You are on page 1of 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

1. Pengertian

Menurut Notoatmodjo dalam Wawan dan Dewi (2010),

pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan

terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba dengan sendiri. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

2. Tingkatan Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif menurut

Mubarak (2011) mempunyai enam tingkat yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik

dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang

diterima.

b. Memahami (Comprehention)

Kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui

dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang

5
6

yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan

terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari pada suatu

kondisi real (sebenarnya).

d. Analisa (Analysis)

Kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke

dalam komponen, tapi masih dalam struktur organisasi tersebut, dan

masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Syntehesis)

Sintesis menunjukkan kepada kemampuan untuk melakukan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam batas keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (Evaluation)

Kemampuan untuk melakukan suatu penilaian terhadap suatu materi

atau objek.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Wawan dan Dewi (2010), faktor-faktor yang

mempengaruhi pengetahuan yaitu :

a. Faktor Internal

1) Pendidikan

Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal

yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas


7

hidup. Mubarak (2012), menjelaskan pendidikan merupakan

bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain agar dapat

dipahami suatu hal. Tidak dipungkiri semakin tinggi pendidikan

seseorang, semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan

pada akhirnya pengetahuan yang dimilikinya semakin banyak.

2) Pekerjaan

Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama

untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Bekerja

umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu serta dapat

memberikan pengalaman maupun pengetahuan baik secara langsung

maupun tidak langsung. Lingkungan pekerjaan dapat membentuk

suatu pengetahuan karena adanya saling menukar informasi antara

teman-teman di lingkungan kerja (Wawan dan Dewi 2010).

3) Umur

Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang

akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Menurut Widiastuti

(2009) yaitu penyampaian informasi yang baik yaitu pada masa

kedewasaan karena masa kedewasaan merupakan masa dimana

terjadi perkembangan intelegensia, kematangan mental, kepribadian,

pola pikir dan perilaku sosial. Sehingga dari informasi yang didapat

akan membentuk sebuah pengetahuan dan sikap dilihat dari respons

setelah informasi diterima.


8

4) Informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non

formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate

impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan

pengetahuan (Riyanto, 2013). Menurut Wawan dan Dewi (2010)

suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk

memperoleh pengetahuan baru dan semakin banyak mendapatkan

informasi maka pengetahuan akan semakin luas.

b. Faktor Eksternal

1) Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia

dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan

perilaku orang atau kelompok.

2) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi sikap dalam menerima informasi.

4. Pengukuran pengetahuan

Menurut Arikunto dalam Wawan dan Dewi (2010), tingkat

pengetahuan seseorang diinterpretasikan dalam skala yang bersifat

kualitatif, yaitu:

a. Baik (jawaban terhadap kuesioner 76 – 100% benar)

b. Cukup (jawaban terhadap kuesioner 56 – 75% benar)

c. Kurang (jawaban terhadap kuesioner < 56% benar)


9

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita

ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.

B. Sikap

1. Pengertian

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak

dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu

dari perilaku yang tertutup. (Wawan dan Dewi, 2010).

Menurut Fishbein dan Ajzen dalam Budiman dan Riyanto (2013)

Sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon objek,

situasi, konsep atau orang secara positif atau negatif.

2. Komponen Sikap

Menurut Azwar (2013) Struktur sikap terdiri dari 3 komponen:

a. Komponen Kognitif

Komponen kognitif menggambarkan apa yang dipercayai oleh

seseorang pemilik sikap. Kepercayaan menjadi dasar pengetahuan

seseorang mengenai objek yang akan diharapkan.

b. Komponen Afektif

Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek

emosional terhadap suatu objek. Komponen ini disamakan dengan

perasaan yang dimiliki terhadap suatu objek.


10

c. Komponen Konatif

Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan seseorang dalam

berperilaku berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya dengan

cara-cara tertentu.

3. Tahapan Sikap

Menurut Budiman dan Riyanto (2013), seperti halnya dengan

pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan :

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespons (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar

atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valving)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.


11

4. Faktor - faktor yang mempengaruhi sikap

Faktor - faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut

Azwar dalam Budiman dan Riyanto (2013) adalah:

a . Pengalaman pribadi

Sesuatu yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan

mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan

akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap.

b . Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai

pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup

dalam budaya yang mempunyai norma longgar bagi pergaulan

heteroseksual, sangat mungkin kita akan mempunyai sikap yang

mendukung terhadap masalah kebebasan pergaulan heteroseksual.

c . Orang lain yang dianggap penting

Seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang kita harapkan

persetujuannya bagi setiap gerak dan tingkah dan pendapat kita,

seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang

berati khusus bagi kita, akan banyak mempengaruhi

pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Diantara orang yang

biasanya dianggap penting bagi individu adalah orang tua, orang

yang status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru,

teman kerja, istri atau suami dan lain-lain.


12

d . Media massa

Media massa sebagai sarana komunikasi. Berbagai bentuk media

massa mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan

kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu

hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap

terhadap hal tersebut.

e. Institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem

mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap karena keduanya

meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

f. Faktor emosi dalam diri individu

Bentuk sikap tidak semuanya ditentukan oleh situasi lingkungan dan

pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap

merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi

sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk

mekanisme pertahanan ego.

5. Proses perubahan sikap

Proses dari perubahan sikap adalah menyerupai proses belajar.

Proses perubahan sikap menurut Notoatmodjo (2010) sangat tergantung

dari proses, yakni :

a. Stimulus yang diberikan pada organisme dapat diterima atau dapat

ditolak maka proses selanjutnya tidak berjalan. Ini berarti bahwa

stimulasi tidak efektif dan mempengaruhi organisme, sehingga tidak


13

ada perhatian (attention) dari organisme. Jika stimulus diterima oleh

organisme berarti adanya komunikasi dan adanya perhatian dari

organisme. Dalam hal ini stimulus adalah efektif.

b. Langkah berikutnya adalah jika stimulus mendapat perhatian dari

organisme, tergantung dari organisme mampu tidaknya mengerti

dengan baik. Kemampuan dari organisme inilah yang dapat selanjutnya

melangsungkan proses berikutnya (comprehension).

c. Pada langkah berikutnya adalah bahwa organisme dapat menerima

secara baik apa yang telah difahami sehingga dapat terjadi kesediaan

untuk suatu perubahan sikap (acceptance).

6. Pengukuran sikap

Menurut Wawan dan Dewi (2010), ranah afektif tidak dapat diukur

seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang

diukur adalah menerima (memperhatikan), merespon, menghargai,

mengorganisasi dan menghayati. Skala yang digunakan untuk mengukur

ranah afektif seseorang terhadap kegiatan suatu objek diantaranya

menggunakan skala sikap. Hasil pengukuran berupa kategori sikap, yakni :

a. Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati,

menyenangi, mengharapkan objek tertentu.

b. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi,

menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu.

Untuk mengetahui sikap responden relatif lebih negatif atau positif

dapat dilihat nilai T nya, nilai T adalah nilai standar skala likert.
14

Sikap responden relatif lebih positif bila nilai T > mean T sedangkan pada

sikap relative negatif bila T ≤ mean T (Azwar, 2009). Adapun T dihitung

menggunakan rumus :

T = 50 + 10

Keterangan:

x = Skor responden pada skala sikap yang hendak diubah menjadi skor T

= Mean skor kelompok

s = Deviasi standar skor kelompok

Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi dalam dua kategori

yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif. Salah satu skala sikap

yang sering digunakan adalah skala likert. Dalam skala likert, pernyataan-

pernyataan yang diajukan baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai

oleh subjek dengan setuju, sangat setuju, tidak setuju dan sangat tidak

setuju (Wawan dan Dewi, 2010).

C. Kehamilan

Kehamilan merupakan peristiwa yang alamiah, mulai dari terjadinya

pembuahan (konsepsi) hingga proses pertumbuhan janin di dalam rahim.

Proses kehamilan yang normal terjadi selama 40 minggu dari menstruasi

terakhir hingga kelahiran. Fase kehamilan dibagi ke dalam tiga fase atau yang

lebih sering dikenal dengan sebutan trimester. Trimester pertama adalah

periode minggu pertama sampai minggu ke-12 kehamilan, trimester kedua

adalah periode minggu ke-12+1 sampai minggu ke-28, dan trimester ketiga

mulai minggu ke-28+1 sampai minggu ke-40 kehamilan (Herdini, 2012).


15

Dari peristiwa kehamilan dikenal dengan istilah primigravida dan

multigravida. Primigravida adalah wanita yang hamil pertama kali sedangkan

multigravida adalah ibu hamil yang sebelumnya sudah pernah hamil lebih

dari satu kali. Dalam proses kehamilan terjadi perubahan anatomi fisiologi,

selain perubahan tersebut ibu hamil mengalami ketidaknyamanan dalam

kehamilan seperti kelelahan, keputihan, ngidam, sering buang air kencing dan

emesis gravidarum (Kusmiyati, 2009).

D. Emesis Gravidarum

1. Pengertian

Emesis gravidarum atau dikenal dengan istilah morning sickness

adalah gejala mual biasanya disertai muntah yang umumnya terjadi pada

awal kehamilan. Terjadinya kehamilan menimbulkan perubahan

hormonal pada wanita karena terdapat peningkatan hormon estrogen,

progesteron, dan dikeluarkannya human chorionic gonadothropine

plasenta. Hormon-hormon inilah yang diduga menyebabkan emesis

gravidarum. Meskipun penyebab emesis gravidarum ini tidak jelas,

pengamatan pada keadaan hamil anggur di mana tidak terdapat janin,

mual – muntah tetap dapat dialami. Hal ini mengindikasikan bahwa

penyebab mual – muntah bukan berasal dari janin melainkan dari

plasenta. Biasanya mual – muntah pertama kali dirasakan 4 minggu

setelah menstruasi terakhir dan mencapai puncaknya pada kehamilan 9

minggu (Herdini, 2012).


16

2. Penyebab

Emesis gravidarum berhubungan dengan kadar HCG (human

chorionic gonadotropin). Secara teori, HCG menstimulasi produksi

estrogen dari ovarium, estrogen diketahui dapat meningkatkan mual

dan muntah. Oleh karena itu, wanita pada kehamilan kembar dan

wanita dengan hamil anggur yang memiliki kadar HCG lebih tinggi

mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami emesis gravidarum.

Teori lain juga mengemukakan mengenai defisiensi vitamin B karena

pemberian vitamin B dapat mengurangi insiden mual muntah (Herdini,

2012). Selain itu emesis gravidarum dapat disebabkan oleh beberapa

faktor yaitu faktor psikologis (seperti takut terhadap kehamilan atau

persalinan), faktor paritas, gastrointestinal (seperti ulkus peptikus) dan

faktor organik (seperti perubahan metabolik akibat kehamilan) (Indriyani,

2013).

3. Gejala Klinis

Gejala klinis emesis gravidarum adalah kepala pusing,

terutama pagi hari, disertai mual muntah sampai kehamilan berumur

4 bulan. Keadaan ini merupakan suatu yang normal, tetapi dapat menjadi

tidak normal apabila mual muntah ini terjadi terus menerus dan

mengganggu keseimbangan gizi, cairan dan elektrolit tubuh (Manuaba,

2010). Akibat yang dapat timbul adalah berat badan menurun dan

terjadi dehidrasi (kekurangan cairan), yang dapat menyebabkan

perubahan kadar elektrolit dalam darah sehingga darah menjadi asam


17

dan kental. Jika muntah terus terjadi, maka akan terjadi kerusakan

hati. Komplikasi lainnya adalah perdarahan pada retina yang

disebabkan oleh peningkatan tekanan darah. Emesis gravidarum dapat

diatasi dengan berobat jalan (Aritonang, 2010).

4. Sikap Dalam Upaya Penanganan Emesis Gravidarum

Ketika seorang wanita hamil mengalami emesis gravidarum,

maka penanganan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang hamil muda yang

dapat disertai emesis gravidarum. Emesis gravidarum akan

berangsur-angsur berkurang sampai umur kehamilan 4 bulan (Manuaba,

2010).

b. Menasehati ibu agar tidak terlalu cepat bangun dari tempat tidur,

sehingga tercapai adaptasi aliran darah menuju susunan saraf pusat

(Manuaba, 2010).

c. Nasehat diet, mengajurkan makan dalam porsi kecil tetapi lebih

sering dan berhenti sebelum kenyang. Makanan yang merangsang

timbulnya mual muntah dihindari. Misalnya makanan yang bersantan

dan berlemak (Hutahaean, 2013).

d. Memodifikasi kebiasaan makanan ibu. Ibu akan menemukan bahwa

makan dalam porsi kecil beberapa kali (lima atau enam kali) sehari

membantu menghindari kosongnya lambung dan membantu

mempertahankan kadar gula darah yang stabil. Memasukkan

beberapa protein dalam makanannya. Menganjurkan memakan


18

craker, roti kering, atau roti bakar, kapan saja ketika ibu merasa

lapar. Untuk mencegah mual dan muntah pagi hari, dianjurkan

menyimpan makan kecil seperti craker di sebelah tempat tidur ibu dan

dimakan beberapa potong tepat sebelum ibu bangun (Aritonang, 2010)

e. Pola makan calon ibu sebelum maupun pada minggu-minggu awal

kehamilan, serta gaya hidup yang tidak sehat berpengaruh terhadap

terjadinya emesis gravidarum. Studi membuktikan bahwa calon ibu

yang makan- makanan berprotein tinggi namun berkarbohidrat dan

bervitamin B6 rendah lebih berpeluang menderita mual hebat.

Keparahan mual pun berkaitan dengan gaya hidup calon ibu. Kurang

tidur, kurang makan, kurang istirahat, dan stress dapat memperburuk

rasa mual (Tarigan, 2010).

f. Meningkatkan asupan makanan yang kaya vitamin B6 (piridoksin),

seperti biji-bijian utuh dan cereal, biji gandum, kacang dan jagung.

Suplemen vitamin B6, seperti yang diberikan oleh tenaga medis

yang merawat ibu dapat secara efektif mengurangi mual (Manuaba,

2010).

g. Obat-obatan, pengobatan ringan tanpa masuk rumah sakit pada

emesis gravidarum menurut Manuaba (2010):

1) Vitamin yang diperlukan :

(a) Vitamin B kompleks

(b) Mediamer B6, sebagai vitamin dan anti muntah


19

2) Pengobatan

(a) Sedativa ringan : luminal 3 x 30 mg (barbiturat), valium

(b) Anti mual-muntah : stimetil, primperan, emetrol, dan lainnya

3) Nasehat pengobatan

(a) Banyak minum air atau minuman lain

(b) Hindari minuman atau makanan yang asam untuk mengurangi

iritasi lambung

4) Nasehat kontrol antenatal

(a) Pemeriksaan hamil lebih sering

(b) Segera datang bila terjadi keadaan abnormal

h. Menganjurkan ibu untuk memakan atau memasukkan jahe dalam

masakan untuk mencegah mual (Aritonang, 2010).

i. Mempertahankan rasa humor ibu. Untuk beberapa wanita, muntah

menjadi bagian dari rutinitas pagi mereka seperti halnya menyikat gigi

atau menyisir rambut. Sikap mereka sangat berpengaruh pada

kemampuan mereka untuk menghadapi kondisi tersebut (Aritonang,

2010).

E. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil dalam Mengatasi

Emesis Gravidarum

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah seseorang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek. Dengan pengetahuan yang dimiliki akan

membawa individu untuk berpikir. Dalam proses berpikir komponen

keyakinan dan emosi ikut bekerja sehingga individu mempunyai sikap


20

terhadap suatu objek. Sikap merupakan suatu kumpulan gejala dalam

merespon stimulus (pengetahuan). Apabila stimulus (pengetahuan) diterima

berarti ada perhatian (attention) dari individu terhadap stimulus tersebut.

Selanjutnya individu akan mengerti akan stimulus (comprehension) dan

dilanjutkan ke proses selanjutnya yaitu melibatkan pikiran, perasaan, dan

perhatian sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak dan bersikap demi

stimulus yang diterimanya (acceptance). Pengetahuan ini dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu pendidikan, pekerjaan, informasi, umur, lingkungan

dan sosial budaya (Notoatmodjo, 2012).

Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek

yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan

menentukan sikap seseorang dalam menerima, merespon, menghargai, dan

bertanggung jawab terhadap suatu objek tertentu (Wawan dan Dewi, 2010).

Ibu hamil yang memiliki pengetahuan yang kurang baik mengenai

emesis gravidarum cenderung akan mempunyai sikap yang kurang baik

dalam penanganan emesis gravidarum. Ada hubungan yang konsisten antara

sikap dan pengetahuan. Bila seseorang mempunyai sikap yang positif

terhadap suatu objek, hal ini berarti pengetahuan tentang objek yang

bersangkutan juga baik, demikian sebaliknya (Wawan dan Dewi, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Cintika Yorinda Sebtalesy ( 2012)

yang berjudul “ Hubungan antara Pengetahuan dengan Sikap Suami dalam

Upaya Penanganan Emesis Gravidarum pada Ibu Hamil Trimester I,

didapatkan bahwa mayoritas responden dari segi pengetahuan dan sikap


21

tentang mual-muntah adalah kurang sebanyak 13 orang memiliki

pengetahuan yang kurang dan sikap negatif terhadap penanganan emesis

Gravidarum, sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan yang

konsisten antara sikap dan pengetahuan.


22

F. Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori pada uraian sebelumnya maka dapat
digambarkan kerangka konsep sebagai berikut :

Faktor yang Pengetahuan


mempengaruhi
pengetahuan :
1.Pendidikan Stimulus
2.Pekerjaan
3.Umur
4.Lingkungan Attention
5.Sosial budaya
6. Informasi
Comprehension

Acceptance

Faktor yang
Sikap dlm upaya mempengaruhi
penanganan pembentukan sikap :
emesis 1.Pengalaman pribadi
gravidarum 2.Kebudayaan
3.orang lain yang
dianggap penting
4.media massa
5.Institusi
6.Faktor emosi

Gambar 2.1 Kerangka konsep


Keterangan :
: Variabel Luar
: Variabel Bebas
: Variabel Terikat
23

G. Hipotesis

Ada hubungan antara t ingkat pengetahuan dan sikap ibu hamil

trimester I dalam mengatasi emesis gravidarum.

You might also like