose keperawatan Pada Pasien Gangguan Jiwa
Isolasi Sosial.
d. Merencanakan tindakan keperawatan Pada Pasien Gangguan Jiwa
Isolasi Sosial.
e. Mengevaluasi tindakan keperawatan Pada Pasien Gangguan Jiwa
Isolasi Sosial.
1.2 Metode penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah deksriptif dengan teknik pengkajian,
diagnose keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi sedangkan teknik penulisan
yang digunakan sebagai berikut :
1. Observasi partisipatif
Yaitu mengadakan pengawasan langsung terhadap keadaan umum pasien
serta melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan permasalahan yang
dihadapi dengan timbulnya perubahan klinis selama observasi
2. Wawancara
Yaitu mengadakan Tanya jawab langsung dari pasien, perawat serta petugs
kesehatan uang bersangkutan dengan pasien.
3. Studi Dokumentasi
Yaitu mempelajari buku-buku laporan dan catatan medis serta dokumen
lainnya untuk membandingkan dengan data yang ada
4. Studi Pustaka
Yaitu mempelajari buku-buku referensi tentang penyakit yang berhubugan
dengan Pasien Gangguan Jiwa Perilaku Kekerasan
1.3 Sistematika Penulisan
Makalah ini ditulis dalam lima bab yang ditulis secara sistematika dan tiap-
tiap bab terdiri dari beberapa sub bab yaitu :
BAB I : Berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang,
tujuan penulisan, ruang lingkup, metode penulisanm dan
sistematika penulisan
BAB II : Berisi tentang konsep dasar yang berisi tentang pengertian,
etiologi, (factor predisposisi, dan factor prepitasi), tanda dan
gejala, pohon masalah, diagnose keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi dan evaluasi.
BAB III : berisi tentang tinjauan kasus yang membahas kasus pasien
meliputi pengkajian, analisa data, daftar masalah
keperawatan, pohon masalah, diagnose keperawatan,
perencanaan keperawatan, implementasi, dan evaluasi
BAB IV : Berisi tentang pembahasan kasus yang bertujuan untuk
menemukan kesenjangan antara teori dan fakta yang ada
mulai dari pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi.
BAB V : Berisi tentang kesimpulan dan saran-saran tentang kasus yang
dibahas.
DAFTAR PUSTAKA
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Medis
2.1.1 Pengertian
Isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi dengan orang lain
karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan
untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam
berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanefestasikan dengan
mengisolasikan diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup berbagi
pengalaman (Yosep, 2011 oleh AH Yusuf, 2015 dalam Buku Ajar Keperawatan
Jiwa hlm : 104).
Rentang Respon Neurolobiologis
Adaptif Maladaptive

• Menyendiri • Merasa sendiri • Manipulasi


(solitude) (loneliness) • Impulsip
• Otonomi • Menarik diri • narsisme
• Bekerja sama (withdrawal)
(mutualisme) • Tergantung
• Saling bergantung (dependent)
(interdependence)

2.1.2 Etiologi
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif.Menurut Stuart
dan Sundeen (2007), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab
gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal.
Faktor yang mungkin mempengaruhi antara lain yaitu:
a. Faktor predisposisi Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial
adalah:
1) Faktor perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan
pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian, dan kehangatan dari
ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri dan dapat mengembangkan
tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak
merasa diperlakukan sebagai objek.
2) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan.Dapat juga disebabkan oleh
karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga, seperti
anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
3) Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung yang menyebabkan
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang jelas
mempengaruhi adalah otak .Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada
keluarga yang anggota keluarganya ada yang menderita skizofrenia.Klien
skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial terdapat
kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat volume otak serta perubahan struktur limbik.
b) Faktor presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
internal maupun eksternal meliputi:
1) Stresor sosial budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan seperti
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kesepian karena ditinggal
jauh, dirawat di rumah sakit atau dipenjara.
2) Stresor psikologi Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan
menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain
2.1.3 Patofisiologi
a. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu
ada tugas perkembangan yang harus dilalui individu dengan sukses
agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Apabila tugas ini
tidak terpenuhi, akan mencetuskan seseorang sehingga mempunyai
masalah respon sosial maladaptif. (Damaiyanti, 2012)
2) Faktor biologis Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial
maladaptive
3) Faktor sosial budaya Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam
gangguan berhubungan. Hal ini diakibatkan oleh norma yang tidak
mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak menghargai
anggota masyarakat yang tidak produktif seperti lansia, orang cacat,
dan penderita penyakit kronis.
4) Faktor komunikasi dalam keluarga Pada komunikasi dalam keluarga
dapat mengantarkan seseorang dalam gangguan berhubungan, bila
keluarga hanya menginformasikan hal-hal yang negative dan
mendorong anak mengembangkan harga diri rendah. Seseorang
anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam
waktu bersamaan, ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang
menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga.
b. Stressor presipitasi
1) Stressor sosial budaya Stres dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor
antara faktor lain dan faktor keluarga seperti menurunnya stabilitas
unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti dalam
kehidupannya, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
2) Stressor psikologis Tingkat kecemasan berat yang berkepanjangan
terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan untuk
mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang dekat atau
kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan ketergantungan
dapat menimbulkan kecemasan tingkat tinggi.(Prabowo, 2014: 111
dalam naskah publikasi Khomail Teguh, dkk. 2017)
2.1.4 Gambaran Klinis/manifestasi Klinis
a) Gejala subjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Klien merasa bosan
4) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
5) Klien merasa tidak berguna
b) Gejala objektif
1) Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak” dengan
pelan
2) Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada
3) Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri
4) Menyendiri dalam ruangan, sering melamun
5) Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan secara
berulang-ulang
6) Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
7) Ekspresi wajah tidak berseri
8) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
9) Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk
10) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
(Menurut Trimelia, 2011: 15 dikutip dalam naskah publikasi naskah
publikasi Khomail Teguh, dkk. 2017)
2.1.5 Penatalaksanaan Medis
Menurut Trimelia, 2011: 15 dikutip dalam naskah publikasi naskah
publikasi Khomail Teguh, dkk. 2017. Penatalaksanaan asuhan keperawatan
pada pasien isolasi sosial terdiri dari penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan keperawatan:
1. Penatalaksanaan medis
a. Electro Convulsive Therapy (ECT),
suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak
dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal
kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand
mall yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik.Respon
bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan
biokimia dalam otak.
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian
penting dalam proses terapeutik , upaya dalam psikoterapi ini meliputi:
memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang
terapeutik, bersifat empati, menerima pasien apa adanya, memotivasi
pasien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara verbal, bersikap
ramah, sopan, dan jujur kepada pasien.
c. Terapi Okupasi
suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud
untuk memperbaiki, memperkuat, dan meningkatkan harga diri
seseorang. (Prabowo, 2014: 113 dikutip dalam naskah publikasi Khomail
Teguh, dkk. 2017)
d. Clorpromazine (CPZ)
Indikasi: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri
terganggu, berdaya berat dalam fungsi -fungsi mental: waham, halusinasi,
gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau, tidak terkendali, berdaya
berat dalam fungsi kehidupan sehari -hari, tidak mampu bekerja, hubungan
sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Mekanisme kerja: Memblokade dopamine pada reseptor paska sinap
di otak khususnya sistem ekstra piramidal.
Efek samping: Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/
parasimpatik,mulut kering, kesulitan dalam miksi, dan defikasi, hidung
tersumbat,mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama ja
ntung),gangguan ekstra piramidal (distonia akut, akatshia,
sindromaparkinson/tremor, bradikinesia rigiditas), gangguan endokrin,
metabolik, hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka
panjang.
Kontra indikasi: Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan
jantung, febris,ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran
disebabkan CNS Depresan.
e. Trihexy phenidyl (THP)
Indikasi:Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska ensepalitis
dan idiopatik,sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpin dan
fenotiazine.Mekanisme kerja: Obat anti psikosis dalam memblokade
dopamin pada reseptor paska sinaptik nauron diotak khususnya sistem
limbik dan sistem ekstra piramidal.
Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan otonomik
(hypertensi, anti kolinergik/ parasimpatik, mulut kering, kesulitanmiksi
dan defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra oluker meninggi,
gangguan irama jantung).Kontra indikasi:Penyakit hati, penyakit darah,
epilepsi, kelainan jantung, fibris, ketergantungan obat, penyakit SSP,
gangguan kesadaran.
2.2 Konsep Dasar Keperawatan
2.2.1 Pengertian
Isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi dengan orang lain
karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan
untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam
berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanefestasikan dengan
mengisolasikan diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup berbagi
pengalaman (Yosep, 2011 oleh AH Yusuf, 2015 dalam Buku Ajar Keperawatan
Jiwa hlm : 104).
2.2.2 Pohon masalah
Risiko Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi (Effect)

Isolasi Sosial: menarik diri (core/problem)


Gangguan Konsep Diri : HDR (causa)
Diagnose keperawatan
1. Perubahan sensori persepsi halusinasi b/d menarik diri
2. Isolasi sosial menarik diri b/d harga diri rendah
(Prabowo, 2014: 114)
2.2.3 Gambaran Klinis
a. Gejala subjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Klien merasa bosan
4) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
5) Klien merasa tidak berguna
b) Gejala objektif
1) Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak”
dengan pelan
2) Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada
3) Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri
4) Menyendiri dalam ruangan, sering melamun
5) Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan
secara berulang-ulang
6) Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
7) Ekspresi wajah tidak berseri
8) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
9) Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk
10) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
(menurut Trimelia, 2011: 15 dikutip dalam naskah publikasi
naskah publikasi Khomail Teguh, dkk. 2017)
2.2.4 Penatalaksanaan Keperawatan
2.2.4.1 Pengkajian
Data yang perlu dikaji dengan diagnose keperawatan isolasi sosial:
(Santosa, Budi. 2008).
Data subjektif:
a) Klien mengatakan malas bergaul dengan orang lain.
b) Klien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan meminta untuk
sendirian.
c) Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain
d) Tidak mau berkomunikasi.
e) Data tentang klien biasanya didapat dari keluarga yang mengetahui
keterbatasan klien (suami , istri, anak, ibu, ayah, atau teman dekat).
Data objektif:
a) Kurang spontan
b) Apatis (acuh terhadap lingkungan)
c) Ekspresi wajah kurang berseri
d) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
e) Tidak ada atau kurang komunikasi verbal.
f) Mengisolasi diri.
g) Tidak atau kurang terhadap lingkungan sekitarnya.
h) Asupan makanan dan minuman terganggu.
i) Retensi urin dan feses.
j) Aktivitas menurun.
k) Kurang berenergi atau bertenaga.
l) Rendah diri.
m) Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus atau janin (khususnya pada
posisi tidur).
n) Untuk mengkaji pasien isolasi social.Anda dapat mengguanakan
wawancara dan observasi kepada pasien dan keluarga.
>>Tanda dan gejala isolasi social yang dapat ditemukan dengan
wawancara adalah:
a. Pasien menceritakan merasa kesepian atau ditolak oleh orang lain.
b. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
c. Pasien mengatakan hubungan tidak berarti dengan orang lain.
d. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
e. Pasien tidak mampu berkosentrasi dan membuat keputusan.
f. Pasien merasa tidak berguna.
g. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
Pertanyaan-pertanyaan berikut ini dapat ditanyakan pada saat
wawancara untuk mendapakan data subyektif :
a. Bagaimana pendapat pasien terhadap orang –orang disektarnya(
keluarga atau tetangga).
b. Apakah pasien mempunyai teman dekat ? Bila punya, siapa teman
dekatnya itu?
c. Apa yang membuat pasien tidak memiliki orang yang terdekat
dengannya?
d. Apa yang pasien inginkan dari orang-orang disekitarnya?
e. Apakah ada perasaan tidak aman yang dialami oleh pasien?
f. Apa yang menghambat hubungan harmonis antara pasien dengan orang-
orang disekitarnya ?
>> Tanda dan gejala isolasi social yang dapat diobservasi:
a. Tidak memiliki teman dekat.
b. Menarik diri.
c. Tidak komunikatif.
d. Tindakan berulang dan tidak bermakna.
e. Asyik dengan pikiran sendiri
f. Tidak ada kontak mata
2.2.4.2 Tampak sedih, efek tumpul.Diagnosa Keperawatan
Pohon Masalah
Risiko Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi (Effect)

Isolasi Sosial: menarik diri (core/problem)

Gangguan Konsep Diri : HDR (causa)


Diagnose keperawatan
1) Perubahan sensori persepsi halusinasi b/d menarik diri
2) Isolasi sosial menarik diri b/d harga diri rendah
(Prabowo, 2014: 114)
2.2.4.3 Intervensi Keperawatan
>>Standar pelaksanaan untuk pasien
Tindakan keperawatan untuk pasien (Keliat. 2011).
Tujuan :
1. Membina hubungan saling percaya.
2. Menyadari penyebab isolasi social.
3. Berinteraksi dengan orang lain.
Tindakan :
1. Membina hubungan saling percaya. Tindakan yang harus
dilakukan dalam membina hubungan saling percaya adalah :
a. Mengucapkan salam setiap kali berintaksi dengan pasien
b. Berkenalan dengan pasien : perkenalkan nama dan panggilan
yang anda sukai. Serta tanyakan nama panggilan pasien.
c. Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
d. Buat kontrak asuhan : apa yang anda akan lakukan bersama
pasien, berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya dimana.
2. Membantu pasien lebih mengenal penyebab isolasi social.
Langkah-langkah untuk melaksanakan tindakan ini adalah
sebagai berikut :
a. Menanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi
dengan orang lain.
b. Menanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin lagi
berinterakasi dengan orang lain.
3. Membantu pasien mengaenali keuntungan dari membina
hubungan dengan orang lain.
4. Membantu pasien mengenal kerugian tidak membina hubungan.
Dilakukan dengan cara :
a. Mendiskusiakan kerugian bila pasien hanya mengurung diri
dan tidak bergaul dengan orang lain.
b. Menjelaskan pengaruh isolasi social terhadap kesehatan fisik
pasien.
5. Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara
bertahap.Berikut ini tahapan melatih pasien berinteraksiyang
dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Beri kesempatan pasien mempraktikan secara berinteraksi
dengan orang lain yang dilakukan dihadapan anda.
b. Mulailah bantu pasien berinterksi dengan satu orang (
anggota keluarga atau tetangga).
c. Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah
interaksi dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya.
d. Beri pujian setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan
oleh pasien.
e. Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah
berinterkasi dengan orang lain.
Secara lebih terperinci lagi dapat digolongkan suatu strategi
pelaksanaan (SP) pada pasien dengan isolasi social:
1. SP 1: Menjelaskan keuntungan dan kerugian mempunyai
teman
2. SP 2: Melatih klien berkenalan dengan 2 orang atau lebih.
3. SP3: Melatih klien bercakap-cakap sambil melakukan
kegiatan harian
4. SP 4: Melatih berbicara social: memninta sesuatu, berbelanja
dan sebagainya.
>>Tindakan Keperawatan Untuk Keluarga
Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi
social dirumah adalah:
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
 Menjelaskan tentang:
1. Masalah isolasi social dan dampaknya pada pasien
2. Penyebab isolasi social
3. Cara-cara merawat pasien isolasi social, antara lain:
 Membina hubungan saling percaya dengan pasien
dengan bersikap Peduli
 Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien
untuk dapat melakukan kegiatan bersama-sama dengan
orang lain
 Tidak membiarkan pasien sendiri dirumah (Keliat,
2011).
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
a) Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi
akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku
maladaptive dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial
(Depkes RI, 2000).
b) Tanda/gejala
a. Gejala subjektif
1. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. Klien merasa bosan
4. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
5. Klien merasa tidak berguna
b) Gejala objektif
1) Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak”
dengan pelan
2) Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada
3) Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri
4) Menyendiri dalam ruangan, sering melamun
5) Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan
secara berulang-ulang
6) Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
7) Ekspresi wajah tidak berseri
8) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
9) Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk
10) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
(menurut Trimelia, 2011: 15 dikutip dalam naskah publikasi naskah
publikasi Khomail Teguh, dkk. 2017)
5.2 Saran
Adapun saran yang penulis berikan agar tercapai kesehatan jiwa optimal
adalah :
a. Diharapkan pada keluarga klien apabila sudah pulang maka keluarga tetap
melakukan kontrol ke RSJ.
b. Diharapkan adanya kerja sama dengan baik antara dokter, perawat dan tim
medis lainnya guna memperlancar proses keperawatan.
c. Diharapakan kepala keluarga harus sering mengunjungi klien ke RSJ karena
dapa membantu proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B.A., Akemat, Helena, N.C.D., dan Nurhaeni, H. 2007. Keperawatan
Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Courese). Jakarta: EGC.
Stuart dan Laraia. 2005. Principles and Pratice of Psychiatric Nursing, 8th
Edition. St. Louis: Mosby.
Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Depkes.2008. Standar Pedoman Perawatan jiwa.Jakarta : EGC
Direja. 2011, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa,Yogyakarta : Nuha Medika
Fitria Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Fitria Nita. Dkk. 2013.Laporan Pendahuluan Tentang Masalah Psikososial.
Jakarta: Salemba Medika
Yusuf, AH, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika.

You might also like