Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh
KELOMPOK I
NURHALIMAH, S.Kep
NURHABIBI, S.Kep
MULYADI, S.Kep
RATNA WILLIS, S.Kep
RINA HIDAYAH, S.Kep
RIAUWATI, S.Kep
RITA DARMAYANTI, S.Kep
WIDYA ASTUTI, S.Kep
YULIANAWATI, S.Kep
YULITA ANDRA, S.Kep
PURNOMO, S.Kep
SUDIRMAN, S.Kep
YAN MUKTI SYAFARI, S.Kep
NUR IMAH, S.Kep
BUSTAMI, S.Kep
IRZET KUSMARNA, S.Kep
DEWI SURYA DINATA, S.Kep
Disusun Oleh
KELOMPOK II
perilaku kekerasan, isolasi sosial, HDR, DPD) sebagai syarat melengkapi tugas Profesi Stase
Oleh kelompok II :
Padang, ....................................2016
Ketua Kelompok II
(Edrizal,S.Kep)
perilaku kekerasan, isolasi sosial, HDR, DPD) sebagai syarat melengkapi tugas Profesi Stase
Oleh kelompok I :
Padang, ....................................2016
Ketua Kelompok I
(Purnomo,S.Kep)
1.1 Definisi
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan
dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Menurut Poter. Perry
(2005).
Kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu
melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000 ).
1.2 Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri
adalah sebagai berikut :
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran
Menurut Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah :
Faktor Predisposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan
diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
Pohon Masalah
Rentang Respon
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri sendiri
adalah :
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
a. Bina hubungan saling percaya.
b. Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.
c. Kuatkan kemampuan klien merawat diri.
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
a. Bantu klien merawat diri
b. Ajarkan ketrampilan secara bertahap
c. Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.
b. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien.
A. Pengkajian
I. IDENTITAS KLIEN
Nama :
Umur :
Alamat :
Pendidikan :
Agama :
Status :
Pekerjaan ;
Jenis kelamin :
Tanggal dirawat :
Tanggal pengkajian :
Ruang rawat :
Diagnosa medis :
II. ALASAN MASUK
a. Data primer
Px mengatakan malas mandi, gosok gigi.
b. Data sekunder
Baju kotor, Rambut acak acakan, Badan bau, Kulit kotor, Menggaruk tubuh
2. Tanda vital
TD :
N :
S :
P :
3. Ukur :
BB :
TB :
4. Keluhan fisik :
VI. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL (sebelum dan sesudah sakit)
1. Genogram
2. Konsep diri
a. Citra tubuh
b. Identitas
c. Peran
d. Ideal diri
e. Harga diri
3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti/terdekat
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
b. Kegiatan ibadah
VII.STATUS MENTAL
1. Penampilan
2. Pembicaraan
3. Aktifitas motorik/psikomotor
B. Diagnosa
Defisit perawatan diri
C. Rencana Tindakan Keperawatan
No TINDAKAN KEPERAWATAN
A Pasien
SP I
1 Mengidentifikasi penyebab defisit perawatan diri pasien
2 Berdiskusi dengan pasien tentang pentingnya kebersihan diri
3 Berdiskusi dengan pasien tentang cara menjaga kebersihan diri
4 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP II
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Menjelaskan cara mandi yang baik
3 Membantu pasien mempraktekkan cara mandi yang baik
4 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP III p
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Menjelaskan cara eliminasi yang baik
3 Membantu pasien mempraktekkan cara eliminasi yang baik dan memasukkan dalam
jadual
4 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP IV p
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Menjelaskan cara berdandan
3 Membantu pasien mempraktekkan cara berdandan
4 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
B Keluarga
SP I
1 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala defisit perawatan diri, dan jenis defisit
perawatan diri yang dialami pasien beserta proses terjadinya
3 Menjelaskan cara-cara merawat pasien defisit perawatan diri
SP II
1 Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan defisit perawatan diri
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera
(Isaacs, 2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui
panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di
atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien
melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang
nyata.
B. Klasifikasi
C. Etiologi
D. Fase halusinasi
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku
dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri,
secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti
sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang
dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala
klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 1999) :
a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1) Menyeriangai/tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya
secara umum yang berlaku didalam masyarakat, dimana individu menyelesaikan masalah dalam
batas normal yang meliputi :
1. Pikiran logis adalah segala sesuatu yang diucapkan dan dilaksanakan oleh individu sesuai
dengan kenyataan.
2. Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra perasaan, dimana dapat
membedakan objek yang satu dengan yang lain dan mengenai kualitasnya menurut berbagai
sensasi yang dihasilkan.
3. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah respon yang diberikan individual sesuai dengan
stimulus yang datang.
4. Prilaku sesuai dengan cara berskap individu yang sesuai dengan perannya.
5. Hubungan social harmonis dimana individu dapat berinteraksi dan berkomunkasi dengan
orang lain tanpa adanya rasa curiga, bersalah dan tidak senang.
G. Patofisiologi
Menurut Trimelia ( 2012 ), pohon masalah pada klien dengan gangguan sensori
persepsi : halusinasi pendenganran dan perabaan sebagai beriku:
Isolasi Sosial
A. Identitas klien
Identitas ditulis lengkap seperti nama, usia dalm tahun, alamat, pendidikan, agama,
status perkawinan, pekerjaan, jenis kelamin, nomer rekam medic dan diagnose
medisnya.
B. Alasan Masuk
Menanyakan kepada klien/keluarga/pihak yang berkaitan dan tulis hasilnya, apa
yang menyebabkan klien dating ke rumah sakit, apa yang sudah dilakukan oleh
klien/keluarga sebelumnya atau dirumah untuk mengatasi masalah ini dan bagaimana
hasilnya.
Pasien dengan halusinasi biasanya dilaporkan oleh keluarga bahwa paien sering
melamun, menyendiri dan terlihat berbicara sendiri, tertawa sendiri.
C. Riwayat Penyakit sekarang dan Faktor Presipitasi
Menanyakan riwayat timbulnya gejala gangguan jiwa saaf ini, penyebab
munculnya gejala, uapaya yang dilakukan keluarga untuk mengatasi dan bagaimana
hasilnya.
D. Factor Predisposisi
Menanyakan apakah pasien perah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu,
pengobatan yang pernah dilakukan sebelumnya, adanya trauma masa lalu, factor genetic
dan silsilah orang tuanya dan pengalaman masa lalu yang tidak menyenagkan.
E. Pemeriksaan Fisik
Mengkaji keadaan umum klien, tanda-tanda vital, tinggi badan/berat badan,
ada/tidak keluhan fisik seperti nyeri dll.
F. Pengkajian Psikososial
1. Genogram
Membuat genogram beserta keterangannya, untuk mengetahui kemungkinan adanya
riwayat genetic yang menyebabkan/menurunkan gangguan jiwa
I. Diagnose keperawatan
Gangguan sensori persepsi: halusinasi
J. Intervensi
Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi 1. Mendiskusikan maslah yang
pasien dirasakan keluarga dalam merawat
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien pasien
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi 2. Menjelaskan pengertian, tand gejala
pasien dan jenis halusinasi yang dialami
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien beserta proses terjadinya
SP 2
SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien 1. Membantu keluarga membuat jadwal
2. Melatih pasien mengendalikan aktivitas dirumah termasuk minum
halusinasi dengan cara bercakap- obat
cakap dengan oang lain 2. Menjelaskan follow up pasien setelah
3. Menganjurkan pasien memasukkan pulang
dalam jadwal kegiatan harian
SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Melatih pasien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan kegiatan
yang biasa dilakukan pasien
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP 4
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara
teratut
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.
Pengertian
Etiologi
Patofisiologi
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau
isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa dialami klien
dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan
kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangakan
hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur, mengalami
penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan
diri.
Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah
laku primitif antara lain pembicaraan yang austik dan tingkah laku yang tidak sesuai
dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi. (Dalami, 2009).
Faktor penyebab
Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan social berkembang
sesuai dengan proses tumbuh kembang mulai dari usia bayi sampai usia lanjut
untuk dapat mengembangkan hubungan social yang positif, diharapkan setiap
tahapan perkembangan dapat dilalui dengan sukses. Sistem keluarga yang
terganggu dapat menunjang perkembangan respon social maladaptif.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
Sikap bermusuhan/hostilitas
Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak,
hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi
Mekanisme Koping
Perilaku
Pada klien gangguan sosial menarik diri yaitu: kurang sopan, apatis, sedih, afek
tumpul, kurang perawatan diri, komunikasi verbal turun, menyendiri, kurang peka
terhadap lingkungan, kurang energy, harga diri rendah dan sikap tidur seperti janin saat
tidur. Sedangkan perilaku pada gangguan sosial curiga meliputi tidak mempercayai orang
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis :
a. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan dimana arus
listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan
dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan
kejang grand mall yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik.
Respon bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan
biokimia dalam otak.
Indikasi :
1) Depresi mayor
Klien depresi berat dengan retardasi mental, waham, tidak ada perhatian
lagi terhadap dunia sekelilingnya, kehilangan berat badan yang berlebihan
dan adanya ide bunuh diri yang menetap.
Klien depresi ringan adanya riwayat responsif atau memberikan respon
membaik pada ECT.
Klien depresi yang tidak ada respon terhadap pengobatan antidepresan
atau klien tidak dapat menerima antidepresan.
2) Maniak
Klien maniak yang tidak responsif terhadap cara terapi yang lain atau terapi
lain berbahaya bagi klien.
3) Skizofrenia
Terutama akut, tidak efektif untuk skizofrenia kronik, tetapi bermanfaat pada
skizofrenia yang sudah lama tidak kambuh.
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif cukup lama dan merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa
aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati,
Penatalaksanaan Keperawatan :
Terapi Modalitas Keperawatan yang dilakukan adalah:
a. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
1) Pengertian
TAK merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada
sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama.
2) Tujuan
Membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta mengubah perilaku
yang destruktif dan maladaptif.
3) Terapi aktivitas kelompok yang digunakan untuk pasien dengan isolasi sosial
adalah TAK Sosialisasi dimana klien dibantu untuk melakukan sosialisasi
dengan individu yang ada di sekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan
secara bertahap dari interpersonal, kelompok dan massa.
Pengkajian
Diagnosa Keperawatan
Intervensi Keperawatan
a. Pasien
SP 1 :
Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
Rentang respon waham yaitu ada respon adaptif dan ada respon maladaptif :
Respon adaptif terdapat pikiran yang logis. Dibagi beberapa bagian :
a. Persepsi Kuat : dimana apa yang diyakini seseorang tersebut sangatlah kuat dan tidak
bisa di ganggu gugat, serta dapat dibuktikan kebenarannya.
b. Emosi Konsisten : pengalaman bisa membuat seseorang mengalami atau mempunyai
emosi yang stabil atau tetap.
c. Perilaku sesuai : perilaku tidak menyimpang dari kenyataan yang ada
d. Berhubungan sesuai : dalam berhubungan antar teman dan keluarga berbeda, jadi
seaharusnya dalam berhubungan kita harus dapat menyesuaikan diri.
Dalam rentang respon ada Distorsi pikiran, terdiri dari :
a. Ilusi : keadaan proses berfikir yang tidak benar tentang mengartikan suatu benda.
b. Reaksi Emosi : dimana tingkat emosi seseorang meningkat, tidak lagi stabil atau
konstan.
Faktor presipitasi
Faktor sosial budaya
Waham dapat di picu karena ada nya perpisahan dengan orang yang berarti atau di
asingkan dari kelompok.
Faktor biokimia
Dopamin, norepinepin, dan zat halusinogen lain nya di duga dapat menjadi penyebab
waham pada seseorang
Faktor psikologis
Salah satu penyebab dari perubahan proses pikir : waham yaitu Gangguan konsep diri:
harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Gangguan harga diri
dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan
diri, dan merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda-tanda dan Gejala Waham
a. Menolak makan
b. Tidak ada perhatian pada perawatan diri
c. Ekspresi wajah sedih / gembira / ketakutan
d. Gerakan tidak terkontrol
e. Mudah tersinggung
f. Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan
g. Tidak bisa membedakan antara kenyataan dan bukan kenyataan
h. Menghindar dari orang lain
i. Mendominasi pembicaraan
j. Berbicara kasar
k. Menjalankan kegiatan keagamaan secara berlebihan
F. POHON MASALAH
Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
1. Memperlihatkan permusuhan
2. Mendekati orang lain dengan ancaman
3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5. Mempunyai rencana untuk melukai
H. Proses Berpikir
Arus Pikir
a. Koheren : Kalimat / pembicaran dapat difahami dengan baik.
b. Inkoheren : Kalimat tidak terbentuk, pembicaraan sulit difahami.
c. Sirkumstansial : Pembicaraan yangberbelit-belit tapi sampai pada tujuan pembicaraan.
d. Tangensial : Pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai pada tujuan
pembicaraan.
e. Asosiasi longgar : Pembicaraan tidak ada hubungan antara kalimat yang satu dengan
kalimat yang lainnya, dan klien tidak menyadarinya.
f. Flight of ideas : Pembicaraan yang melompat dari satu topik ke topik lainnya, masih ada
hubungan yang tidak logis dan tidak sampai pada tujuan.
g. Blocking : Pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan eksternal kemudian
dilanjutkan kembali.
h. Perseverasi : Berulang-ulang menceritakan suatu ide, tema secara berlebihan.
i. Logorea : Pembicaraan cepat tidak terhenti.
j. Neologisme : Membentuk kata-kata baru yang tidak difahami oleh umum.
k. Irelefansi : Ucapan yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan atau dengan hal
yang sedang dibicarakan.
l. Assosiasi bunyi : Mengucapkan perkataan yang mempunyai persamaan bunyi
m. Main kata-kata : Membuat sajak secara tidak wajar.
n. Afasi : Bisa sensorik (tidakmengerti pembicaraan orang lain), motorik (tidak bisa atau
sukar berbicara)
Bentuk pikir
a. Realistik : Cara berfikir sesuai kenyataan atau realita yang ada
b. Non realistic : Cara berfikir yang tidak sesuai dengan kenyataan
c. Autistik : Cara berfikir berdasarkan lamunan / fantasi / halusinasi / wahamnya sendiri
d. Dereistik : Cara berfikir dimana proses mentalnya tidak ada sangkut pautnya dengan
kenyataan, logika atau pengalaman.
Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Membantu orientasi realita 1. Mendiskusikan masalah yang
2. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak dirasakan keluarga dalam merawat
terpenuhi pasien
3. Membantu pasien memenuhi 2. Menjelaskan pengertian, tanda gejala
kebutuhannya dan jenis waham yang dialami pasien
4. Menganjurkan pasien memasukkan beserta proses terjadinya
dalam jadwal kegiatan harian 3. Menjelaskan cara-cara merawat
pasien waham
SP 2 SP 2
1. Mejadwal kegiatan harian pasien 1. Melatih keluarga mempraktikkan cara
2. Berdiskusi tentang kemampuan yang merawat pasien dengan waham
dimiliki 2. Melatih keluarga melakukan cara
3. Melatih kemampuan yang dimiliki merawat langsung kepada pasien
waham
SP 3 SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Membantu keluarga membuat jadwal
pasien aktivitas dirumah termasuk minum
2. Memberikan pendidikan kesehatan obat
tentang penggunaan obat secara 2. Mendiskusikan sumber rujukan yang
teratur bisa dijangkau keluarga
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
Pengertian
Prilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak
konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak
konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007;
hal, 146). Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000).
Sedangkan menurut Carpenito 2000, perilaku kekerasan adalah keadaan dimana
individu-individu beresiko menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang
lain.
Jadi, perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan individu yang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak
lingkungan.
A. Etiologi
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah.
Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa
jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan
sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan.
Frustasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang
diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak
mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan
keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
b. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009):
E. Rentang Respon
Rentang adaptif Respon Maladaptif
F. Pohon Masalah
Resiko tinggi mencederai orang lain, diri sendiri,dan lingkungan
Prilaku kekerasan
PPS Halusinasi
a. Prilaku kekerasan
b. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
d. Harga diri rendah kronis
e. Isolasi sosial
f. Berduka disfungsional
g. Penaktalaksanaan regimen terapeutik inefektif
h. Koping keluarga inefektif
Faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah perilaku kekerasan, antara lain sebagai
berikut:
a. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah
b. Stimulus lingkungan
c. Konflik interpersonal
d. Status mental
e. Putus obat
f. Penyalahgunaan narkoba
I. Diagnosa keperawatan.
Perilaku Kekerasan
J. Rencana Tindakan Keperawatan
Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
B. Konsep Diri
Konsep diri terdiri atas komponen-komponen berikut ini :
1. Citra tubuh (Body Image)
Citra tubuh (Body Image) adalah kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak
disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, serta perasaan
tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi. Yang secara berkesinambungan
dimodifikasi dengan persepsi dan pengalaman yang baru (Stuart & Sundeen, 1998).
2. Ideal Diri (Self Ideal)
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan
standar, aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu (Stuart & Sundeen, 1998). Sering juga
disebut bahwa ideal diri sama dengan cita – cita, keinginan, harapan tentang diri sendiri.
C. Rentang HDR
Rentang harga diri rendah :
1. Aktualisasi diri
Pengungkapan pertanyaan atau kepuasan dari konsep diri positif.
2. Konsep diri positif
Dapat menerima kondisi dirinya sesuai dengan yang diharapkannya dan sesuai dengan
kenyataan.
3. Harga diri rendah
Perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri merasa gagal mencapai
keinginan.
4. Kerancunan identitas
Ketidakmampuan individu mengidentifikasi aspek psikologi pada masa dewasa, sifat
kepribadian yang bertentangan perasaan hampa dan lain-lain.
5. Dipersonalisasi
Merasa asing terhadap diri sendiri, kehilangan identitas misalnya malu dan sedih karena
orang lain.
Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara :
1. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, missal harus dioperasi, kecelakaan, dicerai suami,
putus sekolah, putus hubungan kerja, dll. Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga
diri rendah karena prifasi yang kurang diperhatikan : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan, harapan akan struktur, bentuk dan
fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang
tidak menghargai.
2. Kronik
Yaitu perasaan negative terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum
sakit/dirawat. Pasien mempunyai cara berpikir yang negative. Kejadian sakit dan dirawat
akan menambah persepsi negative terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons
yang maladaptive, kondisi ini dapat ditemukan pada pasien gangguan fisik yang kronis
atau pada pasien gangguan jiwa.
H. Patopsikologi
Menurut Stuart (2005), berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri
seseorang yaitu Faktor predisposisi yang merupakan faktor pendukung harga diri rendah
meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang
kali, kurang mempunyai tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal
diri yang tidak realistis. Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah peran gender,
tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya. Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi
meliputi ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur
sosial. Sedangkan faktor presipitasi munculnya harga diri rendah meliputi trauma seperti
penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang megancam kehidupan
dan ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana
individu mengalami frustrasi.
Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman dalam
berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien berasal dari lingkungan yang penuh
permasalahan, ketegangan, kecemasan dimana tidak mungkin mengembangkan kehangatan
emosional dalam hubungan yang positif dengan orang lain yang menimbulkan rasa aman.
Klien semakin tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang baru. Ia berusaha mendapatkan
rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu menyakitkan dan menyulitkan sehingga rasa aman itu
tidak tercapai. Hal ini menyebabkan ia mengembangkan rasionalisasi dan mengaburkan
realitas daripada mencari penyebab kesulitan serta menyesuaikan diri dengan kenyataan.
Semakin klien menjauhi kenyataan semakin kesulitan yang timbul dalam mengembangkan
hubungan dengan orang lain.
Tanda dan gejala yang muncul pada gangguan konsep diri harga diri rendah yaitu
mengkritik diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal
mencapai keinginan,gangguan dalam berhubungan, penurunan produktivitas, destruktif yang
diarahkan pada orang lain, rasa bersalah, ketegangan peran yang dirasakan, pandangan hidup
yang pesimis, adanya keluhan fisik, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung, menarik diri
secara realitas,penyalahgunaan zat dan menarik diri secara sosial.(Stuart & Sundeen, 1998,
hal. 230).Melihat tanda dan gejala diatas apabila tidak ditanggulangi secara intensif akan
WOC
Isolasi Sosial Curiga Halusinasi Resiko amuk
I. Penatalaksanaan Medis
Menurut hawari (2001), terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini sudah
dikembangkan sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih
manusiawi daripada masa sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi :
1. Psikofarmaka
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Dosis rendah dengan efektifitas terapi dalam waktu yang cukup singkat.
b. Tidak ada efek samping kalaupun ada relative kecil.
c. Dapat menghilangkan dalam waktu yang relative singkat, baik untuk gejala positif
maupun gejala negative skizofrenia.
d. Tidak menyebabkan kantuk
e. Memperbaiki pola tidur
f. Tidak menyebabkan lemas otot.
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya diperoleh dengan
resep dokter, dapat dibagi dalan 2 golongan yaitu golongan generasi pertama (typical) dan
golongan kedua (atypical). Obat yang termasuk golongan generasi pertama misalnya
chlorpromazine HCL, Thoridazine HCL, dan Haloperidol. Obat yang termasuk generasi
kedua misalnya : Risperidone, Olozapine, Quentiapine, Glanzapine, Zotatine, dan
aripiprazole.
J. Konsep Askep
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS
(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
3. Intervensi Keperawatan
Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi kemampuan dan 1. Mendiskusikan masalah ynag
aspek positif yang dimiliki pasien dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2. Membantu pasien menilai kemampuan
pasien yang masih dapat digunakan 2. Menjelaskan pengertian, tanda gejala
harga diri rendah yang dialami pasien
3. Membantu pasien memilih kegiatan
beserta proses terjadinya
yang akan dilatih sesuai dengan
kemampuan pasien 3. Menjelaskan cara-cara merawat
pasien harga diri rendah
4. Melatih pasien sesuai dengan
kemampuan yang dipilih
5. Memberikan pujian yang wajar SP 2
terhadap keerhasilan klien
1. Melatih keluarga mempraktikkan cara
6. Menganjurkan pasien memasukkan merawat pasien dengan harga diri
dalam jadwal kegiatan harian rendah
2. Melatih keluarga melakukan cara
merawat langsung kepada pasien
harga diri rendah
Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami risiko untuk menyakiti
diri sendiri atau tindakan yang dapat mengancam jiwa.
(Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2009).
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri
kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya untuk mewujudkan hasratnya untuk
mati. Perilaku bbunuh diri ini meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang
akan mengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri (Clinton, 1995 dalam Yosep,
2010).
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian.
(Gail w. Stuart, 2007. Dikutip Dez, Delicious, 2009.)
Bunuh diri adalah suatu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi.
(Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan
Gangguan Jiwa ).
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya.Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000), bunuh diri
memiliki 4 pengertian, antara lain:
1) Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
2) Bunuh diri dilakukan dengan intensi
3) Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
4) Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif),
misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau
secara sengaja berada di rel kereta api.
A. Etiologi
1. Faktor predisposisi
Lima factor predisposisi yang penunjang pemahaman perilaku destruktif diri sepanjang
siklus kehidupan (Fitria, 2009):
2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan yang dialami oleh
individu. Pencetusnya seringkali kejadian hidup yang memalukan, melihat atau membaca
melalui media tentang orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri
(Fitria, 2009).
B. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009) :
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
C. Akibat
Klien dengan resiko bunuh diri dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya atau
mencederai dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain,
memecahkan perabot, membakar rumah, dll.
D. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
E. Penatalaksanaan
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar pertolongan darurat di
RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah. Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka
atau keadaan keracunan, kesadaran penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan
medis. Penentuan perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan erat
dengan kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan
keracunan atau terluka sudah dapat diatasi maka dapat dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak
adanya hubungan beratnyagangguan badaniah dengan gangguan psikologik.
Penting sekali dalam pengobatannya untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk
pasien dengan depresi dapat diberikan terapi elektro konvulsi, obat obat terutama anti
depresan dan psikoterapi.
DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuhdiri.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Core Problem : Resiko bunuh diri
Diaggnosa Penyerta : Gangguan konsep diri : harga diri rendah (HDR)
SP 2 SP 2
1. Mengidentifikasi aspek positif pasien 1. Melatih keluarga mempraktikkan
2. Mendorong apsien untuk berpikir cara merawat pasien dengan resiko
positif terhadap diri bunuh diri
3. Mendorong pasien untuk menghargai 2. Melatih keluarga melakukan cara
diri sebagai individu yang berharga merawat langsung kepada pasien
resiko dunuh diri
SP 3 SP 3
1. Mengidentivikasi pola koping yang 1. Membantu keliarga membuat
biasa diterapkan pasien jadwal aktivitas dirumah termasuk
2. Menilai pola koping yang biasa minum obat
dilakukan 2. Mendiskusikan sumber rujukan
3. Mengidentifikasi pola koping yang yang biasa dijangkau oleh keluarga
konstruktif
4. Mendorong pasien memilih pola
koping yang konstruktif
5. Menganjurkan pasien menerapkan
pola koping konstruktif dalam
kegiatan harian
SP 4
1. Membuat rencana masa depan yang
realistis bersama pasien
2. Mengidentifikasi cara mencapai
rencana masa depan yang realistis
3. Memberi dorongan pasien
melakukan kegiatan dalam rangka
meraih masa depan yang realistis