You are on page 1of 43

i

KAJIAN PENGGUNAAN OVEN HOCK DENGAN SISTEM


SUHU TERKONTROL TERHADAP BEBERAPA KOMPONEN
MUTU DENDENG SAPI TRADISIONAL SIAP MAKAN

RENCANA PENELITIAN

OLEH

NOVITASARI
C1C 010 065

FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI


UNIVERSITAS MATARAM
2014
ii

KAJIAN PENGGUNAAN OVEN HOCK DENGAN SISTEM


SUHU TERKONTROL TERHADAP BEBERAPA KOMPONEN
MUTU DENDENG SAPI TRADISIONAL SIAP MAKAN

OLEH

NOVITASARI
C1C 010 065

Usulan Rencana Penelitian


Senagai Salah Satu Syarat untuk
Melakukan Penelitian

FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI


UNIVERSITAS MATARAM
2014
iii

Judul Penelitian : Kajian Penggunaan Oven Hock dengan Sistem Suhu


Terkontrol terhadap Beberapa Komponen Mutu
Dendeng Sapi Tradisional Siap Makan

Nama Mahasiswa : NOVITASARI


Nomor Mahasiswa : C1C 010 0165
Program Studi : ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Mengetahui:

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Baiq Rien Handayani, SP., M.Si., Ph.D. Wiharyani Werdiningsih, SP., M.Si.
NIP. 19681115 199403 2 013 NIP. 19820822 200812 2 001

Mengetahui:

Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan


Ketua,

Ir. M. Abbas Zaini, MP.


NIP. 19551021 198203 1 002

Tanggal Pengesahan : _____________________________________


iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga rencana penelitian yang berjudul “Kajian Penggunaan
Oven Hock dengan Sistem Suhu Terkontrol terhadap Beberapa Komponen
Mutu Dendeng Sapi Tradisional Siap Makan” ini dapat diselesaikan.
Dalam penulisan rencana penelitian ini tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Prof. Ir. H. Eko Basuki, M.App.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Teknologi
Pangan dan Agroindustri, Universitas Mataram.
2. Ir. Moh. Abbas Zaini, MP., selaku Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi
Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri, Universitas Mataram.
3. Baiq Rien Handayani, SP., M.Si., Ph.D., selaku Dosen Penasehat Akademik
dan Pembimbing Utama.
4. Wiharyani Werdiningsih, SP., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Pendamping.
Penulis menyadari penyusunan rencana penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan pihak-pihak yang membutuhkan.

Mataram, 31 Mei 2014

Penulis
v

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN PENJELASAN ................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................ v
DAFTAR TABEL ................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... ix
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................... 1
1.2. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ...................................... 2
1.2.1. Tujuan Penelitian ................................................... 2
1.2.2. Kegunaan Penelitian .............................................. 2
1.3. Hipotesis ............................................................................ 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 4
2.1. Dendeng Sapi ...................................................................... 4
2.1.1. Dendeng Sapi Tradisional ....................................... 5
2.1.2. Syarat Mutu Dendeng Sapi ..................................... 6
2.2. Proses Pengolahan Dendeng Sapi ........................................ 7
2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Mutu
Dendeng Sapi Tradisional Siap Makan ............................... 10
2.3.1. Mutu Daging Sapi .................................................... 11
2.3.2. Bumbu Dendeng ..................................................... 12
2.3.3. Cara Pengolahan ...................................................... 12
2.3.4. Water Activity (Aw) dan Relative Humidity (RH) ... 14
2.4. Pengaruh Pengovenan terhadap Mutu Dendeng ................. 15
2.5. Jenis Oven yang Digunakan dalam Pembuatan Dendeng ... 17
2.5.1. Oven Modern .......................................................... 17
2.5.2. Oven Tradisional Skala Rumah Tangga (Hock) ..... 18
BAB III. METODE PENELITIAN ...................................................... 19
3.1. Metode dan Rancangan Penelitian ..................................... 19
3.1.1. Metode Penelitian..................................................... 19
3.1.2. Rancangan Penelitian ............................................... 19
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................ 20
3.3. Bahan dan Alat Penelitian .................................................. 20
3.3.1. Bahan Penelitian....................................................... 20
3.3.2. Alat Penelitian ......................................................... 20
vi

3.4. Pelaksanaan Penelitian ....................................................... 20


3.4.1. Persiapan Alat .......................................................... 21
3.4.2. Persiapan Bahan Baku (Daging) .............................. 21
3.4.3. Persiapan Bumbu ..................................................... 22
3.4.4. Pencampuran dan Penjemuran ................................. 22
3.4.5. Pemasangan Suhu Terkontrol Oven Hock ............... 23
3.4.6. Pemanasan dengan Oven (Pengovenan) .................. 23
3.5. Parameter dan Cara Pengamatan ........................................ 25
3.5.1. Parameter Pengamatan ............................................ 25
3.5.2. Cara Pengamatan ..................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 31
vii

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Spesifikasi Persyaratan Mutu Dendeng Sapi
(SNI 01-2908-1992) .................................................................... 6
Tabel 2. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Dendeng Sapi .......... 7
Tabel 3. Komposisi Daging Sapi Segar .................................................... 11
viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Dendeng Sapi .......................................................................... 4
Gambar 2. Dendeng Sapi Tradisional Siap Makan Berbagai Rasa ........... 6
Gambar 3. Diagram Alir Proses Pembuatan Dendeng Sapi
Tradisional Siap Makan .......................................................... 24
Gambar 4. Diagram Warna Nilai L, a, b .................................................. 29
ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Kuisioner Uji Organoleptik Dendeng Sapi
Tradisional Siap Makan ....................................................... 34
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dendeng merupakan salah satu hasil olahan daging sapi, kerbau, kijang,
domba, kambing, ayam dan daging ternak lainnya yang rasanya disukai dan
mempunyai aroma yang khas (Purnomo, 1996). Namun dendeng yang banyak di
temui di pasaran maupun dendeng buatan rumah tangga yaitu dendeng sapi.
Dendeng awalnya merupakan salah satu cara pengawetan daging secara
tradisional yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Dendeng ini diolah
dengan cara daging diiris maupun dihancurkan dengan ukuran tertentu dan
diberikan bumbu rempah-rempah yang kemudian dijemur pada sinar matahari dan
disajikan dengan cara digoreng (Anonim, 2011). Namun seiring dengan
perkembangan zaman, kini dendeng dapat dikeringkan dan dimasak menggunakan
oven sekaligus, sehingga dapat menghasilkan dendeng siap makan.
Pembuatan dendeng sapi siap makan dengan menggunakan oven telah
dilakukan oleh Handayani, Kartanegara, Margana dan Hidayati (2012) hasil
penelitian menunjukan bahwa pengovenan dendeng sapi pada suhu 135°C selama
15 menit menggunakan oven skala laboratorium memiliki mutu yang baik serta
daya simpan yang cukup lama mencapai 2 tahun. Hasil penelitian ini dapat
memberikan peluang bagi industri-industri rumah tangga maupun menengah
untuk mengembangkan usaha dendeng sapi tradisional siap makan. Sehingga
diperlukan oven skala rumah tangga yang memiliki harga terjangkau untuk
keperluan industri kecil menengah tersebut.
Uji coba pengolahan dendeng sapi tradisional siap makan menggunakan
oven skala rumah tangga (Hock) dilakukan oleh Pratama (2013) dalam
penelitiannya melaporkan bahwa dendeng yang dioven pada suhu 135°C selama
10 menit memiliki mutu mendekati hasil penelitian Handayani, dkk., (2013).
Namun yang menjadi permasalahnnya yaitu jenis oven Hock tidak memiliki
sistem kendali suhu yang terkontrol. Suhu yang seharusnya tetap pada kondisi
135°C sesuai syarat suhu pengovenan dendeng (Mason, Evers dan Hanley, 2000;
2

Nummer, Harrison, Kendal, Sofos dan Andress, 2004) selama pengovenan


mengalami kenaikan suhu mencapai ±150°C. Sehingga dendeng sapi yang
dihasilkan menggunakan oven skala rumah tangga (Hock) cenderung mengalami
case hardning. Dimana kondisi ini diakibatkan oleh panas yang berlebihan
mengakibatkan bagian permukaan dendeng menjadi keriput dan keras, sedangkan
air terperangkap didalamnya dengan kondisi bagian dalam dendeng masih basah
(Umiyasih dan Wardhani, 1989). Sehingga rasa dendeng sapi yang di oven oleh
Pratama (2013) tidak matang sempurna dan daya simpan produk hanya sampai
selama 7 minggu.
Rendahnya daya simpan produk dan rasa produk dendeng sapi yang
kurang disukai oleh konsumen secara optimal akan mempengaruhi tingkat
penerimaan konsumen dan tingkat pemasaran produk tersebut. Dengan daya
simpan yang rendah produk dendeng sapi hasil industri kecil menengah tersebut
tidak akan mampu menjangkau pasar secara luas. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian lanjutan mengenai kajian penggunaan oven Hock dengan sistem suhu
yang terkontrol untuk mendapatkan dendeng sapi tradisional siap makan yang
bermutu baik dan aman dikonsumsi.

1.2. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


1.2.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lama pengovenan yang tepat
dengan sistem suhu oven Hock yang terkontrol untuk mendapatkan dendeng sapi
tradisional siap makan yang memiliki mutu yang baik dan aman dikonsumsi serta
memiliki daya simpan yang lebih lama.

1.2.2. Kegunaan Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan produk dendeng sapi
tradisional siap makan yang bermutu dan aman dikonsumsi dilihat dari sifat
kimia, fisik, organoleptik dan mikrobiologisnya, serta menjadi sumber informasi
dan bahan pertimbangan dalam usaha pengolahan dendeng sapi tradisional siap
makan skala industri kecil menengah dan menjadi sumber informasi bagi peneliti
selanjutnya.
3

1.3. Hipotesis
Untuk mengarahkan jalannya penelitian ini, maka digunakan hipotesis
sebagai berikut: Diduga bahwa pengovenan dengan sistem suhu 135°C yang
terkontrol selama 10 menit menggunakan oven Hock dapat menghasilkan dendeng
sapi tradisional siap makan dengan sifat kimia, fisik, organoleptik dan
mikrobiologis yang baik sehingga aman konsumsi serta memiliki daya simpan
yang lebih lama.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dendeng Sapi


Dendeng sapi merupakan salah satu olahan produk daging sapi yang
dibuat dengan cara daging sapi diiris tipis atau digiling kemudian dibentuk dan
diberikan bumbu rempah-rempah yang kemudian dikeringkan. Menurut SNI 01-
2908-1992 (Badan Standarisasi Nasional, 1992), dendeng merupakan produk
makanan berbentuk lempengan yang terbuat dari irisan atau gilingan daging segar
yang telah diberi bumbu dan dikeringkan. Dendeng memiliki cita rasa yang khas,
yaitu manis agak asam dan warna yang gelap akibat kadar gulanya yang cukup
tinggi. Kombinasi gula, garam, dan bumbu-bumbu menimbulkan aroma khas pada
produk akhir (Purnomo, 1996). Adapun contoh dendeng sapi yang diolah secara
tradisional seperti yang terlihat pada gambar 1.

Gambar 1. Dendeng Sapi


Sumber: Warisul (2012)

Dendeng dapat dikategorikan sebagai bahan pangan olahan semi basah


karena dendeng memiliki kadar air yang berada dalam kisaran kadar air bahan
pangan semi basah, yaitu 25%. Bahan pangan semi basah merupakan campuran
suatu bahan pangan yang pada umumnya ditambah dengan bahan pengikat air
yang dapat menurunkan daya ikat air produk, sehingga pertumbuhan
mikroorganisme terhambat (Purnomo, 1996).
5

2.1.1. Dendeng Sapi Tradisional


Dendeng sapi tradisional merupakan dendeng sapi yang proses
pembuatannya dilakukan secara tradisional. Proses pengeringan dendeng
menggunakan sinar matahari langsung kemudian disajikan dengan cara digoreng.
Menurut Azman dan Aswardi (2001) dendeng adalah irisan daging yang
dikeringkan dan ditambah bumbu. Pembuatan dendeng untuk memperoleh cita
rasa yang khas adalah menggunakan pengeringan dengan sumber panas matahari,
cara tersebut secara alami dapat memfermentasi daging, sehingga menghasilkan
rasa dan aroma yang khas. Akan tetapi cara pembuatan dendeng tersebut sangat
tergantung pada cuaca, bila cuaca mendung atau hari hujan, dendeng yang
dihasilkan bermutu jelek dengan cita rasa yang tidak disukai.
Dendeng sapi pada umumnya memiliki daya simpan yang rendah. Namun
di Nusa Tenggara Barat (NTB) Handayani melalui penelitian MP3EI di tahun
2012 memproduksi dendeng sapi tradisional siap makan yang memiliki daya
simpan selama 2 tahun. Selain itu dendeng yang dihasilkan juga memiliki kadar
air yang memenuhi standar menurut Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI
tahun 1981, kadar protein memenuhi syarat mutu II SNI 01-2908-1992,
penerimaan warna, aroma, rasa dan tekstur diterima secara oraganoleptik, serta
memenuhi standar keamanan mikrobiologis sehingga aman konsumsi dan dapat
diterima oleh masyarakat. Rahayu (2011) memperkenalkan dendeng sapi
tradisional siap makan yang pada bumbunya ditambahkan asap cair. Penambahan
asap cair tersebut ditujukan untuk memperpanjang umur simpan dendeng sapi siap
makan tersebut. Asap cair merupakan zat yang berfungsi untuk menghambat
bahkan membunuh mikroorganisme pembusuk maupun patogen yang dapat
merusak bahan pangan (Anonim, 2010).
Ada beberapa kelompok usaha yang memproduksi dendeng sapi
tradisional siap makan di NTB yaitu kelompok usaha Chandra di daerah Aikmel
dengan nama produknya dendeng sapi siap makan rasa manis dan rasa pedas.
Kelompok usaha Sedap Malam di daerah Selong yang memproduksi dendeng sapi
siap makan rasa asam manis pedas dan rasa empal. Ada juga kelompok usaha
yang berada di daerah Masbagik dengan nama produknya dendeng sapi siap
6

makan rasa abon dan rasa sop. Usaha dendeng sapi tradisional siap makan dengan
berbagai rasa tersebut mulai diperkenalkan di tahun 2012 (Handayani, dkk.,
2013). Adapun contoh produk dendeng sapi tradisional siap makan dengan
berbagai citarasa yang diproduksi oleh Handayani di tahun 2012 yaitu, seperti
yang terlihat pada gambar 2.

Gambar 2. Dendeng Sapi Tradisional Siap Makan Berbagai Rasa


Sumber: Handayani dkk., (2012)

2.1.2. Syarat Mutu Dendeng Sapi


Dendeng sapi yang baik yaitu dendeng sapi yang memiliki mutu yang
optimal baik dari segi fisik, kimia maupun mikrobiologis. Untuk menghasilkan
dendeng sapi yang bermutu baik dan dapat diterima oleh konsumen, produk
dendeng yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan. Adapun persyaratan mutu
dendeng sapi menurut Badan Standar Nasional yaitu:
Tabel 1. Spesifikasi Persyaratan Mutu Dendeng Sapi (SNI 01-2908-1992)
Persyaratan
Jenis Uji
Mutu I Mutu II

Warna dan bau Khas dendeng Khas dendeng


Kadar air (berat/berat basah) Maks 12% Maks 12%

Kadar Protein (Berat/bahan kering) Min 30% Min 25%


Abu (Berat/bahan kering) Maks 1% Maks 1%

Benda asing (Berat/bahan kering) Maks 1% Maks 1%


Kapang dan serangga Tidak Nampak Tidak Nampak
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (1992)
7

Salah satu upaya peningkatan mutu aman konsumsi dendeng sapi yaitu
dengan cara meminimalkan semaksimal mungkin cemaran mikroorganisme yang
dapat merusak dendeng sapi. Jika dendeng sapi tidak ditangani dengan baik, maka
dalam jumlah tertentu mikroorganisme dapat bersifat toksin atau racun. Untuk
mendapatkan dendeng yang aman dari cemaran mikroorganisme tersebut harus
memenuhi persyaratan cemaran mikroba, seperti yang terlihat pada tabel dibawah
ini:
Tabel 2. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Dendeng Sapi
Jenis Cemaran Mikroba Batas Maksimal
ALT (30ºC, 72 jam) 1x105 koloni/gram
APM Escherichia coli < 3/gram
Salmonela Negatif/25 gram
Staphylococcus aureus 1x102 koloni/gram
Bacillus cereus 1x103 koloni/gram
Keterangan : Angka Lempeng Total (ALT)
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2009)

2.2. Proses Pengolahan Dendeng Sapi


Proses pembuatan dendeng pada dasarnya belum dibakukan, namun secara
umum ditinjau dari cara pembuatannya dendeng dikelompokkan menjadi dendeng
iris (slicer) dan dendeng giling. Dendeng sapi sapi iris adalah produk daging segar
yang diiris berbentuk lembaran yang diberi bumbu dan dikeringkan. Sedangkan
dendeng sapi giling adalah produk daging yang berbentuk lembaran yang terbuat
dari gilingan atau hancuran daging sapi segara yang diberi bumbu dan
dikeringkan (Purnomo, 1996). Menurut Direktorat Gizi Depkes RI (1981)
dendeng adalah produk kering yang merupakan kombinasi antara proses curing
(penambahan gula, garam dan rempah-rempah) dengan proses pengeringan.
Menurut Harrison, Rose dan Shewflet (2001), metode pengolahan dendeng
sapi untuk mencapai standar mutu yang diinginkan dapat dilakukan dengan
beberapa teknik antara lain: 1) Metode tradisional melalui teknik
perendaman/marinasi (marination) baik dalam cairan yang manis atau bergaram
dan dilanjutkan dengan pengeringan (sinar matahari), 2) Dengan teknik
perendaman daging dilanjutkan dengan pengeringan (sinar matahari) dan diakhiri
pengeringan menggunakan oven pada suhu 135oC selama 10 menit, 3) Teknik
8

perendaman pertama pada suhu kamar, dilanjutkan dengan ekstra perendaman


kedua dengan pendidihan dalam cairan perendam selama 5 menit dan dilanjutkan
dengan pengeringan dan 4) Teknik perendaman, pemanasan oven suhu 163oC,
selama 10 menit dan pengeringan lanjutan. Selain itu pada proses perendaman
dendeng juga dapat menggunakan bahan kimia guna menekan pertumbuhan
mikroba pada dendeng (Harrison dkk., 2006).
Proses pembuatan dendeng sapi tradisional siap makan juga diperkenalkan
secara nasional oleh Handayani dkk., (2012 – 2013) melalui penelitian MP3EI,
bahwa proses pembuatan dendeng sapi tradisional siap makan tersebut memiliki
Standar Operasional Prosesdur (SOP) yaitu:
1. Persiapan Bahan Mentah
Bahan baku yang digunakan adalah daging sapi bagian lulur dalam yang
diperoleh dari Rumah Potong Hewan (RPH).
2. Sortasi
Daging sapi yang digunakan dalam pembuatan dendeng ini adalash daging
yang bebas lemak dan jaringan ikat lainnya. Daging dibersihkan dari lemak
dan jaringan ikat dengan cara mengiris lapisan yang tidak digunakan dengan
pisau yang tajam.
3. Pengirisan I
Daging diiris dengan ukuran 10 cm x 5 cm.
4. Pencucian
Daging hasil sortasi dicuci dengan menggunakan air bersih dan mengalir.
5. Penirisan
Setelah pencucian, dilakukan proses penirisan untuk mengurangi jumlah
air pada permukaan daging, sehingga lebih mudah untuk pembungkusan dan
pembekuan.
6. Pembungkusan
Daging dibungjus menggunakan aluminium foil atau plastik ukuran agar
terhindar dari kontaminasi dan mempermudah proses pembekuan daging.
9

7. Pembekuan
Daging yang telah dibungkus menggunakan aluminium foil/plastik
kemudian dibekukan di dalam freezer selama ±4 jam. Pembekuan daging
dilakukan untuk mempermudah pengirisan dengan alat pengiris daging beku.
8. Thawing
Daging beku harus dithawing untuk memudahkan pengirisan. Thawing
dilakukan dengan cara mengalirkan air bersih di permukaan kemasan daging.
9. Pengirisan II
Daging beku diiris dengan ketebalan seragam ± 4 mm sehingga diperoleh
ukuran relatif seragam 10 cm x 5 cm x 0,4 cm.
10. Persiapan bumbu tradisional
Takaran bumbu dasar (dendeng manis – Seganteng Cakranegara) yang
digunakan untuk membuat dendeng dari 1 kg daging adalah 8,85 gram
(0,885%) ketumbar, 0,51 gram (0,051%) kayu manis, 1,25 gram (0,125%)
adas manis, 0,5 gram (0,05%) jinten, 0,16 gram (0,016%) cengkeh, 0,23 gram
(0,023%) supawantu, 17 gram (1,7%) bawang putih, 2,5 gram (0,25%) Merica
bubuk, 65 gram (6,5%) lengkuas, 10,50 gram (1,05%) garam dan 200 gram
(20%) gula merah. Persiapan bumbu dilakukan beberapa tahap, sebagai
berikut:
a. Disangrai ketumbar selama ±5 menit, lalu kemudian digiling kasar.
b. Disangrai kayu manis, adas manis, jinten dan cengkeh, kemudian digiling
halus.
c. Dihaluskan bawang putih, gula merah, merica, garam dan lengkuas.
d. Dicampur semua bumbu, lalu disangrai selama 5 menit.
e. Bumbu yang telah dipersiapkan untuk 1 kg daging kemudian ditimbang
dan dibagi 4 untuk masing-masing sampel daging seberat 250 gram.
Pencampuran dilakukan dengan cara mengaduk dan melumuri seluruh
permukaan daging secara merata dengan bumbu dan asap cair.
11. Marinasi
Marinasi adalah proses perendaman daging irisan dalam bumbu tradisional
yang sudah disiapkan. Perendaman dilakukan dalam bumbu yang dipersiapkan
10

sebagai berikut dan ditambah dengan 2.5% asap cair. Selanjutnya campuran
daging dan bumbu direndam paling singkat selama 3 jam pada suhu kamar
dalam wadah tertutup.
12. Penjemuran
Daging yang telah direndam, diletakkan di atas kampu (alas berupa ulatan
bambu yang digunakan sebagai alas untuk mengeringkan dendeng), kemudian
dijemur di bawah sinar mata hari selama ±7 jam saat matahari terik.
13. Pengovenan
Pengovenan dilakukan dengan memanaskan daging mentah hasil jemuran
didalam oven yang bisa diatur suhunya. Pengovenan dilakukan pada suhu
135oC, selama 15 menit. Teknik pemasukan daging ke dalam oven dengan
cara menunggu suhu oven stabil terlebih dahulu pada suhu 135oC.
14. Pengemasan
Pengemasan dilakukan dengan cara memasukkan dendeng matang siap
makan secara aseptis ke dalam kemasan plastik-aluminium foil. Tindakan
aseptis tingkat rumah tangga dapat dilakukan dengan memanaskan penjepit
daging di atas panas selama ±2 menit dan menggunakannya untuk menjepit
daging dan memasukkan ke dalam kemasan tanpa menyentuh daging dengan
tangan. Selanjutnya silica gel bisa ditambahkan di bawah lapisan daging untuk
meningkatkan daya simpan dendeng.
Standar operasional prosedur tersebut sudah diperkenalkan secara nasional,
guna meningkatkan mutu baik secara fisik, kimia, mikrobiologis maupun
organoleptik dendeng sapi siap makan yang diolah secara tradisional.

2.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Mutu Dendeng Sapi


Dalam memproduksi dendeng sapi tradisional siap makan harus memenuhi
persyaratan mutu dendeng sapi agar bisa diterima oleh masyarakat. Selain itu
guna memproduksi dendeng sapi yang aman untuk dikonsumsi perlu
memperhatikan persyaratan seblum memproduksinya. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi mutu dendeng sapi siap mkan tradisional, antara lain yaitu mutu
11

daging sapi, bumbu-bumbu yang digunakan, cara pengolahan dendeng serta


aktivitas air dan kondisi kelembabab relatif selama pengovenan.
2.3.1. Mutu Daging Sapi
Daging sapi memiliki nilai gizi protein yang tinggi. Daging mengandung
asam-asam amino yang lengkap dan seimbang, disamping adanya lemak, mineral
dan vitamin yang dibutuhkan tubuh serta mempunyai daya cerna yang tinggi dan
mudah diserap (Ditjen Peternakan, 1998). Untuk mendapatkan dendeng yang
bermutu baik, salah satu faktor yang mempengaruhinya yaitu pemilihan daging
sapi yang memiliki mutu yang optimal.
Pengertian daging sapi berdasarkan Standar Nasional Indonesia (1992)
adalah bagian otot skeletal dari karkas sapi yang aman, laya dan lazim dikonsumsi
oleh manusia dapat berupa daging segar, daging segar dingin atau daging beku.
Daging segar adalah daging yang belum diolah dan atau tidak ditambahkan
dengan bahan apapun. Daging segar dingin adalah daging yang mengalami proses
pendinginan setelah penyembelihan sehingga suhu bagian dalam daging antara
0°C – 4°C, sedangkan daging beku adalah daging segar yang sudah mengalami
blast freezer bersuhu internal minimum –18°C.
Menurut Usmiati (2010) cara memilih daging sapi yang baik adalah
dengan melihat wana serta mencium aroma khas daging serta merabanya dengan
tekstur yang empuk. Ciri – ciri daging yang baik adalah dari serat – serat yang
bergaris melintang arahnya sejajar. Bila menyimpang dari tanda – tanda keadaan
tersebut, maka kualitas daging tidak baik lagi. Adapun komposisi daging segar,
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Komposisi Daging Sapi Segar
Komposisi (dalam 100g Daging Sapi
daging) A B C
Air (%) 66 70 75
Protein (%) 8.8 19 3.5
Lemak (%) 14 5 3.5
Ca (mg) 11 - -
P (mg) 170 - -
Fe (mg) 2.8 - -
Energi (Kal/100g) 207 - -
Sumber : Depkes (1992) , Anonim (2008) dan Lawrie (1995)C
A B
12

2.3.2. Bumbu Dendeng


Selain kesegaran dan mutu daging, bumbu merupakan faktor kunci yang
menentukan kualitas dan daya terima dendeng. Pembuatan dendeng di Indonesia
umumnya menggunakan bumbu garam, gula, lengkuas, ketumbar, asam dan
bawang merah. Kadang-kadang ada juga yang menambahkan lada dan bawang
putih. Gula yang ditambahkan dapat berupa gula merah maupun gula pasir.
Campuran bumbu berguna untuk menambah aroma, cita rasa, dan untuk
memperpanjang daya awet. Beberapa jenis rempah telah diketahui mempunyai
daya antimikroba (Astawan, 2004).
Bumbu yang digunakan oleh Rahayu (2011) dalam penelitiannya sangat
beragam, dimana bumbu tersebut sangat mudah didapatkan di NTB. Bumbu-
bumbu yang digunakan diadopsi dari bumbu dendeng sapi tradisional di daerah
Seganteng, Cakranegara. Semua bumbu yang digunakan untuk membuat dendeng
ditimbang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Takaran bumbu yang digunakan
untuk membuat dendeng dari 1 kg daging adalah 8,85 gram (0,885%) ketumbar,
0,51 gram (0,051%) kayu manis, 1,25 gram (0,125%) adas manis, 0,5 gram
(0,05%) jinten, 0,16 gram (0,016%) cengkeh, 0,23 gram (0,023%) supawantu, 17
gram (1,7%) bawang putih, 2,5 gram (0,25%) merica bubuk, 65 gram (6,5%)
lengkuas, 10,50 gram (1,05%) garam dan 200 gram (20%) gula merah.
Dalam penelitian Rahayu (2011) mengenai penambahan asap cair pada
bumbu dendeng sapi tradisional siap makan ditujukan untuk mempertahankan
mutu dan daya simpan dendeng menjadi lebih lama dibandingkan dengan dendeng
sapi tradisional yang tidak ditambahkan asap cair sehingga dendeng dapat
dipasarkan secara luas.

2.3.3. Cara Pengolahan


Dalam menjamin mutu dendeng sapi siap makan yang diolah secara
tradisional, proses pembuatannya harus memenuhi Standar Operasional Prosesdur
(SOP) seperti yang diperkenalkan oleh Handayani, dkk. melalui penelitian MP3EI
di tahun 2013. Dalam penelitiannya Handayani, dkk (2013) menguraikan setiap
tahapan proses pembuatan dendeng dengan prinsip meminimalisir terjadinya
13

kontaminasi bahan dan meningkatkan prosedur sanitasi atau kebersihan selama


pembuatan dendeng.
Proses pengolahan atau pembuatan dendeng sapi yang mengikuti SOP
akan menghasilkan produk yang bermutu tinggi, baik dari segi fisik, kimia,
organoleptik maupun mikrobiologis. Secara umum tahapan proses pembuatan
dendeng sapi tradisional siap makan meliputi persiapan alat dan bahan,
pembuatan bumbu, perendaman, pengeringan serta pemasakan dan pengemaasan.
Semua alat-alat yang dibutuhkan dalam pembuatan dendeng sebaiknya disterilkan
terlebih dahulu guna mencegah terjadinya kontaminasi antara produk dan alat
yang digunakan. Bahan baku daging yang digunakan sebaiknya disortasi terlebih
dahulu dengan cara memisahkan bagian-bagian lemak dan hanya bagian dagingny
saja yang digunakan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
keseragaman bentuk dan tekstur dendeng sapi yang dihasilkan. Yang menjadi
bahan tambahan untuk menciptakan rasa khas dendeng yaitu bumbu dari dendeng
itu sendiri.
Bumbu dendeng sebaiknya disangrai terlebih dahulu. Selain untuk
meningkatkan aroma bumbu, proses penyangraian dilakukan dengan tujuan
mematikan mikroba-mikroba yang kemungkinan menempel pada bahan baku
bumbu. Sehingga dengan suhu udara panas selama proses penyagraian mikroba-
mikroba tersebut akan mengalami kematian. Bumbu, selain dijadikan sebagai
bahan tambahan pemberi rasa pada dendeng, bumbu juga dapat dijadikan sebagai
bahan untuk meningkatkan masa simpan dendeng. Selain dari bahan rempah-
rempahnya, bumbu dendeng sapi tradisional siap makan yang digunakan oleh
Rahayu (2011) yaitu dengan menambahkan asap cair yang berfungsi membunuh
mikroba patogen dan mikroba pembusuk yang dapat merusak produk dendeng
sapi.
Tahap proses pembuatan dendeng yang berperan penting dalam menjamin
mutu dendeng baik secara kimia, fisik, organoleptik maupun mikrobiologis yaitu
proses pengeringan dan pemasakan. Suhu dan kondisi pengeringan serta lama
waktu pemasakan yang tepat akan menghasilkan produk dendeng yang bermutu
baik serta masa simpan yang cukup lama. Hasil penelitian Handayani, dkk.,
14

(2012) bahwa dendeng sapi yang dioven pada suhu 135°C selama 15 menit
menggunakan oven skala laboratorium menghasilkan dendeng sapi tradisional
siap makan yang memiliki masa simpan mencapai 2 tahun.
Hasil penelitian Pratama (2013) bahwa dendeng sapi tradisional siap
makan yang dioven menggunakan oven skala rumah tangga (Hock) dengan suhu
135°C selama 10 menit menghasilkan dendeng dengan masa simpan produk
selama 7 minggu dan jenis mikroba yang nampak tumbuh yaitu jamur. Hal ini
dikarenakan suhu selama pengovenan tidak terkontrol. Sehingga dendeng yang
dihasilkan mengalami kematangan yang kurang sempurna (case hardning). Selain
proses pengeringan (pengovenan) dan pemasakan, proses pengemasan akan
mempengaruhi mutu dendeng sapi. Penggunaan jenis kemasan dan udara dalam
kemasan harus disesuaikan dengan jenis produk. Dendeng merupakan produk
semi basah yang dalam kondisi penyimpanannya perlu diperhatikan. Jika udara
dalam kemasan terlalu banyak, maka kondisi udara untuk mikroba tumbuh akan
tercukupi, oleh karena itu pengemasan dendeng sebaiknya dilakukan dengan
pengemasan vakum.
Menurut Handayani, dkk., (2013) jika kebersihan selama proses
pengolahan tidak dijaga dengan baik, maka mikroorganisme yang tidak
didinginkan akan tumbuh sehingga kualitas produk akan cepat rusak
mengakibatkan produk tidak terjamin mutunya sehingga bagi pengusaha dendeng
mengalami kerugian.

2.3.4. Water Activity (Aw) dan Relative Humidity (RH)


Water activity (Aw) atau aktivitas air merupakan jumlah air bebas yang
dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Istilah Aw paling
umum digunakan sebagai kriteria untuk keamanan pangan dan kualiatas pangan.
Nilai Aw minimum yang diperlukan tiap mikroba berbeda-beda seabagai contoh
kapang membutuhkan Aw > 0.7, khamir > 0.8 dan bakteri 0.9. Dari data tersebut
dapat dilihat kapang paling tahan terhadap bahan pangan yang mengandung Aw
rendah sedangkan bakteri paling tidak tahan terhadap Aw rendah (Suharyanto,
2009).
15

Menurut Huang dan Nip (2001) bahwa dendeng sayat memiliki Aw 0,52 -
0,67. Tetapi dendeng yang beredar di pasaran pada umumnya memiliki Aw 0,40 -
0,50 (Purnomo 1996). Winarno dan Fardiaz (1980) menyatakan kadar air dalam
daging berkisar antara 60-70% dan apabila bahan (daging) mempunyai aktivitas
air (Aw) tidak terlalu tinggi atau tidak terlalu rendah yaitu antara kisaran 15-50%
maka bahan (daging) tersebut dapat tahan lama selama penyimpanan. Hal ini
diperkuat oleh Purnomo (1996), bahwa bahan pangan semi basah seperti dendeng
berkadar air 20-40% tidak memerlukan penyimpanan dingin, stabil dalam suhu
kamar, dan perkembangbiakan mikroorganisme terhambat. Standar Nasional
Indonesia (SNI) Nomor 01–6366–2000 merekomendasikan bahwa aktivitas air
(Aw) air dalam daging berkisar antara 0,40 - 0,90 dan apabila bahan (dendeng)
mempunyai aktivitas air (Aw) tidak terlalu tinggi atau tidak terlalu rendah yaitu
antara kisaran 0,50 - 0,90 maka bahan (dendeng) tersebut dapat tahan lama selama
penyimpanan.
Aktivitas air dalam bahan pangan yang diawetkan akan berpengaruh
terhadap uap air yang ada dalam bahan pangan tersebut. Istilah uap air dalam
bahan pangan biasanya dikenal dengan Relative Humidity (RH). Istilah ini
menggambarkan kandungan air total yang dikandung oleh udara yang biasanya
juga dinyatakan dalam persen. Untuk menentukan jumalah air yang dikandung di
udara maka kita dapat menggunakan metode Kelembapan spesifik. Kelembapan
spesifik adalah metode untuk mengukur jumlah uap air di udara dengan rasio
terhadap uap air di udara kering (Nielsen, 1998).

2.4. Pengaruh Pengovenan terhadap Mutu Dendeng Sapi


Proses pembuatan dendeng pada prinsipnya yaitu penurunan jumlah kadar
air dengan cara menjemur daging pada sinar matahari langsung tanpa ditutup.
Pengeringan cara ini sangat tergantung pada keadaan cuaca, disamping itu daging
mudah terkontaminasi oleh kotoran dan mikroorganisme (Azman dan Aswardi,
2002). Salah satu alternatif untuk mengurangi kontaminasi produk dendeng
selama proses pengeringan yaitu pengeringan dengan cara pengovenan
(Wariyanto, 1987).
16

Menurut Harrison, Harrison, Morrow dan Shewflet (2001) selain dengan


penambahan bahan pengawet, untuk meningkatkan keamanan konsumsi dan
menurunkan total mikroba pada dendeng sapi tradisional dapat dilakukan dengan
cara perendaman daging dalam bumbu dilanjutkan dengan pengeringan (sinar
matahari) dan diakhiri pengovenan pada suhu 135oC selama 10 menit.
Pemanasan suhu 135°C selama 10 menit bertujuan untuk memperoleh
dendeng siap makan. Hasil penelitian Handayani, Kertanegara, Margana dan
Hidayati (2012) menggunakan oven listrik merk MEMMERT (Jerman) skala
laboratorium bahwa pengovenan pada suhu 135ºC selama 10 menit menghasilkan
dendeng matang yang masih banyak mengandung uap air. Adanya kandungan air
yang cukup banyak memungkinkan untuk pertumbuhan jamur lebih cepat serta
kontaminasi mikroba patogen lain, sehingga Handayani dkk., (2012) melakukan
pengovenan pada suhu 135ºC selama 15 menit untuk menghasilkan dendeng
dengan tekstur yang lebih baik (tidak keras dan tidak lunak).
Proses pengeringan akan mengubah kandungan air, aktivitas air,
komposisi kimia yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keempukan dan
akseptabilitas. Pengeringan dengan suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan
terjadinya case hardning, sedangkan pengeringan pada suhu yang terlalu rendah
masih memberikan kesempatan untuk tumbuhnya mikroorganisme. Pengeringan
daging memberikan efek terhadap kadar protein, keempukan dan cita rasa
dendeng yang dihasilkan. Oleh karena itu proses pengeringan dendeng harus
memperhatikan tingginya suhu dan lama pengeringan (Umiyasih dan Wardhani,
1989).
Hasil penelitian Azman (2006) mengenai studi beberapa metode
pengeringan dendeng sapi, menunjukkan bahwa metode pengovenan memiliki
mutu kimia, fisik maupun organoleptik yang memenuhi persyaratan mutu SNI.
Hasil penelitian Paratama (2013) juga menunjukkan bahwa dendeng yang dioven
pada suhu 135°C selama 10 menit menggunakan oven skala rumah tangga
(HOCK) menghasilkan dendeng sapi tradisional siap makan dengan kadar air
memenuhi standar menurut Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI tahun
1981, kadar protein memenuhi syarat mutu II SNI 01-2908-1992, penerimaan
17

warna, aroma, rasa dan tekstur diterima secara oraganoleptik, serta memenuhi
standar keamanan mikrobiologis sehingga aman untuk dikonsumsi. Namun masa
simpan produk dendeng sapi ini hanya selama 7 minggu, hal ini dikarenakan suhu
selama pengovenan tidak terkontrol, selama pengovenan dengan waktu selama
beberapa menit suhu oven mengalami kenaikan mencapai 150°C sehingga
dendeng yang dihasilkan mengalami kematangan yang kurang sempurna (case
hardning). Akibat dari kondisi dendeng yang tidak matang dengan sempurna,
kandungan atau kadar air dendeng tidak memenuhi persyaratan mutu, sehingga
dendeng mudah ditumbuhi mikroorganisme seperti jamur.

2.5. Jenis Oven yang Digunakan dalam Pembuatan Dendeng


Pada saat ini dalam pembuatan dendeng sudah banyak pengusaha yang
mengeringkan dendeng dengan cara pengovenan, mengingat bahwa dengan
pengeringan menggunakan sinar matahari akan bergantung pada cuaca yang tidak
stabil. Dalam penelitian Handayani, dkk., (2013) proses pengeringan dendeng
menggunakan oven laboratorium. Penggunaan oven ini dilakukan dengan tujuan
menghindari terjadinya kontaminasi selama proses pengeringan pada sinar
matahari. Oven yang dapat digunakan untuk pengeringan atau pemanasan
dendeng ada dua jenis yaitu, oven modern atau oven skala laboratorium dan oven
tradisional yang banyak beredar dipasaran.

2.5.1. Oven Modern


Dewasa ini banyak beredar oven atau alat pengering yang canggih dan
mudah digunakan. Oven ini banyak ditemukan pada laboratorium-laboratorium
bidang tertentu yang jika ingin digunakan oleh pengusaha dendeng sapi sangat
sulit dijangkau. Namun pengeringan dengan oven modern ini sangat menjamin
kualitas mutu dari dendeng sapi. Ketersediaan oven modern ini tidak menjamin
keuntungan bagi pengusaha dendeng sapi tradisional siap makan, hal ini
dikarenakan pengusaha dendeng ingin menggunakan modal yang cukup rendah
dengan mendapat keuntungan yang cukup tinggi.
18

2.5.2. Oven Tradisional (Skala Rumah Tangga) “Hock”


Di Nusa Tenggara Barat (NTB) sangat banyak beredar oven – oven skala
rumah tangga yang dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti oven skala
laboratorium untuk usaha produksi dendeng spai tradisional siap makan. Salah
satu jenis oven yang banyak beredar di NTB yaitu oven merk Hock. Oven skala
laboratorium sangat sulit diaplikasikan dalam industri kecil menengah karena
harga sulit dijangkau. Di kalangan masyarakat pada umumnya sudah mulai
populer dengan penggunaan oven. Oven yang umum digunakan pada skala rumah
tangga adalah oven tangkring. Dikatakan oven tangkring karena sumber panas
yang digunakan adalah panas api kompor. Salah satu oven tangkring yang banyak
digunakan di masyarakat adalah oven tangkring merk HOCK (Pratama, 2013).
Oven Hock merupakan jenis oven yang banyak ditemukan dipasaran. Bila
dibandingkan oven modern atau oven skala laboratorium, oven Hock mudah
dijangkau oleh pengusaha dendeng sapi tradisional siap makan. Selain itu harga
oven Hock relatif murah sehingga dapat memberikan peluang keuntungan bagi
pengusaha dendeng sapi tradisional. Namun yang menjadi permasalahannya, oven
Hock ini memiliki sistem suhu yang tidak terkontrol seperti oven skala
laboratorium. Sehingga salah satu alternatif yang bisa ditawarkan yaitu, oven
Hock diatur dengan memperbaiki sistem suhunya, sehingga dapat menyerupai
suhu oven skala laboratorium.
19

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Metode dan Rancangan Penelitian


3.1.1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental
yang dilaksanakan di Laboratorium.
3.1.2. Rancangan Penelitian
Lama pengovenan sebagai variabel bebas yang akan dilihat pengaruhnya
terhadap mutu (kimia, fisik, organoleptik dan mikrobiologi) dendeng sapi sebagai
variabel terikat. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Polinomial
Ortogonal Kontras Rancangan Acak Lengkap untuk uji kimia dan fisik,
Polinomial Ortogonal Kontras Rancangan Acak Kelompok untuk uji organoleptik,
serta metode kuantitatif untuk uji mikrobiologi. Selama proses pengovenan
berlangsung, dilakukan pengontrolan suhu 135ºC terhadap beberapa perlakuan
dan pada perlakuan kontrol menggunakan Oven Hock, suhu 135ºC tidak
dikontrol.
Pengovenan terdiri dari enam aras:
CL : Pengovenan 15 menit (Oven Laboratorium MEMMERT) (Kontrol I)
HT0 : Tanpa Pengovenan
HT5 : Pengovenan 5 menit (Oven HOCK Suhu Terkontrol)
HT10 : Pengovenan 10 menit (Oven HOCK Suhu Terkontrol)
HT15 : Pengovenan 15 menit (Oven HOCK Suhu Terkontrol)
HT20 : Pengovenan 20 menit (Oven HOCK Suhu Terkontrol)
Masing-masing perlakuan dilakukan tiga kali ulangan sehingga diperoleh 18
sampel percobaan. Data hasil pengamatan kimia, organoleptik dan mikrobiologis
dianalisis dengan analisis keragaman (Analysis of Variance) pada taraf nyata 5%
dengan menggunakan software Co-Stat. Apabila terdapat beda nyata, data kimia
dan mikrobiologis dilakukan uji lanjut dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) untuk
uji kimia. Uji Beda Jarak Nyata Duncan (DMRT) dilakukan untuk parameter
organoleptik pada taraf nyata yang sama (Hanafiah, 2002).
20

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Pangan,
Laboratorium Biokimia dan Kimia Pangan dan Laboratorium Mikrobiologi
Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram pada
bulan Juni 2014.

3.3. Bahan dan Alat Penelitian


3.3.1. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain: daging sapi
bagian lulur dalam, bumbu-bumbu (meliputi: ketumbar, bawang putih, gula
merah, kayu manis, cengkeh, supawantu, adas manis, jinten, merica, garam dan
lengkuas), asap cair grade I “LIQUID SMOKE” (Coco Power, PT. Tropica
Nucifera Industri, Bantul-Yogyakarta), medium Plate Count Agar (PCA) (PGaA,
Jerman), medium Violet Red Bile Agar (VRBA) (PGaA, Jerman), medium Potato
Dextrose Agar (PDA) (PGaA, Jerman), larutan buffer phosphate, fenolptalein 1%,
alkohol dan blanko.

3.3.2. Alat Penelitian


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: pengiris daging
beku/slicer (SIRMAN, Italy), oven listrik (MEMMERT, Jerman), oven skala
rumah tangga (HOCK no.2, Indonesia), moisture meter, Aw meter, kompor gas
(COSMOS), freezer, alat colorimeter (MSEZ User Manual), pH meter, box
plastik, clip lock, gelas ukur, pipet volume, gelas piala, pisau, nampan, baskom,
timbangan, pipet tetes, tabung reaksi, cawan petri, botol timbang, erlenmeyer, alat
titrasi, timbangan analitik, labu kjedhal, kertas label, sarung tangan, desikator,
termodigital, alat tulis dan peralatan laboratorium lainnya.

3.4. Pelaksanaan Penelitian


Pelaksanaan penelitian pembuatan dendeng sapi dilakukan dengan
memodifikasi proses pembuatan dendeng sapi tradisional yang terdapat di
Lombok khususnya di daerah Seganteng, Cakranegara (Handayani dkk., 2012).
21

Tahap proses pembuatan dendeng sapi tradisional siap makan dapat dilakukan
dalam 4 tahap, yaitu sebagai berikut:
3.4.1. Persiapan Alat
a. Semua alat-alat dipersiapkan untuk kebutuhan pembuatan dendeng.
b. Box untuk mengangkut daging dibersihkan dengan cara dicuci dan disterilkan
dengan air panas.
c. Alat pengiris daging dibersihkan dari segala jenis kotoran dengan cairan
desinfektan dan alkohol.

3.4.2. Persiapan Bahan Baku (Daging)


Bahan baku yang digunakan adalah daging sapi bagian lulur (siloin) luar
yang diperoleh dari Rumah Potong Hewan Negeri Mataram. Daging sapi yang
telah diperoleh kemudian dibawa dengan menggunakan box yang telah
dipersiapkan. Daging kemudian disortasi, dengan cara daging sapi yang
digunakan adalah daging yang bebas lemak dan jaringan ikat lainnya. Daging
dibersihkan dari lemak dan jaringan ikat dengan cara mengiris lapisan yang tidak
digunakan dengan pisau yang tajam. Selanjutnya dilakukan pemotongan dengan
panjang 10 cm dan lebar 5 cm dan tebal 0,4 cm.
Daging hasil sortasi dicuci dengan menggunakan air mengalir. Setelah
pencucian, dilakukan proses penirisan untuk mengurangi jumlah air pada
permukaan daging, sehingga lebih mudah untuk pembungkusan dan pembekuan.
Daging dibungkus dengan menggunakan kantong plastik steril agar terhindar dari
kontaminasi dan mempermudah proses pembekuan daging. Daging yang telah
dibungkus menggunakan kantong plastik kemudian dibekukan di dalam freezer
±3 hari. Pembekuan daging dilakukan untuk mempermudah pengirisan dengan
alat pengiris daging beku. Daging beku diiris menggunakan pengiris daging
beku/slicer (SIRMAN, Italy) dengan ketebalan seragam 0,4 cm.
Daging yang telah diiris, kemudian disegarkan kembali (thawing) selama
±30 menit di dalam pendingin. Penyegaran kembali (thawing) dilakukan untuk
membuat daging beku lunak kembali sebelum diproses lebih lanjut. Irisan daging
yang telah dithawing, ditimbang masing-masing 250 gram per sampel.
22

3.4.3. Persiapan Bumbu


Bumbu-bumbu yang digunakan diadopsi dari bumbu dendeng sapi
tradisional di daerah Seganteng, Cakranegara. Semua bumbu yang digunakan
untuk membuat dendeng ditimbang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Takaran
bumbu yang digunakan untuk membuat dendeng dari 1 kg daging adalah 8,85
gram (0,885%) ketumbar, 0,51 gram (0,051%) kayu manis, 1,25 gram (0,125%)
adas manis, 0,5 gram (0,05%) jinten, 0,16 gram (0,016%) cengkeh, 0,23 gram
(0,023%) saparwantu, 17 gram (1,7%) bawang putih, 2,5 gram (0,25%) merica
bubuk, 65 gram (6,5%) lengkuas, 10,50 gram (1,05%) garam dan 200 gram (20%)
gula merah. Kemudian persiapan bumbu dilakukan beberapa tahap, sebagai
berikut:
1. Disangrai ketumbar selama ± 5 menit, kemudian digiling kasar.
2. Disangrai kayu manis, adas manis, jinten dan cengkeh kemudian digiling
halus.
3. Dihaluskan bawang putih, gula merah, merica, garam dan lengkuas.
4. Dicampur semua bumbu, lalu disangrai selama 5 menit.
5. Bumbu yang telah dipersiapkan untuk 1 kg daging kemudian ditimbang dan
dibagi 4 untuk masing-masing sampel daging seberat 250 gram.

3.4.4. Pencampuran dan Penjemuran


Dicampur irisan daging dengan bumbu dan asap cair dengan konsentrasi 2%
(Handayani dkk., 2012). Pencampuran dilakukan dengan cara mengaduk dan
melumuri seluruh permukaan daging secara merata dengan bumbu dan asap cair.
Irisan daging yang telah dilumuri bumbu dan asap cair 2% berat bahan dibiarkan
selama 3 jam pada suhu kamar di dalam wadah tertutup (Handayani dkk., 2012).
Daging yang telah direndam, diletakkan di atas kampu (alas berupa ulatan bambu
yang digunakan sebagai alas untuk mengeringkan dendeng), kemudian dijemur di
bawah sinar matahari mulai pukul 08.00 - 12.00 wita saat matahari terik
(Handayani dkk., 2012).
23

3.4.5. Pemasangan Kontrol Suhu Oven Hock


Percobaan penyeimbangan oven Hock dengan Oven MEMERT, dilakukan
pengontrolan suhu pada oven Hock. Pengontrolan suhu pada oven Hock ini
dilakukan dengan cara memasang alat pengontrol suhu (Thermodigital) pada oven
Hock. Alat ini berfungsi sebagai pengatur suhu oven selama proses pengovenan
berlangsung. Adapun tahap pengaturan suhu terkontrol pada oven yaitu sebagai
berikut:
1. Regulator dari tabung gas dipasangkan dan disambungkan pada thermodigital.
2. Setelah itu sensor (thermocouple) dipasangkan juga pada thermodigital dan
ujung yang satunya dipasangkan pada oven melewati bagian atas oven, yang
berfungsi sebagai pengontrol suhu didalam oven.
3. Kemudian dipasangkan Hygrometer untuk mendeteksi kelembaban relatif
(RH) didalam oven dengan cara kabel Hygrocouple diletakkan di bagian atas
oven seperti pada pemasangan sensor di Thermodigital.
4. Setelah penyetingan siap, penyangga diletakkan diatas kompor, kemudian
diletakkan oven.
5. Untuk memulai pengovenan, dinyalakan tombol aktif pada Thermodigital.
Kemudian diatur suhu 135°C.
6. Waktu pengovenan dihitung secara manual dengan menggunakan stopwatch.
7. Jika pengovenan selesai, dibuka ovennya kemudian suhu distabilkan kembali
untuk proses pengovenan selanjutnya.

3.4.6. Pemanasan dengan Oven (Pengovenan)


Unit perlakuan dalam penelitian ini terdapat dua kontrol perlakuan.
Kontrol pertama, dendeng dioven menggunakan oven skala Laboratorium
(MEMMERT) pada suhu 135ºC selama 15 menit. Perlakuan kontrol kedua,
dendeng dioven menggunakan oven skala rumah tangga (HOCK no.2, Indonesia)
pada suhu 135ºC selama 10 menit dengan sistem suhu yang tidak terkontrol.
Kemudian untuk unit perlakuan yang menggunakan oven skala rumah tangga
(HOCK) dioven pada suhu 135ºC selama 5 menit, 10 menit, 15 menit dan 20
24

menit. Pengovenan ini dilakukan untuk mendapatkan dendeng sapi yang siap
untuk dikonsumsi.

Ketumbar Kayu manis (0,051%) Bawang putih (1,7%) Daging sapi


(0,885%) Adas manis (0,125%) Gula merah (20%)
Jinten (0,055%) Merica bubuk (0,25%)
Cengkeh (0,016%) Lengkuas (0,5%)
Saparwantu (0,023%) Sortasi

Penyangraian Penyangraian Penghalusan Pencucian

Penirisan
Penggilingan halus Penggilingan kasar

Pembungkusan

Pencampuran Pembekuan

Pengirisan
Penyangraian tebal 0,4 mm

Asap cair 2,5% Pencampuran

Perendaman ± 3 jam
Analisa:
 Kadar air
Penjemuran ± 4 jam  Kadar protein
 RH
Kontrol I : 15 menit (Oven MEMERT)  Aw
Kontrol II : 10 menit  Organoleptik (Rasa,
Pengovenan suhu 135°C
(Oven Hock, suhu Tidak Terkontrol) aroma dan warna)
Perlakuan: 5, 10, 15 dan 20 menit (Oven HOCK)  Colorimeter
 TPC
Dendeng sapi siap makan
 Koliform
 Total Jamur

Gambar 3. Diagram alir Proses Pembuatan Dendeng Sapi Tradisional Siap Makan
(Metode Handayani dkk., 2012)
25

3.5. Parameter dan Cara Pengamatan


3.5.1. Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah mutu dendeng sapi
tradisional siap makan, meliputi mutu kimia, fisik, organoleptik dan
mikrobiologis. Sifat kimia yaitu kadar air, kadar protein, kelembaban relatif atau
Relative Humidity (RH) dan aktivitas air atau Water Activity (Aw). Sifat fisik
yaitu warna. Sifat organoleptik yaitu warna, aroma, tekstur dan rasa secara
hedonik. Sifat mikrobiologis yaitu Total Plate Count (TPC) atau total bakteri,
total bakteri koliform serta total jamur.

3.5.2. Cara Pengamatan


Cara pengamatan masing-masing parameter adalah sebagai berikut:
Kadar air
Penentuan kadar air menggunakan metode Thermogravimetri (Sudarmadji,
Haryono dan Suhardi, 2007) dengan prosedur sebagai berikut:
1. Dipanaskan botol timbang kosong pada oven dengan suhu 105°C selama satu
jam.
2. Didinginkan ke dalam desikator selama 30 menit.
3. Ditimbang dan dicatat bobotnya.
4. Ditimbang sampel sebanyak 3 gram pada botol yang sudah didapat bobot
konstannya.
5. Dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C selama empat jam.
6. Didinginkan dalam desikator selama 30 menit.
7. Ditimbang botol timbang yang berisi cuplikan tersebut.
8. Diulangi pemanasan salama satu jam dan penimbangan sampai diperoleh
bobot tetap.
9. Kadar air dinyatakan sebagai % (b/b), dihitung sampai dua desimal dengan
menggunakan rumus:
𝑚1 − 𝑚2 Dengan:
Kadar air = x 100%
𝑚1
m1 = adalah bobot cuplikan
m2 = adalah bobot cuplikan setelah
pengeringan
26

Kadar Protein
Penentuan kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldahl
(Rohman dan Sumantri, 2007) dengan prosedur sebagai berikut:
1. Ditimbang 0,5 g bahan yang telah ditumbuk halus.
2. Dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl dan ditambahkan campuran selenium 1 g,
25 ml H2SO4 pekat dan didiamkan selama 2 hari.
3. Destruksi dalam lemari asam sampai larutan berwarna jernih.
4. Didinginkan dan dimasukkan larutan jernih hasil destruksi kedalam labu 100
mL, ditambahkan aquades hingga tanda batas kemudiah digojok.
5. Dipipet 25 mL dan dimasukkan kedalam labu kjeldahl.
6. Didinginkan dan ditambahkan indikator pp sebanyak 2 tetes dan ±20 mL
larutan NaOH 45% hingga cairan bersifat basa (berwarna merah muda).
7. Didestilasi dan destilat ditampung dalam erlenmeyer 250 ml yang telah berisi
25 mL H3BO3 ditambahkan indikator campuran BCG : MM.
8. Dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N yang telah distandarisasi.
9. Dilakukan langkah 1-7 untuk blanko dengan mengganti bahan menggunakan
aquadest.
10. Perhitungan:
𝑆−𝐵
Kadar N total = x N x 14,008 x FP x100%
𝑊
% protein = % N x faktor koreksi (6,25)
Keterangan:
B = volume titrasi blanko (ml)
S = volume titrasi sampel (ml)
W = berat sampel (mg)
N = normalitas titran (0,1 N)
FP = Faktor Pengenceran
27

Aktivitas Air atau Water Activity (Aw)


Penentuan aktivitas air ditentukan dengan menggunakan Aw meter
menurut Suharyanto (2009):
1. Alat ini dikalibrasi dengan larutan NaCl yang memiliki nilai Aw sekitar 0,75
2. Setelah itu, sampel diletakkan ke dalam Aw meter dan bila sudah dalam posisi
ready, lalu tekan tombol start.
3. Kemudian nilai Aw akan terbaca bila alat tersebut dalam posisi completed.

Kelembaban Relatif atau Relative Humidity (RH)


Penentuan kelembaban relatif dilakukan dengan cara memasang alat
Hygrometer dygital pada oven, dilakukan dengan cara manual. Sehingga selama
pengovenan akan terbaca RH didalam oven pada layar monitor Hygrometer
digital tersebut.

Uji Organoleptik Warna, Aroma, Tekstur dan Rasa


Uji organoleptik meliputi parameter warna, aroma, tekstur dan rasa yang
dilakukan secara inderawi. Pengujian organoleptik parameter warna, aroma,
tekstur dan rasa dilakukan dengan menggunakan metode uji hedonik atau uji
kesukaan (Rahayu, 1998).
1. Disiapkan sampel (dendeng) dalam piring/wadah yang telah diberi notasi
angka tiga digit yang diacak.
2. Sampel diletakkan pada piring/wadah sesuai dengan notasi.
3. Panelis terlatih sebanyak 20 orang dari mahasiswa Ilmu dan Teknologi
Pangan diminta untuk memberikan penilaian terhadap warna, aroma dan rasa
dengan mengisi formulir yang disediakan. Skor uji hedonik warna, aroma dan
rasa dinyatakan dalam angka 1–5 (Lampiran 1).
28

Uji Warna Secara Fisik


Uji warna secara fisik dilakukan dengan menggunakan alat colorimeter
(MSEZ User Manual), dengan langkah-langkah kerja sebagai berikut:
1. Dipilih “read” pada menu utama MSEZ. Pindahkan kursor ke posisi yang
diinginkan menggunakan tombol atas dan bawah kemudian tekan tombol
tengah.
2. Ditekan tombol atas dan bawah untuk memilih setup yang diinginkan lalu
tekan tombol tengah untuk menjalankannya.
3. Disarankan untuk menentukan standar atau sampel mana yang akan dibaca
dari jumlah n (1 dari n atau 2 dari n dan seterusnya jika produk diatur dengan
menggunakan standar pengerjaan tertentu).
4. Ditempatkan standar atau sampel sebanyak 50 g pada wadah sampel dengan
sisi yang diatur kearah wadah.
5. Ditekan tombol tengah untuk membaca, standar atau sampel yang telah
dibaca serta jumlahnya akan ditanyangkan pada layar.
6. Tekan save/print (tombol bawah) untuk menyimpan data dalam memori
MSEZ dan mencetaknya (jika USB printer terhubung), tekan tombol tengah
untuk melakukan proses membaca yang selanjutnya pada urutan rata-rata.
7. Ditampilkan rata-rata dengan menekan “view stdev” (tombol kanan) untuk
menunjukkan standar deviasi dari semua ukuran yang dibuat pada ukuran
rata-rata, setelah standar deviasi ditampilkan, boleh menekan menu utama
(tombol kanan) untuk kembali kemenu utama.
Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan colorimeter. Pengukuran
warna dilakukan dua kali di tempat yang berbeda. Hasil yang didapat adalah nilai
L, a, b dan °Hue. Nilai °Hue diperoleh dari rumus:
29

°Hue = tg-1 (b/a)

Gambar 4. Diagram Warna Nilai L, a, b (Huntching, 1999 dalam Hidayati, 2007)

Total Bakteri
Pengamatan untuk total bakteri pada mikroba dilakukan dengan
memodifikasi metode tuang atau pour plate (Fardiaz, 1992), adapun langkah-
langkahnya sebagai berikut:
1. Sampel dendeng dihaluskan secara aseptis dengan menggunakan mortar yang
telah disterilkan.
2. Sampel dendeng yang telah halus sebanyak 1 gram diencerkan hingga
pengenceran 10-6.
3. Dipipet 1 ml sampel dari pengenceran 10-4, 10-5 dan 10-6, kemudian
dimasukkan ke dalam cawan petri masing-masing secara duplo.
4. Ditambah media PCA (47-50°C) sebanyak 15-20 ml.
5. Digoyangkan supaya sampelnya menyebar.
6. Didiamkan sampai agar membeku.
7. Diinkubasi pada suhu ruang selama 24 - 48 jam.
8. Koloni pada cawan dihitung dengan kisaran jumlah 25 - 250 koloni.
30

Total Koliform
Pengamatan untuk Koliform dilakukan dengan memodifikasi metode tuang
atau pour plate (Fardiaz, 1992), adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Sampel dendeng dihaluskan secara aseptis dengan menggunakan mortar yang
telah disterilkan.
2. Sampel dendeng yang telah halus sebanyak 1 gram diencerkan hingga
pengenceran 10-3.
3. Dari pengenceran 10-1, 10-2 dan 10-3 dipipet sebanyak 1 ml ke dalam cawan
petri secara duplo.
4. Dituang kira-kira 10 ml Violet Red Bile Agar (VRBA) dan dibiarkan
membeku.
5. Diinkubasi cawan petri secara terbalik pada suhu 35°C selama 18 sampai 24-
48 jam.
6. Bakteri koliform akan membentuk koloni dengan ukuran diameter kira-kira
0,5 mm atau lebih besar, berwarna merah-ungu, dikelilingi oleh areal yang
menunjukkan pengendapan garam bile.

Total Jamur
Pengamatan untuk total jamur dilakukan dengan memodifikasi metode sebar
atau spread plate (Fardiaz, 1992), adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Sampel dendeng dihaluskan secara aseptis dengan menggunakan mortar yang
telah disterilkan.
2. Sampel dendeng yang telah halus sebanyak 1 gram diencerkan hingga
pengenceran 10-3.
3. Dari pengenceran 10-1, 10-2 dan 10-3 dipipet sebanyak 0,1 ml ke dalam cawan
petri berisi media Potato Dextrose Agar (PDA) secara duplo.
4. Diratakan dengan menggunakan drigalski.
5. Diinkubasi pada suhu 30°C selama 1-2 hari.
Jumlah koloni jamur yang tumbuh dihitung dengan mengalikan faktor
pengenceran yang digunakan dikalikan 10 karena hanya 0,1 ml suspensi yang
digunakan untuk memperoleh CFU/ml (CFU = Colony Forming Units).
31

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. Dendeng giling. http://www.warintek.ristek.go.id./pangankesehat


an/pangan/PIWP/dagingsapi. Diakses pada tanggal 04 April 2014.

Anonim, 2011. Pengolahan Daging. www. pengolahan-daging.html. Diakses pada


tanggal 04 April 2014.

Anonim, 2010. Asap Cair. http://id.wikipedia.org/wiki/Asapcair. Diakses 30 April


2014

Astawan, M., 2004. Dapatkan Protein dari Dendeng. http://gizi.depkes.go.id/arsip/


arc3-2004.html. Diakses pada tanggal 01 April 2014.

Azman dan Aswardi. 2001. Laporan hasil penelitian tahun 2000 – 2001. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian. Sukarami.

Azman, 2006. Peningkatan Mutu Dendeng dengan Menggunakan Tenda


Pengering. Prosiding Peternakan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
Sumatra Barat.

Direktorat Gizi Depkes R.I., 1981. Dendeng. Depkes RI. Jakarta.

Ditjen Peternakan, 1998. Petunjuk Teknis Pengolahan Hasil Peternakan.


Direktorat Bina Usaha Tani dan Pengolahan Hasil. Jakarta.

Fardiaz, S., 1992. Petunjuk Laboratorium Mikrobiologi Pengolahan Pangan.


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Hanafiah, K. A., 2002. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. PT. Raja
Grafindo Permata. Jakarta.
Handayani, B. R., Kartanegara., Margana, C. C. E. dan Hidayati, A., 2012.
Laporan Penelitian Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2012-2015, Koridor V ke Peternakan dan
Perikanan: Diversivikasi Dendeng Sapi “Jerky” Tradisional Siap Saji
Menggunakan Asap Cair Sebagai Pengawet Alami Untuk Meningkatkan
Keamanan Pangan dan Perekonomian Masyarakat NTB. Universitas
Mataram. Mataram.

Harrison, J. A., Harrison, M. A., Rose-Morrow, R. A. dan Shewfelt, R. L., 2001.


Home-style beef jerky: effect of four preparation methods on consumer
acceptability and pathogen inactivation. Of Food Prot 64(8):1194-1198
32

Huang, T. C. dan Nip, W. K., 2001. Intermediate moisture Meat and Dehydrate
Meat. Dalam: Meat Science and Aplications. Hui, Y. H., Nip, W. K.,
Rogers, R. W. dan Young, O. A. Edisi Marcel Dekker. New York.

Lawrie, R. A., 1995. Ilmu Daging. Edisi Kelima. Penterjemahan Aminuddin


Parakkasi & Yuda Amwila. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.

Mason, A. C., Evers, W. D. dan Hanley, 2000. Drying Food at Home.


Departement of Foods and Nutrition. Purdue University.

Nielsen, S. S., 1998. Food Analysis Second Edition. Aspen Publication. Maryland.

Nummer, B. A., Harrison, J. A, Harisson, M. A., Kendall, P., Sofos, J. N. dan


Andress E. L., 2004. Safety of Home-Dried Meat Jerky. Journal of Food
Protection. 67(10): 2337 – 2341.

Pratama, A. A., 2013. Pengaruh Lama Pengovenan Dengan Oven Skala Rumah
Tangga terhadap Beberapa Komponen Mutu Dendeng Sapi Tradisional
Siap Makan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri
Universitas Mataram. Mataram.

Purnomo, H., 1996. Dasar-dasar Pengolahan dan Pengawetan Daging. PT.


Grasindo. Jakarta.

Rahayu, T. I., 2011. Pengaruh Penggunaan Asap Cair terhadap Beberapa


Komponen Mutu Dendeng Sapi yang Diproses Secara Tradisional. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri. UNiversitas Mataram.
Mataram.

Rahayu, W. P., 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Fakultas


Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Rohman, A. dan Sumantri, 2007. Analisis Makanan. UGM Press. Yogyakarta.

Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2908-1992). Dendeng Sapi. Badan


Standarisasi Nasional (BSN). Jakarta.

Standar Nasional Indonesia (SNI 01–6366–2000). Aktivitas Air pada Daging.


Badan Standarisasi Nasional (BSN). Jakarta.

Standar Nasional Indonesia (SNI 3932 : 2008). Mutu Karkas Dan Daging Sapi.
Badan Standar Nasional (BSN). Jakarta.

Standar Nasional Indonesia (SNI 7388 : 2009). Batas Maksimum Cemaran


Mikroba dalam Pangan. Badan Standarisasi Nasional (BSN). Jakarta.
33

Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhardi, 2007. Prosedur Analisa Untuk Makanan
dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Suharyanto, 2009. Aktivitas Air (Aw) dan Warna Dendeng Daging Giling Terkait
Cara Pencucian (Leaching) dan Jenis Daging yang Berbeda. Jurnal Sain
Peternakan Indonesia 4(2) : 133 – 120.

Supartono, 2006. Pemeriksaan Staphylococcus aureus pada Organ Dalam Hewan


dan Bahan Makanan. Balai Besar Penelitian Veteriner. Bogor.

Umiyasih dan Wardhani, N. K., 1989. Evaluasi Metode Pengolahan Daging


Secara Tradisional . Processing Pertemuan Ilmiah Ruminasia. Bogor.

Usmiati, S., 2010. Pengawetan Daging Segar dan Olahan. Balai Besar Penelitian
dan Pengembanan Pascapanen Pertanian. Bogor.

Wariyanto, A., 1987. Penanganan dan Pengawetan Daging Ayam dan Telur. Edisi
Juli No.17. Yogyakarta.

Warisul, 2012. Laporan Praktek Lapang Pembuatan Dendeng Sapi. http//www.


laporan-praktek-lapang-pembuatan.html. Diakses pada tanggal 04 April
2014.

Winarno, F. G., 1980. Kimia Pangan. PT. Gramedia. Jakarta.


34

Lampiran 1. Kuisioner Uji Organoleptik Dendeng Sapi Tradisional Siap Makan.

Kuisioner Uji Organoleptik Dendeng Sapi Tradisional Siap Makan

Nama panelis :
Tanggal pengujian :
Instruksi : -Berikan penilaian terhadap warna, aroma tekstur dan rasa
-Untuk setiap penilaian rasa harus dinetralisir dengan air.
-Nyatakan penilaian saudara sebagai berikut:

Uji Hedonik Warna, Aroma, Tekstur dan Rasa


Keterangan:
1 = Sangat Suka
2 = Suka
3 = Netral
4 = Tidak Suka
5 = Sangat Tidak Suka

Kriteria Kode Produk


Penilaian 801 865 709 313 308 065
Warna
Aroma
Tekstur
Rasa

Komentar:

You might also like