You are on page 1of 102

HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DAN FUNGSI

KOGNITIF PADA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL

MARGAGUNA JAKARTA SELATAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

OLEH:

AZMI HANIFA

NIM: 1111104000054

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016 M/1437 H
ii
SCHOOL OF NURSING
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF
JAKARTA

Undergraduate Thesis, January 2016

Azmi Hanifa, NIM: 1111104000054

Relationship Quality Sleep and Cognitive Function in the Elderly in Social


Institutions Margaguna Jakarta Selatan

xviii + 75 pages + 7 tables + 3 charts + 6 Attachments

ABSTRACT

Aging process is a natural process because it is the final stage in a journey of life.
The elderly population is increasing, both of developed countries and developing
countries, such as Indonesia. There are several requirements that overlooked the
elderly, one of which it is the need for sleep. Maintenance of sleep serves as one
aspect of improving the health of the elderly, is cognitive function. This study was
to determine the relationship between sleep quality and cognitive function in the
elderly. The Methode used analytic correlation with cross sectional sample of 37
respondents. The instrument used a questionnaire Mini-Mental State Examination
(MMSE) and The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Analysis of the data
used the analysis univariate form of frequency distribution and bivariate analysis
such as Fisher Exact Test. Result of the analysis showed that there was no
relationship between sleep quality and cognitive function in the elderly (P-value=
1,000).

Key word: Sleep Quality, Cognitive Function, Elderly

Bibliography: 78 (1989 – 2014)

iii
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Januari 2016

Azmi Hanifa, NIM: 1111104000054


Hubungan Kualitas Tidur dan Fungsi Kognitif pada Lanjut Usia di Panti
Sosial Margaguna Jakarta Selatan

xviii + 75 halaman + 7 tabel + 3 bagan + 6 lampiran

ABSTRAK

Proses menjadi tua merupakan suatu kejadian yang alami karena hal ini
merupakan tahap akhir dalam sebuah perjalanan hidup. Populasi lanjut usia juga
semakin meningkat baik dinegara maju maupun berkembang, seperti Indonesia.
Ada beberapa kebutuhan yang terabaikan pada lansia salah satunya yaitu
kebutuhan tidur. Pemeliharaan tidur menjadi salah satu aspek dari peningkatan
kesehatan lanjut usia. Salah satunya pada fungsi kognitif. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui hubungan antara kualitas tidur dan fungsi kognitif pada lanjut
usia. Metode yang digunakan adalah analitik korelasi dengan pendekatan cross
sectional dengan sampel 37 responden. Instrumen yang digunakan adalah
kuesioner Mini-Mental State Examination (MMSE) dan The Pittsburgh Sleep
Quality Index (PSQI). analisis data yang digunakan adalah anilisis univariat
berupa distribusi frekuensi dan analisis bivariat berupa uji Fisher Exact Test.
Hasil analisis didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara kualitas tidur dengan
fungsi kognitif (P-value= 1,000).

Kata Kunci: Kualitas Tidur, Fungsi Kognitif, Lanjut usia

Referensi: 78 (1989-2014)

iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul

HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DAN FUNGSI KOGNITIF


PADA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL MARGAGUNA
JAKARTA SELATAN

Telah disusun dan dipertahankan dihadapan tim penguji oleh:

Azmi Hanifa
NIM: 1111104000054

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Eni Nuraini Agustini, S.Kep,M.Sc Karyadi, S.Kp,M.Kep,Ph.D


NIP: 1980080 200604 2 001 NIP: 19710903 200501 1 007

Penguji I Penguji II

Yenita Agus, M.Kep,Sp.Mat,Ph.D Karyadi, S.Kp,M.Kep,Ph.D


NIP: 19720608 200604 2 001 NIP: 19710903 200501 1 007

v
vi
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : Azmi Hanifa

Jenis kelamin : Perempuan

Tanggal lahir : Yogyakarta, 22 April 1994

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : Jl. Jambu I/23 Pisangan, Ciputat, Tangsel, Banten

Telepon/HP : 082127777047/ 08996648891 (WA)

Email/Socmed : azhaakira@gmail.com

Motto hidup : “Sebaik baik manusia adalah yang bemanfaat bagi sesama”

Riwayat Pendidikan

1998 – 2003 SD IT Baitusalam Yogyakarta

2003 – 2004 SD Yapis Pemb. V. Jayapura, Papua

2005 – 2008 SMP IT Bina Umat Yogyakarta

2009 – 2011 SMA IT Bina Umat Yogyakarta

2011 – 2016 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan / Program Studi Ilmu Keperawatan)

viii
LEMBAR PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil alamiin. Aku bersyukur atas segala karunia yang Kau beri

Atas segala nikmat, Kesehatan, iman, dan rizki

Terima kasih ya Allah, Engkau tetap hadir kala hati ini telah lelah

Engkau tetap hadir, kala diri ini kotor

bak lembaran putih dengan noda hitam yang penuh

Sebait kalimat teruntuk Ibunda Nur Kumalasari,

Tiada kata yang dapat kuucap untuk mengungkapkan betapa berharganya dirimu dalam
setiap langkah kehidupanku,

Mom,,Your’re the great momy, you’re the great woman who important for me, and you’re my
everythink, Thank you so much mom,,

Persembahan cinta Ayahanda Mujtahid,

Banyak sekali kata-kata cintaku yang tak bisa kutulis disini, betapa besar aku mencintaimu

You’re my guardian in this world, you’re good man i have, and next, if i wanna get husband,
i stilllike u.. and i love u, so much

Dan untuk adik-adikku,

Terimakasih atas doa dan dukungan kalian, Zakia calon Bankir Sholehah, Sarah Miss
Hafidzah, dan Ahmad calon pemimpin umat yang Sholih ,,Semoga kita bisa berkumpul di
dunia dan akhirat sebagai hambaNya yang terbaik,,

Aamiin Ya Robbal alamiin

ix
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan

nikmat dan karunia yang diberikan kepada hamba-hambaNya. Begitu pula dengan

karunia yang telah diberikan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi. Shalawat serta salam teriring penulis haturkan kepada Nabi

Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang telah

banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini. Untaian terima kasih yang dalam

penulis tujukan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc. selaku ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Ns. Eni Nuraini Agustini, S.Kep., M.Sc. selaku pembimbing I dan Bapak

Karyadi, Ph.D selaku pembimbing II yang telah membimbing penulis dari

awal hingga akhir dengan sabar, mengarahkan, meluangkan tenaga dan waktu

yang sangat bernilai dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Ns. Eni Nuraini Agustini, S.Kep., M.Sc yang juga selaku dosen

pembimbing akademik yang selalu memberi arahan dan motivasi dari awal

masuk kuliah hingga saat ini .

x
5. Pihak Kementerian Agama RI yang telah memberikan beasiswa pendidikan

(PBSB) secara penuh kepada penulis selama belajar di Program Studi Ilmu

Keperawatan ini.

6. Saudara – saudariku dalam naungan rumah CSS MoRA (Community of Santri

Scholars of Ministry of Religious Affairs), baik CSS MoRA Nasional maupun

CSS MoRA UIN Syarif Hidayatullah Jakartayang memberikan semangat,

inspirasi dan ilmu yang tak henti-hentinya.

7. Teristimewa untuk My Guardian Mujtahid dan My Queen Nur Kumalasari

yang senantiasa mendoakan dan menyemangati penulis, serta ketiga saudara-

saudaraku tercinta (Zaza, Sarah, dan Ahmad) yang selalu memotivasi,

membantu dan mendo‟akan penulis untuk menyelesaikan tepat waktu.

8. Al ustadz KH. Musthofa Ismail, Lc., MA., LLM., yang menjadi guru besar

dan selalu menasehati dan mendukung untuk segala langkah kebaikan yang

penulis lakukan sejak di Pondok Pesantren Bina Umat Yogyakarta.

9. Kakanda Didi Mudiono, S.Kom.I., yang tak pernah lelah memberikan

semangat serta motivasinya kepada penulis untuk terus menulis skripsi ini

dan menyelesaikan tepat waktu.

10. Sahabat-sahabatku, Izzah, Lilis, Hani, Nana, Fiqo, Malik, Maliha, Pretty dan

Maria yang telah menemani, menghibur, mengingatkan, dan menasehati

penulis selama di perantauan ini.

11. Sahabatku yang manis, cantik nan baik yang telah membantuku dalam proses

akhir skripsi ini, Ika Nur Atikoh, SKM.

xi
12. Kawan-kawan seperjuangan PSIK angkatan 2011 yang bersama-sama

berjuang, terima kasih untuk kebersamaan, pengalaman dan kenangan yang

luar biasa.

Atas bantuan dan segala amal baiknya, semoga Allah SWT membalas

pahala yang setimpal. Besar harapan penulis skripsi ini dapat bermanfaat bagi

penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Kritik dan saran sangat diperlukan dalam peningkatan kualitas skripsi ini.

Demikianlah paparan kata dari penulis dan penulis mohon maaf apabila terdapat

kekurangan dalam penulisan.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Ciputat, Januari 2016

Azmi Hanifa

xii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ..................................... Error! Bookmark not defined.

ABSTRACT .......................................................................................................... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ....................................................................... v

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... vii

LEMBAR PERSEMBAHAN .............................................................................. ix

KATA PENGANTAR ........................................................................................... x

DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL............................................................................................... xvi

DAFTAR BAGAN ............................................................................................. xvii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5
C. Pertanyaan Penelitian ................................................................................... 6
D. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6
1. Tujuan Umum........................................................................................... 6
2. Tujuan Khusus .......................................................................................... 6
E. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 7
1. Bagi Pendidikan Ilmu Keperawatan ......................................................... 7
2. Bagi Panti Werdha .................................................................................... 7
3. Bagi Peneliti ............................................................................................. 7
F. Ruang Lingkup ............................................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 9
A. Lanjut Usia ................................................................................................... 9
1. Definisi Lansia.......................................................................................... 9
2. Klasifikasi Lansia ..................................................................................... 9
B. Perubahan – Perubahan Pada Lanjut Usia ................................................. 10

xiii
1. Teori Penuaan ......................................................................................... 10
C. Tidur ........................................................................................................... 13
1. Fisiologi Tidur ........................................................................................ 13
2. Kualitas Tidur ......................................................................................... 15
3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Tidur ............................................ 17
4. Perubahan Tidur pada Lanjut Usia ......................................................... 20
D. Fungsi Kognitif .......................................................................................... 22
E. Penelitian Terkait ....................................................................................... 30
F. Kerangka Teori........................................................................................... 32
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN
HIPOTESIS ......................................................................................................... 33
A. Kerangka Konsep Penelitian ...................................................................... 33
B. Definisi Operasional................................................................................... 34
C. Hipotesis ..................................................................................................... 36
BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................... 37
A. Desain Penelitian........................................................................................ 37
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 37
1. Lokasi Penelitian .................................................................................... 37
2. Waktu Penelitian .................................................................................... 37
C. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................. 38
1. Populasi .................................................................................................. 38
2. Sampel .................................................................................................... 38
D. Instrumen Penelitian................................................................................... 39
E. Uji Validitas dan Reabilitas ....................................................................... 42
F. Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 43
G. Pengolahan Data......................................................................................... 44
H. Metode Analisis Data ................................................................................. 46
I. Etika Penelitian .......................................................................................... 47
BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................... 49
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................................... 49
B. Hasil Analisis Univariat ............................................................................. 50
1. Data Demografi Lanjut Usia .................................................................. 50

xiv
2. Variabel Dependen dan Independen ....................................................... 52
C. Hasil Analisis Bivariat ............................................................................... 53
BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................... 55
A. Analisis Data Demografi ............................................................................ 55
1. Gambaran Usia di PSTW Kategori Lansia Mandiri ............................... 55
2. Gambaran Jenis Kelamin pada Lansia di PSTW .................................... 56
3. Gambaran Tingkat Pendidikan pada Lansia di PSTW ........................... 56
B. Analisis Variabel Kualitas Tidur dan Fungsi Kognitif .............................. 57
1. Gambaran Kualitas Tidur ....................................................................... 57
2. Gambaran Fungsi Kognitif ..................................................................... 59
C. Analisis Korelasi Antara kualitas Tidur dengan Fungsi Kognitif .............. 62
D. Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 64
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 65
A. Kesimpulan ................................................................................................ 65
B. Saran........................................................................................................... 66
1. Bagi Pendidikan Keperawatan ............................................................... 66
2. Bagi PSTW Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan .......................... 66
3. Bagi Peneliti Selanjutnya ....................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 68
LAMPIRAN .............................................................. Error! Bookmark not defined.

xv
DAFTAR TABEL

3.1 Definisi operasional ............................................................................. 34

5.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia Kategori Lansia Mandiri


diPSTW Budi Mulia 4 Margaguna ....................................................... 50

5.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin kategori Lansia


Mandiri diPSTW Budi Mulia 4 Margaguna ......................................... 51

5.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Kategori


Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ............................ 51

5.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kualitas Tidur Kategori Lansia


Mandiri di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ........................................ 52

5.5 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Fungsi Kognitif Kategori Lansia


Mandiri di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ........................................ 52

5.6 Korelasi Data Kualitas Tidur dengan Fungsi Kognitif Kategori Lansia
Mandiri di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ........................................ 53

xvi
DAFTAR BAGAN

2.1 Tahap-tahap siklus tidur orang dewasa ............................................... 15

2.2 Kerangka teori ..................................................................................... 32

3.1 Kerangka konsep penelitian ................................................................ 33

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Izin Penelitian

2. Informed Consent

3. Kuesisoner Penelitian

4. Rekapitulasi Jawaban Penelitian

5. Hasil Analisis Univariat

6. Hasil Analisis Bivariat

xviii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang memasuki era penduduk bestruktur tua

(Aging Structured Population). Sensus penduduk pada lanjut usia

menunjukkan bahwa Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah

penduduk lansia terbanyak di dunia setelah China, India dan Jepang. Yakni

mencapai 18,1 juta jiwa pada tahun 2010 atau 9,6 persen dari jumlah

penduduk. Hal ini disimpulkan dari presentase yang telah mencapai lebih

dari 7% dari keseluruhan penduduk menurut Kementerian Koordinator

Kesejahteraan Rakyat (KESRA) tahun 2013. Berdasarkan proyeksi

kementrian kesehatan, pada tahun 2010-2035, kelompok usia 0-14 tahun

dan 15-49 tahun mengalami penurunan, sedangkan kelompok usia 50-64

tahun dan 65 tahun keatas, terus mengalami peningkatan (KEMENKES,

2013).

Peningkatan pertumbuhan penduduk lanjut usia yang tejadi di

Indonesia ini merupakan peningkatan dari angka Usia Harapan Hidup

(UHH). Peningkatan UHH tercermin dari perbaikan kualitas dan kondisi

sosial pada masyarakat. Kantor KESRA juga melaporkan, jika tahun 1980

usia harapan hidup (UHH) 52,2 tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang

(5,45%) maka pada tahun 2006 menjadi 19 juta orang (8,90%) dan UHH

juga meningkat (66,2 tahun). Pada tahun 2010 penduduk lansia di Indonesia

mencapai 23,9 juta atau 9,77 % dan UHH sekitar 67,4 tahun. Dan perkiraan

1
2

tahun 2020 penduduk lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34 %

dengan UHH sekitar 71,1 tahun. Maka dapat disimpulkan bahwa penduduk

lanjut usia akan terus meningkat dari jumlah dan harapan hidup seseorang.

Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60

tahun. Pada pencapaian umur lanjut ini, seseorang akan megalami beberapa

perubahan (Maryam dkk, 2012). Jumlah lansia yang banyak di Indoneseia

ini haruslah ditangani secara keseluruhan dengan memperhatikan

kebutuhannya (Silvanasari, 2012). Kebutuhan fisiologis dasar manusia

termasuk lansia yang harus dipenuhi adalah higiene, nutrisi, kenyaman,

oksisgenasi, cairan elektrolit, eliminasi urin dan fekal, dan tidur (Potter &

Perry, 2012).

Kebutuhan tidur termasuk dalam kebutuhan fisiologis. Kebutuhan

tidur merupakan kebutuhan primer yang menjadi syarat dasar bagi

kelangsungan hidup manusia (Asmadi, 2006 dalam Silvanasari, 2012).

Kebutuhan tidur pada manusia bergantung pada tingkat perkembangan.

Seorang lanjut usia akan membutuhkan waktu lebih lama untuk memulai

tidur dan memiliki waktu lebih sedikit untuk tidur nyenyak. Seiring dengan

penurunan fungsi tubuh dalam kaitannya dengan fisiologi tidur, jumlah

kebutuhan tidur lansia mengalami penurunan (Heny dkk, 2013).

Pemeliharaan tidur menjadi salah satu aspek dari peningkatan

kesehatan lanjut usia, untuk memastikan pemulihan fungsi tubuh sampai

tingkat fungsional yang optimal sehingga dapat menyelesaikan tugas-tugas

dan menikmati kualitas hidup yang lebih baik (Triyadini, dkk 2010).

Menurut Potter dan Perry (2012), salah satu fungsi tidur selain untuk
3

memelihara fungsi jantung juga sebagai pemulihan fungsi kognitif.

Seseorang yang mendapatkan kualitas tidur yang baik akan berpengaruh

terhadap fungsi kognitifnya, dimana pada tahap tidur dihubungkan dengan

aliran darah ke serebral, peningkatan konsumsi oksigen yang dapat

membantu penyimpanan memori dan pembelajaran yang berhubungan

dengan fungsi kognitifnya. Sehingga pemeliharaan tidur yang baik

menunjukkan adanya kualitas tidur yang baik pula.

Kualitas tidur adalah ukuran di mana seseorang mendapatkan

kemudahan untuk memulai tidur, mampu mempertahankan tidur, dan

merasa rileks setelah bangun dari tidur (Heny, Sutrisna, dan Wira, 2013).

Kualitas tidur pada lansia mengalami perubahan yaitu tidur REM mulai

memendek. Penurunan progresif pada tahap NREM 3 dan 4 dan hampir

tidak memiliki tahap 4. Perubahan pola tidur lansia disebabkan perubahan

sistem saraf pusat yang mempengaruhi pengaturan tidur (Saryono &

Widianti, 2010). Missildine (2008) juga menambahkan bahwa kekurangan

tidur akan memberikan efek pada fungsi kognitif.

Pada kondisi umumnya lansia terdapat perubahan pada fisiknya yang

juga mempengaruhi fungsi organ-organ dalam tubuh yang mengakibatkan

kesulitan dalam melakukan Activity daily Living (ADL). ADL juga

berkaitan erat pada fungsi kognisi yang juga mengalami degenerasi pada

lansia. Ketika fungsi kognitif mengalami penurunan, ini berhubungan erat

dalam penurunan kapasitas intelektual. Pada seorang lanjut usia, dengan

tahap-tahap tertentu dalam penurunan kapasitas intelektual menjadi masalah

yang mengganggu bagi kesejahteraan dalam kehidupannya (Mongisidi,


4

Tumewah, & Kembuan, 2013 dan Rohana, 2011). Namun realitanya hampir

80% lansia memiliki sedikitnya satu masalah kesehatan kronis dan

menurunnya kognitif serta memori (Handayani dkk, 2013).

Studi terbaru menunjukkan melalui penelitian Haimov dkk (2013),

tentang perlakuan pada fungsi kognitif, yang dilakukan pada sejumlah lansia

dengan inosmnia, bahwa peran tidur sangat penting untuk penerimaan

memori baru sehingga kualitas tidur memiliki pengaruh besar terhadap

peran memori.

Auyeung dkk (2013), juga mengungkapkan pada penelitiannya

tentang fungsi kognitif yang berhubungan dengan ritme tidur pada lanjut

usia di komunitas, mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara ritme

tidur dengan penurunan kognitif yang signifikan.

Saryono dan Widianti (2010) mengatakan adanya faktor-faktor yang

mempengaruhi kualitas tidur pada lansia antara lain penyakit, stress

psikologis, obat, nutrisi, lingkungan, motivasi, gaya hidup dan latihan.

Menurut Kementrrian Sosial (2008), lingkungan menjadi faktor yang

tersorot dalam kesejahteraan lanjut usia. Sementara itu, meningkatnya

mobilitas pekerja usia produktif menyebabkan pengasuhan para lanjut usia

di dalam keluarga menjadi makin sulit. Sehingga solusi yang tertawarkan

adalah adanya institusi yang menjalankan atau mengambil alih fungsi-fungsi

yang telah ditinggalkan atau diabaikan oleh keluarga, dalam hal ini panti

werdha merupakan salah satu pilihan. Panti werdha akan menjadi sebuah

lingkungan baru yang dimilki lansia, dengan berbagai aktivitas yang


5

menunjang supaya dimasa akhir kehidupannya tetap terpenuhi haknya

dalam kesejahteraan kehidupan.

Studi pendahuluan oleh peneliti pada lanjut usia yang tinggal di

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan

terdapat sebanyak 205 lanjut usia. Salah satu pengelola panti tersebut

mengatakan, bahwa jumlah lanjut usia terus berganti – ganti sehingga

terkadang penuhnya panti menandakan bahwa lanjut usia saat ini

memerlukan tempat yang layak ketika keluarga tidak dapat memenuhi

hasrat kebutuhan lansia tersebut. Sehingga peneliti juga melakukan sebuah

pengkajian tentang kualitas tidur kepada 6 lanjut usia, menggunakan

kuesioner baku Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Didapatkan hasil

dari 6 lanjut usia tersebut memilki kualitas tidur yang buruk.

B. Rumusan Masalah

Secara fisiologis, terjadi penurunan fungsi pada lanjut usia.

Karenanya kesehatan pada lanjut usiapun menurun. Salah satu aspek yang

mempengaruhi kesehatan lanjut usia ini adalah gangguan tidur yang dimulai

dari kualitas tidur yang buruk. Sehingga ketidakmampuan untuk tidur

dengan baik dapat menyebabkan kesulitan mempertahankan perhatian,

waktu respon melambat, gangguan dalam memori dan konsentrasi, serta

penurunan kinerja yang mana ini adalah gejala – gejala pada gangguan

kognitif (Rumble & Morgan, 1999 dalam Datto dkk, 2013) (Muzammil,

Afriwardi dkk, 2014). Sehingga solusi Panti Werdha yang ditawarkan

pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan lansia menjadi sorotan

penting. Maka dari sinilah, peneliti ingin mengetahui apakah terdapat


6

hubungan kualitas tidur dan fungsi kognitif lanjut usia yang tinggal di Panti

Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan?

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana demografi lanjut usia (usia, jenis kelamin, dan pendidikan

terakhir) di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4?

2. Bagaimana gambaran kualitas tidur pada lansia di Panti Sosial Tresna

Werdha Budi Mulia 4?

3. Bagaimana gambaran fungsi kognitif pada lansia di panti sosial Tresna

Werdha Budi Mulia 4?

4. Bagaimana hubungan kualitas tidur dan fungi kognitif pada lansia di

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan kulitas tidur dan fungi kognitif di Panti

Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui demografi lanjut usia (usia, jenis kelamin, dan

pendidikan terkahir) pada lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha

Budi Mulia 4 Margaguna.

b. Mengetahui gambaran kualitas tidur pada lanjut usia di Panti Sosial

Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna.

c. Mengetahui gambaran fungsi kognitif pada lanjut usia di Panti

Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna.


7

d. Mengetahui hubungan kualitas tidur dan fungsi kognitif pada lanjut

usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pendidikan Ilmu Keperawatan


a. Hasil penelitian ini dapat menambah literature study mengenai

hubungan kualitas tidur dan fungsi kognitif lanjut usia yang tinggal

di Panti Werdha.

b. Memberikan informasi kesehatan lanjut usia mengenai kualitas

tidurnya.

2. Bagi Panti Werdha


Aspek ini dapat memberikan informasi mengenai gambaran

status kesehatan pada lanjut usia kepada pengelola panti werdha untuk

tetap membantu dalam meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan

lansia terutama dalam hal kecil seperti masalah tidur.

3. Bagi Peneliti
Menambah keilmuan bagi peneliti khususnya dalam bidang

keperawatan lanjut usia. Sehingga dapat diaplikasikan setiap saat dan

ketika mendapatkan klien lanjut usia dengan cara khusus sesuai

keilmuan yang telah didapat.

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas tidur

dan fungsi kognitif pada lanjut usia yang tinggal di Panti Sosial Tresna

Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan. Merupakan penelitian


8

dengan desain analitik kuantitatif corelation study dengan pendekatan cross

sectional study. Pengumpulan data primer menggunakan instrumen

kuesioner kualitas tidur yaitu The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)

dan kuesioner fungsi kognitif yang menggunakan Mini-Mental State

Examination (MMSE), serta data demografi yang meliputi, usia, jenis

kelamin, dan pendidikan terakhir. Subjek yang diteliti adalah lanjut usia di

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan.

Waktu penelitian berkisar bulan April hingga September 2015.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lanjut Usia

1. Definisi Lansia
Menua (menjadi tua= aging) adalah suatu proses meghilangnya

secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri

atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi

normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk

infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo, 2009).

Menurut Setianto (2004) dalam Efendi dan Makhfudli (2009),

seseorang dikatakan lanjut usia apabila usianya 65 tahun keatas. Lanjut

usia bukanlah penyakit, namun suatu kelanjutan dari proses kehidupan

dengan ditandai penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi

dengan kebutuhan lingkungan (Pudjiastuti, 2003 dalam Efendi dan

Makhfudli, 2009). Usia lanjut dapat dikatakan sebagai tahap akhir

perkembangan pada kehidupan manusia (Keliat, 1999 dalam Maryam

dkk, 2008). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13

Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah

seseorang yang telah mencapai lebih dari 60 tahun.

2. Klasifikasi Lansia
Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam menkes RI mempunyai

batasan usia lanjut sebagai berikut: middle / young elderly usia antara

9
10

45-59 tahun, elderly usia antara 60-74 tahun, old usia 75-90 tahun dan

dikatakan very old berusia diatas 90 tahun. Sedangkan menurut

Notoatmojo (2007), lanjut usia dibagi menjadi empat kelompok,

kelompok dalam masa virilitas yaitu masa persiapan usia lanjut yang

menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-54 tahun),

kelompok lanjut usia dini yaitu kelompok yang baru memasuki lanjut

usia (55-64 tahun), kelompok lanjut usia (65 tahun keatas), dan

kelompok lanjut usia risiko tinggi yaitu lansia yang berusia lebih dari

70 tahun.

B. Perubahan – Perubahan Pada Lanjut Usia

1. Teori Penuaan
Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah

laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat

mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Teori-

teori ini menjelaskan bagaimana dan mengapa penuan terjadi. Biasanya

dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu teori biologis dan

teori psikososial (Stanley dan Beare, 2007).

a. Teori Biologis
Teori biologis ini menjelaskan proses fisik penuaan,

termasuk perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang

usia dan kematian.

1) Teori Genetika

Teori sebab-akibat menjelaskan bahwa penuaan terutama

dipengaruhi oleh pembentukan gen dan dampak lingkungan


11

pada pembentukan kode genetik. Menurut teori genetika,

penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan

yang berjalan dari waktu ke waktu untuk mengubah sel atau

struktur jaringan.

2) Teori Wear-And-Tear

Teori Wear-And-Tear (Dipakai dan Rusak) mengusulkan

bahwa akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi dapat

merusak sintesis DNA, sehingga mendorong malfungsi

molekular dan akhirnya malfungsi organ tubuh.

3) Teori Imunitas

Teori ini menggambarkan tentang kemunduran dalam

sistem imun yang berhubungan dengan sistem penuaan. Ketika

seseorang bertambah tua, pertahanan mereka terhadap

organisme asing mengalami penurunan, sehingga mereka lebih

rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan

infeksi.

4) Teori Neuroendokrin

Penuaan terjadi karena adanya suatu perlambatan dalam

sekresi hormon tertentu yang mempunyai suatu dampak pada

reaksi yang diatur oleh sistem saraf. Hal ini lebih jelas

ditunujukkan dalam kelenjar hipofisis, tiroid, adrenal, dan

reproduksi.
12

5) Riwayat Lingkungan

Menurut terori ini, fator-faktor didalam lingkungan

(misalnya karsinogen dari industri, cahaya matahari, trauma

dan infeksi) dapat membawa perubahan dalam proses penuaan.

Walaupun faktor ini diketahui memepercepat proses penuaan

namun, ini adalah dampak sekunder dan bukan merupakan

faktor utama dalam penuaan.

b. Teori Psikososiologis
1) Teori kepribadian

Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan

psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas spesifik

lanjut usia.

2) Teori Tugas Perkembangan

Tugas perkembangan lanjut usia menurut Erickson

mampu melihat kehidupan sesorang sebagai kehidupan yang

dijalani dengan integritas. Pada kondisi tidak adanya

pencapaian kehidupan yang baik, maka lansia akan disibukkan

dengan rasa penyesalan dan putus asa.

3) Teori Disengagement

Teori disengagement (teori pemutusan hubungan),

dikembangkan pertama kali pada awal tahun 1960-an,

menggambarkan proses penarikan diri oleh lansia dari peran

bermasayarakat dan tanggung jawabnya.


13

C. Tidur

Menurut Potter dan Perry (2012), tidur merupakan suatu keadaan

yang berulang – ulang, perubahan status kesadaran yang terjadi selama

periode tertentu. Jika orang memperoleh tidur yang cukup, mereka merasa

tenaganya pulih. Beberapa penelitian menyatakan bahwa pulihnya tenaga

setelah tidur menunjukkan bahwa tidur memberikan waktu untuk perbaikan

dan penyembuhan sistem tubuh untuk periode keterjagaan yang berikutnya.

1. Fisiologi Tidur
Tidur adalah proses fisiologis yang bersiklus yang bergantian

dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan. Siklus tidur-terjaga

mempengaruhi dan mengatur fungsi fisiologis dan respon perilaku

(Potter dan Perry, 2012).

a. Siklus tidur

Menurut Potter dan Perry (2012) tidur yang normal memiliki

dua fase: yaitu pergerakan mata yang tidak cepat (tidur nonrapid

eye movement, NREM) dan pergerakan mata yang cepat (tidur

rapid eye movement, REM).

Tidur NREM dibagi menjadi empat stadium:

1) Stadium 1 merupakan transisi dari bangun dan ditandai oleh

hilangnya pola alfa reguler dan munculnya amplitudo rendah.,

pola frekuensi campuran, terutama pada rentang teta (2 sampai

7 Hz). Dan gerakan mata berputar lambat. Seseorang dengan

mudah terbangun oleh sensori seperti stimulus suara. Dan


14

ketika terbangun, seseorang akan merasa seperti telah

melamun.

2) Stadium 2 ditetapkan melalui kejadian kompleks K dan

kumparan tidur yang betumpang tindih pada aktivitas latar

belakang yang serupa dengan stadium 1. Untuk terbangun

masih relatif mudah, namun sudah memiliki peningkatan

dalam relaksasi. Dan fungsi tubuh seseorang menjadi sangat

lamban.

3) Stadium 3 adalah delta tidur dengan sekitar 20% tetapi kurang

dari 50% aktivitas delta amplitudo tinggi(375 µV) delta (0,5

sampai 2 Hz). Kumparan tidur tetap ada, aktivitas gerakan

mata tidak ada, dan aktivitas EMG (Elektromyografi) menetap

pada kadar yang rendah, sehingga otot-otot mulai kendur.

Tahap ini berakhir 15-30 menit.

4) Stadium 4, yaitu pola EEG (Elektro-Encephalogram) stadium 3

lambat, voltase tinggi terganggu pada sekitar 50% rekaman.

NREM stadium 3 dan 4 disebut sebagai (secara kolektif) tidur

“dalam”, “delta”, atau “gelombang lambat.”sangat sulit untuk

membangunkan sesorang dalam tahap tidur ini. Tanda-tanda

vital mulai menurun secara bermakna. Waktu ini berlangsung

selama 15-30 menit.

Tidur REM merupakan tidur aktif atau tidur paradoksial.

Tidur REM ditandai dengan mimpi, otot-otot kendor,

meningkatnya tekanan darah, gerakan mata cepat (mata cenderung


15

bergerak bolak-balik), gerakan otot tidak teratur, pernafasan tidak

teratur cenderung lebih cepat, dan suhu serta metabolisme

meningkat (Aspiani, 2014).

Tahap pratidur

NREM tahap 1 NREM tahap 2 NREM tahap 3 NREM tahap 4

Tidur REM

NREM Tahap 2 NREM tahap 3

Bagan 2.1 Tahap-tahap siklus tidur orang dewasa

b. Irama Sirkadian

Orang mengalami irama siklus sebagai bagian dari

kehidupan mereka setiap hari. Irama yang paling dikenal adalah

siklus 24-jam, siang-malam yang dikenal dengan irama diurnal

atau sirkadian. Irama sirkadian mempengaruhi pola fungsi biologis

utama dan fungsi perilaku. Irama sirkadian termasuk siklus tidur-

bangun harian, dipengaruhi oleh cahaya dan suhu serta juga faktor-

faktor eksternal seperti aktivitas sosial dan rutinitas pekerjaan.

Semua orang mempunyai aktivitas yang sinkron dengan siklus tidur

mereka (Potter dan Perry, 2012).

2. Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah suatu keadaan tidur yang dijalani seorang

individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran saat terbangun.


16

Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur,

latensi tidur serta aspek subjektif dari tidur. Kualitas tidur adalah

kemampuan setiap orang untuk mempertahankan keadaan tidur dan

untuk mendapatkan tahap tidur REM dan NREM yang pantas (Kozier

dkk, 2004 dalam Agustin, 2012).

Menurunnya kualitas tidur pada lansia disebabkan oleh

meningkatnya latensi tidur, berkurangnya efisiensi tidur, terbangun

lebih awal dan kesulitan untuk kembali tidur. Hal ini berhubungan

dengan proses degeneratif sistem dan fungsi dari organ tubuh pada

lansia. Penurunan fungsi neurontransmiter menyebabkan menurunnya

produksi hormon melatonin yang berpengaruh terhadap perubahan

irama sirkadian, sehingga lansia akan mengalami penurunan tahap 3

dan 4 dari waktu tidur NREM, bahkan hampir tidak memiliki fase 4

atau tidur dalam (Stanley, 2006 dan Stockslager, 2003).

Buysee et al., (1989) melakukan penelitian tentang kualitas tidur

dan pola tidur menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI),

PSQI membedakan antara tidur yang baik dan tidur yang buruk dengan

pemeriksaan tujuh komponen yaitu, kualitas tidur, kemampuan

mempertahankan tidur, durasi tidur, kebiasaan tidur, hal-hal yang

mengganggu tidur, penggunaan obat tidur dan tidak bersemangat

menjalani aktivitas harian selama satu bulan terakhir (Orhan dkk,

2011). PSQI adalah instrumen yang efektif untuk mengukur kualitas

dan pola tidur pada orang dewasa.


17

3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Tidur

Sejumlah faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas

tidur. Seringkali faktor tunggal tiak hanya menjadi penyebab masalah

tidur. Faktor fisiologis, psikologis, dan lingkungan dapat mengubah

kualitas dan kuantitas tidur. Adapun menurut Potter dan Perry (2012),

berikut penjabaran nya:

a) Penyakit Fisik

Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan

fisik, atau masalah suasana hati, seperti kecemasan atau depresi,

dapat menyebabkan masalah tidur. Seseorang dengan perubahan

seperti itu mempunyai masalah kesulitan tertidur atau tetap tidur.

Nokturia atau berkemih dimalam hari juga menjadi salah satu

penyebab gangguan tidur dan siklus tidur. Dan ini sering terjadi

pada lansia dengan penurunan tonus kandung kemih atau orang

yang berpenyakit jantung, diabetes, uretritis, atau penyakit prostat.

Lansia seringkali mengalami “sindrom kaki tak berdaya.” Dan ini

akan sering mengalami kekambuhan dimalam hari, seperti

merasakan sensasi gatal pada otot, sehingga akan menimbulkan

terganggunya tidur pada lansia khususnya dimalam hari (Potter dan

Perry, 2012).

b) Obat-obatan dan Substansi

Lansia seringkali menggunakan variasi obat untuk

mengontrol atau mengatasi penyakit kroniknya, dan efek kombinasi

dari obat-obatan dapat menimbulkan gangguan tidur yang serius.


18

L-triptofan, suatu protein alami ditemukan dalam makanan seperti

susu, keju dan daging, dapat membantu seseorang mudah tidur

(Potter dan Perry, 2012).

c) Gaya hidup

Rutinitas harian seseorang mempengaruhi perubahan pola

tidur. Individu yang bekerja bergantian berputar (mis. 2 minggu

siang, kemudian diikuti oleh 1 minggu malam) seringkali

mempunyai kesulitan menyesuaikan perubahan jadwal tidur.

Setelah beberapa minggu bekerja pada waktu malam hari, maka

jam biologis seseorang dapat mmenyesuaikan. Perubahan lain

dalam rutinitas yang menggangu pola tidur meliputi bekerja berat

yang tidak biasa, mengikuti aktivitas sosial pada waktu malam, dan

perubahan waktu makan malam (Potter dan Perry, 2012).

d) Stres emosional

Stres emosional menyebabkan seseorang menjadi tegang

dan tidak bisa tidur. Seringkali lansia mengalami kehilangan yang

mengarah pada stres emosional. Pensiun, gangguan fisik, kematian

orang yang dicintai, dan kehilangan keamanan ekonomi merupakan

contoh situasi yang situasi yang meprediposisi lania untuk cemas

dan depresi. Sehingga seringkali ini mengalami perlambatan untuk

jatuh tidur, munculnya tidur REM secara dini, seringkali terjaga,

peningkatan total waktu tidur, perasaan tidur yang kurang, dan

terbangun cepat (Potter dan Perry, 2012).


19

e) Lingkungan

Lingkungan fisik tempat seseorang tidur berpengaruh

penting pada kemampuan untuk tertidur dan tetap tidur. Ukuran,

kekerasan, dan posisi tempat tidur mempengauhi kualitas tidur.

Seseorang lebih nyaman tidur sendiri atau bersama orang lain,

teman tidur dapat mengganggu tidur jika ia mendengkur. Suara

juga mempengaruhi tidur (Potter dan Perry, 2012).

f) Latihan fisik dan kelelahan

Seseorang yang kelelahan biasanya memperoleh tidur yang

mengistirahatkan, khususnya kelelahan ini dikarenakan dari kerja

atau latihan yang menyenangkan. Latihan dua jam atau lebih

sebelum waktu tidur membuat tubuh mendingin dan

mempertahankan suatu keadaan kelelahan yang meningkatakan

relaksasi. Akan tetapi, kelalahan yang berlebihan yang dihailkan

dari kerja yang meletihkan atau penuh stres membuat sulit tidur.

Hal ini juga dapat menjadikan masalah dalam kualitas dan pola

tidur, dan biasanya terjadi pada anak sekolah dan remaja (Potter

dan Perry, 2012).

g) Asupan makanan dan kalori

Orang tidur lebih baik ketika sehat sehingga mengikuti

kebiasaan makan yang baik adalah penting untuk kesehatan yang

tepat dan tidur. Kafein dan alkohol yang dikonsumsi pada malam

hari mempunyai efek produksi insomnia, sehingga mengurangi atau

menghindari zat tersebut secara drastis adalah strategi penting yang


20

digunakan untuk meningkatkan tidur. Kehilangan atau kelebihan

berat badan juga dapat mempengaruhi pola tidur(Potter dan Perry,

2012).

4. Perubahan Tidur pada Lanjut Usia


Lansia tidur 6 jam setiap malamnya dan 20-25% adalah tidur

REM. Terdapat penurunan yang progresif pada tahap tidur NREM 3

dan 4, dan beberapa lansia hampir tidak memiliki tahap 4, atau tidur

yang dalam. Total waktu tidur rata-rata pada lanjut usia meningkat,

namun membutuhkan waktu yang banyak untuk bisa jatuh tidur

(Carney, Barrey, & Geyer, 2012). Seorang lanjut usia memiliki waktu

pendek pada tidur yang dalam (delta sleep), dan lebih panjang

waktunya didalam tidur stadium 1 dan 2. Hasil tes Polysomnographic

ditemukan bahwa adanya penurunan dalam slow wave sleep dan REM

(Darmojo, 2009).

Pada lanjut usia, irama sirkadian menjadi lebih lemah, tidak

dapat menyesuaikan dan kehilangan tinggi rendahnya irama sirkadian.

Salah satu hipotesis menyatakan suprachiasmatic nuclei mengalami

kemunduran dan mengalami kelemahan fungsi sehingga membuat

irama sirkadian lanjut usia menjadi terganggu. Penurunan tinggi

rendahnya irama sirkadian dapat meningkatkan frekuensi terbangun

dimalam hari dan mengantuk yang amat di siang hari (Neikrug & Israel,

2010).

Penurunan hormon serotonin yang terjadi pada lanjut usia

mengakibatkan penurunan melatonin (Tortora & Derrickson, 2009).


21

Crowley (2011) juga melaporkan tentang kemunduran irama sirkadian

seperti suhu tubuh, kortisol, dan melatonin. Penurunan kadar melatonin

dimalam hari dapat menyebabkan gangguan irama sirkadian, khususnya

menjadi lebih maju. Hal ini menyebabkan banyak lanjut usia merasa

mengantuk dan tertidur lebih awal di malam hari dan lebih awal di pagi

hari (Crowley, 2011 & Wold, 2008).

Peningkatan frekuensi terbangun saat tidur dimalam hari pada

lanjut usia dapat membuat jumlah total jam tidur menjadi berkurang

(Meinner & Annette, 2006). Jumlah waktu tidur yang sebenarnya lebih

sedikit dibandingkan jumlah waktu yang dihabiskan selama ditempat

tidur (Wold, 2008) dan peningkatan istirahat/ tidur selama siang hari

(Ceullar dkk 2007 dalam Potter & Perry, 2011)


22

D. Fungsi Kognitif

a. Struktur dan Fungsi Saraf Lanjut Usia

Masa penuaan terjadi secara alamiah. Perubahan terjadi

disetiap sistem tubuh lansia, termasuk pada sistem saraf. Masa

penuaan juga menurunkan jumlah sel saraf diberbagai daerah otak

dan mengurangi zat-zat pada struktural sel saraf tersebut terutama

pada dendrit. Hilangnya sel saraf tidak begitu luas dalam proses

penuaan seperti yang diyakini sebelumnya. Dalam kenyataannya

beberapa sel saraf tampak menyusut dan beberapa hilang. Dan ini

akan mengakibatkan berubahnya beberapa fungsi seperti pada

fungsi kognitif, motorik dan juga fungsi sensorik. Perubahan ini

yang mencakup pada sensori dan motorik seperti kesulitan dalam

menangkap informasi; dari penglihatan, pendengaran, pengecapan,

dan pada penciuman; sensasi getaran dan perubahan pada posisi

akal. Fungsi kognitif akan dijelaskan lebih detail dibawah. Ini

semua dikarenakan oleh perubahan pada neurotransmiter yang

berkurang dan hipotalamus karena proses penuaan yang

berlangsung. Hipokampus adalah bagian dari lobus temporal yang

terpenting dalam pengaturan memori dan pembelajaran. Pada

proses penuaan ini yang terjadi adalah terdapat perubahan pada

struktur, hilangnya sinaps pada saraf, integritas mikrovaskular yang

menurun, berkurangnya glukosa dalam proses metabolisme, dan

perubahan dalam sel-sel neuroglia (Meiner & Lueckenotte, 2006).


23

b. Definisi Kognitif

Kognisi meliputi kemampuan otak untuk memproses,

mempertahankan, dan menggunakan informasi. Kemampuan

kognitif mencakup pemikiran, penilaian, persepsi, perhatian

pemahaman, dan memori. Kemampuan kognitif ini penting pada

kemampuan individu dalam membuat keputusan, menyelesaikan

masalah, menginterpetasikan lingkungan dan mempelajari

informasi yang baru untuk memberikan nama pada beberapa hal

(Videbeck, 2008). Kata kognisi (cognition) merujuk kepada

tindakan atau proses “mengetahui”, termasuk kesadaran dan

penilaian (Sherwood, 2012).

c. Neurosains Kognitif

1). Otak Depan

Otak depan adalah wilayah otak yang terletak dibagian

atas dan depan otak. Terdiri dari kulit otak, ganglia basalis,

sistem limbik, talamus dan hipotalamus. Kulit otak adalah

lapisan terluar hemisfer otak yang memainkan peran vital

didalam proses-proses berfikir dan mental kita. Ganglia basal

(bentuk tunggalnya: ganglion) adalah tempat berkumpulnya

neuron-neuron yang krusial bagi fungsi motorik. Sistem limbik

sangat penting bagi emosi, motivasi, memori dan

pembelajaran. Sistem limbik ini juga memadukan tiga struktur

serebral yang saling berkaitan, yaitu amigdala, septum, dan

hipokampus. Talamus menyampaikan informasi sensorik lewat


24

kelompok-kelompok neuron yang disalurkan ke wilayah

korteks yang tepat. Ia bertempat kira-kira dipusat otak, kurang

lebih sejajar dengan mata. Untuk mengakomodasi semua tipe

inormasi yang berbeda yang perlu dipilah-pilah.ketika

talamuss mengalami malfungsi, hasilnya adalah rasa sakit,

gemetaran, amnesia, kekacauan, dan perasaan tegang ketika

terjaga dan tidur. Sedangkan hipotalamus berfungsi mengatur

perilaku mempertahankan kelangsungan hidup, seperti

bekelahi, makan, melarikan diri, dan seksualitas. Meskipun

ukuran hipotalamus ini kecil (dai bahasa yunani:Hipo- atau

„dibawah‟: lokaisnya berada didasar otak depan dibawah

talamus) namun, ia justru penting untuk mengontrol banyak

fungsi tubuh (Sternberg, 2008).

2). Otak Tengah

Pada otak tengah terdapat sebuah sistem pengaktif

retikularis (RAS, Reticular Activating System; disebut juga

„formasi retikularis‟), sebuah serabut neutron yang esensial

bagi pengaturan kesadaran, seperti pada tidur, keterjagaan,

bangun dari tidur dan bahkan perhatian dalam segala hal dan

fungsi vital seperti detak jantung dan pernafasan. Selain

terdapat RAS, terdapat batang otak yang menghubungkan otak

depan dengan saraf tulang belakang. Struktur yang disebut

periadequeductal gray (PAG) terdapat didalam batang otak ini.

Menentukan batas kematian otak para ahli medis melihat


25

berdasarkan fungsi-fungsi batang otak tersebut (Sternberg,

2008).

3). Otak Belakang

Otak belakang terdiri atas medula oblongata, pons, dan

serebelum. Medula oblongata mengontrol aktivitas jantung dan

banyak mengontrol pernafasan, menelan an mencerna. Medula

juga menjadi tempat saluran saraf yang berasal dari bagian

tubuh sisi kana yang bergerak menyilang menuju sisi otak

bagian kiri, dan sebaliknya. Medula oblongata adalah sebuah

struktur interior memanjang yang terletak persis dititik sara

tulang belakang yang memasuki tengkorak dan menempel ke

otak. Medula oblongata yang mengandung RAS, membantu

kita bertahan hidup. Selain medula oblongata adapula pons

yang berfungsi sebagai sejenis stasiun pemancar karena ia

mengandung serabut-serabut neuron yang menyalurkan sinyal

dari satu bagian otak ke bagian otak lainnya. Serbelum yang

berarti otak keil ini memiliki fungsi yaitu mengontrol

koordinasi tubuh, keseimbangan dan penyesuaian otot dan

beberapa aspek memori yang melibatkan gerakan-gerakan

terkait prosedur (Sternberg, 2008).

4). Lobus-Lobus Hemisfer Otak

a. Lobus Frontalis

Lobus frontalis diasosiasikan dengan pemrosesan

motorik, dan proes-proses berfikir yang lebih tinggi seperti


26

penalaran abstrak (Sternberg, 2008). Lobus ini juga

bertanggung jawab atas fungsi kognitif tertinggi, seperti

pemecahan masalah, spontanitas, memori, bahasa,

motivasi, penilaian, dan kontrol impuls (Hernanta, 2013).

b. Lobus Parietalis

Lobus ini juga diasosiasikan dengan pemrosesan

somatosensoris. Ia menerima input-input dari neuron

terkait sentuhan, rasa sakit, rasa temperatur, dan posisi

tungkai-tungkai tubuh (Sternberg, 2008).

c. Lobus Temporalis

Lobus temporal adalah area asosiasi primer untuk

informasi auditorik dan mencakup area Wernick tempat

intepretasi bahasa. Lobus ini juga terlibat dalam intepretasi

bau, penyimpanan ingatan, musik, agresif dan perrilaku

seksual (Muttaqin, 2008 dan Hernanta, 2013).

d. Lobus Okipitalis

Lobus oksipital adalah lobus posterior koteks

cerebrum. Lobus ini terletak di sebelah posterior dari

lobus parietalis dan didasar fisura parieto-oksipitalis, yang

memisahkannya dari cerebellum. Lobus ini adalah pusat

asosiasi visual utama. Lobus ini menerima informasi yang

berasal dari retina. Kiri untuk melihat angka dan huruf,

serta kanan untuk melihat gambar dan bentuk (Muttaqin,

2008 dan Hernanta, 2013 ).


27

d. Kognitif pada Lansia

Pada umumnya seseorang yang memasuki masa lanjut usia

mengalami penurunan. Terutama pada fungsi kognitif yang akan

mempengaruhi aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan

kepribadian dalam diri lanjut usia tersebut (Sutarto, 2008).

Penurunan menyeluruh pada fungsi sistem saraf pusat dipercaya

sebagai kontributor utama perubahan dalam kemampuan kognitif

dan efisiensi dalam pemrosesan informasi (Papilia dkk, 2008).

Penurunan terkait penuaan ditunjukan dalam kecepatan, memori

jangka pendek, memori kerja dan memori jangka panjang.

Perubahan ini telah dihubungkan dengan perubahan pada struktur

dan fungsi otak (Agronin dan Maletta, 2011).

e. Aspek Fungsi Kognitif

1). Atensi

Atensi adalah cara-cara kita secara aktif memproses

inforrmasi yang terbatas dari sejumlah besar informasi yang

disediakan oleh indra, memori yang tersimpan, dan oleh

proses-proses kognitif lainnya. Atensi juga mencakup baik

proses-proses sadar dan proses tidak sadar (Reed, 2007).

2). Intelegensi

Intelegensi adalah kapasitas untuk belajar dari

pengalaman dengan menggunakan proses-proses metakognitif

dalam upayanya meningkatkan pembelajaran, dan kemampuan

untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar.


28

Pada umumnya intelegensi diukur dengan

menjumlahkan nilai pada berbagai subyek verbal dan kinerja.

Kemampuan verbal tetap stabil dengan preoses penuaan

normal. Sebaliknya, subyek yang membutuhkan pemikiran

kreatif nonverbal dan strategi pemecahan masalah baru

menunjukkan penurunan yang lambat karena penuaan (Helter,

Ouslander dkk, 2009).

3). Perhatian

Perhatian melibatkan kemampuan untuk fokus pada

satu atau lebih potongan-potongan informasi baik melalui

auditori dan visual yang cukup lama untuk memasukkan dan

mengolah data (Helter, Ouslander dkk, 2009). Dua

karakteristik perhatian adalah elektivitas dan usaha mental.

Selektivitas perlu untuk menjaga kita dari kelebihan dengan

banyaknya informasi (Reed, 2007).

4). Fungsi eksekutif

Fungsi eksekutif mencakup kemampuan untuk

mengontrol dan berperilaku langsung, membuat kesimpulan

yang berarti dan penilaian yang tepat, merencanakan dan

melaksanakan tugas-tugas, memanipulasi beberapa potongan

informasi pada satu waktu (memori kerja), urutan motorik

kompleks lengkap dan memecahkan masalah abstrak dan

kompleks. Kemampuan eksekutif diperankan oleh lobus

frontal hemisfer serebri, terutama area prefrontal, merupakan


29

area yang penting untuk fungsi eksekutif normal (Ginsberg,

2008).

5). Memori

Memori adalah proses bertingkat dimana informasi

pertama kali harus dicatat dalam area korteks sensorik

kemudian diporses melalui sistem limbik untuk terrjadinya

pembelajaran baru. Secara klinik memori dibagi tiga tipe dasar,

yaitu:

a. Immediate memory, merupakan kemampuan untuk

merecall stimulus dalam interval waktu beberapa detik.

b. Recent memory, merupakan kemampuan untuk mengingat

kejadian sehari-hari, seperti tanggal, apa yang dimakan

saat sarapan, atau kejadian-kejadian baru.

c. Remote memory, merupakan rekoleksi atau mengintai

kembali kejadian yang terjadi bertahun-tahun yang lalu

(tanggal lahir, sejarah, nama kerabat, dan lain-lain).

6). Bahasa

Bahasa merupakan instrumen dasar bagi komunikasi

pada manusia, dan merupakan dasar dan tulang punggung bagi

kemampuan kognitif. Bila terdapat gangguan hal ini akan

mengakibatkan hambatan yang berarti bagi klien

(Lumbantobing, 2008). Fungsi bahasa merupakan kemampuan

yang meliputi empat parameter, yaitu:


30

a. Kelancaran

Suatu metode yang dapat membantu menilai kelancaran

yaitu dengan meminta pasien menulis atau berbicara

spontan.

b. Pemahaman

Pemahaman merujuk pada kemampuan untuk memahami

dalam suatu perintah atau perkataan, dibuktikan dengan

seseorang untuk melakukan perintah tersebut.

c. Pengulangan

Kemampuan sesorang untuk dapat mengklarifikasi

penyataan sebelumnya.

d. Penanaman

Penanaman merujuk pada kemampuan seseorang untuk

menamai sebuah objek dan bagian-bagiannya.

7). Visuospasial

Kemampuan persepsi visual memerlukan pengertian

lambang tentang ruang. Hubungan bentuk posisi ukuran relatif,

latar depan dan latar belakang, dan ketetapan bentuk (dengan

mempertahankan ciri khasnya bagaimanapun posisinya dalam

ruang) adalah diantara unsur pokok pengurutan visuospaial

(Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000).

E. Penelitian Terkait

Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Riza dan Sigit, 2013,

dengan judul, “hubungan kualitas tidur dan fungsi kognitif dan tekanan
31

darah pada Lansia di desa pasuruhan kecamatan mertoyudan kabupaten

magelang” dengan menggunakan pendekatan cross setional. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan kualitas tidur dengan fungsi

kognitif (sig: 0,012 < 0,05) dan ada hubungan antara kualitas tidur dengan

tekanan darah (0,009 < 0,05) pada lansia. Uji regresi logistik menunjukkan

kualitas tidur lebih mempengaruhi tekanan darah dengan nilai (sig: 0,0113 <

0,05).

Penelitian yang dilakukan oleh Orhan, dkk (2011), dalam judul

“Relationship between sleep quality and depression among elderly nursing

home residents in Turkey” menyatakan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara kualitas tidur (r=0,380 ; p=0,01) dengan depresi. Dengan

prevalensi 60,3% pada kualitas tidur dari 73 lansia yang juga disertai

depresi.

Penelitian yang dilakukan oleh Molly dkk, 2011, yang berjudul

“Sleep Onset/Maintenance Difficulties and CognitiveFunction in

Nondemented Older Adults: The Role ofCognitive Reserve”, menguji

hubungan antara fungsi kognitif dan onset tidur / kesulitan pemeliharaan

tidur pada lanjut usia. Hasil dari pengujian ini adalah bahwa semakin endah

pendidikan yang dimiliki oleh lanjut usia akan rentan muncul efek negatif

pada onset tidur / pemeliharaan tidur.


32

F. Kerangka Teori

Lanjut Usia

Penurunan/ perubahan fungsi lanjut usia

Kebutuhan fisiologi dasar Perubahan pada Otak dan Sel


manusia: Saraf

1. Higiene
2. Nutrisi Fungsi Kognitif
3. Kenyamanan
4. Oksigenasi
Aspek – aspek fungsi kognitif:
5. Cairan elektrolit
6. Eliminasi 1. Atensi (Konsentrasi)
7. Tidur 2. Intelegensi
3. Perhatian
(Potter & Perry, 2012) 4. Bahasa (kelancaran,
pemahaman, dan naming)
5. Memory (Immediate,
recent,dan remotecontrol)
6. Visuospasial
7. Fungsi eksekutif

Bagan 2.2Kerangka konsep menurut Teori Perubahan Kurt Lewin (1951)


BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep Penelitian

Konsep merupakan bahan dasar sebuah teori, yang dengan

sendirinya terdiri dari pernyataan. Sehingga kerangka konsep adalah

penggunakan satu atau beberapa konsep terkait yang mendasari masalah

studi dan mendukung rasional (alasan) pelaksanaan studi tersebut (Dempsey

& Arthur, 2002). Dibawah ini digambarkan mengenai kerangka konsep

yang akan dilakukan peneliti di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4,

yaitu mengetahui hubungan kualitas tidur dan fungsi kognitif lanjut usia.

Fungsi kognitif lanjut


Kualitas tidur usia :
Lanjut Usia 1. Intelektual
2. Perhatian
3. Bahasa
4. Memori
5. Visuospasial
6. Eksekutif

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

33
34

B. Definisi Operasional

3.2 Tabel Definisi Operasional

Skala
No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
Ukur
1. Jenis Identitas responden penelitian sesuai Kuesioner Wawancara 1 = laki-laki Nominal
kelamin dengan kondisi biologis fisik. 2 = perempuan
2. Usia Usia responden yang di hitung sejak Kuesioner Wawancara 1=60-74 tahun Ordinal
dilahirkan hingga ulang tahun terakhir. 2= 75-90 tahun
3= >90 tahun
3. Tingkat Jenjang ilmu pengetahuan yang didapat Kuesioner Wawancara 1 = SD Ordinal
pendidikan dari lembaga pendidikan formal terakhir. 2 = SMP
3 = SMA
4 = PT
4. Kualitas Kemampuan individu untuk tidur dan Kuesioner paten Mengajukan Dengan 19 Nominal
Tidur memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan yang terdiri dari pertanyaan pertanyaan, skala
kebutuhannya . 19 pertanyaan. melalui likert 0-3. Terbagi
kuesioner. menjadi 2 kategori;
Baik : < 5
Buruk : ≥ 5
5. Fungsi Kemampuan seseorang yang terdiri dari Kuesioner paten Mengajukan Terdiri dari 11 Nominal
35

kognitif aspek intelektual, perhatian, bahasa, MMSE (Mini pertanyaan pertanyaan, dengan
memori, visuospasial, dan eksekutif. Mental Status melalui nilai:
Exaimantion). kuesioner. Tertinggi: 30
Terendah : 0
Dibagi menjadi 2
kategori:
Baik : >23
Buruk : ≤ 23
36

C. Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan awal peneliti mengenai hubungan

antar variabel yang merupakan jawaban peneliti tentang kemungkinan

hasil penelitian. Hipotesis berdasarkan pernyataannya dibagi menjadi

2 yaitu, hipotesis alternatif (H1) dan hipotesis null (H0) (Dharma,

2011). Sehingga hipotesis peneliti menurut Dharma, adalah:

H1 : Terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif

lanjut usia yang tinggal di Panti Werdha.


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Ditinjau dari pendekatannya, peneliti menggunakan pendekatan

cross sectional, yaitu untuk mengetahui hubungan antara variabel

dependen dan variabel independen yang diidentifikasikan dalam satu

waktu (Dharma, 2011). Dalam hal ini adalah untuk mengetahui

hubungan antara kualitas tidur dan fungsi kognitif pada lanjut usia

yang tinggal di Panti Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta

Selatan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Werdha

Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan. Terdapat satu

komunitas dimana para dewasa tua atau lanjut usia berkumpul

disuatu tempat dan melakukan sebuah aktifitasnya.

2. Waktu Penelitian
Penelitian ini berlangsung dari bulan April hingga

September 2015. Penelitian dilakukan di Panti Sosial Tresna

Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan.

37
38

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi
Populasi adalah kumpulan dari seluruh elemen sejenis tetapi

dapat dibedakan satu sama lain. Perbedaan - perbedaan itu

disebabkan karena adanya nilai karakteristik yang berlainan

(Supranto, 2000). Populasi penelitian ini adalah lanjut usia di

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta

Selatan.

2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi. Jika n adalah jumlah

elemen sampel dan N adalah jumlah elemen populasi, maka n < N

(n lebih kecil dari pada N) (Supranto, 2000). Teknik pengambilan

sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive

sampel adalah suattu teknik pengambilan sampel dengan cara

memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang

dikehendaki peneliti, sehingga sampel tersebut dapat mewakili

karakteristik populasi tersebut (Nursalam, 2008). Sehingga

sampel penelitian yang berdasarkan dengan kriteria inklusi

berjumlah 31 responden.

Kriteria Inklusi:

a. Usia mulai dari 60 tahun keatas.

b. Lanjut usia yang dapat melihat, berbicara dan mendengar.


39

c. Lanjut usia yang bersedia menjadi responden tanpa paksaan.

d. Lanjut usia yang tinggal di bagian mandiri di Panti Sosial

Tresna WerdhaJakarta Selatan.

e. Lanjut usia yang tidak memiliki gangguan kejiwaan.

D. Instrumen Penelitian

Dalam sebuah penelitian dibutuhkan suatu alat pengumpul data.

Salah satu diantara alat pengumpul data tersebut adalah kuesioner.

Kuesioner ini merupakan daftar pertanyaan dalam rangka wawancara

terstruktur oleh peneliti dengan responden (Imron & Munif, 2010).

Instrumen dalam penelitian ini merupakan data primer yang diambil

melalui dua kuesioner, yaitu:

1. Instrumen pertama berupa pertanyaan mengenai data demografi

responden yang terdiri dari usia, jenis kelamin dan pendidikan

terakhir.

2. Mini Mental State Examination (MMSE)

Mini Mental State Examination (MMSE) adalah sebuah tes

mental standar yang menilai secara klinis sebuah fungsi kognitif

yang terdistribusi dan terlokasi (Ginsberg, 2008). MMSE

diperkenalkan oleh Folstein pada tahun 1975. MMSE digunakan

sebagai alat mendeteksi adanya gangguan kognitif pada seseorang

atau individu mengevaluasi perjalanan suatu penyakit yang

berhubungan dengan proses penurunan kognitif dan memonitor

respon terhadap pengobatan (Turana, 2004 dalam Rianto, 2013).


40

MMSE adalah alat pengukuran fungsi kognitif yang baik dan

tepat untuk populasi lanjut usia baik yang tinggal di panti werdha,

di rumah sakit maupun di komunitas (Hartford institut).

MMSE sangat reliabel untuk menilai gangguan fungsi

kognitif dan dapat digunakan secara luas sebagai pemeriksaan

yang sangat sederhana untuk mendiagnosis adanya gangguan

kognitif. MMSE terdiri dari 30 pertanyaan, terbagi menjadi 11

item pertanyaan dan perintah, yang meliputi rincian intelegensi,

perhatian, fungsi eksekutif, memori, bahasa, dan visuospasial

(Folstein, 1993). Penilaian baik buruknya fungsi kognitif

didasarkan atas nilai potong yang disesuaikan dengan tingkat

pendidikan terakhir responden. Dinilai baik jika nilainya ≥ 23

untuk sekolah dasar(SD), ≥ 25 untuk sekolah menengah pertama

(SMP), dan ≥ 26 untuk sekolah menengah atas (SMA) ke atas,

sedangkan dinilai buruk jika < 23 untuk sekolah dasar(SD), < 25

untuk sekolah menengah pertama (SMP), dan < 26 untuk sekolah

menengah atas (SMA) ke atas (Turana, 2004 dalam Rianto,

2013).

3. The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)

The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) merupakan

instrumen yang efektif digunakan untuk mengukur kualitas dan

pola tidur lanjut usia. Ini membedakan dua kategori "buruk" dan

"baik" pada tidur dengan mengukur tujuh domain: kualitas tidur,


41

kemampuan mempertahankan tidur, durasi tidur, kebiasaan tidur,

hal-hal yang mengganggu tidur,penggunaan obat tidur, dan tidak

bersemangat menjalani aktivitas harian selama satu bulan

terakhir.

Keuntungan menggunakan PSQI karena memiliki validitas

dan reabilitas yang tinggi. Namun metode ini juga memilki

memiliki kekurangan yaitu pengisian kuesioner PSQI dapat

memperoleh hasil yang kurang akurat dikarenakan batasan dan

kesulitan klien memahami pertanyaan sehingga perlu dipandu

dalam pengisiannya. Pada penelitian ini, dengan populasi lanjut

usia, PSQI adalah alat yang tepat yang sering digunakan dalam

pengukuran kualitas tidur.

Kuesioner ini terdiri dari 19 pertanyaan dengan tujuh

komponen atau domain dengan skala likert 0-3. Jawaban 0 untuk

tidak pernah sama sekali / baik sekali, 1 untuk satu kali dalam

seminggu / baik, 2 untuk dua kali dalam seminggu / buruk, dan

tiga untuk tiga kali atau lebih dalam seminggu / sangat buruk

(Orhan, 2011).

Penghitungan kuesioner berdasarkan setiap domain dan

kemudian di total secara keseluruhan domain tersebut. Domain 1

adalah nilai dari no. 9 pada kueisoner. Domain 2 adalah jumlah

skor dari no. 2 ( ≤15 mnt=0; 16-30 mnt=1;31-60 mnt=2;>60

mnt=3) ditambah no. 5a. Hasilnya jika, 0=0; 1 – 2=1; 3 – 4=2; 5 –


42

6=3. Domain 3 adalah skor no.4 (>7=0 ; 6-7=1 ; 5-6=2 ; <5=3).

Domain 4 adalah total waktu tidur dibagi lamanya diatas tempat

tidur sebelum jatuh tidur dan dikalikan 100%. Dengan hasil jika,

>85%=0; 75-84%=1; 65-74%=2; <65%=3. Domain 5 adalah

penjumlahan skor dari no. 5b-5j. Jika hasilnya, 0=0; 1-9=1; 10-

18=2; 19-27=3. Domain 6 adalah skor no. 6. Dan domain 7 adalah

penjumlahan dari no. 7 & 8 (0=0; 1-2=1; 3-4=2; 5-6=3) (Boltz,

2012).

E. Uji Validitas dan Reabilitas

Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu

mengukur apa yang ingin diukur (Ancok, 2006). Menurut Lapau

(2013) dalam penelitian kuantitatif, untuk mendapatkan data yang

valid, uji validitas ditujukan pada instrumen penelitiannya. Instrumen

penelitian yang digunakan peneliti adalah intsrumen baku. Sehingga

uji validitas pada kuesioner MMSE dan PSQI ini tidak dilakukan.

Pada kuesioner MMSE skor 23 pertama kali diajukan sebagai ambang

skor yang mengindikasikan disfungsi kognitif. Dalam 13 studi

berurutan yang menilai keefektifan ambang skor MMSE ≤ 23 untuk

mendeteksi demensia, sensivitas berkisar antara 63%-100% dan

spesifitas berkisar antara 52% - 99% (n=23-74 orang dengan demensia

dan 24-2663 orang tanpa demensia).

Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan

sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila


43

pengukuran diulangi dua kali atau lebih (Ancok, 2006). Setiap alat

pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk menghasilkan

pengukuran yang konsisten.

Terdapat dua studi yang menilai konsistensi internal MMSE

mendapatkan nilai alfa cronbach sebesar 0,82 dan 0,84 pada penelitian

lanjut usia yang dirawat dilayanan medis dan lansia panti werdha.

Kuesioner PSQI juga memiliki konsistensi internal dan koefisian

reliabilitas (cronbah‟s alpha) 0,83 untuk ke tujuh komponen (Agustin,

2012).

F. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan pada bulan April hingga Mei 2015.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang

diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Ada beberapa tahap yang

dilakukan dalam pengambilan data dalam peneltian ini, yaitu:

1. Peneliti menentukan permasalahan, subjek penelitian, tempat

penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta menentukan judul

penelitian. Peneliti kemudian mengajukan surat dari fakultas

untuk diberikan kepada pihak Panti Sosial Tresna Werdha

(PSTW) Budia Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan.

2. Setelah perizinan penelitian disetujui oleh dan pihak PSTW Budi

Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan, peneliti terlebih dahulu

melakukan studi pendahuluan terkait penelitian yang akan

dilakukan.
44

3. Selanjutnya peneliti menyusun proposal skripsi dan melakukan

ujian seminar proposal skripsi.

4. Setelah melakukan ujian seminar, peneliti segera mencari calon

responden yang sesuai dengan kriteria inklusi, kemudian peneliti

melakukan informed consent terhadap calon responden.

5. Setelah di tanda tanganinya informed consent tersebut, peneliti

memberikan penjelasan cara pengisian kuesioner dan dianjurkan

bertanya apabila ada pertanyaan atau pernyataan yang kurang

jelas.

6. Kuesioner yang telah diisi kemudian diolah dan dianalisis oleh

peneliti.

G. Pengolahan Data

Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam

metode ilmiah, karena setelah data teranalisis barulah dapat

memberikan arti dan makna yang berguna dalam memecahkan

penelitian. Setelah data terkumpul, lalu dilakukan pengolahan data

sebagai berikut:

1. Memeriksa data (Editing)

Editing yaitu penyuntingan dilakukan secara langsung oleh

peneliti terhadap kuesioner dari responden. Memeriksa data yang

dilakukan yaitu meliputi perhitungan dan penjumlahan.

Penghitungan dan penjumlahan adalah menghitung banyaknya

lembaran-lembaran kuesioner dan yang sesuai dengan kriteria


45

inklusi. Tujuan dari editing ini adalah memastikan data yang

diperoleh yaitu kuesionernya semua telah diisi, relevan dan dapat

dibaca dengan baik.

2. Memberi Kode (Coding)

Yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf

menjadi data angka atau bilangan. Pemberian kode dilakukan

untuk menyederhanakan data yang diperoleh (Notoatmodjo,

2010) dan (Rianto, 2011). Pemberian kode menggunakan angka

yang sederhana.

3. Memproses Data (Processing)

Setelah pemberian kode selesai, maka data yang sudah

diberi kode dipindahkan ke dalam suatu media untuk pengolahan

data selanjutnya. Proses dilakukan dengan cara meng-entry data

hasil kuesioner kekomputer.

4. Cleaning Data

Proses ini adalah pembersihan data dari setiap sumber atau

responden selesai dimasukkan kedalam komputer sebelum

dianalisis. Perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-

kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidak lengkapan, dan

sebagainya sehingga diperlukan koreksi dan pembenahan.


46

H. Metode Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis Univariat ini bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk

analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Pada umumnya

dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan

presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Dari penelitian

ini, peneliti akan melihat gambaran dari data demografi lanjut

usia (usia, pendidikan terakhir dan jenis kelamin) dan masing

masing variabel yaitu, kualitas tidur dan fungi kognitif.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat berguna untuk menghubungkan dua

variabel (Umar, 2003) yaitu untuk melihat hubungan variabel

kualitas tidur dan variabel fungsi kognitif lansia. Analisis yang

digunakan untuk penelitian ini, yaitu uji Fisher Exact Test. Fisher

probabaility exact test merupakan salah satu uji nonparametrik

untuk menguji hipotesis. Pada penelitian dua variabel dengan data

yang dinyatakan dengan persen, pengujian hipotesis dapat

dilakukan dengan statistik parametrik chi-square. Bila sampel

terlalu kecil (n < 20) dan nilai ekspektasi < 5 maka chi-square

tidak dapat digunakan. Untuk mengatasi kelemahan uji chi-square

tersebut digunakan uji fisher exact test (Budiarto, 2002).


47

Peneliti menggunakan derajat keperayaan 95% sehingga

jika nilai p ≤ 0,05 berarti hasil perhitungan statistik bermakna

(signifikan) atau menunjukkan ada hubungan antara variabel

dependen dengan independen dan apabila p > 0,05 berarti hasil

perhitungan statistik tidak bermakna atau tidak ada hubungan

antara variabel dependen dengan variabel independen.

I. Etika Penelitian

Seorang peniliti yang melakukan sebuah penelitian hendaknya

berpegang teguh pada sikap ilmiah (scientific attitude) serta berpegang

teguh pada etika penelitian, meskipun penelitian tidak membahayakan

bagi subyek. Secara garis besar terdapat 4 prinsip yang harus dipegang

teguh, (Notoatmodjo, 2010) yakni:

1. Human Dignity

Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian

untuk mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan

penelitian tersebut. Sebagai ungkapan, peneliti menghargai hak

dan martabat subjek peneliti maka seyogianya peneliiti

mempersiapkan formulir persetujuan subjek (inform concern).

Responden dibacakan oleh peneliti maksud dan tujuan penelitian

sebelum mengisi kuesioner dan menandatangani lembar

persetujuan dari peneliti.


48

2. Privacy and Confidentiality (Privasi dan Kerahasiaan)

Peneliti menjaga kerahasiaan atas informasi yang diberikan

responden untuk kepentingan penelitian.

3. Justice and Inclusiveness (Jujur dan Keterbukaan)

Prinsip ini perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,

keterbukaan, dan kehati-hatian. Prinsip ini menjamin agar semua

subjek penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang

sama. Sehingga peneliti melakukan wawancara dengan lansia

perorangan.

4. Balancing and Benefits

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat yang

baik bagi masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian pada

umum dan khususnya. Peneliti hendaknya meminimalisir dampak

yang merugikan bagi subjek. Oleh sebab itu, pelaksanaan

penelitian mencegah dari rasa sakit, cidera, stress, maupun

kematian.
BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna

merupalan Unit Pelakana Teknis (UPT) bidang kesejahteraan sosial

lanjut usia Dinas Bintal dan Kesos Provinsi DKI Jakarta. Sebagai

lembaga pelayanan masyarakat PSTW Budi Mulia 4 Margaguna

adalah lembaga pemerintah yang memberikan pelayanan kepada

masyarakat, khususnya lanjut usia yang tidak mampu atau kurang

beruntung dengan sumber dana APBD Provinsi DKI Jakarta.

Saat ini lansia yang berada pada PSTW Budi Mulia 4 berasal

dari berbagai macam daerah. Dan berbagai cara masuknya.

kebanyakan lansia tersebut adalah hasil penangkapan dari petugas

Satuan Polisi Pramong Praja (Satpol PP) yang meraup para

gelandangan dan pengemis yang ada dijalanan. Sehingga tidak sedikit

para lansia yang berada di PSTW ini memiliki gangguan dalam

kejiwaannya. Sehingga petugas panti memiliki banyak kegiatan untuk

mengembalikan kesejahteraan kehidupan bagi lansia tersebut.

Kegiatan yang ditawarkan pada panti tersebut seperti rutinitas

dalam beribadah dari setiap kalangan agama, olahraga, keterampilan

seperti menjahit, menyulam, bermain musik angklung, karaoke,

membuat kerajinan seperti keset dan bermacam-macam aksesoris. Ini

49
50

semua ditawarkan didalam panti tersebut guna untuk memberikan

layanan dan kesejahteraan menikmati kehidupan terakhirnya.

PSTW Budi Mulia 4 ini juga memiliki tiga kategori untuk para

lansia. Yaitu lansia mandiri, lansia setengah renta dan lansia renta.

Pengkategorian ini didasarkan pada kemampuan lansia dalam

kemandiriannya memenuhi kebutuhan sehari-hari. Responden yang

dijadikan penelitian oleh peneiliti adalah lansia yang berkategorikan

mandiri dimana jumlah total keseluruhan nya adalah 76. Dari

keseluruhan itu yang sesuai dengan kriteria inklusi adalah 31.

B. Hasil Analisis Univariat

Analisis univariat ini digunakan untuk menganilisis variabel-

variabel karakteristik individu yang ada secara deskriptif dengan

menggunakan distribusi frekuensi dan proporsi. Analisis univariat

dalam penelitian ini meliputi: data demografi lanjut usia yang terdiri

dari usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan, kualtias tidur, dan

fungsi kognitif.

1. Data Demografi Lanjut Usia

a. Usia

Rata – rata usia responden yang paling banyak adalah rentan

usia 60-74 tahun, yaitu sebanyak 24 responden atau 77,4%.

Hal tersebut dapat dilihat dari tabel dibawah ini.


51

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia Kategori
Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna

Usia N %
60-74 tahun 24 77.4
75-90 tahun 7 22.6
Total 31 100.0

b. Jenis Kelamin

Pengelompokan responden berdasarkan jenis kelamin lansia

dengan kategori mandiri terdapat pada tabel 5.2 berikut:

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin
Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4
Margaguna

Jenis Kelamin N %

Laki-laki 16 51.6
Perempuan 15 48.4
Total 31 100.0

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar

responden terdapat pada jenis kelamin laki-laki yaitu 16

orang (51,6%).

c. Tingkat Pendidikan

Lansia yang teradapat pada kategori mandiri di PSTW

Budi Mulia 4 Margaguna ini sebagian besar berlatar

belakang Sekolah Dasar (SD) yakni sebanyak 16 orang. Ini

dapat dilihat dari tabel 5.3 dibawah ini:


52

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat
Pendidikan Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi
Mulia 4 Margaguna

Tingkat Penidikan N %
Sekolah Dasar (SD) 16 51.6
Sekolah Menengah Pertama (SMP) 8 25.8
Sekolah Menengah Atas (SMA) 5 16.1
Perguruan Tinggi (PT) 2 6.5
Total 31 100.0

2. Variabel Dependen dan Independen

a. Kualitas Tidur Lanjut Usia

Data dibawah ini menunjukkan bahwa kualitas tidur

lansia kategori mandiri yang tinggal di PSTW Budi Mulia 4

Margaguna ini memiliki kualitas yang buruk yaitu sebanyak

96,8% atau 30 orang. Seperti yang terlihat pada tabeel

dibawah ini:

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kualitas Tidur
Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4
Margaguna

Kualitas Tidur N %
Baik 1 3.2
Buruk 30 96.8
Total 31 100.0

b. Fungsi Kognitif Lanjut Usia

Pengelompokan responden berdasarkan kategori fungsi

kognitif dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut ini.


53

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Fungsi
Kognitif Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4
Margaguna

Fungsi Kognitif N %
Baik 25 80.6
Buruk 6 19.4
Total 37 100.0

Pada tabel diatas mengatakan bahwa dari keseluruhan

responden yang bersedia mengikuti penelitian ini terdapat

80,6 % (25 lansia) memiliki fungsi kognitif yang baik dan

19,4 % (6 lansia) memiliki fungsi kognitif yang buruk.

C. Hasil Analisis Bivariat

Analisis bivariat yang akan menunjukkan hubungan antara dua

variabel bisa dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.6
Korelasi Data Kualitas Tidur dengan Fungsi Kognitif
Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4
Margaguna

Fungsi kognitif
Kualitas tidur Baik Buruk P.Value
N % N %
baik 1 100 0 0
1,000
buruk 28 80 8 20
Berdasarkan tabel diatas menyatakan bahwa dari p-value yang

di dapatkan yaitu sebesar 1,000 yang melebihi dari batas nilai derajat

kepercayaan 95% (α=0,05), dinyatakan bahwa tidak terdapat

hubungan antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif. Namun


54

presentase tabel tersebut menyatakan bahwa pada kualitas tidur yang

baik akan menghasilkan 100% fungsi kognitif yang baik, sedangkan

kualitas tidur yang buruk menghasilkan 80% fungsi kognitif yang

baik.
BAB VI

PEMBAHASAN

A. Analisis Data Demografi

1. Gambaran Usia di PSTW Kategori Lansia Mandiri


Usia merupakan faktor yang sangat independen karena tidak

dapat diubah oleh manusia. Usia akan bertambah hari demi hari

secara otomatis. Oleh karena itu, usia merupakan faktor biologis

sebagai pembeda dalam hubungannya dengan dimensi kelompok

(Soeroso, 2008). Responden penelitan ini adalah lanjut usia yang

berada pada PSTW Budi Mulia 4 Margaguna yang merupakan

kelompok usia lanjut. Dengan batasan usia minimal 60 tahun

seperti definisi yang tertera di Undang-undang no.13 Tahun1998.

Pada kategori lansia mandiri di PSTW Budi Mulia ini,

menggambarkan bahwa sebagian besar responden merupakan

lanjut usia yang berumur 60-74 tahun yaitu sebanyak 24

responden atau sebesar 77,4%. Menurut Erickson, tugas

perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh

kembang pada tahap sebelumnya. Seperti misalkan mereka

memiliki rutinitas atau pekerjaan yang rutin, olahraga,

pengembangan hobi, dan lain-lain (Maryam, 2008). Karena lansia

dengan kategori mandiri ini masih dapat melakukan aktiitas

55
56

sehari-hari dengan baik, sehingga setiap kegiatan yang ditawarkan

oleh pihak panti mereka dapat ikut serta.

2. Gambaran Jenis Kelamin pada Lansia di PSTW


Jenis kelamin pada penelitian ini didominasi oleh laki-laki.

Total seluruh responden lansia mandiri ialah 31 orang, 16 orang

(51,6%) diantaranya adalah laki-laki.

Green (1980) dalam Notoatmojo (2007) menyatakan bahwa

jenis kelamin termasuk predisposing factor terjadinya perubahan

perilaku seseorang. Dapat disimpulkan bahwa perbedaan jenis

kelamin akan mempengaruhi seseorang dalam melakukan

aktivitas atau pekerjaan sehingga perlu diukur.

Perbedaan jumlah jenis kelamin lanjut usia PSTW Budi

Mulia 4 Margaguna ini dipengaruhi oleh ketersediaan lansia

mengikuti penelitian ini. karena saat dilakukan penelitian,

bersamaan dengan adanya acara dari Gubernur untuk lansia se-

DKI, sehingga PSTW Budi Mulia menampilkan grup

angklungnya yang mana grup tersebut terdiri dari 80% perempuan

dari lansia kategori mandiri. Sehingga keputusan untuk masuk

panti tidak dipengaruhi oleh gender, kemungkinan keputusan

untuk tinggal dipanti dipengaruhi oleh faktor usia.

3. Gambaran Tingkat Pendidikan pada Lansia di PSTW


Distribusi responden menurut pendidkan di PSTW Budi

Mulia 4 kategori mandiri, menunjukkan bahwa responden dengan


57

tingkat pendidikan akhir Sekolah Dasar (SD) lebih banyak di

bandingkan dengan tingkatan atasnya, yaitu 16 lansia. Dan

terdapat dua lansia dengan pendidikan tertinggi yaitu perguruan

tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Agustini dkk (2014),

menyatakan bahwa dari 97 responden, sebagian besar responden

berada pada status pendidikan dasar, yaitu sebanyak 64 orang (66

%).

Faktor pendidikan sangat berpengaruh terhadap fungsi

kognitif pada lansia (Rosita, 2012). Ini dapat disebabkan karena

pada saat itu mereka kesulitan untuk melanjutkan pendidikan

dikarenakan masalah ekonomi yang rendah. Sehingga

kebanyakan lansia berhenti pada pendidikan dasar atau bahkan

tidak sekolah sama sekali. Hal ini sama seperti penelitian

Ramadian (2012), menyatakan bahwa pendidikan dengan tamatan

SD lebih banyak yaitu sebesar 72,1% dan mengalami fungsi

kognitif yang buruk. Rendahnya tingkat pendidikan menjadi salah

satu indikator masih rendahnya kualitas hidup lansia saat itu.

B. Analisis Variabel Kualitas Tidur dan Fungsi Kognitif

1. Gambaran Kualitas Tidur


Dari keseluruhan responden yang ikut berpartisipasi dalam

penelitian ini telah didapatkan bahwa sebagian besar memiliki

kualitas tidur yang buruk yaitu sebanyak 30 responden (96,8 %)

dari jumlah keseluruhan 31 responden. Perkembangan usia yang


58

semakin lanjut atau tua ini mempengaruhi kualitas tidur yang

semakin buruk.

Hal ini juga didukung oleh pernyataan Umami (2013),

bahwa secara umum gangguan tidur menjadi lebih sering dialami

dan sangat menganggu seiring dengan bertambahnya usia. Setelah

berusia diatas 40 tahun tubuh menjadi lebih nyata, jadi orang tua

sering mengalami tidur yang tidak berkualitas.

Menurunnya kualitas tidur pada lansia disebabkan oleh

meningkatnya latensi tidur, berkurangnya efisiensi tidur,

terbangun lebih awal dan kesulitan untuk kembali tidur. Hal ini

berhubungan dengan proses degeneratif sistem dan fungsi dari

organ tubuh pada lansia. Penurunan fungsi neurotransmiter

menyebabkan menurunnya produksi hormon melatonin yang

berpengaruh terhadap perubahan irama sirkadian, sehingga lansia

akan mengalami penurunan tahap 3 dan 4 dari waktu tidur

NREM, bahkan hampir tidak memiliki fase 4 atau tidur dalam

(Stanley, 2006 dan Stockslager, 2003). Pada tahap ini rekaman

EEG adalah kumparan delta, dan tahap ini menghabiskan sekitar

10%-20% waktu tidur normal. Ketika kebutuhan tidur ini tidak

terpenuhi pada lansia menyebabkan mengalami kualitas tidur

yang kurang baik. Karena masa ini adalah masa tahap pemulihan

(Saryono & Widianti, 2010; Mass, 2011).


59

Menurut Silvanasari (2012), juga mengatakan bahwa

penurunan kualitas tidur lansia secara normal seiring dengan

proses penuaan terfokus pada peningkatan waktu yang

mengganggu tidur (efisiensi tidur). Dalam penelitiannya juga

menunjukkan bahwa 56,6% lansia memiliki efisiensi tidur <85%.

Sehingga pada dasarnya peningkatan usia menjadikan nilai

kualitas tidur yang buruk akan meningkat walaupun tidak

mengalami perbedaan yang signifikan.

Gambaran yang terjadi pada PSTW dari kualitas tidur yang

buruk selain dari hasil kuesioner adalah keluhan yang muncul

pada lansia tersebut. Mereka mengeluhkan bahwa setiap malam

mereka tidak dapat tidur dengan baik, dikarenakan suasana

lingkungan yang kurang mendukung, tidak dapat tidur dengan

cepat, lebih banyak mengantuk pada siang hari, dan sering merasa

panas pada malam hari. Setiap kamar tidur beriisikan lansia

sebanyak 10-15 kasur atau individu lansia. Sehingga dengan

berbagai macam karakteristik individu, dapat mempengaruhi

lingkungan tidurnya.

2. Gambaran Fungsi Kognitif


Peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan

kuesioner MMSE untuk menilai kognitif lansia dengan

wawancara perorangan. Didapatkan hasil bahwa responden yang

mengikuti penelitian sebanyak 25 orang (80,6 %) memiliki fungsi


60

kognitif yang baik. Penelitian Wreksoatmodjo (2013) menyatakan

bahwa aktivitas kognitif yang buruk akan memperbesar risiko

fungsi kognitif yang buruk dikalangan lanjut usia (p= 0,045).

Menurut Yaffe dkk (2001), juga mengatakan bahwa usia lanjut

yang mengalami kesulitan melakukan pergerakan fisik atau tidak

aktif, akan terjadi perbedaan dalam jumlah skor fungsi

kognitifnya.

Mekanisme yang menjelaskan hubungan antara aktivitas

fisik dengan fungsi kognitif yaitu aktifitas fisik menjaga dan

mengatur vaskularisasi ke otak dengan menurunkan tekanan

darah, meningkatkan kadar lipoprotein, meningkatkan produksi

endhotelial nitric oxide dan menjamin perfusi jaringan otak yang

kuat, efek langsung terhadap otak yaitu memelihara struktur saraf

dan meningkatkan perluasan serabut saraf, sinap-sinap dan

kapilaris (Weuve dkk, 2004).

Terjadinya hubungan antara aktivitas fisik dengan fungsi

kognitif adalah melalui kontraksi otot yang akan memberikan

pengaruh pada otak melalui jalur muscle spindle, adanya suatu

rangsanggan yang terjadi pada golgi tendon organ akan diteruskan

ke central nervus system melalui jaras-jaras ini yang menerima

informasi berupa sensoris dari perifer, sistem visual, sistem

vestibuler, muskulo skletal, proprioseptik, dan lain-lain.

Kemudian akan diproses dan diintegrasikan pada semua tingkat


61

sistem saraf. Menurut Suhartono (2005), dalam waktu singkat

kurang lebih 150 mikro detik akan terbentuk suatu respon yang

benar dan disimpan oleh otak. Informasi yang diterima akan

diintegrasikan di dalam sistem sensoris integrasi di sub cortical

dan disimpan oleh bagian memori yaitu corpus amigdala

diintegrasikan ke cortex cerebri centrum kognitif, supaya tidak

menjadi memori yang pendek/ short term memory dilakukan

secara berulang- ulang sehingga menjadi long term memory.

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna

Jakarta Selatan memiliki kegiatan yang rutin dan wajib diikuti

bagi setiap lansia yang berada di panti tersebut sesuai kondisinya.

Adapun program-progam kegiatan tersebut adalah olahraga rutin

seminggu dua kali, bimbingan rohani (4 kali seminggu untuk

agama islam, dan 1 kali seminggu untuk umat kristiani),

pelayanan kesehatan, peyaluran hobi (menjahit, menyulam,

membuat taplak meja, dan lain-lain), dan kesenian (qosidah,

angklung, dan karaoke).

Khususnya bagi lansia kategori mandiri yang harus diberi

motivasi untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang telah disediakan

oleh panti. Seperti contohnya senam yang diadakan setiap 2 kali

dalam seminggu. Ini adalah aktifitas yang mudah dan dilakukan

berulang-ulang. Untuk lanjut usia aktifitas seperti ini yang dapat


62

meningkatkan fungsi kognitif tanpa harus mengeluarkan banyak

biaya sehingga aktivitas ini harus dipertahankan.

C. Analisis Korelasi Antara kualitas Tidur dengan Fungsi Kognitif

Analisis pada penelitian ini menggunakan uji Fisher Exact Test.

Setelah dilakukan analisis diperoleh p.value sebesar 1,000 atau lebih

besar dari derajat kepercayaan(α=0,05), sehingga disimpulkan bahwa

tidak ada hubungan antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif.

Namun dalam presentase hubungan, kualitas tidur yang baik akan

menghasilkan 100% fungsi kognitif yang baik. Dan kualitas tidur yang

buruk akan menghasilkan 80% fungsi kognitif yang baik.

Penelitian ini berbanding terbalik dengan hasil penelitian

Umami dkk (2013) dengan judul hubungan kualitas tidur dengan

fungsi kognitif dan tekanan darah pada lansia di Kecamatan

Mertoyudan Kabupaten Magelang, mengatakan bahwa terdapat

hubungan antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif. Dengan nilai

signifikan 0,012 < 0,05. Dari perbedaan hasil ini, diketahui bahwa

terdapat perbedaan pada jumlah responden dan kuesioner yang

digunakan.

Dalam penelitian Sidiarto (2003) menunjukan adanya pengaruh

pendidikan yang telah dicapai seseorang dapat mempengaruhi secara

tidak langsung terhadap fungsi kognitifnya, termasuk pelatihan-

pelatihan. Berdasarkan teori reorganisasi anatomis menyatakan bahwa


63

stimulus eksternal yang berkesinambungan akan mempermudah

reorganisasi internal dari otak.

Adapun Gelder dkk (2006) dalam penelitiannya

mengungkapkan adanya status perkawinan diduga mempengaruhi

fungsi kognitif seseorang, dimana penelitian tersebut menemukan

bahwa laki-laki usia lanjut yang mengalami kehilangan pasangan atau

belum pernah menikah/ hidup sendiri dalam waktu lebih dari lima

tahun akan mengalami penurunan fungsi kognitif dua kali lebih sering

dibandingkan laki-laki yang telah menikah atau hidup dengan

seseorang/keluarga pada beberapa tahun.

Penelitian epidemiologi diketahui bahwa penurunan hormon

estrogen pada wanita menopause meningkatkan resiko penyakit

neurodegeneratif, karena hormon ini diketahui memegang peranan

penting dalam memelihara fungsi otak (Czlonkowska, 2003).

Dari beberapa penelitian diatas, ada satu yang lebih menarik

mempengaruhi hubungan fungsi kognitif sesuai keadaan lanjut usia

pada PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ini. Yaitu pada aktivitas fisik

yang banyak menunjang. Penelitian yang menunjang pada fenomena

ini dilakukan oleh Muzammil, 2014 bahwa terdapat hubungan antara

tingkat aktivitas fisik dengan fungsi kognitif dimana nilai p=0,004

(p<0,05). Dari sini juga dapat disimpulkan bahwa tidak hanya kualitas

tidur yang memiliki pengaruh dan hubungan langsung dengan fungsi

kognitif. Tetapi ada faktor lain yang turut mempengaruhi seperti jenis
64

kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan, dan terutama tingkat

aktivitas fisik.

D. Keterbatasan Penelitian

1. Pengambilan responden kurang tepat waktunya dikarenakan

ketika itu terdapat mahasiswa lain yang sedang praktek. Sehingga

asumsi peneliti, mereka yang tidak bersedia menjadi responden

merasa bosan ketika diberikan pertanyaan.

2. Peneliti menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index

(PSQI) yang mana pertanyaan dalam kuesioner ini hanya pada

tidur dimalam hari. Sehingga penilaian kualitas tidur terfokus

pada tidur malam.

3. Kemungkinan adanya beda intepretasi responden dalam

memahami maksud dari pertanyaan yang sebenarnya. Sehingga

jawaban responden tergantung pada pemahaman responden

terhadap pertanyaan pada kuesioner.


BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Data demografi lanjut usia di PSTW Budi Mulia kategori mandiri

menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki memiliki jumlah

terbesar dari keseluruhan responden yaitu, 16 dari 31 responden.

Dan tingkat pendidikan terakhir pada lanjut usia yang

mendominasi adalah sekolah dasar (SD) yaitu sebesar 16 dari 31

ressponden atau 51,6%.

2. Kualitas tidur lanjut usia di PSTW Budi Mulia kategori mandiri

memiliki presentasi sebesar 96,8% adalah kualitas tidur yang

buruk.

3. Sedangkan fungsi kognitif pada lansia PSTW Budi Mulia kategori

mandiri diketahui bahwa sebanyak 80,6% memiliki fungsi

kognitif yang baik.

4. Hasil penelitian dari hubungan fungsi kognitif dan kualitas tidur

pada lansia di PSTW Budi Mulia adalah bahwa tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara kedua variabel (p value= 1,000).

5. Adapun dari hasil presentase menunjukkan bahwa kualitas tidur

yang baik akan menghasilkan 100% fungsi kognitif yang baik,

sedangkan kualitas tidur yang buruk menghasilkan 80% fungsi

kognitif yang baik. Sehingga kualitas tidur bukan menjadi faktor

65
66

utama dalam pengaruh fungsi kognitif. Adanya faktor lain seperti

pendidikan terakhir, status perkawinan, jenis kelamin, juga

berperan dalam pengaruh fungsi kognitif pada lansia.

B. Saran

1. Bagi Pendidikan Keperawatan


Dapat memberikan perhatian yang baik dan lebih terhadap

lansia untuk dapat meningkatkan kualitas kesehatannya.

Termasuk perhatiannya pada kualitas tidur dan fungsi kognitif

yang sering terabaikan sehingga, hal-hal yang menyangkut

dengan penurunan tidur dan pelupa tidak lagi menjadi hal yang

biasa dikalangan lansia.

2. Bagi PSTW Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan


a. Perlu menambah fasilitas untuk bisa meningkatkan kualitas

tidur yang baik. Seperti membuat lingkungan kamar tetap

nyaman diberikan kipas angin, lampu diredupkan ketika

mulai malam dan lain-lain.

b. Perlu dibuat kegiatan yang menunjang untuk meningkatkan

fungsi kognitif agar tidak berlarut-larut menurun. Tanpa

mengeluarkan dana lebih namun perlu penjadualan yang

konsisten dan perhatian dari para pengelola panti. Seperti

contoh berdikusi tentang apa yang telah di tonton di TV,

terutama berita. Karena lebih bermanfaat dibandingkan


67

dengan tontonan hiburan supaya merangsang aktivitas otak

untuk berfikir kembali.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya


a. Penelitian dengan lebih komprehensif menggunakan

instrumen yang mencakup kualitas tidur di malam dan siang

hari.

b. Peneliti dapat menggunakan metode tambahan selain

wawancara pada lansia, misal menggunakan alat peraga

supaya lebih jelas maksud dan tujuan dalam meneliti.


DAFTAR PUSTAKA

Agustia, S dkk. Hubungan Gaya Hidup Dengan Fungsi Kognitif pada


Lansia, 2014.
Agutsin, D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualita Tidur pada Pekerja
Shift di PT. Krakatau Tirta Indutri Cilegon, 2012.
Amir, N. Gangguan Tidur Pada Lansia, Cermin Dunia Kedokteran No.157,
FKUI, Jakarta, 2007.
Auyeung, T. W., Lee, J. S., dkk. Cognitive Deficit is Associated with
Phase Advance of Sleep-Wake Rhythm, Daily Napping, and
Prolonged Sleep Duration--a Crosssectional study in 2,947
community-dwelling older adults. American Aging Association,
35:479-486, 2013.
Aspiani, Reny Yuli. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik: Aplikasi
NANDA, NIC, dan NOC, jilid 2. Jakarta:Trans Info Media, 2014.
Ancok, D. Metode Penelitian Survai. Slipi: Putaka LP3ES Indonesia, 2006.
BPS. Indikator kesejahteraan Rakyat 2008. BPS, Jakarta, 2011.
Behrman, Kliegman, & Arvin.. Ilmu Kesehatan Anak Nelon. Vol.1.
Ed/15. Jakarta:EGC, 2000.
Budiarto, E. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta: EGC, 2004.
________, Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan
Masyarakat .Jakarta: EGC, 2002.
Cahyono, Kartiko Heri. Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas
Tidur Pada Lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran
Timur Kab.Semarang, 835/07-03-2014.
Carney, P. R., Barrey, R. B., & Geyer, J. D. Clinical sleep Disorder,
second edition.Philadelphia: Lippincot William & Wilkins, 2012.
Cochen, V., Arbus, C., dkk. Sleep Disorder and Their Impacts on Healthy,
Dependent, and Frail Older Adults.Journal Nutrition and Dietetics,
Medical Science: (13): April, 2009.
Crowley, Kate. Sleep and Sleep Disorders in Older Adults. Springer
Science + Business Media. LCC. Nov;010-9154-6, 2010.
Czlonkowska, A., Ciesielka, A., dan Joniec, H. Inlfluence of Estrogen on
Neurodegenartive Procesess, Med. Sci Monit, 9(10): 247-256, 2003.
Dahlan, M.S. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Seri Evidence
Based Medicine 1. Jakarta: Salemba Medika, 2009.

68
69

Darmojo, Boedhi. Geriatri: Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta: Balai


kesehatan FKUI, 2009.
Davey, Patrick. Medicine At a Glance. Jakarta:Erlangga, 2006.
Dewi, P.,A., dkk. Angka Kejadian Serta Fakto-faktor yang Mempengaruhi
Gangguan Tidur (Insomnia) Pada Lansia di Panti Sosial Tresna
Werda Wana Seraya Denpasar Bali. E-jurnal Medika Udayana,
vol.3 no. 8, 2013.
El Kady, H.,M., Ibrahim, H. K., & Mohamed, S. G. Cognitive
behavioral therapy for institutionalized elders complaining of
sleep disturbance in alexandria, Egypt. Proquest Psychology
Journals,16(4), 1173-80, 2012.
Efendi, F dan Makhfudli. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori
dan Praktek Keperawatan. Jakarta:Medika Salemba, 2009.
Forciea, M. A., Lavizzo, R., Raziano, D. B., & Schwab, E P.
Geriatric Secret:Third Edition. Canada: Elsevier, 2004.
Gelder, B.M., et al. Marital Status and Living Situation During a 5-year
Periode are Associated with a Subsequent 10-year Cognitive
Decline in Older Men: The FINE Study, The Journal or
Gerontology Series, 61:213- 219, 2006.
Ginsberg, L. Lecture Notes: Neurologi. Jakarta: Erlangga, 2008.
Heny, LP., Sutresno, I Nyoman., Wira, P. Pengaruh Masase
Punggung terhadap Kualitas Tidur pada Lansia dengan
Insomnia di Panti Sosial Trena Werdha Wana Seraya
Denpasar. Jurnal Dunia Kesehatan II. Vol.2 no. 2, 2013.
Haimov, I., & Shatil, E. Cognitive training improves sleep quality and
cognitive function among older adults with insomnia. Proquest
Agriculture Journals, SanFransisco, April vol. 8, 2013.
Helter, J. B., Ouslander, J. G., dkk. Hazzard's Geriatric Medicine and
Gerontology, Six Edition. United States of America:Mc Graw Hill,
2009.
Ismael, S & Sastroasmoro, S. Dasar-dasar Metodologi Penlitian Klinis,
edisi ke-4. Jakarta: Sagung Seto, 2011.
Isselbacher, K. J., Braunwald, E., & dkk. Harrison: Prinsip-Prinsip
IlmuPenyakit Dalam Vol.1/ Ed. 13. Jakarta: EGC, 1999.
Imron, M., & Munif, A. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan: Bahan
Ajar untuk Mahasiswa. Jakarta: Sagung Seto, 2010.
Kemenkes RI. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. 2013.
70

Kozier, B., et al. Fundamental Of Nursing: Concept, Process, and Practice.


Seventh edition. New Jercey: Prentice-hall, Inc, 2004.
Lumbantobing, S. Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Jakarta:FKUI, 2008.
Lueckenotte, A. G. Gerontolgic Nursing. Missouri: Mosby Elsevier, 2000.
Miller, C. A. Nursing for wellness in older Adult: Theory & Practice.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2004.
Mongisidi, R..,Tumewah, R., dan Kembuan, M. A. Profil Penurunan
Fungsi Kognitif pada Lansia di Yayasan-yayasan Manula di
Kecamatan Kawangkoan.E-Journal Unsrat , 2-2013.
Missildine, Kathy. Sleep and the Sleep Environment of Older Adults
in Acute Care Settings, Journal Of Gerontological Nursing.,
vol. 34 no.6, 2008.
Meiner, S. E., & Lueckenotte, A. G. Gerontologic Nursing Third
Edition.Missouri:Mosby Elsevier, 2006.
Markam, S., dkk. Latihan Vitalisasi Otak. Jakarta:Grasindo, 2006.
Maryam, Siti R., Ekasari, Mia Fatma., dkk. Mengenal Usia Lanjut dan
Perawatannya. Jakarta:Salemba Medika, 2008.
Maglione, J. E., & Ancoli, S. The Oxford Handbook of Sleep and
SleepDisorders.New York: Oxford University Press, 2012.
Muzamil, Milfa Sari., Afriwardi., Martini, Rose Dinda. Hubungan Antara
Tingkat Aktivitas Fisik dengan Fungsi Kognitif pada Usila di
Kelurahan Jati Kecamatan Padang Timur. Jurnal Kesehatan Andalas.
Vol. 3;2-2014.
Neikrug, Ariel B and Sonia Ancoli-Israel. Sleep Disorder in The Older
Adult – A Mini Review. Journal Gerontology, 2010; 56:181-189.

Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta, 2010.
Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian llmu
Keperawatan: Pedoman Skripi, Tesis, dan Instrumen Keperawatan
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika, 2008.
Orhan, Fatma Özlem., Tuncel, Deniz, dkk. Relationship between sleep
quality anddepression among elderly nursing home residents
in Turkey.Proquest Psychology Journals; 16:1059–1067, 2012.
Potter, Patricia A., Perry, Anne Griffin. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta:EGC, 2012.
____________, Basic Nursing, 7th ed. Canada: Mosby Elsevier, 2011.
71

Ramadian, D.A., dkk. Gambaran Fungsi Kognitif pada Lansia di Tiga


Yayasan Manula di Kecamatan Kawangkoan. Jurnal Kedokteran.
Sam Ratulangi, 2012.
Rohana, Siti. Senam Vitalisasi Otak lebih meningkatkan Fungsi kognitif
Kelompok Lansia dari pada senam lansia Di Balai Perlindungnan
Sosial Propinsi Banten. Jurnal Fisioterapi. Vol 11. No 1, April,
2011.
Roizen, Michael F., dan Mehmet C. Oz. Sehat Tanpa Dokter: Panduan
Lengkap Memahami Tubuh Agar Tetap Sehatdan Awet Muda.
Bandung: Qanita, 2009.
Rosita, M.D. Hubungan Antara Fungsi Kognitif dengan Kemampuan
Interaksi Sosial pada Lansia di kelurahan Mandan Wilayah Kerja
Sukoharjo, 2012.
Rianto, A. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:
Nuha Medika, 2011.
Setyopranoto, I., Lamsudin, R., Dahlan, P. Peranan Stroke Iskemik
Akut Terhadap Timbulnya Gangguan Fungsi Kognitif di RSUP. Dr.
Sardjito, Berkala Neurosains, vol. 2, 1, 227-234-2000.
Sidiarto, L.D., Kusumoputro, S. Memori Anda Setelah Usia 50. Cetakan 1.
Jakarta: Universitas Indonesia, 2003.
Sinclay, A. J., Morley, J. E., & Vellas, B. Path’s Principles And Practice
Of Geriatric Medicine Fifth. Edition. Oxford: Wiley
Blackwell, 2012.
Sherwood, L. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem Ed. 6. Jakarta:
EGC, 2012.
Soeroso, Adreas. Sosiologi 2. Bogor: Quadra, 2008.
Sutarto, J. T. Pensiun Bukan Akhir Segalanya: Cara Cerdas
Menghadapi Saat Pensiun. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Stanley, Mickey dan Patricia Gauntlett B. Buku Ajar Keperawatan Gerontik,
Edisi 2.Jakarta. EGC, 2007.
Sugiono. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2007.
Supranto, J. Statistik: Teori dan Aplikasi Edisi keenam. Jakarta: Erlangga,
2000.
Suhartono. Faktor–faktor Keseimbangan pada Manusia dan Respon
Umpan Balik Sensori Integrasi. Jakarta:Unit Press, 2005.
72

Singh-Manoux A, Hillsdon M, Brunne E, Marmot M., X. Effects of


physical activity on cognitive functioning in middle age: evidence
from the Whitehall II prospective cohort study. Am J Public Health,
95:2252–8-2005.
Tortora, Gerard J an Bryan Derrickson. Principles of Anatomy and
Physiology, 12th ed. USA: Jhon Wiley and Sonss, 2009.
Triyadini., Asrini., Upoyo, Arif Setyo. Efektifitas Terapi Massage dengan
Terapi Mandi Air Hangat Terhadap Penurunan Insomnia Lansia.
Jurnal Keperawatan Soedirman. Vol.5 no.3, 2010.
Tsou, Meng Ting. Prevalence and risk factors for insomnia in
community-dwelling elderly in northern Taiwan. Journal of
Clinical Gerontology and Geriatrics, 2210- 8335, p 75-79, 2013.
Turana Y., Mayza, A., Lumewpouw S.F. Pemeriksaan Status Mini Mental
Pada Usia Lanjut di Jakarta. Medika, vol. 30, 9, 563-568, 2004.
Umami, R & Priyanto, S. Hubungan Kualitas Tidur dengan Fungsi Kognitif
dan Tekanan Darah pada Lansia di Desa Pasuruan Keamatan
Mertoyudan Kabupaten Magelang. JFIK UMMagelang, No. 1 Vol.1,
2013.
Umar, Husein. Metode Riset Bisnis: Dilengkapi contoh proposal dan
hasilriset bidang manajemen dan akuntansi. Jakarta:Gramedia
Pustaka Utama, 2003.
Videbeck, S. L. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC, 2008.
Wold, G. H. Basic Geriatric Nursing, Third Edition. Canada: Mosby
Elsevier, 2004.
___________, Basic Geriatric Nursing. Canada: Mosby Elsevier, 2008.
WHO. Toolkit for event organizers: World Health day, 2012.
WHO, “Health of the Ederly”, WHO, Geneva, 1989.
Weuve, J. et al. Physical Activity, Including Walking and Cognitive
Function in Older Women, 2004.
Wreksoatmodjo, Budi Riyanto. Perbedaan Karakteristik Lanjut Usia
yang Tinggal di Keluarga dengan yang Tinggal di Panti di Jakarta
Barat, 2013.
Yaffe, K., Barness, D., Nevvit, M ., Lui, Y.L., and Covinsky, K. A
Prospective Study of Physical Activity and Cognitive Decline in
Elderly Women. Arch intem Med, 161 (14): 1703-1708, 2001.
73

LAMPIRAN
Lampiran 4

REKAPITULASI DATA DEMOGRAFI


VARIABEL KUALITAS TIDUR DENGAN FUNGSI KOGNITIF
LANSIA DI PSTW BUDI MULIA MARGAGUNA JAK.SEL

Jenis Pend. Skor Skor


No. Usia NILAI NILAI
kelamin Terakhir PSQI MMSE
1. 1 1 1 8 2 22 2
2. 2 1 1 7 2 27 1
3. 2 2 1 11 2 11 2
4. 2 2 1 11 2 16 2
5. 1 2 1 10 2 25 1
6. 1 1 2 7 2 15 2
7. 2 1 1 6 2 25 1
8. 2 2 1 10 2 26 1
9. 2 1 3 9 2 28 1
10. 1 1 1 8 2 17 2
11. 1 1 1 12 2 26 1
12. 1 2 3 9 2 27 1
13. 1 2 2 4 1 28 1
14. 1 1 1 6 2 29 1
15. 1 2 2 11 2 27 1
16. 1 2 3 11 2 29 1
17. 1 2 2 8 2 29 1
18. 1 1 2 11 2 26 1
19. 1 1 2 9 2 30 1
20. 1 1 4 5 2 26 1
21. 1 1 1 9 2 29 1
22. 1 1 4 11 2 30 1
23. 1 1 1 5 2 28 1
24. 1 2 2 8 2 27 1
25. 2 2 1 7 2 26 1
26. 1 1 3 9 2 29 1
27. 1 1 3 9 2 29 1
28. 1 2 1 5 2 24 1
29. 1 2 1 7 2 22 2
30. 1 2 2 13 2 29 1
31. 1 2 1 7 2 24 1
Lampiran 5

HASIL ANALISIS SPSS UNIVARIAT

Statistics

Usia jenis kelamin ting.pend fungsi kognitif kualitas tidur

N Valid 31 31 31 31 31

Missing 0 0 0 0 0

Mean 1.23 1.48 1.77 1.19 1.97

Std. Deviation .425 .508 .956 .402 .180

A. Usia

Usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 60-74 24 77.4 77.4 77.4

75-90 7 22.6 22.6 100.0

Total 31 100.0 100.0

B. Jenis kelamin

jenis kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid laki-laki 16 51.6 51.6 51.6

perempuan 15 48.4 48.4 100.0

Total 31 100.0 100.0


C. Tingkat Pendidikan
ting.pend

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid SD 16 51.6 51.6 51.6

SMP 8 25.8 25.8 77.4

SMA 5 16.1 16.1 93.5

PT 2 6.5 6.5 100.0

Total 31 100.0 100.0

D. Kualitas Tidur

kualitas tidur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid baik 1 3.2 3.2 3.2

buruk 30 96.8 96.8 100.0

Total 31 100.0 100.0

E. Fungsi Kognitif

fungsi kognitif

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Baik 25 80.6 80.6 80.6

Buruk 6 19.4 19.4 100.0

Total 31 100.0 100.0


Lampiran 6
HASIL ANALIS SPSS BIVARIAT

fungsi kognitif
Expected Count
baik buruk Total

kualitas tidur baik 1 0 1

buruk 24 6 30

Total 25 6 31

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

kualitas tidur * fungsi kognitif 31 100.0% 0 .0% 31 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .248 1 .618
b
Continuity Correction .000 1 1.000

Likelihood Ratio .438 1 .508

Fisher's Exact Test 1.000 .806

Linear-by-Linear Association .240 1 .624


b
N of Valid Cases 31

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,19.

b. Computed only for a 2x2 table


kualitas tidur * fungsi kognitif Crosstabulation

fungsi kognitif

baik buruk Total

kualitas tidur baik Count 1 0 1

Expected Count .8 .2 1.0

% within kualitas tidur 100.0% .0% 100.0%

% within fungsi kognitif 4.0% .0% 3.2%

% of Total 3.2% .0% 3.2%

buruk Count 24 6 30

Expected Count 24.2 5.8 30.0

% within kualitas tidur 80.0% 20.0% 100.0%

% within fungsi kognitif 96.0% 100.0% 96.8%

% of Total 77.4% 19.4% 96.8%

Total Count 25 6 31

Expected Count 25.0 6.0 31.0

% within kualitas tidur 80.6% 19.4% 100.0%

% within fungsi kognitif 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 80.6% 19.4% 100.0%

You might also like