You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Antropologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk manusia dan
juga budayanya. Antropologi berarti “ilmu tentang manusia.” Ilmu antropologi telah
berkembang dengan luas, ruang lingkup dan batas lapangan perhatiannya yang luas ini yang
menyebabkan timbulnya paling sedikit 5 masalah penelitian (Koentjaraningrat, 1981).
Menurut WHO, lansia merupakan mereka yang berusia 65 tahun ke atas untuk Amerika
Serikat dan Eropa Barat. Sedangkan di negara-negara Asia, lansia adalah mereka yang berusia
60 tahun ke atas. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut
usia pada bab I pasal 1 ayat 2, yang dimaksud lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia
60 tahun ke atas. Lansia merupakan kelanjutan dari usia dewasa (Notoadmodjo, 2007).
Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia karena
mempunyai jumlah penduduk dengan usia 60 tahun ke atas sekitar 8,90% dari jumlah
penduduk di Indonesia. Pada tahun 2010, jumlah lansia sebesar 23,9 juta (9,77%) dengan usia
harapan hidup 67,4 juta. Sedangkan, pada tahun 2020 diprediksi jumlah lansia sebesar 28,8
juta (11,34%) dengan usia harapan hidup 71,1 tahun (Menko Kesra, 2008).
Seiring dengan semakin meningkatnya populasi lansia, pemerintah telah merumuskan
berbagai kebijakan pelayanan kesehatan usia lanjut ditujukan untuk meningkatkan derajat
kesehatan atau mutu kehidupan lansia untuk mencapai masa tua bahagia dan berdaya guna
dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberdayaannya. Pelayanan
kesehatan di tingkat masyarakat adalah Posbindu, pelayanan kesehatan lansia tingkat dasar
adalah Puskesmas, dan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan adalah Rumah Sakit (Fallen,
2010).
Posbindu merupakan wahana pelayanan bagi kaum usia lanjut yang dilakukan dari, oleh
dan untuk kaum usia lanjut yang menitikberatkan pada pelayanan promotif dan preventif, tanpa
mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Kegiatannya adalah pemeriksaan kesehatan
secara berkala, peningkatan olahraga, pengembangan keterampilan, bimbingan pendalaman
agama, dan pengelolaan dana sehat (Notoadmodjo, 2007).
Posbindu banyak memberikan manfaat bagi lansia yang mengikutinya. Apabila
program Posbindu tidak terlaksana maka kegiatan pembinaan kesehatan lansia, pencatatan dan
pelaporan status kesehatan lansia, proses monitor kesehatan lansia melalui pemeriksaan lansia,
pengkajian indeks kemandirian dan indeks masa tubuh lansia, upaya preventif terhadap status
kesehatan lansia secara berkala, tidak dapat terlaksana.
Adapun beberapa kendala pelaksanaan Posbindu, misalnya: pengetahuan lansia yang
rendah tentang manfaat Posbindu sehingga lansia tidak datang ke Posbindu karena mereka
merasa keadaan kesehatan baik. Kurangnya dukungan sosial atau keluarga yang
mengakibatkan lansia kurang termotivasi untuk datang rutin ke Posbindu. Kesan yang buruk
terhadap petugas Posbindu sehingga lansia tidak mempunyai kesiapan untuk menghadiri
kegiatan di Posbindu. Jarak rumah dengan lokasi Posbindu yang jauh atau tidak terjangkau
menjadikan lansia malas datang ke Posbindu karena terjadinya kelelahan fisik ataupun
kekhawatiran dalam perjalanan menuju lokasi Posbindu.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Antropologi
2. Pengertian Antropologi Kesehatan
3. Pengertian Posbindu Lansia
4. Hubungan antara Posbindu Lansia dengan Antropologi Kesehatan

C. Tujuan
Dalam penyusunan makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang
antropologi, posbindu lansia, dan hubungan antara keduanya agar dapat menigkatkan derajat
kesehatan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis, umumnya bagi
pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Antropologi
Antropologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk manusia dan
juga budayanya. Menurut Koentjaraningrat (1981) antropologi berarti “ilmu tentang manusia.”
Ilmu antropologi telah berkembang dengan luas, ruang lingkup dan batas lapangan
perhatiannya yang luas ini yang menyebabkan timbulnya paling sedikit 5 masalah penelitian.
Menurut Anderson (2006) pendekatan holistik antropologi terhadap interpretasi atas
bentuk-bentuk sosial dan budaya serta ketergantungan pokok pada observasi partisipasi untuk
mengumpulkan data dan menghasilkan hipotesis adalah hasil dari, atau berkaitan erat dengan
sampel umum dari penelitian antropologi. Akan tetapi Anderson juga menyatakan antropologi
tidak mencukupi diri dalam menghasilkan hipotesis-hipotesis dan topik-topik penelitian baru.
Terdapat macam-macam antropologi seperti antropologi fisik, antropologi budaya,
antropologi biologi antropologi sosial, antropologi kesehatan. Ilmu antropologi memberi
sumbangan bagi ilmu kesehatan.
Anderson (2006) menyatakan bahwa kegunaan antropologi bagi ilmu-ilmu kesehatan
terletak dalam 3 kategori utama :
1. Ilmu antropologi memberikan suatu cara yang jelas dalam memandang masyarakat
secara keseluruhan maupun para anggota individual mereka. Ilmu
antropologimenggunakan pendekatan yang menyeluruh atau bersifat sistem, dimana
peneliti secara tetap menanyakan, bagaimana seluruh bagian dari sistem itu saling
menyesuaikan dan bagaimana sistem itu bekerja.
2. Ilmu antropologi memberikan suatu model yang secara operasional berguna untuk
menguraikan proses-proses perubahan sosial dan buaya dan juga untuk membantu
memahami keadaan dimana para warga dari “kelompok sasaran” melakukan respon
terhadap kondisi yang berubah dan adanya kesempatan baru.
3. Ahli antropologi menawarkan kepada ilmu-ilmu kesehatan suatu metodologi penelitian
yang longgar dan efektif untuk menggali serangkaian masalah teoritis dan praktis yang
sangat luas, yang dihadapi dalam berbagai program kesehatan.

Begitu pula sebaliknya, menurut Anderson (2006) ilmu-ilmu kesehatan menawarkan


kepada ilmu antropologi berbagai bidang yang khusus, yang langsung dapat dibandingkan
dengan subjek-subjek tradisional seperti masyarakat rumpun dan desa-desa.
B. Antropologi Kesehatan
Antropologi kesehatan merupakan bagian dari ilmu antropologi yang sangat penting
sekali, karena di dalam antropologi kesehatan diterangkan dengan jelas kaitan antara manusia,
budaya, dan kesehatan sehingga kita dapat mengetahui kaitan antara budaya suatu masyarakat
dengan kesehatan masyarakat itu sendiri.
Antropologi kesehatan adalah studi tentang pengaruh unsur-unsur budaya terhadap
penghayatan masyarakat tentang penyakit dan kesehatan (Solita Sarwono, 1993)
Anderson (2006) menyatakan bahwa antropologi kesehatan adalah disiplin biobudaya
yang memberi perhatian kepada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku
manusia, terutama tentang cara-cara interaksi ntara keduanya di sepanjang sejarah kehidupan
manusia, yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit.
Antropologi kesehatan ini tidak serta merta muncul dengan sendirinya, akan tetapi
antropologi kesehatan ini mempunyai akar. Anderson (2006) menyatakan antropologi
kesehatan kontemporer mempunyai 4 sumber :
1. Perhatian ahli antropologi fisik terhadap topik-topik seperti evolusi, adaptasi, anatomi,
komparatif, tipe-tipe ras genetika, dan serologi.
2. Perhatian etnografi tradisional terhadap pengobatan primitif, termasuk ilmu sihir dan
magis.
3. Gerakan “kebudayaan dan kepribadian” pada akhir 1930-an dan 1940-an yang
merupakan kerjasama antara ahli-ahli psikiatri dan antropologi.
4. Gerakan kesehatan masyarakat internasional setelah perang dunia II.
Untuk menjadi seorang ahli antropologi kesehatan tidaklah mudah, dibutuhkan
pegalaman, naluri dalam menyikapi masalah.

C. Posbindu Lansia

1. Pengertian Posbindu Lansia


Posbindu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan
masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis untuk mengembangkan
sumber daya manusia sejak dini (Effendy, 1998).
Posbindu lansia adalah suatu sarana pelayanan kesehatan yang dipergunakan untuk
melayani lanjut usia dalam tingkat masyarakat (Hardwinoto, 2005).
Posbindu lansia merupakan bentuk peran serta masyarakat lansia untuk mencapai
derajat kesehatan yang optimal serta kondisi menua yang sehat dan mandiri.
Posbindu lansia sebagai salah satu tempat pelayanan kesehatan bagi lansia yang
terdapat di masyarakat adalah modifikasi atau adopsi dari bentik operasional posyandu bagi
balita, tetapi sasaran dan kegiatannya untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan
lansia.
Menurut Notoatmodjo (2007), Posyandu lansia merupakan wahana pelayanan bagi kaum
lansia, yang dilakukam dari, oleh dan untuk kaum usila yang menitik beratkan pada
pelayanan promotif dan preventif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitative.
Sementara menurut Pedoman Pengelolaan Kesehatan di Kelompok Usia Lanjut, Depkes RI
(2003), pelayanan kesehatan di kelompok usia lanjut meliputi pemeriksaan kesehatan fisik
dan mental emosional. Kartu Menuju Sehat (KMS) usia lanjut sebagai alat pencatat dan
pemantau untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau ancaman
masalah kesehatan yang dihadapi dan mencatat perkembangannya dalam Buku Pedoman
Pemeliharaan Kesehatan (BPPK) usia lanjut atau catatan kondisi kesehatan yang lazim
digunakan di Puskesmas.

Sementara menurut Pedoman Pelaksanaan Posyandu Lanjut Usia, Komisi Nasional Lanjut
Usia (2010) disebutkan bahwa Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Lanjut Usia adalah suatu
wadah pelayanan kepada lanjut usia di masyarakat, yang proses pembentukan dan
pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM),
lintas sektor pemerintah dan non-pemerintah, swasta, organisasi sosial dan lain-lain, dengan
menitik beratkan pelayanan kesehatan pada upaya promotif dan preventif. Disamping
pelayanan kesehatan, di Posyandu Lanjut Usia juga dapat diberikan pelayanan sosial, agama,
pendidikan, ketrampilan, olah raga dan seni budaya serta pelayanan lain yang dibutuhkan
para lanjut usia dalam rangka meningkatkan kualitas hidup melalui peningkatan kesehatan
dan kesejahteraan mereka. Selain itu mereka dapat beraktifitas dan mengembangkan potensi
diri.

Sebelum membahas beberapa hal terkait Posyandu lansia ini, ada baiknya kita memahami
definisi dan pengertian lansia. Menurut WHO, yang termasuk katagori lansia, adalah mereka
yang berusia 65 tahun ke atas (AS dan Eropa Barat). Sedangkan di negara-negara Asia, lansia
adalah mereka yang berusia 60 tahun keatas. Pengkatagorian lebih detail dikemukakan oleh
Durmin dalam Arisman (2007), yang membagi lansia menjadi young elderly (65-74 tahun)
dan older elderly (75 tahun). Sementara di Indonesia, M. Alwi Dahlan dalam Arisman (2007)
menyatakan bahwa orang dikatakan lansia jika telah berumur di atas 60 tahun.
Sementara Notoatmodjo (2007) mengemukakan, bahwa lansia merupakan tahap akhir siklus
kehidupan. Lansia juga merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh
setiap individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat
dihindari. Lansia adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan
yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade. Lansia dimulai paling tidak saat puber
dan prosesnya berlangsung sampai kehidupan dewasa. Menurut Depkes RI (2000), konteks
kebutuhan lansia akan dihubungkan secara biologis, sosial dan ekonomi. Tujuan Posyandu
Lansia.

Menurut Depkes RI (2003), tujuan umum dibentuknya Posyandu lansia secara garis besar
untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan usia lanjut untuk mencapai masa
tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan
keberadaannya.

2. Tujuan Penyelenggaraan
Mengacu pada Pedoman Pembinaan Kesehatan Lansia Bagi Petugas Kesehatan, 1998
tujuan penyelenggaraan posbindu lansia Depkes, RI, 1998) adalah:
a. Tujuan umum
Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu pelayanan lansia untuk mencapai masa tua
yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai
dengan keberadaannya dalam strata masyarakat.
b. Tujuan khusus
1) Meningkatkan kesadaran lansia untuk membina kesehatan dirinya sendiri.
2) Meningkatkan kemampuan dan peran serta masyarakat dalam menyadari dan menghayati
kesehatan lansia yang optimal.
3) Meningkatkan jenis dan jangkauan pelayanan kesehatan lansia.
4) Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan lansia.

3. Manfaat Posbindu Lansia


Menurut Depkes RI (2000), manfaat dari posbindu lansia adalah :
a. Kesehatan fisik usia lanjut dapat dipertahankan tetap bugar
b. Kesehatan rekreasi tetap terpelihara
c. Dapat menyalurkan minat dan bakat untuk mengisi waktu luang

4. Kegiatan Posbindu Lansia


Kegiatan di posbindu lansia secara umum mencakup kegiatan pelayanan yang berbentuk
(Depkes RI, 1998) :
a. Kegiatan Promotif
Kegiatan ini bertujuan meningkatkan gairah hidup para lansia agar merasa tetap dihargai
dan tetap berguna.
b. Kegiatan Preventif
Merupakan upaya yang dilakukan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyakit
dan komplikasi yang diakibatkan oleh proses degeneratif.
c. Kegiatan Kuratif
Upaya yang dilakukan adalah pengobatan dan perawatan bagi lansia yang sakit.
d. Kegiatan Rehabillitatif
Upaya yang dilakukan bersifat medik, psikososial, edukatif dan pengembangan
keterampilan atau hobi untuk mengembalikan semaksimal mungkin kemampuan
funngsional dan kepercayaan diri pada lansia.
e. Kegiatan Rujukan
Upaya yang dilakukan untuk mendapatkan pelayanan kuratif dan rehabilitatif yang
memadai dan tepat waktu sesuai kebutuhan.

5. Sasaran dan Jenis Pelayanan Kesehatan Posyandu Lansia

Menurut Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan I


Kebijaksanaan Program (Depkes RI (2000), sasaran pelaksanaan pembinaan kelompok usia
lanjut dibagi menjadi dua antara lain ;
1. Sasaran Langsung, meliputi Pra lansia (usia 45 – 59 tahun), Lansia (usia 60 – 69 tahun)
dan Lansia risiko tinggi (usia > 70 tahun)
2. Sasaran Tidak Langsung, antara lain a). Keluarga lansia; b). Masyarakat lingkungan
lansia; c). Organisasi sosial yang peduli terhadap pembinaan kesehatan lansia; d). Petugas
kesehatan yang melayani kesehatan lansia; e). Petugas lain yang menangani kelompok
lansia; dan f). Masyarakat luas
Sedangkan jenis pelayanan kesehatan pada Posyandu Lansia menurut Depkes RI (2003),
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari (activity of daily living) meliputi kegiatan
dasar dalam kehidupan seperti makan atau minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik
turun tempat tidur, buang air besar atau kecil dan sebagainya;
2. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental emosional,
dengan menggunakan pedoman metode 2 menit. Pemeriksaan status mental dilakukan
karena proses mental lansia sudah mulai dan sedang menurun. Misalnya mereka
mengeluh sangat pelupa, kesulitan dalam menerima hal baru, juga merasa tidak tahan
dengan tekanan, perasaan seperti ini membentuk mental mereka seolah tertidur dengan
keyakinan bahwa dirinya sudah terlalu tua untuk mengerjakan hal tertentu sehingga
mereka menarik diri dari semua bentuk kegiatan;
3. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan
dan dicatat pada grafik indeks massa tubuh (IMT);
4. Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter dan stetoskop serta
perhitungan denyut nadi selama satu menit;
5. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan Talquist, Sahli atau Cuprisulfat;
6. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit gula
(diabetes mellitus);
7. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal adanya
penyakit ginjal;
8. Pelaksanaan rujukan ke puskesmas bilamana ada keluhan atau ditemukan kelainan pada
pemeriksaan butir a sampai g;
9. Penyuluhan bila dilakukan di dalam maupun di luar kelompok dalam rangka kunjungan
rumah dan konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan masalah kesehatan yang dihadapi
oleh individu dan atau kelompok lansia;
10. Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas bagi anggota kelompok lansia yang tidak
datang, dalam rangka kegiatan perawatan kesehatan masyarakat (Public Health Nursing).
Kegiatan lain yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi setempat yaitu:

1. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) penyuluhan sebagai contoh menu makanan


dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi lansia serta menggunakan bahan
makanan yang berasal dari daerah tersebut;
2. Kegiatan olahraga antara lain senam lansia, gerak jalan santai dan lain sebagainya untuk
meningkatkan kebugaran (Depkes RI, 2003).
Menurut Pedoman Pelaksanaan Posyandu Lanjut Usia, Komisi Nasional Lanjut Usia (2010),
organisasi posyandu lanjut usia adalah organisasi kemasyarakatan non struktural yang
berdasarkan azas gotong royong untuk sehat dan sejahtera, yang diorganisir oleh seorang
koordinator atau ketua, dibantu oleh sekretaris, bendahara dan beberapa orang kader.
Organisasi posyandu lanjut usia ini tidak saja dapat dibentuk oleh masyarakat setempat, tetapi
dapat juga dilakukan oleh Kelompok seminat dalam masyarakat misalnya Club Jantung
Sehat, Majelis Ta’lim, WULAN (warga usia lanjut), kelompok gereja, dan lain – lain;
Organisasi profesi; Institusi pemerintah/swasta; danLembaga Swadaya Masyarakat

Sementara mekanisme pelayanan posyandu lansia, disusun mengikuti mekanisme


pelaksanaan kegiatan Posyandu pada umumnya, dengan lima tahap kegiatan/lima meja.
Penyusunan ini antara lain bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang prima
terhadap mereka.

1. Pendaftaran anggota kelompok lansia sebelum pelaksanaan pelayanan yang dilakukan


oleh kader;
2. Pencatatan kegiatan sehari-hari yang dilakukan lansia, serta penimbangan berat badan
dan pengukuran tinggi badan. Pada tahap ini dilaksanakan oleh kader dan dibantu oleh
petugas kesehatan;
3. Pengukuran tekanan darah, pemeriksaan kesehatan dan pemeriksaan status mental yang
dilakukan oleh petugas kesehatan;
4. Pemeriksaan air seni dan kadar darah (laboratorium sederhana);
5. Pemberian penyuluhan dan konseling.

Menurut Pedoman Pelaksanaan Posyandu Lanjut Usia, Komisi Nasional Lanjut Usia (2010),
untuk memberikan pelayanan kesehatan dan sosial yang prima terhadap lanjut usia di
kelompoknya, dibutuhkan perencanaan yang matang, pelaksanaan yang benar dan tepat
waktu, serta pengendalian yang akurat.

Beberapa data yang dibutuhkan pada proses perencanaan Posyandu Lansia antara lain :

1. Jumlah penduduk dan KK di wilayah cakupan


2. Kondisi sosial ekonomi penduduk di wilayah cakupan
3. Jumlah lanjut usia keseluruhan (per kelompok umur)
4. Kondisi kesehatan lanjut usia di wilayah cakupan
5. Jumlah lanjut usia yang mandiri
6. Jumlah lanjut usia yang cacat
7. Jumlah lanjut usia terlantar, rawan terlantar dan tidak terlantar.
8. Jumlah lanjut usia yang produktif
9. Jumlah lanjut usia yang mengalami tindakan penelantaran, pelecehan, pengucilan dan
kekerasan

Data tersebut diatas dapat diperoleh dari Kelurahan/Desa atau melalui PKK dengan kegiatan
Dasawisma dimana satu kader membina 10 keluarga. Untuk sosial ekonomi, mandiri dan
cacat serta produktif harus dibuat kriteria yang jelas. Untuk hal tersebut perlu menggunakan
alat bantu kuesioner (lampiran) Rencana yang perlu disusun antara lain meliputi: a).
Frekuensi kegiatan posyandu lanjut usia; b) Jenis kegiatan posyandu; c). Tenaga pelaksana
kegiatan; d). Biaya kegiatan posyandu; dan e). Pengembangan kegiatan lanjut usia

6. Contoh Kegiatan Penyelenggaraan Posbindu Lansia


Pengukuran Tekanan Darah
Penyuluhan
Senam Bersama

7. Sistem Pelaksanaan Posbindu Lansia

Meja Kegiatan Sarana Pelaksana


I Pendaftaran Meja, kursi, alat tulis, Kader
buku registrasi, dan
buku pencatatan
kegiatan, KMS
II Pemeriksaan BB, Meja, kursi, timbangan, Kader
TB, Tensi, LAB microtoice, alat ukur,
tensimeter, alat ukur
kadar gula darah
III Pencatatan Meja, kursi, buku Kader
registrasi pencatatan,
alat tulis kantor
IV Konseling, Meja, kursi, dan alat Petugas
Penyuluhan dan bantu penyuluhan kesehatan
rujukan ke
puskesmas
V Pelayanan medis Meja, kursi, dan alat Petugas
kesehatan kesehatan

D. Hubungan antara Posbindu Lansia dengan Antropologi Kesehatan


Antropologi kesehatan merupakan bagian dari ilmu antropologi yang sangat penting
sekali, karena di dalam antropologi kesehatan diterangkan dengan jelas kaitan antara manusia,
budaya, dan kesehatan sehingga kita dapat mengetahui kaitan antara budaya suatu masyarakat
dengan kesehatan masyarakat itu sendiri.
Hubungan antropologi kesehatan dengan posbindu lansia, yaitu bagaimana manusia
ditinjau dari aspek sosialnya, seperti cara manusia berperilaku dan berinteraksi satu sama lain
yang dibatasi oleh norma atau nilai tertentu.
Posbindu membantu ilmu antropologi dalam mempelajari susunan kemasyarakatan
serta kebudayaan manusia dan pola kehidupan manusia. Sehingga dengan adanya posbindu
dapat mempermudah dalam mengkaji ilmu antropologi.
Hubungan antropologi kesehatan dengan posbindu merupakan kebiasaan manusia, pola
hidup manusia terutama lansia. Dimana penyakit yang diderita pada saat berumur 50 tahun
keatas, kebiasaan manusia itu sendiri. Seperti menderita penyakit gula darah (diabetes
mellitus), karena budaya masyarakat yang tidak bisa diubah. Pada saat pesta perkawinan, tamu
datang dihidangkan makanan dan minuman yang mengandung gula seperti air teh, air kopi, dll.
Hal ini menjadi kebudayaan bagi seluruh masyarakat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Antropologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk manusia dengan
budayanya, atau juga berarti ilmu tentang manusia. Dalam antropologi diterangkan
bagaimana hubungan manusia dengan budayanya dan apa pengaruhnya.
2. Antropologi kesehatan merupakan bagian dari ilmu antropologi yang sangat penting
sekali, karena di dalam antropologi kesehatan diterangkan dengan jelas kaitan antara
manusia, budaya, dan kesehatan sehingga kita dapat mengetahui kaitan antara budaya
suatu masyarakat dengan kesehatan masyarakat itu sendiri.
3. Posbindu lansia adalah suatu sarana pelayanan kesehatan yang dipergunakan untuk
melayani lanjut usia dalam tingkat masyarakat.
4. Hubungan antropologi kesehatan dengan posbindu lansia, yaitu bagaimana manusia
ditinjau dari aspek sosialnya, seperti cara manusia berperilaku dan berinteraksi satu
sama lain yang dibatasi oleh norma atau nilai tertentu.

B. Saran
Setelah membaca makalah ini, penulis berharap pembaca lebih mendapatkan
pengetahuan tentang hubungan antara antropologi dengan posbindu lansia, sehingga pembaca
dapat mengetahui tentang pentingnya dan pengaruh antropologi terhadap posbindu suatu
masyarakat, sehingga pembaca mendapatkan pengetahuan tentang cara-cara meningkatkan
derajat kesehatan. Akhirnya, semoga penyusunan makalah ini dapat bermanfaat khususnya
bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Foster. (2006). Antropologi Kesehatan. Jakarta : UI Press.
Anonim. 2008. Kesehatan Lansia di Indonesia. http:// subhankadir.files.wordpress.com

Departemen Kesehatan RI. 2005 dalam Henniwati. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh
Timur [tesis]. Medan: Program Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara. USU e-Repository
@2009.

Erfandi. 2008. Pengelolaan Posyandu Lansia. http:// puskesmas-oke.blogspot.com.

Henniwati. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lanjut


Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur [tesis]. Medan: Universitas
Sumatera Utara. USU e-Repository @2009.

Komnas Lansia, 2010. Pedoman Pelaksanaan Posyandu Lanjut Usia. Komnas lansia, Jakarta.

Latifah, Nurul. 2010. Urgensi Posyandu Lansia. http://bataviase.co.id.

You might also like