You are on page 1of 18

LAPORAN PENDAHULUAN HEMOROID

DI RUANG IBS RS. KEN SARAS UNGARAN

HARISKA JOKO SRIYANTO


NIM. P.17420613059

PRODI DIV KEPERAWATAN SEMARANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

2017
A. Definisi
Hemoroid adalah pelebaran varices satu segmen atau lebih vena-vena
hemoroidalis (Mansjoer, 2000). Hemoroid atau ”wasir (ambeien)” merupakan vena
varikosa pada kanalisani. Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh
gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Hemoroid sering dijumpai dan terjadi
pada sekitar 35% penduduk berusia lebih dari 25 tahun. Walaupun keadaan ini tidak
mengancam jiwa, namun dapat menimbulkan perasaan yang sangat tidak nyaman
(Price dan Wilson, 2006).

Penyakit hemoroid sering menyerang usia diatas 50 tahun. Hemoroid seringkali


dihubungkan dengan konstipasi kronis dan kehamilan. Terkadang dihubungkan dengan
diare, sering mengejan, pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rectum.
Komplikasi dapat menyebabkan nyeri hebat, gatal dan perdarahan rectal
(Chandrasoma, 2006; Price dan Wilson, 2006).

Hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya dilakukan pada jaringan yang benar-
benar berlebihan untuk penderita yang mengalami keluhan menaun dan pada penderita
hemoroid derajat III dan IV (Sjamsuhidayat dan Jong, 2000).

B. Anatomi Fisiologi
Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rectum dan terbentang dari
colon sigmoid sampai anus, colon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk
lekukan huruf S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu colon sigmoid bersatu
dengan rectum. Satu inci dari rectum dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfingter
eksternus dan internus. Panjang rectum dan kanalis ani sekitar 15 cm.
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kanan dan belahan kiri sesuai
dengan suplai darah yang diterimanya. Arteri mesentrika superior memperdarahi
belahan bagian kanan yaitu sekum, colon asendens dan dua pertiga proksimal colon
tranversum, dan arteria mesentrika inferior memperdarahi belahan kiri yaitu sepertiga
distal colon transversum, colon desendens, sigmoid dan bagian proksimal rectum.
Suplai darah tambahan untuk rectum adalah melalui arteria sakralis media dan arteria
hemoroidalis inferior dan media yang dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta
abdominalis.
Alir balik vena dari colon dan rectum superior melalui vena mesentrika superior
dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal yang
mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah
ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistematik. Terdapat anastomosis
antara vena hemoroidalis superior, media dan inferior, sehingga peningkatan tekanan
portal dapat mengakibatkan aliran darah balik ke dalam vena-vena ini.
Terdapat dua jenis peristaltik propulsif: (1)kontraksi lamban dan tidak teratur,
berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra;
(2) peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen colon. Gerakan
peristaltik ini menggerakkan massa feces ke depan, akhirnya merangsang defekasi.
Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh reflek gastrokolik
setelah makan pertama masuk pada hari itu.
Propulasi feces ke rectum mengakibatkan distensi dinding rectum dan
merangsang reflek defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan
interna. Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, dan sfingter eksterna
berada di bawah kontrol volunter. Reflek defekasi terintegrasi pada segmen sakralis
kedua dan keempat dari medula spinalis. Serabut-serabut parasimpatis mencapai
rectum melalui saraf splangnikus panggul dan bertanggung jawab atas kontraksi rectum
dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rectum yang mengalami distensi
berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan anulus
anorektal menghilang. Otot-otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada waktu
anus tertarik atas melebihi tinggi massa feces. Defekasi dipercepat dengan adanya
peningkatan tekanan intra-abdomen yang terjadi akibat kontraksi volunter. Otot-otot
dada dengan glotis ditutup, dan kontraksi secara terus menerus dari otot-otot abdomen
(manuver atau peregangan valsava). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi volunter
otot-otot sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rectum secara bertahap akan relaks,
dan keinginan untuk berdefekasi menghilang.
C. Etiologi

a. Faktor predisposisi adalah herediter, anatomi, makanan, psikis dan sanitasi,


sedangkan sebagai faktor presipitasi adalah faktor mekanis (kelainan sirkulasi
parsial dan peningkatan tekanan intra abdominal), fisiologis dan radang umumnya
faktor etiologi tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan. Menurut
Tambayong (2000) faktor predisposisi dapat diakibatkan dari kondisi hemoroid.
Hemoroid berdarah mungkin akibat dari hipertensi portal kantong-kantong vena
yang melebar menonjol ke dalam saluran anus dan rectum terjadi trombosis, ulserasi,
dan perdarahan, sehingga nyeri mengganggu. Darah segar sering tampak sewaktu
defekasi atau mengejan. Menurut Smeltzer dan Bare (2002) hemoroid sangat umum
terjadi pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe hemoroid
berdasarkan vena yang melebar, mengawali atau memperberat adanya hemoroid.

b. Faktor penyebab terjadinya hemoroid adalah sebagai berikut:

1) Mengejan pada waktu defekasi.

2) Konstipasi yang menahun yang tanpa pengobatan.

3) Pembesaran prostat.

4) Keturunan atau hereditas.

5) Kelemahan dinding structural dari dinding pembuluh darah.

6) Peningkatan tekanan intra abdomen (seperti: Kehamilan, berdiri dan duduk terlalu
lama dan konstipasi).

D. Klasifikasi

a. Hemoroid internal

Adalah pelebaran plexus hemoroidalis superior. Diatas garis mukokutan dan


ditutupi oleh mukosa diatas sfingter ani. Hemoroid internal dikelompokkan dalam 4
derajat :

1) Derajat I Hemoroid menyebabkan perdarahan merah segar tanpa rasa nyeri


sewaktu defekasi. Tidak terdapat prolap dan pada pemeriksaan terlihat menonjol
dalam lumen.

2) Derajat II Hemoroid menonjol melalui kanal analis pada saat mengejan ringan
tetapi dapat masuk kembali secara spontan.

3) Derajat III Hemoroid akan menonjol saat mengejan dan harus didorong kembali
sesudah defekasi.

4) Derajat IV Hemoroid menonjol keluar saat mengejan dan tidak dapat didorong
masuk kembali.
b.Hemoroid Eksternal

Adalah hemoroid yang menonjol keluar saat mengejan dan tidak dapat
didorong masuk. Hemoroid eksternal dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu:

1) Akut
Bentuk hemoroid akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus
dan sebenarnya merupakan hematoma. Walaupun disebut sebagai hemoroid
trombosis eksterna akut. Bentuk ini sering sangat nyeri dan gatal karena ujung-
ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.
2) Kronik
Bentuk hemoroid eksterna kronik adalah satu atau lebih lipatan kulit anus yang
terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.

F. Tanda dan Gejala

a. Tanda

1) Perdarahan

Umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna trauma oleh feces


yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak bercampur dengan
feces. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar
karena kaya akan zat asam, jumlahnya bervariasi.

2) Nyeri

Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid interna
dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami trombosis dan radang.

b.Gejala

1) Anemia dapat terjadi karena perdarahan hemoroid yang berulang.

2) Jika hemoroid bertambah besar dapat terjadi prolap awalnya dapat tereduksi
spontan. Pada tahap lanjut pasien harus memasukkan sendiri setelah defekasi dan
akhirnya sampai pada suatu keadaan dimana tidak dapat dimasukkan.

3) Keluarnya mucus dan terdapatnya feces pada pakaian dalam merupakan ciri
hemoroid yang mengalami prolap menetap.
4) Rasa gatal karena iritasi perianal dikenal sehingga pruritis anus rangsangan
mucus.

G. Pathofisiologi

Dalam keadaan normal sirkulasi darah yang melalui vena hemoroidalis mengalir
dengan lancar sedangkan pada keadaan hemoroid terjadi gangguan aliran darah balik
yang melalui vena hemoroidalis. Gangguan aliran darah ini antara lain dapat
disebabkan oleh peningkatan tekanan intra abdominal. Vena porta dan vena sistematik,
bila aliran darah vena balik terus terganggu maka dapat menimbulkan pembesaran vena
(varices) yang dimulai pada bagian struktur normal di regio anal, dengan pembesaran
yang melebihi katup vena dimana sfingter anal membantu pembatasan pembesaran
tersebut. Hal ini yang menyebabkan pasien merasa nyeri dan feces berdarah pada
hemoroid interna karena varices terjepit oleh sfingter anal. Peningkatan tekanan intra
abdominal menyebabkan peningkatan vena portal dan vena sistemik dimana tekanan
ini disalurkan ke vena anorektal. Arteriola regio anorektal menyalurkan darah dan
peningkatan tekanan langsung ke pembesaran (varices) vena anorektal. Dengan
berulangnya peningkatan tekanan dari peningkatan tekanan intra abdominal dan aliran
darah dari arteriola, pembesaran vena (varices) akhirnya terpisah dari otot halus yang
mengelilinginya ini menghasilkan prolap pembuluh darah hemoroidalis. Hemoroid
interna terjadi pada bagian dalam sfingter anal, dapat berupa terjepitnya pembuluh
darah dan nyeri, ini biasanya sering menyebabkan pendarahan dalam feces, jumlah
darah yang hilang sedikit tetapi bila dalam waktu yang lama bisa menyebabkan anemia
defisiensi besi. Hemoroid eksterna terjadi di bagian luar sfingter anal tampak merah
kebiruan, jarang menyebabkan perdarahan dan nyeri kecuali bila vena ruptur. Jika ada
darah beku (trombus) dalam hemoroid eksternal bisa menimbulkan peradangan dan
nyeri hebat.
PATHWAY

Konstipasi, diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, fibroma uteri,
pembesaran prostat, tumor rectum.

Kongesti vena

(gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis)

HEMOROID

Internal

Akut Kronik DRJ I DRJ III DRJ IV

Pembengkakan Terdapat lipatan


sekitar anus Intake serat adekuat Hemoroidektomi
Eksternal kulit anus

Nyeri/ gatal Nyeri


Sembuh

Pre operasi Intra operasi DRJ II Post operasi

Cemas/ takut Luka insisi


Perdarahan
Anastesi

Saraf perifer
Gangguan volume cairan terputus

Resti injuri
Nyeri
I. Penatalaksanaan

Terapi yang diberikan disesuaikan dengan klasifikasi hemoroid yaitu untuk


derajat I dapat dicoba dengan menghilangkan faktor-faktor penyebab, misalnya saat
konstipasi dengan menghindari mengejan berlebihan saat BAB. Memberi nasehat untuk
diit tinggi serat, banyak makan sayur, buah dan minum air putih paling sedikit 2.000
cc/hari dan olahraga ringan secara teratur, serta kurangi makan makanan yang
merangsang dan daging, menjaga hygiene daerah anorektal dengan baik, jika ada
infeksi beri antibiotika peroral. Bila terdapat nyeri yang terus-menerus dapat diberikan
suppositoria, untuk melancarkan defekasi, dapat diberikan cairan parafin atau larutan
magnesium sulfat 10%. Bila dengan pengobatan di atas tidak ada perbaikan, diberikan
terapi skleroting (sodium moruat) 5% atau fenol. Penyuntikan dilakukan antara mukosa
dan varices, dengan harapan timbul fibrosis dan hemoroid mengecil. Kontraindikasi
pengobatan ini adalah hemoroid eksterna, radang dan adanya fibrosis hebat di sekitar
hemoroid interna. Pada hemoroid derajat II dapat dicoba dengan terapi sklerosing
secara bertahap. Apabila terapi sklerosing tidak berhasil dapat dilakukan tindakan
operasi. Pada derajat III dapat dicoba dengan rendaman duduk. Cara lain yang dapat
dilakukan adalah operasi, bila ada peradangan diobati dahulu. Teknik operasi pada
hemoroid antara lain :

a. Prosedur ligasi pita-karet


Prosedur ligasi pita-karet dengan cara melihat hemoroid melalui anoscop dan bagian
proksimal diatas garis mukokutan di pegang dengan alat. Kemudian pita karet kecil
diselipkan diatas hemoroid yang dapat mengakibatkan bagian distal jaringan pada
pita karet menjadi nekrotik setelah beberapa hari dan lepas. Tindakan ini memuaskan
pada beberapa pasien, namun pasien yang lain merasakan tindakan ini menyebabkan
nyeri dan menyebabkan hemoroid sekunder dan infeksi perianal.
b. Hemoroidektomi kriosirurgi
Metode ini dengan cara mengangkat hemoroid dengan jalan membekukan jaringan
hemoroid selama beberapa waktu tertentu sampai waktu tertentu. Tindakan ini
sangat kecil sekali menimbulkan nyeri. Prosedur ini tidak terpakai luas karena
menyebakan keluarnya rabas yang berbau sangat menyengat dan luka yang
ditimbulkan lama sembuh.
c. Laser Nd: YAG
Metode ini telah digunakan saat ini dalam mengeksisi hemoroid, terutama
hemoroid eksternal. Tindakan ini cepat menimbulkan nyeri. Hemoragi dan abses
jarang menjadi komplikasi pada periode pasca operatif.
d. Hemoroidektomi
Hemoroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk mengangkat semua
jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Setelah prosedur operatif selesai, selang
kecil dimasukkan melaui sfingter untuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah.
Untuk Terapi setelah operasi dapat dilakukan dengan cara suppositoria yang
mengandung anestesi, antibiotika, analgetik dan astrigent. Tiga hari post operasi
diberikan diit rendah sisa untuk menahan BAB. Jika sebelum tiga hari ingin BAB,
tampon dibuka dan berikan rendaman PK hangat (37oC) dengan perbandingan
1:4000 selama 15-20 menit. Setelah BAB, lalu dipasang lagi tampon baru. Jika
setelah tiga hari post operasi pasien belum BAB diberi laxantia. Berikan rendaman
duduk dengan larutan PK hangat (37oC), perbandingan 1:4000 selama 15-20 menit
sampai dengan 1-2 minggu post operasi. Pada penatalaksanaan hemoroid tingkat IV
dapat dilakukan dengan istirahat baring dan juga operasi. Bila ada peradangan
diobati dahulu.

J. Pemeriksaan Penunjang

a. Inspeksi

1) Hemoroid eksterna mudah terlihat terutama bila sudah mengandung thrombus.

2) Hemoroid interna yang prolap dapat terlihat sebagai benjolan yang tertutup
mukosa.

3) Untuk membuat prolap dengan menyuruh pasien mengejan.

b. Rectal touch

1) Hemoroid interna biasanya tidak teraba dan tidak nyeri, dapat teraba bila sudah ada
fibrosis

2) Rectal touch diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma recti.


3) Anoscopi

Pemeriksaan anoscopi diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang belum prolap.
Anoscopi dimasukkan dan dilakukan sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke
dalam lubang.

K. Fokus Intervensi

a. Pre Operasi

1) Pengkajian

a) Pengkajian yang dilakukan pada pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan


kesehatan adalah kebiasaan olahraga pada pasien, kemudian diit rendah serat, selain
itu juga perlu dikaji mengenai kebiasaan klien tentang minum kurang dari 2.000
cc/hari. Hal lain yang perlu dikaji adalah mengenai riwayat kesehatan klien tentang
penyakit sirorcis hepatis.

b) Pengkajian mengenai pola nutrisi metabolik pada klien adalah mengenai berat badan
klien apakah mengalami obesitas atau tidak. Selain itu juga perlu dikaji apakah klien
mengalami anemia atau tidak. Pengkajian mengenai diit rendah serat (kurang makan
sayur dan buah) juga penting untuk dikaji. Kebiasaan minum air putih kurang dari
2.000 cc/hari.

c) Pengkajian pola eliminasi pada klien adalah mengenai kondisi klien apakah sering
mengalami konstipasi atau tidak. Keluhan mengenai nyeri waktu defekasi, duduk,
dan saat berjalan. Keluhan lain mengenai keluar darah segar dari anus. Tanyakan
pula mengenai jumlah dan warna darah yang keluar. Kebiasaan mengejan hebat
waktu defekasi, konsistensi feces, ada darah/nanah. Prolap varices pada anus gatal
atau tidak.

d) Pengkajian pola aktivitas dan latihan pada klien mengenai kurangnya aktivitas dan
kurangnya olahraga pada klien. Pekerjaan dengan kondisi banyak duduk atau
berdiri, selain itu juga perlu dikaji mengenai kebiasaan mengangkat barang-barang
berat.

e) Pengkajian pola persepsi kognitif yang perlu dikaji adalah keluhan nyeri atau gatal
pada anus.
f) Pengkajian pola tidur dan istirahat adalah apakah klien mengalami gangguan pola
tidur karena nyeri atau tidak.

g) Pengkajian pola reproduksi seksual yang perlu dikaji adalah riwayat persalinan dan
kehamilan.

h) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap serat. Koping yang digunakan dan
alternatif pemecahan masalah.

2) Diagnosa Keperawatan

a) Nyeri b.d. adanya pembengkakan, trombus pembuluh darah pada anus.

b) Resti perdarahan b.d. penekanan pada vena hemoroidal akibat konstipasi.

c) Cemas b.d. rencana pembedahan dan rasa malu.

d) Kurang pengetahuan b.d. kurang informasi tentang operasi.

3) Intervensi Keperawatan

a. Nyeri b.d. adanya pembengkakan, trombus pembuluh darah pada anus. Kriteria
hasil: nyeri pada anus berkurang dengan skala nyeri 0-1, wajah pasien tampak rileks.
Rencana tindakan:

(1) Kaji skala nyeri Rasional: Menentukan tingkat nyeri, untuk menentukan tindakan
yang tepat.

(2) Anjurkan untuk menarik nafas dalam setiap kali timbul nyeri. Rasional: Mengurangi
rasa nyeri.

(3) Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan keinginan pasien. Rasional: Memberikan
rasa nyaman.

(4) Observasi tanda-tanda vital. Rasional: Identifikasi dini komplikasi nyeri ditandai
dengan peningkatan tekanan darah.

(5) Berikan bantal/alas pantat. Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri.

(6) Anjurkan untuk tidak mengejan yang berlebihan saat defekasi. Rasional:
Mengurangi rasa nyeri dan prolap varices.

(7) Berikan rendaman duduk sesuai anjuran duduk. Rasional: Mengurangi rasa nyeri.
(8) Kolaborasi untuk pemberian terapi analgetik. Rasional: Mengurangi rasa nyeri.

b. Resti perdarahan b.d. penekanan pada vena hemoroidal akibat konstipasi. Kriteria
Hasil: Tidak terjadi perdarahan yang ditandai dengan: tanda-tanda vital dalam batas
normal, tidak timbul perdarahan pada feces dalam waktu 1-2 hari. Rencana tindakan:

(1) Kaji tanda-tanda vital (TD, N, S, RR) setiap 4 jam. Rasional: Indikator dini terhadap
resiko perdarahan hebat ditandai dengan tidak adanya peningkatan TD dan Nadi.

(2) Monitor tanda-tanda hipovolemia. Rasional: Deteksi dini untuk tindakan segera.

(3) Periksa daerah rectal setiap 2 jam/setelah BAB. Rasional: Deteksi dini perdarahan
untuk pertolongan segera.

(4) Beri air minum 2-3 liter/hari. Rasional: Hidrasi yang adekuat membuat konsistensi
feces lembek.

(5) Berikan banyak makan sayur dan buah. Rasional: Meningkatkan masa feces
sehingga lebih mudah dikeluarkan.

(6) Anjurkan untuk segera berespon bila ada rangsangan BAB. Rasional: Untuk
mencegah rangsangan hilang dan akan terjadi konstipasi.

(7) Kolaborasi untuk pemberian laxantia dan analgetik. Rasional: Pelunak feces dan
mengurangi nyeri saat BAB.

c. Cemas b.d. rencana pembedahan Kriteria Hasil: pasien mengatakan kecemasan


berkurang, pasien berpartisipasi aktif dalam perawatan. Rencana tindakan:

(1) Kaji tingkat kecemasan. Rasional: Menentukan tingkat kecemasan untuk


menentukan tindakan yang tepat.

(2) Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang pembedahan. Rasional: Menentukan


informasi yang akan diberikan.

(3) Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya. Rasional:


Mengurangi kecemasan.

(4) Dampingi dan dengarkan pasien. Rasional: Meningkatkan rasa percaya dan rasa
aman sehingga mengurangi cemas.
(5) Libatkan keluarga atau pasien lain yang menderita penyakit yang sama untuk
memberikan dukungan. Rasional: Sebagai support sistem dan mengurangi rasa malu.

(6) Anjurkan pasien untuk mengungkapkan kecemasannya. Rasional: Untuk


mengurangi cemas.

(7) Kolaborasi dengan dokter untuk penjelasan prosedur operasi. Rasional:


Pengetahuan yang cukup tentang prosedur operasi akan mengurangi cemas.

(8) Kolaborasi untuk terapi anti cemas (bila perlu). Rasional: Mengurangi cemas.

d. Kurang pengetahuan b.d. kurang informasi tentang operasi. Kriteria Hasil: pasien
mengatakan ketidaktahuan mengenai tindakan operasi berkurang. Rencana
tindakan:

(1) Kaji tingkat pengetahuan Rasional: Mengetahui tingkat pengetahuan tentang


penyakit

(2) Berikan pendidikan kesehatan tentang penyakit Rasional: Meningkatkan


pengetahuan

(3) Diskusikan program latihan yang sesuai ketentuan Rasional: menentukan program
latihan yang sesuai

(4) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan hidup
yang perlu Rasional: Perubahan yang harus diprioritaskan secara realistik untuk
menghindari rasa tidak menentu dan berdaya.

b. Post Operasi

1) Pengkajian

a) Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan adalah pengkajian mengenai


keadaan lingkungan yang tenang (nyaman), pengkajian mengenai pengetahuan
tentang perawatan pre operasi. Selain itu juga penting dilakukan pengkajian
mengenai harapan klien setelah operasi.

b) Pengkajian pola nutrisi metabolik setelah operasi adalah mengenai kepatuhan klien
dalam menjalani diit setelah operasi.
c) Pengkajian pola eliminasi setelah operasi adalah ada tidaknya perdarahan.
Pengkajian mengenai pola BAB dan buang air kecil. Pemantauan klien saat
mengejan setelah operasi, juga kebersihan setelah BAB dan buang air kecil.

d) Pengkajian pola aktivitas dan latihan yang penting adalah mengenai aktivitas klien
yang dapat menimbulkan nyeri, pengkajian keadaan kelemahan yang dialami klien.

e) Pengkajian pola tidur dan istirahat adalah mengenai gangguan tidur yang dialami
klien akibat nyeri.

f) Pengkajian pola persepsi kognitif adalah mengenai tindakan yang dilakukan klien
bila timbul nyeri.

g) Pengkajian pola persepsi dan konsep diri klien adalah kecemasan yang dialami klien
setelah operasi.

2) Diagnosa Keperawatan

a) Nyeri b.d. adanya luka operasi

b) Gangguan mobilitas fisik b.d. menurunnya kekuatan/ketahanan konstruktur nyeri.

c) Resiko tinggi perdarahan b.d. hemoroidectomi

d) Defisit perawatan diri b.d. kelemahan, nyeri. e) Resiko tinggi infeksi b.d. adanya
luka operasi di daerah anorektal. f) Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d.
resiko tinggi perdarahan.

3) Intervensi Keperawatan

a. Nyeri b.d. adanya luka operasi. Kriteria Hasil: klien mengatakan nyeri pada luka
operasi berkurang dengan skala nyeri 0-1, wajah pasien tampak rileks. Rencana
tindakan:

(1) Kaji skala nyeri Rasional: Menentukan tingkat nyeri, untuk menentukan tindakan
yang tepat.

(2) Anjurkan teknik nafas dalam dan pengalihan perhatian. Rasional: Untuk
mengurangi rasa nyeri.

(3) Berikan posisi supine. Rasional: Mengurangi regangan pada daerah anorectal.

(4) Observasi tanda-tanda vital. Rasional: Identifikasi dini komplikasi nyeri.


(5) Berikan bantalan flotasi di bawah bokong saat duduk. Rasional: Menghindari
penekanan pada daerah operasi.

(6) Kolaborasi untuk rendaman duduk setelah tampon diangkat. Rasional: Kehangatan
meningkatkan sirkulasi dan membantu menghilangkan ketidaknyamanan.
(7) Kolaborasi pelunak feces dan laksatif. Beri masukan oral setiap hari sedikitnya
2-3 liter cairan, makanan berserat. Rasional: Feces yang keras menekan insisi
operasi.

(8) Kolaborasi untuk pemberian terapi analgetik. Rasional: Mengurangi nyeri.

b. Gangguan mobilitas fisik b.d. menurunnya kekuatan/ketahanan konstruktur nyeri.


Kriteria hasil: klien mampu melakukan pergerakan secara bertahap. Rencana
tindakan:

(1) Tentukan kemampuan fungsional (skala 0-4) dan alasan ketidakseimbangan.


Rasional: mengidentifikasi kebutuhan atau tingkat intervensi yang dibutuhkan.

(2) Catat respon emosional/ tingkah laku untuk mengubah kemampuan. Rasional:
perubahan fisik dan kehilangan kemandirian seringkali menciptakan perasaan
marah, frustasi dan depresi yang dapat dimanifestasikan sebagai keengganan untuk
ikut serta dalam aktivitas.

(3) Berikan motivasi dan latihan pada klien dalam memenuhi kebutuhan ADL sesuai
dengan kebutuhan. Rasional: motivasi dapat meningkatkan perasaan klien untuk
berusaha memenuhi kebutuhan ADL.

(4) Anjurkan keluarga untuk membantu melatih dan beri motivasi. Rasional: keluarga
berperan penting dalam membantu melatih dan memberi motivasi klien.

c. Resiko tinggi perdarahan b.d. hemoroidectomi. Kriteria Hasil: Tidak terjadi


perdarahan setelah perawatan 48 jam, balutan luka operasi tidak basah, tanda-tanda
vital dalam batas normal. Rencana tindakan:

(1) Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam selama 24 jam pertama. Rasional: Indikator
dini perubahan volume darah.

(2) Monitor tanda-tanda hipovolemik. Rasional: Deteksi dini untuk tindakan segera.
(3) Periksa daerah rectal atau balutan setiap dua jam selama 24 jam pertama. Rasional:
Deteksi dini perdarahan untuk pertolongan segera.

(4) Berikan kompres dingin. Rasional: Vasokonstriksi pembuluh darah.

(5) Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Rasional: Indikator lain perubahan
volume darah.

(6) Kolaborasi untuk pemberian terapi astrigen. Rasional: Untuk menciutkan pembuluh
darah.

d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, nyeri. Kriteria hasil: aktifitas
perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri. Rencana tindakan :

(1) Kaji tingkat kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kegiatan sehari-
hari. Rasional: Membantu dalam merencanakan pemenuhan kebutuhan secara
individual.

(2) Beri bantuan dalam pemenuhan kebutuhan ADL klien sesuai kebutuhan. Rasional
:Untuk memandirikan pasien.

(3) Libatkan keluarga dalam perawatan diri pasien. Rasional: Supaya klien merasa
diperhatikan oleh keluarganya.

e. Resiko tinggi infeksi b.d. adanya luka operasi di daerah anorektal. Kriteria Hasil:
luka sembuh dengan baik, tanda-tanda vital dalam batas normal. Rencana tindakan:

(1) Observasi tanda-tanda vital.

Rasional: Peningkatan nilai tanda-tanda vital merupakan indikator dini proses infeksi.

(2) Berikan rendaman duduk setiap kali setelah BAB selama 1-2 minggu. Rasional:
Mematikan kuman penyebab infeksi.

(3) Kaji daerah operasi terhadap pembengkakan dan pengeluaran pus. Rasional:
Merupakan tanda-tanda infeksi.

(4) Ganti tampon setiap kali setelah BAB. Rasional: Mencegah infeksi.

(5) Kolaborasi untuk pemberian terapi antibiotika. Rasional: Membunuh bakteri yang
menyebabkan infeksi.
f. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. resiko tinggi perdarahan. Kriteria hasil:
pasien tidak mengalami kekurangan volume cairan, TTV dalam batas normal.
Rencana tindakan:

(1) Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran, tinjau ulang catatan intra operasi.
Rasional: dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi
pengeluaran cairan/keutuhan pengantian dan pilihan-pilihan mempengaruhi
intervensi.

(2) Kaji pengeluaran urinarius terutama untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan.
Rasional: mungkin akan terjadi penurunan (penghilangan setelah prosedur pada
sistem genitourinarius dan atau struktur yang berdekatan.

(3) Pantau tanda-tanda vital pasien. Rasional: hipertensi, takikardi, penurunan


pernafasan mengidentifikasi kekurangan cairan.

(4) Periksa pembalut, alat drain pada interval reguler. Kaji luka untuk terjadinya
pembengkakan. Rasional: perdarahan yang berlebihan dapat mengacu pada
hipovolemia/hemoragi. Pembengkakan lokal mungkin mengindikasikan formasi
hematoma/perdarahan.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, H. A. A. 2007. Riset keperawatan dan Tekhnik Penulisan Ilmiah. Edisi 2.


Jakarta:Salemba Medika.

Ariyoni, D. 2011. Asuhan keperawatan hemoroid. Dikutip tanggal 15 Juni 2011 dari
websitehttp://desiariyoni.wordpress.com/2011/03/23/.

Basuki, Ngudi. 2007. Pengaruh teknik distraksi dan relaksasi terhadap penurunan
tingkatnyeri pada pasien fraktur ekstremitas bawah. Dikutip tanggal 15 juni 2011 dari
websitehttp:/www.poltekes-soeproen.ac.id/?prm=artikel&yar=detail&id=27.

Carpenito, L. J. 2001. Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Chandrasoma, T. 2006. Ringkasan patologi anatomi. Edisi2. Jakarta: EGC.

Corwin, E. J. 2000. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.

Doenges, M. E. 2000. Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan


dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.

Guyton, A. C. Hall, S. E. 1997. Fisiologi Kedokteran. Irawati Setiawan. Edisi 9.


Jakarta:EGC.

Jong, W. D. Syamsuhidayat, R. 2000. Buku ajar ilmu bedah, Editor: R. Syamsuhidajat, W. D.

Jong, Edisi revisi. Jakarta:EGC.

Mansjoer, A. 2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Media Aeskulapius.

Nanda. 2011. Pedoman diagnosa keperawatan, Alih Bahasa Budi Sentosa. Jakarta:
ArimaMedika. NN. 2009. Askep hemoroid. Dikutip tanggal 15 Juni 2011 dari
websitehttp://be11nursingae.blogspot.com.

NN. 2011. Media informasi obat. Dikutip tanggal 15 Juni 2011 dari
websitehttp://medicastore.com.

You might also like