You are on page 1of 6

Nama : Ahmad Sobri

Kelas : XII MIA 8

Bencana Pabrik Kembang Api

Ledakan di pabrik kembang api milik PT Panca Buana Cahaya


Sukses di Kosambi, Tangerang, Kamis (26/10) menjadi perhatian publik.
Skala kerusakan dan korban yang sangat banyak membuat publik
bergidik. Tercatat ada 47 korban tewas yang hingga hari ini bahkan baru
lima yang teridentifikasi karena dahsyatnya ledakan.

Publik tentu bertanya-tanya kenapa bencana tersebut terjadi.


Jumlah korban juga membuat khawatir. Lokasinya di dekat permukiman
penduduk bahkan mengherankan.

Tentu bencana sekecil apa pun harus diambil pelajaran darinya.


Apalagi dari bencana seperti ini. Kita bisa lihat ada beberapa masalah
mendasar yang jika diperhatikan bisa meminimalisasi risiko.

Pertama, izin lingkungan yang harus diperketat. Selama ini kita


tahu bahwa ada aturan zonasi baik untuk zona residensial, bisnis,
maupun industri. Aturan tersebut tercantum dalam rencana tata ruang
dan wilayah baik di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi. Kalau kita
menengok posisi pabrik kembang api yang menempel dengan zona
residensial, sudah jelas ada aturan yang dilanggar di situ. Sistem zonasi
dibuat untuk mengamankan penduduk dari bahaya-bahaya yang
mungkin ditimbulkan dari aktivitas industri. Sekalipun ledakan di pabrik
kembang api tersebut sangat dahsyat dan menimbulkan korban jiwa
yang luar biasa banyak, masih ada satu hal yang patut disyukuri yaitu
tragedi tersebut tidak sampai merembet ke permukiman di sekitarnya.
Kita bisa bayangkan bencana yang akan muncul jika sampai wilayah
permukiman di sekitarnya terkena efek ledakan. Posisi pabrik yang
sangat dekat bandar udara (bandara) juga sangat membahayakan.
Asap dari ledakan tempo hari membubung tinggi puluhan bahkan hingga
ratusan meter ke udara. Hal itu bisa mengganggu aktivitas penerbangan
di bandara tersibuk di Indonesia ini.

Kedua, standar keamanan industri di pabrik tersebut jelas


menimbulkan tanda tanya besar. Dari ledakan yang menghancurkan
satu pabrik, bisa kita simpulkan bahwa pabrik tersebut tidak dibangun
dengan standar keamanan yang bisa mengantisipasi kecelakaan kerja,
terutama seperti ledakan yang kita lihat ini. Seharusnya pabrik yang
mengolah bahan peledak seperti ini dibangun dengan kompartemen-
kompartemen yang bisa melokalisasi bahaya ledakan yang terjadi.

Ketiga, pengawasan pemerintah baik level daerah maupun pusat


patut dipertanyakan. Pabrik kembang api ini bukan pabrik sekala
rumahan yang mempekerjakan hanya tiga sampai lima orang. Pabrik ini
mempekerjakan puluhan orang sehingga pasti menarik perhatian
pemerintah setempat. Dengan skala seperti itu, pemerintah setempat
tentu harus mengawasi izin dan penerapan standar keamanan yang
menjadi kewajiban pengelola pabrik tersebut. Sudah saatnya dalam
bencana-bencana industrial seperti ini harus ada pejabat pemerintah
terkait yang dimintai pertanggungjawabannya. Kecelakaan dengan skala
seperti ini bisa diminimalisasi risikonya jika pejabat pemerintah terkait
melaksanakan tugas pengawasannya dengan baik.

Keempat, pengelola dan pemilik perusahaan harus dimintai


pertanggungjawabannya secara hukum. Tanpa mendahului investigasi
yang sedang dilaksanakan oleh Polri, pandangan umum melihat bahwa
ada berbagai pelanggaran standar keamanan yang terjadi di pabrik
tersebut. Sudah saatnya kita memberikan efek jera kepada pengelola
dan pemilik korporasi yang abai dengan standar dan peraturan.
Pemberian efek jera ini diharapkan bisa membuat perusahaan-
perusahaan lain mengikuti standar keamanan yang ada. Jangan sampai
dalam kasus seperti ini yang menjadi tersangka dan terdakwa hanya
level mandor. Sejauh ini patut diapresiasi, polisi sudah menersangkakan
tiga orang yaitu pemilik pabrik Indra Liyono, Direktur Operasional Andri
Hartanto, dan tukang las Subarna Ega. Kita semua tentu berharap
bencana seperti ini tidak terjadi lagi. Standar keamanan tentu harus
dijunjung tinggi
Nama : Ridho Aldiyansyah
Kelas : XII MIA 8

APBN 2018 Sudah Ideal?

SETELAH melalui pembahasan yang panjang akhirnya Anggaran


Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 disahkan dalam rapat
paripurna DPR RI. Sayangnya, rapat paripurna beragendakan
pengesahan APBN tahun depan yang dirangkaikan dengan penutupan
masa sidang DPR RI, hanya dihadiri sebanyak 252 anggota seperti
yang terdaftar pada lembaran absensi dari sebanyak 560 anggota, dan
sebanyak 40 anggota meminta izin tidak hadir.

Walau banyak anggota DPR RI yang bolos tak menghalangi


pimpinan sidang mengetuk palu sebagai tanda pengesahan APBN
2018 senilai Rp2.220,6 triliun atau meningkat sebesar Rp 140,6 triliun
dibandingkan APBN tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 2.080
triliun.

Lebih lengkap, APBN 2018 mencakup anggaran belanja sebesar


Rp2.220,6 triliun sedang target pendapatan negara dipatok sebesar
Rp1.894 triliun termasuk penerimaan hibah sebesar Rp1,1 triliun.
Selanjutnya, pemerintah dan DPR menyepakati besaran defisit APBN
2018 sekitar 2,19% dari PDB atau sebesar Rp325,9 triliun.

Secara garis besar anggaran belanja dibagi dua yakni anggaran


belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.454 triliun, dan transfer daerah
beserta dana desa sebesar Rp766,1 triliun. Adapun asumsi dasar APBN
2018 meliputi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4% lebih tinggi dari
tahun ini, laju inflasi sekitar 3,5%.

Selanjutnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS)


ditetapkan sebesar Rp13.400, dan tingkat suku bunga Surat
Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan sekitar 5,2%. Adapun lifting
minyak sebanyak 800.000 barel per hari dan lifting gas bumi sebesar 1,2
juta barel setara minyak per hari.

Untuk harga minyak dipatok sebesar USD 48 per barel.


Sementara itu, target pembangunan 2018 meliputi tingkat pengangguran
sekitar 5,0% hingga 5,3%, tingkat kemiskinan 9,5% hingga 10%, indeks
gini rasio 0,38 dan indeks pembangunan manusia 71,50.

Untuk alokasi anggaran belanja pemerintah pusat, berdasarkan


data yang dipublikasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), tercatat
alokasi anggaran terbesar untuk kementerian diberikan kepada
Kementerian Pertahanan sebesar Rp107,7 triliun, menyusul anggaran
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebesar
Rp107,4 triliun, lalu Kementerian Agama sebesar Rp62,2 triliun,
Kementerian Kesehatan sekitar Rp59,1 triliun dan Kementerian
Perhubungan sebesar Rp48,2 triliun.

Sementara itu, alokasi anggaran belanja non-kemeterian,


lembaga yang terbesar jatuh pada Kepolisian RI (Polri) sebesar Rp95,0
triliun. Penerima anggaran belanja terbesar kedua ditempati Komisi
Pemilihan Umum (KPU) sebesar Rp12,5 triliun, menyusul Mahkamah
Agung sebesar Rp8,3 triliun, Kejaksaan Agung sekitar Rp6,4 triliun,
DPR sebesar Rp5,7 triliun, BNN dan Badan Pengawas Pemilu masing-
masing sebesar Rp5,6 triliun, Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) sekitar Rp5,5 triliun, dan Badan Pusat
Statistik (BPS) sekitar Rp4,8 triliun serta Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) sebesar Rp2,8 triliun.

Meski anggaran belanja Polri terbesar pertama tetapi pada


dasarnya terjadi penurunan dibanding tahun sebelumnya yang
mencapai Rp96,3 triliun. Alasan pemerintah memberi anggaran belanja
besar pada Polri sebagai antisipasi keamanan Pilkada 2018.

Bagaimana dengan anggaran subsidi? Anggaran subsidi dalam


APBN 2018 mengalami penurunan dari Rp168,8 triliun pada APBN
Perubahan 2017 menjadi sebesar Rp156,22 triliun. Anggaran subsidi
tahun depan meliputi subsidi energi sebesar Rp94,5 triliun dan subsidi
nonenergi sekitar Rp61,7 triliun. Dan, pengelolaan subsidi energi
dilakukan carry over sebesar Rp10 triliun. Karena itu, anggaran subsidi
jenis bahan bakar minyak (BBM) tertentu dan elpiji tabung 3 kilogram
sebesar Rp46 triliun dan subsidi listrik sekitar Rp47,6 triliun.

Adapun subsidi non energi terdiri atas Bantuan Pangan Non Tunai
(BPNT) pada Kementerian Sosial sebesar Rp7,3 triliun, subsidi pupuk
Rp28 triliun yang fokus pada peningkatan produktivitas pertanian.
Subsidi bunga kredit Rp18 triliun dan subsidi pajak sebesar Rp10,7
triliun serta subsidi transpotasi sekitar Rp4,4 triliun.

Sudah idealkah APBN untuk tahun depan? Yang pasti, DPR RI


telah mensahkan lewat paripurna yang diterima delapan dari 10 fraksi
tanpa catatan. Fraksi Partai Gerindra menolak dan Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) menerima dengan catatan. Sekarang bola ada di
tangan pemerintah bagaimana mengelola APBN 2018 untuk
mensejahterakan masyarakat.

You might also like