You are on page 1of 8

LAPORAN PELAKSANAAN TLS (TRANSPORT LIFE SUPPORT)

1. GAGAL GINJAL KRONIK/TERMINAL (END STAGE RENAL DISEASE)


a. Pengertian

Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut
secara bertahap. Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan
pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke
status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa
tahun.
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun.
Batasan penyakit ginjal kronik
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
a) Kelainan patologik
b) Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan
pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal
Laju filtrasi glomerulus (LFG) dan stadium penyakit ginjal kronik
(Sumber: Clarkson, 2005)

Stadium Deskripsi LFG (mL/menit/1.73m²)


0 Risiko meningkat ≥ 90 dengan faktor risiko
1 Kerusakan ginjal disertai LFG ≥ 90
normal atau meninggi
2 Penurunan ringan LFG 60-89
3 Penurunan moderat LFG 30-59
4 Penurunan berat LFG 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

b. Tanda dan Gejala


Tanda dan Gejala yang ditemukan pada End Stage Renal Disease antara lain yaitu :
1) Nausea/mual
2) Dispneau
3) Anemia
4) Hipertensi
5) Edema
6) Gatal-gatal
c. Pemeriksaan penunjang
Menurut Suhardjono (2001), pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien
gagal ginjal kronik yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium. Untuk menentukan ada tidaknya kegawatan,
menentukan derajat GGK, menentukan gangguan sistem, dan membantu
menetapkan etiologi. Blood ureum nitrogen (BUN)/kreatinin meningkat, kalium
meningkat, magnesium meningkat, kalsium menurun, protein menurun.
2. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG). Untuk melihat kemungkinan hipertrofi
ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia,
hipokalsemia). Kemungkinan abnormal menunjukkan ketidakseimbangan
elektrolit dan asam/basa.
3. Ultrasonografi (USG). Untuk mencari adanya faktor yang reversibel seperti
obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, dan untuk menilai apakah proses
sudah lanjut.
4. Foto Polos Abdomen. Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk
fungsi ginjal. Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi
lain.
5. Pieolografi Intra-Vena (PIV). Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion
pyelography, untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan Pielografi Retrograd. Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang
reversibel.
7. Pemeriksaan Foto Dada. Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat
kelebihan air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.
8. Pemeriksaan Radiologi Tulang. Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatik.

d. Penatalaksanaan
Terapi Konservatif
DIIT TKTPRG
Pembatasan Cairan, perhitungan balance cairan
Pada CKD stadium V, maka penatalaksanaan yang bisa dilakukan adalah

1). Terapi pengganti Ginjal ( Hemodialisis)

2). Transplantasi Ginjal

3). CAPD

2. Hemodialisa
a. Definisi
Hemodialisis (HD) merupakan tindakan untuk membuang sisa metabolisme tubuh dan
menggantikan fungsi ginja yang rusak dengan ginjal bauatan (dialyzer).
b. Indikasi
PGA
- PGA dengan komplikasi oedema paru berat- kelebihan volume cairan berat
- PGA dengan hiperkalemia berat – aritmia
- PGA dengan asidosis metabolic berat
- PGA dengan toksik – uremia berat
PGK
- PGK Stadium V dengan GFR <15
c. Prinsip Hemodialisa
Prinsip dan cara kerja hemodialisis
Hemodialisis terdiri dari 3 kompartemen : 1. Kompartemen darah, 2.kompartemen
cairan pencuci (dialisat) 3.ginjal buatan (dialyzer). Darah dikeluarkan dari pembuluh
draah vcena dengan kecepatan tertentu, kemudian masuk kedalam mesin dengan proses
pemompaan setelah terjadi proses dialysis, darah yang telah bersih masuk ke pembuluh
balik, selanjutnya beredar kedalam tubuh. Proses dialysis (pemurnian) darah terjadi
dalam dialyzer.
Prinsip kerja hemodialisis adalah komposisi solute (bahan terlarut) suatu larutan
(kompartemen darah) akan berubah dengan cara memaparkan larutan ini dengan larutan
lain (kompoartemen dialisat) melalui membrane semi permiabel. (dialyzer).
LAPORAN PELAKSANAAN TLS (TRANSPORT LIFE SUPPORT)

1. Fraktur Vertebra Lumbal


a. Definisi
Vertebra lumbalis terletak di region punggung bawah antara region torakal dan
sacrum. Vertebra pada region ini ditandai dengan corpus vertebra yang berukuran besar,
kuat, dan tiadanya costal facet. Vertebra lumbal ke 5 (VL5) merupakan vertebra yang
mempunyai gerakan terbesar dan menanggung beban tubuh bagian atas (Yanuar 2002).
Trauma pada tulang belakang adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebra, dan
lumbal akibat trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
olahraga, dan sebagainya. (Arif Muttaqin, 2005, hal. 98).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditentukan oleh jenis dan luasnya
(Brunner and Suddarth, 2000).
Fraktur lumbal adalah fraktur yang terjadi pada daerah tulang belakang bagian
bawah. Bentuk cidera ini mengenai ligament, fraktur vertebra, kerusakan pembuluh
darah, dan mengakibatkan iskemia pada medulla spinalis (Batticaca, 2008).

b. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur antara lain:
1. Edema/pembengkakan
2. Nyeri: spasme otot akibat reflek involunter pada otot, trauma langsung pada
jaringan, peningkatan tekanan pada saraf sensori, pergerakan padadaerah fraktur.
3. Spasme otot: respon perlindungan terhadap injuri dan fraktur
4. Deformitas
5. Echimosis: ekstravasasi darah didalam jaringan subkutan
6. Kehilangan fungsi
7. Crepitasi: pada palpasi adanya udara pada jaringan akibat trauma terbuka
Manifestasi klinis fraktur vertebra berdasarkan lokasi fraktur adalah:
1. Manifestasi klinis fraktur vertebra pada cervical
a) C1-C3 : gangguan fungsi diafragma (untuk pernapasan)
b) C4 : gangguan fungsi biceps dan lengan atas
c) C5 : gangguan fungsi tangan dan pergelangan tangan
d) C6 : gangguan fungsi tangan secara komplit
e) C7 : gangguan fungsi jari serta otot trisep
f) C8 : gangguan fungsi jari gangguan motoriknya yaitu kerusakan setinggi
servical menyebabkankelumpuhan tetrapareseb.
2. Manifestasi klinis fraktur vertebra pada torakal
a) T1 : gangguang fungsi tangan
b) T1-T8 : gangguan fungsi pengendalian otot abdominal, gangguanstabilitas
tubuh
c) T9-T12 : kehilangan parsial fungsi otot abdominal dan batang tubuh.
3. Manifestasi klinis fraktur vertebra pada lumbal
Gangguan motorik yaitu kerusakan pada thorakal sampai dengan lumbal
memberikan gejala paraparese
a) L1 : Abdominalis
b) L2 : Gangguan fungsi ejakulasi
c) L3 : Quadriceps
d) L4-L5 : Ganguan Hamstring dan knee, gangguan fleksi kaki dan lutut
4. Manifestasi klinis fraktur vertebra pada sacral
Gangguang motorik kerusakan pada daerah sacral menyebabkan gangguan miksi
dan defekasi tanpa para parese
5. Segmen lumbar dan sacral
Cedera pada segmen lumbar dan sakral dapat mengganggu pengendaliantungkai,
sistem saluran kemih dan anus. Selain itu gangguan fungsisensoris dan motoris,
cedera vertebra dapat berakibat lain sepertispastisitas atau atrofi otot.
a) S1 : Gangguan pengendalian tungkai
b) S2-S4 : Penile Erection
c) S2-S3 : Gangguan system saluran kemih dan anus

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien fraktur lumbal menurut
Mahadewa dan Maliawan (2009) adalah :
1. Foto Polos
Pemeriksaan foto polos terpenting adalah AP Lateral dan Oblique view. Posisi lateral
dalam keadaan fleksi dan ekstensi mungkin berguna untuk melihat instabilitas
ligament. Penilaian foto polos, dimulai dengan melihat kesegarisan pada AP dan
lateral, dengan identifikasi tepi korpus vertebrae, garis spinolamina, artikulasi sendi
facet, jarak interspinosus. Posisi oblique berguna untuk menilai fraktur
interartikularis, dan subluksasi facet.
2. CT S c a n
CT scan baik untuk melihat fraktur yang kompleks, dan terutama yang mengenai
elemen posterior dari tulang belakang. Fraktur dengan garis fraktur sesuai bidang
horizontal, seperti Chane fraktur, dan fraktur kompresif kurang baik dilihat dengan
CT scan aksial. Rekonstruksi tridimensi dapat digunakan untuk melihat pendesakan
kanal oleh fragmen tulang, dan melihat fraktur elemen posterior.
3. MRI
MRI memberikan visualisasi yang lebih baik terhadap kelainan medula spinalis
dan struktur ligamen. Identifikasi ligamen yang robek seringkali lebih mudah
dibandingkan yang utuh. Kelemahan pemakaian MRI adalah terhadap penderita yang
menggunakan fiksasi metal, dimana akan memberikan artifact yang menggangu
penilaian.
Kombinasi antara foto polos, CT Scan dan MRI, memungkinkan kita bisa melihat
kelainan pada tulang dan struktur jaringan lunak (ligamen, diskus dan medula
spinalis). Informasi ini sangat penting untuk menetukan klasifikasi cedera,
identifikasi keadaan instabilitas yang berguna untuk memilih instrumentasi yang tepat
untuk stabilisasi tulang.
4. Elektromiografi dan Pemeriksaan Hantaran Saraf
Kedua prosedur ini biasanya dikerjakan bersama-sama 1-2 minggu setelah
terjadinya cedera. Elektromiografi dapat menunjukkan adanya denervasi pada
ekstremitas bawah. Pemeriksaan pada otot paraspinal dapat membedakan lesi pada
medula spinalis atau cauda equina, dengan lesi pada pleksus lumbal atau sacral.
5. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium klinik rutin dilakukan untuk menilai komplikasi pada
organ lain akibat cedera tulang belakang. Sedangkan menurut Arif Mutaqin (2005)
pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Pemeriksaan Rontgen. Pada pemeriksaan Rontgen, rnanipulasi penderita hams
dilakukan secara hati-hati. Pada fraktur C-2, pemeriksaan posisi AP dilakukan
secara khusus dengan membuka mulut. Pemeriksaan posisi AP secara lateral dan
kadang-kadang oblik dilakukan untuk menilai hal-hal sebagai berikut.
2) Diameter anteroposterior kanal spinal
3) Kontur, bentuk, dan kesejajaran vertebra
4) Pergerakan fragmen tulang dalam kanal spinal
5) Keadaan simetris dari pedikel dan prosesus spinosus. Ketinggian ruangan diskus
intervertebralis Pembengkakan jaringan lunak
6) Pemeriksaan CT-scan terutama untuk melihat fragmentasi tan dan pergeseran
fraktur dalam kanal spinal.
7) Pemeriksaan CT-scan dengan mielografi.
8) Pemeriksaan MRI terutama untuk melihat jaringan lunak, yaitu diskus
intervertebralis dan ligamentum flavum serta lesi dalam sumsum tulang belakang.
d. Penatalaksanaan
Medis
a. Pemberian anti obat antiinflamasi seperti ibuprofen atau prednisone
b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut
c. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot
d. Bedrest, Fisioterapi
Keperawatan

1) Meningkatkan mobilitas fisik ( relaksasi otot dan koordinasi latihan otot)


2) Menghindari cidera
3) Perbaikan fungsi kognitif
4) Perkembangan kekuatan Koping
5) Perbaikan perawatan diri
2. MRI
a. Pengertian
MRI (Magnetic Resonance Imaging ), Pencitraan Resonansi magnetic merupakan
pemeriksaan yang memanfaatkan medan magnet dan energy gelombang Radio untuk
menampilkan gambar struktur dan organ dalam tubuh
b. Prinsip
Struktur Atom hydrogen dalam tubuh manusia saat diluar medan magnet mempunyai
arah yang acak dan tidak membentuk keseimbangan kemudian saat diletakkan dalam
alat MRI, maka atom H akan sejajar dengan arah medan magnet, saat diberikan
frekuensi radio, maka atom h akan mengabsorbsi energy dari frekuensi radio,
akibatnya dengan bertambahna energy, atom H akan mengalami
pembelokan,sedangkan besarnya pembelokan arah dipengaruhi oleh besar dan
lamanya energy radio frekuensi yangdiberikan. Sewaktu radio frekuensi dihentikan
maka atom H akan sejajar kembali dengan arah medan magnet, saat kembali inilah
atom H akan memancarkan energy yang dimilkinya, kemudian energy yang berupa
sinyal tersebut didieteksi dengan detector khusus dan diperkuat, selanjutnya computer
akan mengolah dan merekonstruksi citra berdasarkan sinyal yang diperoleh dari
berbagai irisan.
c. Persiapan Perawat
1) Melepaskan semua benda yang bersifat feromagnetik seeperti logam, baik
perhiasan, jam, sabuk dll
2) Semua barang/alat kesehatan yang bersifat feromegnetik tidak boleh dibawa
masuk ke dalam ruang MRI seperti Tabung O2
3) Mengidentifikasi Pasien, apakah pasien terpasang Pace maker, IUD dll
4) Memberikan edukasi, terutama pada penderita yang takut pada ruang gelap dan
sempit
5) Memberikan posisi dan lingkungan yang nyaman,seperti memberikan tutup
kepala, earplugs untuk mengurangi kebisingan.

Selama pelaksanaan Transport Life support , yang dilakukan adalah

1. Mengobservasi kondisi dan tanda tanda vital klien

2. Mempertahankan klien dalam posisi nyaman

Lama waktu MRI klien ±2 jam, dilakukan 2 x MRI, 1x tanpa kontras, dan yang ke 2
dengan kontras

Masalah keperawatan yang ditemukan pada klien adalah Nyeri akut, Intoleransi Aktifitas,
Resiko Jatuh
Daftar Pustaka

Brunner and Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Volume 2. Jakarta
: EGC

Corwin, Elizabeth. J. 2000. Buku Saku Phatofisiologi. Jakarta ; EG

Marlyn E. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi Tiga BukuKedokteran. Jakarta:
EGC.

Muttaqien A, Kumala S. 2010. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:


Salemba Medika.

Nurarif AH, Hardhi K. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis dan
Nanda Nic Noc. Edisi Revisi. Yogyakarta:Mediaction.

You might also like