You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN
Penyakit kelamin (veneral diseases) sudah lama dikenal dan beberapa di
antaranya sangat populer di Indonesia yaitu sifilis dan gonore. Dengan semakin
majunya ilmu pengetahuan, seiring dengan perkembangan peradaban masyarakat,
banyak ditemukan penyakit-penyakit baru, sehingga istilah tersebut tidak sesuai lagi dan
diubah menjadi sexually transmitted diseases (STD) atau penyakit menular seksual
(PMS).3
Perubahan istilah tersebut memberi dampak terhadap spektrum PMS yang
semakin luas karena selain penyakit-penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit
kelamin (VD) yaitu sifilis, gonore, ulkus mole, limfogranuloma venereum dan
granuloma inguinale juga termasuk uretritis non-gonore (UNG), kondiloma akuminata,
herpes genitalis, kandidosis, trikomoniasis, bakterial vaginosis, hepatitis, moluskum
kontagiosum, scabies, pedikulosis pubis, dan lain-lain.
PMS kadang tidak memiliki gejala. Gejala yang mungkin muncul termasuk
diantaranya adalah Luka terbuka dan atau luka basah disekitar alat kelamin atau mulut.
Luka tersebut dapat terasa sakit atau tidak.
Ulkus genital adalah salah satu gejala pada infeksi menular seksual (IMS) yang
selama perjalanan penyakitnya ditemukan adanya lesi ulseratif/ ulkus/ tukak atau borok.
Adanya lesi ulseratif di genital akan meningkatkan 5-10 kali risiko transmisi HIV-AIDS.

B. ULKUS GENITAL
Ulkus genital adalah salah satu gejala pada infeksi menular seksual (IMS) yang
selama perjalanan penyakitnya ditemukan adanya lesi ulseratif/ ulkus/ tukak atau
borok.Adanya lesi ulseratif di genital akan meningkatkan 5-10 kali risiko transmisi HIV-
AIDS. Infeksi menular seksual yang dapat bermanifestasi sebagai ulkus genital adalah
Sifilis, Ulkus mole (chancroid), Herpes simpleks genitalis (herpes genitalis),
Limfogranuloma Venereum (LGV), Granuloma Inguinale.
Infeksi menular seksual yang dapat bermanifestasi sebagai ulkus genital adalah:

1
1. Sifilis
2. Ulkus mole (chancroid)
3. Herpes simpleks genitalis (herpes genitalis)

C. ALUR DIAGNOISIS DAN TATALAKSANA ULKUS GENITAL

Angka prevalensi kuman penyebab ulkus genital bervariasi, dan sangat


dipengaruhi lokasi geogafis. Setiap saat angka ini dapat berubah dari waktu ke waktu.
Secara klinis diagnosis banding ulkus genital tidak selalu tepat, terutama bila
ditemukan beberapa penyebab secara bersamaan. Manifestasi klinis dan bentuk ulkus
genital sering berubah akibat infeksi HIV.

Sesudah dilakukan pemeriksaan untuk memastikan ulkus genital, pengobatan


selanjutnya disesuaikan dengan penyebab dan pola sensitivitas antibiotik setempat,
misalnya, di daerah dengan prevalensi sifilis maupun chancroid yang cukup
menonjol, maka pasien dengan ulkus genital harus segera diobati terhadap kedua
kuman penyebab tersebut. Hal ini dilakukan untuk menjaga kemungkinan pasien tidak
kembali untuk tindak lanjut.

Sedangkan untuk daerah yang sering ditemukan granuloma inguinale


atau limfogranuloma venereum (LGV), pengobatan terhadap kedua mikroorganisme
tersebut juga perlu diperhatikan. Di beberapa negara, herpes genitalis sangat sering
ditemukan sebagai penyebab ulkus genital. Sedang untuk daerah yang sering
ditemukan infeksi HIV, maka peningkatan proporsi kasus ulkus genital yang
disebabkan oleh virus herpes simpleks sering terjadi. Ulkus pada pasien yang
disebabkan oleh virus herpes yang bersamaan dengan virus HIV gejalanya tidak khas
dan menetap lebih lama.

Pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang untuk menegakkan diagnosis


sangat jarang dapat membantu pada kunjungan pertama pasien, dan biasanya hal ini
terjadi sebagai akibat infeksi campuran. Dapat ditambahkan pula, bahwa di daerah
dengan angka prevalensi sifilis tinggi, tes serologis yang reaktif mungkin akan

2
lebih mencerminkan keadaan infeksi sebelumnya dan dapat memberikan
gambaran yang tidak sesuai dengan keadaan pasien saat itu. Sedangkan tes serologis
negatif, belum tentu menyingkirkan kemungkinan ulkus akibat sifilis stadium primer,
mengingat reaktivitas tes serologi sifilis baru muncul 2-3 minggu setelah timbul
ulkus.Saat ini sering dijumpai ulkus genital bersamaan dengan infeksi HIV, yang
menyebabkan manifestasi klinis berbagai ulkus tersebut menjadi tidak spesifik.
Ulkus karena sifilis stadium 1 maupun herpes genitalis menjadi tidak khas;
chancroid menunjukkan ulkus yang lebih luas, berkembang secara agresif, disertai
gejala sistemik demam dan menggigil; lesi herpes genitalis mungkin berbentuk ulkus
multipel yang persiste dan lebih memerlukan perhatian medis, berbeda
dengan vesikel yang umumnya dapat sembuh sendiri (self limiting) pada seorang
yang immunokompeten.

Infeksi HIV yang bersamaan juga dapat mengakibatkan kegagalan


pengobatan pada sifilis fase awal, chancroid, dan herpes simpleks. Pada pasien yang
demikian perlu dipertimbangkan pengobatan dengan waktu yang lebih lama, namun
masih diperlukan penelitian lebih lanjut

3
BAGAN 1. ULKUS GENITAL DENGAN PENDEKATAN SINDROM

4
BAGAN 2. ULKUS GENITAL KHUSUS UNTUK TENAGA MEDIS

5
BAB II
PEMBAHASAN

1. SIFILIS
Nama lain: Lues venerea/ raja singa
Sifilis adalah IMS yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum,
merupakan penyakit kronis dan dapat mengenai seluruh organ tubuh. Gambaran
klinisnya dapat menyerupai penyakit lain (the great imitator). Pada bayi ditularkan in
utero atau karena kontak dengan lesi ibu pada waktu persalinan. Selama perjalanan
penyakitnya terdapat masa laten tanpa manifestasi lesi di tubuh.

KLASIFIKASI
1. Sifilis kongenital
a. Sifilis kongenital dini (muncul sebelum umur 2 tahun)
b. Sifilis kongenital lanjut (muncul setelah umur 2 tahun)
2. Sifilis akuisita (klasifikasi epidemiologis)
a. Sifilis dini (sifilis yang terjadi dalam 1 tahun setelah terinfeksi)
i. Sifilis primer (S I)
ii. Sifilis sekunder (S II)
iii. Sifilis laten dini (early latent syphilis)
b. Sifilis lanjut (sifilis yang terjadi lebih dari 1 tahun setelah infeksi)
i. Sifilis laten lanjut (late latent syphilis)
ii. Sifilis tersier (S III)
GAMBARAN KLINIS
Sifilis primer
Sifilis ditularkan melalui kontak langsung dari lesi infeksius. Treponema
masuk melalui selaput lendir yang utuh atau kulit yang mengalami abrasi,
menuju kelenjar limfe, kemudian masuk ke pembuluh darah dan diedarkan ke
seluruh tubuh. Pada saat ini tanda-tanda klinis dan serologis belum jelas.Tanda
klinis yang pertama kali muncul adalah timbul lesi primer berupa ulkus di tempat
inokulasi, 3 minggu (10-90 hari) setelah “coitus suspectus” (hubungan seksual

6
yang dicurigai sebagai penyebab infeksi). Ulkus ini disebut ulkus durum atau
chancre (syphilitic ulcer), dapat di genital maupun ekstra genital.

Gambaran karakteristik ulkus durum:


1. Biasanya soliter, tidak nyeri (indolen), bagian tepi lesi meninggi dan keras (indurasi),
dasar bersih, tanpa eksudat, ukuran bervariasi dari beberapa mm sampai 1-2 cm.
2. Terdapat limfadenopati inguinal medial unilateral/bilateral, tidak terdapat gejala
konstitusi
3. Adanya ulkus disertai pembesaran kelenjar getah bening disebut kompleks primer
4. Bila tidak diobati, ulkus akan menetap selama 2-6 minggu, lalu sembuh spontan.
5. Pada ulkus dapat ditemukan gerakan T. pallidum.
6. Tes serologis untuk sifilis: non reaktif, namun makin lama lesi terjadi kemungkinan
tes menjadi reaktif ( > 4 minggu)
Sifilis sekunder
Timbul 6 minggu sampai 6 bulan kemudian berupa ruam pada kulit, mukosa dan
organ tubuh, dapat disertai gejala konstitusi seperti demam, malaise, sakit kepala,
atralgia dan anoreksia.
Pada stadium ini ulkus masih dapat ditemukan Kelainan antara lain:
1. Manifestasi kulit pada sifilis sekunder (sifilid):
a. Sangat bervariasi, biasanya simetris, dapat berupa makula, papula, folikulitis,
papulaskuamosa (psoriasiform) dan pustul.
b. Ditemukan pada 75% kasus
c. Ruam kulit dapat sembuh spontan
2. Papul basah pada daerah intertriginosa yang lembab disebut kondiloma lata
3. Limfadenopati generalisata ( > 50% kasus)
4. Hepatomegali
5. Splenomegali
Pada kasus yang tidak diobati dapat terjadi relaps 1-2 tahun setelah infeksi, lesi
sering unilateral, berbentuk arsiner.Diagnosis sifilis sekunder ditegakkan berdasarkan
adanya lesi sifilis sekunder yang khas, hasil pemeriksaan serologis yang reaktif, dapat
pula pemeriksaan lapangan gelap positif.

7
Diagnosis banding
Sifilis pimer:
a. Chancroid
b. Granuloma inguinale
c. Herpes genitalis
Sifilis sekunder:
d. Pitiriasis rosea
e. Tinea versikolor
f. Psoriasis
g. Skabies
h. Drug eruption
i. Eksantema virus

Sifilis laten
Sifilis laten merupakan stadium sifilis tanpa manifestasi klinis, dapat berlangsung
bertahun-tahun atau seumur hidup.Masa laten ini terbagi dua yaitu:
a. Laten dini, kurang dari 1 tahun, masih bisa menular
b. Laten lanjut, lebih dari 1 tahun, jarang menular, kecuali pada wanita hamil dapat
menularkan sifilis pada bayi yang dikandungnya.Diagnosis hanya berdasarkan pada
tes serologis. Pada laten dini titer tinggi, namun setelah diberi pengobatan akan
rendah atau non reaktif, sedangkan laten lanjut selalu dengan titer rendah dan sedikit
perubahan setelah diberikan pengobatan.
Sifilis lanjut
Lesi sifilis lanjut berupa endarteritis obliterans pada bagian ujung arteriol dan
pembuluh darah kecil yang menyebabkan peradangan dan nekrosis. Bila tidak diobati
kerusakan akan semakin hebat pada salah satu organ tubuh, yang paling sering terjadi
pada sifilis lanjut adalah: latensi, simtomatik neurosifilis, sifilis benigna lanjut dan sifilis
kardiovaskuler. Tes serologis umumnya reaktif.
Sifilis kongenital
Infeksi pada janin lebih banyak terjadi bila ibu berada pada stadium dini, sebab
pada saat ini banyak Treponema yang beredar dalam darah. Pada tahun pertama setelah

8
infeksi yang tidak diobati, kemungkinan 90% akan ditularkan pada bayi yang
dikandungnya. Pada umumnya makin lama seorang ibu terkena infeksi, maka makin
sedikit kemungkinannya menginfeksi janinnya.Pada sifilis kongenital dini, tanda dan
gejala yang khas muncul sebelum umur 2 tahun. Lebih awal munculnya manifestasi
klinis, prognosisnya akan semakin buruk. Tanda-tanda tersebut antara lain: lesi
vesikobulosa (segera setelah lahir), lesi papulaskuamosa, sekresi hidung disertai darah,
osteokondritis, anemia hemolitik, hepatosplenomegali, kelainan pada cairan sumsum
tulang belakang.
Sifilis kongenital lanjut biasanya muncul setelah umur 2 tahun. Lebih dari
setengah penderita tanpa manifestasi klinis kecuali tes serologis yang reaktif. Pada tipe
ini tidak menular. Tanda-tanda sifilis kongenital lanjut, antara lain: keratitis interstitialis,
gigi Hutchinson, gigi Mulberry, ketulian, neurosifilis, sklerosis tulang, fisura sekitar
rongga mulut dan hidung (rhagade parrot),
PEMERIKSAAN LABORATORIUM:
Pemeriksaan langsung : bahan pemeriksaan dari ulkus (Reitz serum)
a. Dark field examination
b. PCR
Pemeriksaan tidak langsung: tes serologis untuk sifilis (TSS) /Serologic Test for Syphilis
(STS)
1 Tes Treponema : TPI (T. pallidum Immobilization), FTA-ABS (Fluorescent
Antibody Absoption Test), TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay)
2 Tes non Treponema : VDRL (Venereal Diseases Research Laboratory), RPR
(Rapid Plasma Reagin)
VDRL: sensitivitas tinggi  skrining
TPHA: spesifisitas tinggi  konfirmasi diagnosis

PENGOBATAN
1. Sifilis dini (primer, sekunder, laten dini)
a. Benzatin benzilpenisilin G 2,4 juta IU intra muskuler, dosis tunggal atau
b. Prokain benzilpenisilin 0,6 juta IU/ hari, intramuskuler selama 10 hari berturut-
turut.

9
c. Untuk penderita yang alergi penisilin:
i. Doksisiklin 2 x 100 mg/ hari per oral, selama 30 hari
ii. Tetrasiklin 4 x 500 mg/ hari, selama 30 hari
iii. Eritromisin 4 x 500 mg/ hari selama 30 hari

2. Sifilis lanjut (sifilis > 2 tahun, laten yang tidak diketahui lama infeksi,
kardiovaskular, syphilis late benign kecuali neurosifilis)
a. Benzatin benzilpenisilin G 2,4 juta IU/ minggu, intramuskuler, selama 3 minggu
berturut-turut, atau
b. Prokain benzilpenisilin 0,6 juta IU/ hari, intramuskuler selama 3 minggu
berturut-turut.
c. Untuk penderita yang alergi penisilin:
i. Doksisiklin 2 x 100 mg/ hari selama 30 hari atau lebih
ii. Tetrasiklin 4 x 500 mg/ hari selama 30 hari atau lebih
iii. Eritromisin 4 x 500 mg/ hari selama 30 hari atau lebih

Evaluasi Hasil Pengobatan


Pada penderita sifilis stadium dini yang telah dilakukan pengobatan dengan cara
dan dosis yang adekuat, harus dievaluasi kembali secara klinis dan serologis (dengan
VDRL) sesudah 3 bulan pengobatan. Evaluasi kedua dilakukan sesudah 6 bulan, dan
bila ada indikasi berdasarkan hasil pemeriksaan pada bulan ke-6 tersebut, dapat
dievaluasi kembali sesudah bulan ke-12.

2. ULKUS MOLE
Ulkus mole atau Chancroid atau soft chancre adalah IMS yang disebabkan oleh
Haemophilus ducreyi, dengan masa inkubasi 4-10 hari. Pada wanita sukar ditentukan
masa inkubasinya karena sering ditemukan kasus asimtomatis Karakteristik:
a. Ulkus multipel, nyeri pada > 50% kasus, tepi tidak rata, indurasi (-).
b. Dasar ulkus kotor, mudah berdarah dan nekrotik, kulit sekitar ulkus kemerahan

10
c. Terdapat limfadenopati inguinal uni/bilateral yang terasa nyeri pada 50% kasus 
terjadi supurasi  perforasi  fistula  ulkus
d. Dapat terjadi autoinokulasi
e. Lokasi lesi: sering pada daerah vulva, serviks, prepuce, sulkus koronarius, dan anal; oral
pada oral sexual contac; bagian tubuh lain (jarang) karena autoinokulasi.

Diagnosis banding:
a. Sifilis
b. Herpes genitalis
Pada sekitar 10% kasus dapat terjadi koinfeksi. Ulkus mikstum adalah koinfeksi ulkus mole
dengan infeksi T. pallidum.

Pemeriksaan laboratorium:
a. Pewarnaan Gram dari ulkus (sensitivitas 40-60%)
 Basil kecil Gram negatif, yang berderet berpasangan seperti kumpulan ikan (school
of swimming fish)
b. Kultur
c. PCR

PENGOBATAN
1. Siprofloksasin 2 x 500 mg/ hari per oral, selama 3 hari
2. Eritromisin base 4 x 500 mg/hari,per oral selama 7 hari
3. Azitromisin 1 gram per oral, dosis tunggal
4. Seftriakson 250 mg intramuskular, dosis tunggal

11
3. HERPES GENITALIS
Herpes genitalis adalah IMS yang disebabkan oleh Herpes Simplex Virus (HSV) tipe 1 dan 2
(90% kasus herpes genitalis disebabkan oleh HSV tipe 2), dengan gejala khas berupa vesikel
berkelompok dengan dasar eritema dan bersifat rekuren.
Infeksi herpes genitalis ditularkan melalui kontak langsung dari lesi atau sekret genital yang
infeksius. Transmisi terjadi pada saat viral shedding. Gejala yang timbul dapat berat, tetapi
dapat pula asimtomatis. Pada penelitian retrospektif 50-70% infeksi HSV tipe 2 adalah
asimtomat. Pada penderita dengan imunodefisiensi, gejala akan lebih berat, lebih lama,
rekurensi lebih sering dengan penyembuhan yang lebih lama.
Manifestasi klinis
1. Episode pertama – primer
2. Episode pertama – bukan primer
3. Episode rekuren
4. Asimtomatik

Episode pertama primer


a. Merupakan infeksi primer sejati, mengenai seseorang yang belum pernah terpajan HSV
sebelumnya (seronegatif terhadap antibodi HSV)
b. Masa inkubasi 1 minggu (2-12 hari) setelah coitus suspectus
c. Pada episode ini gejala lebih berat, seringkali disertai gejala sistemik dan dapat
mengenai banyak tempat.
d. Kelenjar limfe regional dapat membesar dan nyeri pada perabaan.
e. Vesikel berkelompok pada dasar eritem, yang terasa nyeri  pustula  erosi  ulkus
 krusta keabu-abuan
f. Lesi baru masih muncul sampai hari ke-10, reepitelisasi terjadi setelah 15-20 hari
Lokasi:
1. Wanita: introitus, meatus, labia, serviks (70%)
2. Laki-laki: Glans, sulkus koronarius, uretra, penile shaft, perineal region
3. Jarang: perineum, bokong, paha, perianal, skrotum, mons area
Komplikasi:

12
1. Neurologis (13-35%) : aseptic meningitis, transverse meningitis, sacral
radiculitis (retensi urin)
2. Pada kehamilan: abortus, malformasi kongenital, lahir mati.

Episode pertama bukan primer


1. Pada orang yang pertama kali timbul gejala klinis, namun telah seropositif terhadap
antibodi HSV
2. Gejala lebih ringan dari episode primer, tetapi lebih berat dari episode rekuren

Episode Rekuren
1. Gejala yang timbul biasanya lebih ringan, dapat diawali gejala prodromal seperti gatal,
rasa terbakar, disuria
2. Faktor pencetus : trauma, stress emosi, kelelahan, koitus yang berlebihan, demam,
menstruasi, obat-obatan (imunosupresif, kortikosteroid), alkohol.
3. Reepitelisasi + 10 hari
4. Rekurensi HSV-2 lebih sering dibandingkan HSV-1

DIAGNOSIS BANDING
c. Chancroid
d. Sifilis dengan infeksi sekunder
e. Ulkus genital karena trauma
f. Dermatitis kontak

LABORATORIUM
1. Pemeriksaan laboratorium sederhana dengan apus Tzanck yang diwarnai dengan Giemsa
atau Wright akan tampak sel raksasa berinti banyak, namun pemeriksaan ini mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas yang rendah.
2. PCR
3. Serologi

13
PENGOBATAN
1. Episode pertama primer:
a. Asiklovir 5 x 200 mg/ hari, per oral, selama 7 hari, atau
b. Valasiklovir 2 x 500 mg/ hari, per oral, selama 7 hari
2. Episode kambuhan:
a. Asiklovir 5 x 200 mg/ hari, per oral, selama 5 hari, atau
b. Valasiklovir 2 x 500 mg/ hari, per oral, selama 5 hari
c. Bila ringan cukup diberikan krim asiklovir
3. Pengobatan supresif (kekambuhan > 6 kali/ tahun)
a. Asiklovir 2 x 400 mg/ hari, per oral, secara terus-menerus, atau
b. Valasiklovir 1 x 500 mg/ hari

14
Gambar 1. Ulkus durum pada labia mayor Gambar 2. Ulkus durum pada
sulkus koronarius

Gambar 3. Ulkus durum ekstra genital Gambar 4. Sifilis sekunder, lesi papular

15
Gambar 5. Sifilis psoriatika Gambar 6. Lesi pada telapak tangan
dan kaki (S II dini)

Gambar 7. Kondiloma lata

16
Gambar 8. Ulkus mole Gambar 9. Herpes genitalis

17
Bagan 1. Ulkus Genital (Pendekatan Sindrom)

18
Bagan 2. Ulkus Genital (Bila Tersedia Laboratorium)

19
Pengobatan Ulkus Genital

Pilih salah satu dari Pilihan pengobatan Alergi penisilin dan


beberapa cara pengobatan lain tidak hamil
yang dianjurkan di bawah
ini
Sifilis stadium dini Benzatin-benzil penisilin Prokain-benzatin Doksisiklin**) 2 x
2,4 juta IU, intra muskuler, penisilin 0,6 juta 100 mg/ hari, per oral,
dosis tunggal IU/ hari, intra selama 30 hari
muskuler, selama Tetrasiklin **) 4 x
10 hari berturut- 500mg/ hari, selama
turut 30 hari
Eritromisin 4 x
500mg/ hari, selama
30 hari
Sifilis stadium Benzatin-benzil penisilin Prokain-benzatin Doksisiklin**) 2 x
lanjut 2,4 juta IU, intra muskuler, penisilin 0,6 juta 100 mg/ hari, per oral,
sekali seminggu selam 3 IU/ hari, intra selama > 30 hari
minggu berturut-turut muskuler, selama 3 Tetrasiklin **) 4 x
minggu berturut- 500mg/ hari, selama >
turut 30 hari
Eritromisin 4 x
500mg/ hari, selama >
30 hari
Chancroid Siprofloksasin 2 x 500 mg/ Seftriakson 250
hari, per oral, selama 3 hari mg, intramuskuler,
Eritromisin 4 x 500 mg/ dosis tunggal
hari, per oral, selama 7 hari
Azitromisin 1 gr, per oral,
dosis tunggal
20
Herpes genitalis Asiklovir 5 x 200 mg/ hari,
episode pertama per oral selama 7 hari
primer ATAU
Valasiklovir 2 x 500 mg/
hari, per oral selama 7 hari
Herpes genitalis Asiklovir 5 x 200 mg/ hari,
episode kambuhan per oral selama 5 hari
ATAU
Valasiklovir 2 x 500 mg/
hari, per oral selama 5 hari
ATAU
Bila ringan dapat
digunakan krim asiklovir

*) Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, anak di bawah 12 tahun dan remaja
**) Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui dan anak di bawah 12 tahun.

T abel 1. R i n c i a n p e ngobatan u l k u s g e n i t a l i s

Sifilis stadium Chancroid Herpes Herpes Limfogran

1&2 (ulkus mole) genitalis genitalis uloma


rekurens venereu
episode
m
pertama
Obat Benzatin - Siprofloksasin Asiklovir, Asiklovir, Doksisiklin *,
yang benzilpenisili *, 2x500 5x200 mg/hari, 5x200 mg/hari, 2x100
dianjur n 2,4 juta IU, mg/hari, per per oral, per oral, mg/hari, per
kan selama 5 hari, oral, selama
dosis tunggal, oral, selama selama 7 hari,
ATAU 14 hari,
injeksi 3 hari ATAU
Asiklovir ATAU
intramuskular ATAU Asiklovir
3x400 mg/hari Eritromisin

21
Eritromisin 3x400 mg/hari selama 5 hari base
selama 7 hari ATAU 4x500
base, 4x500
mg/hari, per
mg/hari, per ATAU Valasiklovir,
2x500 mg/hari, oral, selama
oral, selama Valasiklovir,
14 hari
7 hari per oral,
2x500 mg/hari,
selama 5 hari,
ATAU per oral,

Azitromisin selama 7 hari,


1 g, per oral,
dosis tunggal
ATAU
Obat Penisilin- Seftriakson
pilihan prokain injeksi 250
lain 600.000 mg, injeksi IM
intra muskuler,
U/hari selama
dosis tunggal
10 hari

Alergi Doksisiklin*
penisilin 2X100 mg/hari
dan tidak per oral,
Hamil
selama 30 hari
ATAU

Eritromisin
4 x 500
mg/hari
selama 30 hari
*Tidak boleh diberikan
kepada ibu
hamil/menyusui atau
anak berumur kurang
dari 12 tahun

22
4. Penanganan pasien hamil dengan riwayat alergi penisilin

Untuk pengobatan sifilis dalam kehamilan, tidak ada alternatif lain selain penisilin
yang terbukti manjur. Ibu hamil dengan riwayat alergi penisilin, harus menjalani
desensitisasi agar tetap dapat diobati dengan penisilin. Penisilin juga dianjurkan pada
pasien sifilis dengan infeksi HIV. Untuk menentukan seseorang alergi terhadap penisilin
dilakukan melalui uji kulit terhadap benzil-benzatin penisilin. Cara melakukan tes kulit:

1. Campur bubuk benzil-benzatin penisilin 2,4 juta Unit dengan akuades steril sesuai
petunjuk sehingga membentuk suspensi

2. Ambil 0,1 cc suspensi menggunakan tabung injeksi 1cc (tipe tuberkulin), tambahkan
akuades atau akuabides agar terjadi larutan 1 cc

3. Suntikkan secara intradermal sebanyak 0,02 cc dengan jarum suntik ukuran 26 atau 27
pada permukaan volar lengan bawah

4. Tepi bentol kemerahan akibat injeksi ditandai dengan bolpen

5. Amati selama 15 - 20 menit

6. Bila diameter bentol kemerahan meluas lebih dari 3 mm dibandingkan lesi awal, tes
kulit dinyatakan positif.

Bila hasil uji kulit positif, berarti pasien alergi terhadap penisilin, dapat dilakukan
desensitisasi pada ibu hamil tersebut (lihat tabel ). Desensitisasi dapat dilakukan secara
oral maupun intravena. Meskipun ke dua cara ini belum pernah
dibandingkan, desensitisasi secara oral dianggap lebih aman dan mudah dilakukan.
Desensitisasi harus dilakukan di rumah sakit karena dapat terjadi reaksi alergi yang
serius, sehingga selalu tersedia adrenalin dan sarana resusitasi. Desensitisasi dilakukan
dalam waktu singkat, berdasarkan peningkatan dosis secara cepat, setiap 15 menit.
Diawali dengan dosis yang diencerkan dan diakhiri dengan pengenceran yang sama
dengan yang akan digunakan untuk pengobatan. Biasanya dapat diselesaikan dalam
waktu 4 – 12 jam setelah pemberian dosis pertama. Setelah desensitisasi.

23
Pasien Harus tetap diberikan penisilin samopai pengobatan tuntas.Bila timbul reaksi yang tidak
mengancam jiwa dapat diberikan Cetirizin 10 mg dalam 24 jam.

24
Tabel 2. Contoh cara melakukan desensitisasi

Tahap Waktu Dosis

1. 0 menit 100 U per oral (penisilin V)

2. 15 menit 200 U per oral

3. 30 menit 400 U per oral

4. 45 menit 800 U per oral

5. 1 jam 1.600 U per oral

6. 1 jam 15 menit 3.200 U per oral

7. 1 jam 30 menit 6.400 U per oral

8. 1 jam 45 menit 12.800 U per oral

9. 2 jam 25.000 U per oral

10. 2 jam 15 menit 50.000 U per oral

11. 2 jam 30 menit 100.000 U per oral

12. 2 jam 45 menit 200.000 U per oral

13. 3 jam 400 U per oral

14. 3 jam 15 menit 200.000 U subkutan


(penilislin G)

15. 3 jam 30 menit 400.000 U subkutan

16. 3 jam 45 menit 800.000 U subkutan

17. 4 jam 1.000.000 U intramuskular

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Sparling PF, Swartz MN, Musher DM, Healy BP. Clinical manifestation of syphillis.
Dalam: Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, dkk,
penyunting. Sexually Transmitted Diseases. Edisi ke-4. New York: Mc.Graw Hill,
2008: 661-84.
2. Spinola SM. Chancroid and Haemophilus ducreyi. Dalam: Holmes KK, Sparling PF,
Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, dkk, penyunting. Sexually Transmitted
Diseases. Edisi ke-4. New York: Mc.Graw Hill, 2008: 689-700.
3. Corey L, Wald A. Genital herpes. Dalam: Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot
P, Wasserheit JN, Corey L, dkk, penyunting. Sexually Transmitted Diseases. Edisi ke-
4. New York: Mc.Graw Hill, 2008: 399-438.
4. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.
Pedoman penatalaksanaan infeksi menular seksual. Jakarta: Depkes RI, 2004

26

You might also like