You are on page 1of 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Prolanis merupakan Program Pengelolaan Penyakit Kronis dengan bentuk tindakan
promotif dan preventif yang terintegrasi. Penyakit yang ditangani oleh prolanis adalah
diabetes mellitus dan hipertensi. Program prolanis diharapkan meningkatkan kualitas hidup
peserta BPJS melalui pengobatan yang berkesinambungan. Strategi pelayanan kesehatan bagi
penyandang penyakit diabetes dan hipertensi pada pelayanan kesehatan primer sangat
penting sehingga peran dokter pelayanan primer sangat penting dalam program prolanis.
Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik yang terjadi akibat
ketidaknormalan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya dengan karakteristik
hiperglikemia (ADA, 2010).
Banyak hal yang harus diperhatikan saat diagnosa diabetes melitus tipe 2 ditegakkan.
Misalnya modifikasi gaya hidup pasien, obesitas dan tekanan darah (Janghorbani, 2009).
Berat badan merupakan faktor yang efektif untuk mencegah dan mengendalikan diabetes,
serta penyakit kardiovaskuler pada pasien DM. Peningkatan kontrol tekanan darah sangat
penting dalam mengurangi komplikasi DM. Studi telah menemukan bahwa penurunan
tekanan darah sistol sebesar 10 mmHg dapat menurunkan 12 % komplikasi DM, 15 % angka
kematian, dan 11 % infark miokard (Calkins, 2007).
Terdapat 347 juta orang di dunia mengidap diabetes. Pada tahun 2004 diperkirakan
3,4 juta orang meninggal akibat tingginya kadar gula darah puasa. Di negara yang
berpenghasilan rendah dan sedang memiliki angka mortalitas sebesar 80% akibat DM.
Diabetes menjadi penyebab kematian utama peringkat 7 pada tahun 2030 (WHO, 2013).
Diabetes melitus tipe 2 mencapai angka 25,8 juta orang atau 8,3% dari populasi penduduk
Amerika Serikat(Inzucchi, 2012). WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta
pasien pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta pasien pada tahun 2030 di Indonesia (PERKENI,
2011).
Hipertensi merupakan keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah ≥140/90 mmHg
secara kronis. Hipertensi diperkirakan diderita oleh 20 % orang dewasa di seluruh dunia dan
meningkat pada usia lebih dari 60 tahun. Prevalensi hipertensi mencapai 1 miliyar di dunia
dan menyebabkan kematian pada 9.4 juta penduduk dunia setiap tahunnya. Angka kejadian

1
hipertensi diperkirakan akan meningkat sebesar 60% pada tahun 2025. Secara umum angka
kejadian hipertensi lebih tinggi di negara berkembang dibanding dengan negara maju.
Hingga saat ini hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia karena
merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer. Berdasarkan
data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, hipertensi merupakan masalah kesehatan
dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%. Di samping itu, pengontrolan hipertensi
belum adekuat meskipun obat-obatan yang efektif banyak tersedia. Hipertensi yang tidak
terkontrol dapat menyebabkan berbagai komplikasi pada organ target seperti sistem saraf
pusat, ginjal, jantung, dan mata. Penyakit ini seringkali disebut silent killer karena tidak
adanya gejala dan tanpa disadari penderita mengalami komplikasi pada organ-organ vital.
Pada tahun 2012, World Health Organization mencanangkan Global Plan Action
2013-2020 yang bertujuan untuk mengurangi 25% kematian dini akibat penyakit-penyakit
tidak menular di tahun 2025, termasuk hipertensi dan diabetes melitus. Mencegah dan
mengontrol tekanan darah tinggi serta gula darah merupakan salah satu langkah yang penting
untuk mencapai hal tersebut. Hal ini semakin meningkatkan kesadaran untuk melakukan
penatalaksanaan yang baik pada penyakit hipertensi dan diabetes melitus.
Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas
penyakit kardiovaskular. Penurunan tekan sistolik harus menjadi perhatian utama, karena
umumnya tekanan diastolik akan terkontrol bersamaan dengan terkontrolnya sistolik.
Tatalaksana hipertensi dan diabetes melitus dapat dilakukan melalui modifikasi gaya hidup
dan terapi medikamentosa. Modifikasi gaya hidup meliuputi penurunan berat badan,
modifikasi diet Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH), penurunan asupan garam
maupun gula, aktivitas fisik, serta pembatasan konsumsi alkohol. Terapi medikamentosa
yaitu dengan menggunakan obat anti hipertensi dan obat anti diabetes (baik oral maupun
insulin). Sekali terapi hipertensi maupun diabetes melitus dimulai, pasien harus kontrol
secara rutin dan mendapat pengaturan dosis setiap bulan sampai target tekanan darah dan
gula darah tercapai. Setelah target tekanan darah maupun gula darah tercapai, pengobatan
harus dilanjutkan, sehingga terapi bersifat seumur hidup dan terus dievaluasi secara berkala.
Keberhasilan tatalaksana hipertensi dan diabetes melitus di dunia menunjukan angka
yang rendah, yaitu hanya 5%-58% pasien yang dapat mencapai tekanan darah dan gula darah
normal. Salah satu penyebab utama hal tersebut adalah rendahnya kepatuhan meminum obat.
Penderita hipertensi dan diabetes melitus hanya menggunaan 53%-70% dari keseluruhan obat
yang diberikan dalam resep. Oleh karena itu, kepatuhan pasien merupakan faktor utama
penentu keberhasilan terapi. Kepatuhan serta pemahaman yang baik dalam menjalankan

2
terapi dapat mempengaruhi tekanan darah dan gula darah secara bertahap sehingga dapat
mencegah terjadi komplikasi (Morisky, 2008).
Kepatuhan terhadap pengobatan diartikan secara umum sebagai tingkatan perilaku
dimana pasien menggunakan obat, menaati semua aturan dan nasihat serta dilanjutkan oleh
tenaga kesehatan. Beberapa alasan pasien tidak menggunakan obat dikarenakan sifat penyakit
yang secara alami tidak menimbulkan gejala, terapi jangka panjang, efek samping obat,
regimen terapi yang kompleks, pemahaman yang kurang tentang pengelolaan maupun resiko
hipertensi dan diabetes melitus serta biaya pengobatan yang relatif mahal.
Ketidakpatuhan pasien menjadi masalah serius yang dihadapi para tenaga kesehatan
profesional. Hal ini disebabkan karena hipertensi dan diabetes melitus merupakan penyakit
dengan prevalensi yang tinggi di Indoensia, terutama di fasilitas kesehatan primer, yang dapat
terjadi tanpa gejala, serta menimbulkan komplikasi berbahaya jika tidak ditangani dengan
tepat.

1.2 Rumusan Masalah


- Pengetahuan masyarakat Kecamatan Tajinan akan hipertensi dan diabetes melitus
yang masih kurang.
- Rendahnya tingkat kepatuhan pasien prolanis terhadap pengobatan diabetes melitus
dan hipertensi
- Belum ada kader prolanis (hipertensi dan diabetes melitus) di Kecamatan Tajinan.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum

Meningkatkan jumlah peserta prolanis yang ditemukan dan pemantauan pasien-pasien


prolanis yang sedang dalam pengobatan.

1.3.2 Tujuan Khusus

- Pembentukan kader prolanis (hipertensi dan diabetes melitus) di Kecamatan Tajinan.


- Meningkatkan pengetahuan kader mengenai hipertensi dan diabetes melitus.
- Meningkatkan kesadaran masyarakat melalui kader prolanis mengenai faktor resiko,
pengobatan, pencegahan komplikasi penyakit hipertensi dan diabetes melitus.

3
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari mini project ini antara lain :
1.4.1 Bagi Masyarakat
Dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk mensosialisasikan kepada masyarakat
melalui kader prolanis tentang penyakit hipertensi dan diabetes melitus.
1.4.2 Bagi Puskesmas
Mengetahui tingkat pengetahuan akan hipertensi dan diabetes melitus di Kecamatan
Tajinan, sehingga mempermudah puskesmas dalam penemuan kasus-kasus baru
hipertensi dan diabetes melitus serta pemantauan pengobatan pasien hipertensi dan
diabetes melitus melalui kader prolanis.
1.4.3 Bagi Penulis
- Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh saat di masa kuliah ke dalam
masyarakat.
- Menambah pengetahuan dan pengalaman.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (2007:143) pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini
terjadi setelah orang tersebut melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan kognitif adalah domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (over behavior). Dari hasil pengalaman serta penelitian terbukti bahwa perilaku
yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari
oleh pengetahuan. Penelitian yang dilakukan oleh Rogers (1974) mengungkapkan bahwa
sebelum seseorang mengadaptasi perilaku yang baru didalam diri orang tersebut terjadi
proses yang beruntun yaitu:
a. Awarenes (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik) merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut,
disini sikap subjek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya) hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
e. Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang, karena dari pengalaman dan penelitian yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. (Roger, 1974).
Menurut Notoatmodjo dalam bukunya Ilmu Kesehatan Masyarakat (1997)
pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall),

5
terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara
benar.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis (Analysis)
Analisa merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemajuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden
kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan
tingkat-tingkat tersebut diatas.(Notoatmodjo, 1993:96).

2.2 Hipertensi

2.2.1 Definisi

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah ≥140/90 mmHg secara kronis. Ia


dapat dibagi menjadi hipertensi primer, esensial, atau idiopatik dimana penyebabnya tidak
diketahui dan hipertensi sekunder dimana ia berasosiasi dengan penyakit lain. Hipertensi
merupakan penyakit genetik yang kompleks karena dapat menyebabkan berbagai kerusakan
pada target organ seperti sistem saraf pusat, ginjal, jantung, dan mata. Jika hipertensi
disuspek pada individu, haruslah dilakukan pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya 2
kali di waktu yang berlainan.

6
2.2.2. Klasifikasi
Terdapat beberapa klasifikasi untuk hipertensi seperti dari World Health Organization
(WHO), International Society of Hypertension (INH), European Society of Hypertension
(ESH), British Hypertension Society (BSH), Canadian Hypertension Education Program
(CHEP) tetapi umumnya digunakan JNC VII.

Tabel 2.1. Klasifikasi menurut Joint National Committee VII (2003)

Klasifikasi Sistolik (Mmhg) Diastolik (Mmhg)


Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120 – 139 atau 80 -89
Hipertensi stage 1 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi stage 2  160 atau  100

Klasifikasi tekanan darah diatas adalah untuk dewasa dengan usia ≥ 18 tahun.
Klasifikasi ini berdasarkan rata-rata dari dua atau lebih pengukuran, dalam keadaan duduk,
pada dua kunjungan atau lebih. Prehipertensi tidak termasuk dalam kategori penyakit tetapi
berfungsi untuk mengidentifikasi individual yang beresiko untuk terjadi hipertensi agar
dokter dan pasien dapat mengambil langkah prevensi terhadaap peningkatan tekanan darah
lebih lanjut. Individu pada kelompok ini tidak disarankan untuk mendapatkan pengobatan
tetapi cukup dengan hanya memodifikasi pola hidup untuk menurunkan resiko mengalami
penyakit hipertensi pada masa akan datang.

2.2.3. Epidemiologi
Hipertensi diperkirakan diderita oleh 20 % orang dewasa di seluruh dunia dan
meningkat pada usia lebih dari 60 tahun. Prevalensi hipertensi mencapai 1 miliyar di dunia
dan menyebabkan kematian pada 9.4 juta penduduk dunia setiap tahunnya. Angka kejadian
hipertensi diperkirakan akan meningkat sebesar 60% pada tahun 2025. Secara umum angka
kejadian hipertensi lebih tinggi di negara berkembang dibanding dengan negara maju.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, hipertensi merupakan masalah
kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%.
Prevalensi hipertensi juga tergantung dari komposisi ras populasi yang dipelajari dan
kriteria yang digunakan.Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan pada populasi kulit hitam.
Pada wanita, prevalensinya berhubungan erat dengan usia, dengan terjadinya peningkatan
setelah usia 50 tahun. Peningkatan ini mungkin berhubungan dengan perubahan hormone saat
menopause, meskipun mekanismenya masih belum jelas. Dengan demikian, rasio frekuensi

7
hipertensi pada wanita disbanding pria meningkat dari 0,6 sampai 0,7 pada usia 30 tahun
menuju 1,1 sampai 1,2 pada usia 65 tahun.

2.2.4. Etiologi & Faktor Resiko


Hipertensi primer merupakan hasil dari interaksi antara faktor-faktor genetik dan
lingkungan walaupun mekanisme patogenik dari hipertensi pada mayoritas individu masih
tidak diketahui. Faktor-faktor resiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah
tersebut adalah:

1. Faktor resiko, seperti:


 diet dan asupan garam
 stress
 ras
 obesitas
 merokok
 genetis
2. Sistem saraf simpatis
 Tonus simpatis
 Variasi diurnal
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokontriksi:
 Endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi remodelling dari endotel, otot
polos, dan interstisium juga memberikan kontribusi akhir baik dalam
meningkatkan resistensi perifer maupun peningkatan
4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin, dan
aldosteron.

2.2.5. Patogenesis
Hipertensi terjadi apabila keseimbangan antara curahan jantung dan tahanan perifer
terganggu. Beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang
mempengaruhi rumus dasar : Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer, dapat
dilihat pada gambar:

Sejumlah faktor secara khusus terlibat dalam terjadinya hipertensi, termasuk asupan
garam, obesitas, pekerjaan, asupan alkohol, ukuran keluarga, dan kepadatan.Faktor ini
penting dalam peningkatan tekanan darah bersamaan dengan bertambahnya usia pada

8
masyarakat yang lebih makmur, sebaliknya tekanan darah menurun dengan bertambahnya
usia pada kebudayaan yang lebih primitif.

Gambar 2.1. Faktor-Fakor yang Berpengaruh pada Pengendalian Tekanan Darah

a) Sensitivitas terhadap Garam

Faktor lingkungan yang mendapat perhatian paling besar adalah asupan garam.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam minimal.
Bahkan faktor ini menggambarkan sifat heterogen dari populasi hipertensi essensial.
Penyebab sensitivitas khusus terhadap berbagai jenis garam ini, dengan aldosteronisme
primer, stenosis arteri renalis bilateral, penyakit parenkim ginjal, atau hipertensi esensial
rendah-renin bertanggung jawab terhadap sekitar separuh pasien. Sisanya, patofisiologinya
masih belum diketahui tetapi terdapat beberapa postulated contributing factors termasuk
asupan klorida, asupan kalsium, defek membran sel yang menyeluruh, resistensi insulin dan
nonmodulation.

Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan


volume plasma dan secara tidak langsung meningkatkan curah jantung, dan tekanan darah.

9
Biasanya peningkatan asupan garam ini akan diikuti oleh peninggian ekskresi garam
sehingga tercapai keadaan hemodinamik yang normal tetapi pada pasien hipertensi essensial,
mekanisme peningkatan ekskresi garam tersebut terganggu.

b) Ion Natrium, Klorid, dan Kalsium

Sebagian besar penelitian menilai peranan garam pada proses hipertensi disimpulkan
bahwa ion natrium yang penting. Akan tetapi, beberapa peneliti menunjukkan bahwa ion
klorida mungkin sama pentingnya. Kesimpulan ini berdasarkan observasi pemberian garam
natrium bebas klorida pada hewan coba hipertensi yang sensitif terhadap garam gagal
menaikkan tekanan arteri. Kalsium juga terlibat dalam patogenesis beberapa bentuk
hipertensi esensial. Asupan kalsium yang rendah disertai dengan kenaikan tekanan darah
pada penelitian epidemiologik; kenaikan kadar kalsium sitosolik leukosit dilaporkan pada
beberapa penderita hipertensi; dan akhirnya, penghambat jalan masuk kalsium merupakan
obat hipertensi yang efektif. Beberapa pcnelitian melaporkan hubungan potensial antara
bentuk hipertensi yang sensitif terhadap garam dan kalsium. Disimpulkan bahwa dengan
beban garam dan defek kemampuan ginjal untuk mengekskresinya, terjadi kenaikan sekunder
dalam faktor natriuretik sekunder. Salah satu dari ini, disebut faktor natriuretik seperti digi-
talis, menghambat ATPase kalium-natrium yang sensitif ouabain dan dengan demikian
mengakibatkan akumulasi Icalsium, intraseluler dan otot polos vaskuler hiperreaktif.

c) Defek Membran Sel

Penjelasan lain untuk hipertensi yang sensitif terhadap garam adalah defek membran
sel yang menyeluruh. Disimpulkan bahwa abnormalitas ini menunjukkan perubahan
membrana seluler yang tidak dapat dijelaskan dan defek ini terjadi pada beberapa, mungkin
semua, sel tubuh, terutama otot polos vaskuler. Karena defek ini, selanjutnya terdapat
akumulasi kalsium yang abnormal dalam otot polos vaskuler, mengakibatkan responsivitas
vaskuler yang tinggi terhadap obat vasokonstriktor.

d) Resistensi Insulin

Resistensi insulin dan/atau hiperinsulinemia diduga bertanggung jawab terhadap


kenaikan tekanan arteri pada beberapa pasien dengan hipertensi. Hiperinsulinisme
menunjukkan adanya gangguan pengambilan glukosa oleh jaringan, Kadar glukosa darah
yang tinggi menyebabkan peningkatan produksi insulin oleh sel beta pankreas sehingga
terjadilah keadaan hiperinsulinisme tersebut. Sifat ini menjadi lebih luas dikenal sebagai

10
bagian dari sindroma X, atau sindroma metabolik, yang juga ditandai dengan obesitas,
dislipidemia (khususnya peningkatan trigliserida), dan tekanan darah yang tinggi. Resistensi
insulin biasa pada pasien dengan diabetes mellitus tipe II atau obesitas. Obesitas maupun
diabetes mellitus terjadi lebih sering pada penderita hipertensi dibandingkan normotensi.
Akan tetapi, beberapa penelitian menemukan bahwa hiperinsulinemia dan resistensi insulin
lebih daripada hal kebetulan, karena terjadi bahkan pada pasien hipertensi kurus yang bebas
dari diabetes mellitus.

Hiperinsulinemia dapat meningkatkan tekanan arteri oleh satu atau lebih dari empat
mekanisme. Asumsi yang mendasarinya pada masing-masing adalah beberapa, tetapi tidak
semua, jaringan target insulin resisten terhadap efeknya. Khususnya jaringan yang terlibat
dalam homeostasis glukosa yang resisten (dengan demikian menimbulkan hiperinsulinemia.
Mula-mula, hiperinsulinemia menghasilkan retensi natrium ginjal (paling sedikit secara akut)
dan meningkatkan aktivitas simpatik. Salah satu atau keduanya dapat mengakibatkan
kenaikan tekanan arteri. Mekanisme lain adalah hipertrofi otot polos vaskuler sekunder
terhadap kerja mitogenik insulin. Akhimya, insulin juga mengubah transpor ion melalui
membran sel, dengan demikian secara potensial meningkatkan kadar kalsium sitosolik dari
jaringan vaskuler atau ginjal yang sensitif terhadap insulin. Melalui mekanisme ini, tekanan
arteri ditingkatkan karena alasan yang sama dengan yang dijelaskan di atas untuk hipotesis
defek-membran. Akan tetapi, penting menunjukkan bahwa peranan insulin dalam
mengendalikan tekanan arteri adalah hanya dimengerti samar-samar, dan oleh karena itu,
potensinya sebagai faktor patogenik dalam hipertensi tetap tidak jelas.

e) Nonmodulation

Ini adalah kelompok individu dengan hipertensi yang sensitive terhadap garam tetapi
penurunan respon adrenal terhadap restriksi sodium. Pada individual ini, asupan garam tidak
mempengaruhi respon vascular dari adrenal ataupun renal terhadap angiotensin II. Individu
ini mempresentasi 25 – 30% dari populasi hipertensi, dimana aktivitas plasma reninnya
normal atau tinggi jika diukur pada individu dengan diet rendah garam, dan adalah hipertensi
sensitive garam karena defek pada ginjal untuk mensekresi garam dengan sempurna.
Nonmodulation ini lebih sering dietemukan pada pria dan wanita posmenopause.

f) Genetik
Satu pendekatan untuk menilai hubungan tekanan darah dalam keluarga (agregasi
familial). Dari penelitian ini, ukuran minimum faktor genetik dapat dinyatakan dengan

11
koefisien korelasi kurang lebih 0,2. Akan tetapi, variasi ukuran faktor genetik dalam
penelitian yang berbeda menekankan kembali kemungkinan sifat heterogen populasi
hipertensi esensial. Selain itu, sebagian besar penelitian mendukung konsep bahwa keturunan
mungkin bersifat multifaktorial atau jumlah defek genetiknya naik.

2.2.6. Komplikasi
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Kerusakan organ – organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi
adalah : jantung (hipertrofi ventrikel kiri, angina / infark miokardium, gagal jantung), otak
(strok, transient ischemic attack), penyakit ginjal kronis, penyakit arteri perifer, retinopati.
Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ – organ tersebut
dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak
langsung, antara lain adanya autoantibodi aterhadap reseptor AT I angiotensinogen II, stres
oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide synthase, dan lain – lain.
Jantung
Adanya kerusakan organ target, terutama pada jantung dan pembuluh darah, akan
memperburuk prognosis pasien hipertensi. Tingginya morbiditas dan mortalitas pasien
hipertensi terutama disebabkan tibulnya penyakit kardiovaskular.
Faktor resiko :
1. Merokok
2. Obesitas
3. Kurangnya aktivitas fisik
4. Dislipidemia
5. Diabetes mellitus
6. Mikroalbuminuria atau LFG < 60 mL/menit
7. Usia (laki-laki > 55 tahun, perempuan > 65 tahun)
8. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovaskular prematur (laki-laki <
55 tahun, perempuan < 65 tahun)
Penyakit jantung adalah penyebab kematian yang paling umum pada pasien
hipertensi. Penyakit jantung hipertensif merupakan adaptasi fungsi dan struktur yang
mengarah pada hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi diastolik, gagal jantung kronik,
abnormalitas gangguan darah akibat penyakit jantung koroner aterosklerotik, penyakit
mikrovaskuler, dan aritmia jantung.

12
Baik faktor genetik maupun hemodinamik berpengaruh terhadap hipertrofi ventrikel
kiri.Seseorang dengan hipertrofi ventrikel kiri beresiko tinggi untuk strok, gagal jantung
kronik, dan mati mendadak.Pengendalian hipertensi yang agresif dapat menekan atau
melawan perkembangan hipertrofi ventrikel kiri dan mengurangi resiko penyakit
kardiovaskular. Hipertrofi ventrikel kiri dapat dievaluasi dengan elektrokardiogram.
Abnormalitas fungsi diastolik, meliputi penyakit jantung tanpa gejala sampai gagal
jantung yang jelas terlihat, umum ditemukan pada pasien hipertensi.Pasien dengan gagal
jantung diastolik memiliki fraksi ejeksi yang tetap, yang mana merupakan ukuran untuk
fungsi sistolik.Kurang lebih 1/3 dari pasien dengan gagal jantung kronik tidak memiliki
gangguan pada fungsi sistolik namun memiliki abnormalitas fungsi diastolik. Abnormalitas
fungsi diastolik merupakan konsekuensi awal dari penyakit jantung yang berhubungan
dengan hipertensi dan dipicu oleh hipertrofi dan iskemia ventrikel kiri. Fungsi diastolik dapat
dievaluasi dengan ekokardiografi dan angiografi radionuklir.

Otak
Hipertensi adalah sebuah faktor resiko untuk infark dan perdarahan otak.Kurang lebih
85 % dari pasien stroke disebabkan infark dan sisanya disebabkan perdarahan, baik
intraserebral maupun sub araknoid.Insidensi strok meningkat secara progresif dengan
meningkatnya tekanan darah, khususnya pada tekanan sistolik individu berusia > 65 tahun.
Pengobatan hipertensi secara pasti menurunkan resiko strok baik iskemik dan perdarahan.
Hipertensi juga berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif pada populasi usia
lanjut, dan penelitian longitudinal memberi kesan bahwa adanya hubungan antara hipertensi
usia pertengahan dengan penurunan kognitif usia lanjut. Gangguan kognitif yang
berhubungan dengan hipertensi dan pikun bisa jadi merupakan sebuah konsekuensi dari
infark tunggal akibat penyumbatan pada pembuluh darah besar atau infark lakunar yang
banyak akibat penyumbatan pembuluh darah kecil yang berdampak iskemia substansi alba
sub kortikal. Beberapa uji klinis menyatakan bahwa terapi anti-hipertensif memiliki efek
menguntungkan pada fungsi kognitif, walaupun hal ini masih dalam penyelidikan.
Aliran darah serebral tetap tidak berubah di sekitar jarak luas tekanan arteri ( tekanan
arteri rata-rata 50 – 150 mmHg) melalui sebuah proses yang disebut autoregulasi aliran darah.
Pada pasien dengan sindroma klinis hipertensi maligna, ensefalopati berhubungan dengan
kegagalan autoregulasi aliran darah serebral pada ambang batas atas tekanan, yang
mengakibatkan vasodilatasi dan hiperperfusi. Gejala dan tanda ensefalopati hipertensif dapat
meliputi sakit kepala berat, mual dan muntah ( biasanya proyektil), tanda neurologis fokal,

13
dan perubahan status mentalis. Tidak diobati, ensefalopati hipertensif dapat berkembang
menjadi stupor, koma, kejang, dan kematian dalam hitungan jam. Sangat penting untuk
membedakan ensefalopati hipertensif dari sindroma neurologis yang mungkin berhubungan
dengan hipertensi, seperti iskemia serebral, strok perdarahan atau trombotik, gangguan
kejang, lesi massa, pseudotumor cerebri, delirium tremens, meningitis, porfiria intermiten
akut, kerusakan otak akibat trauma atau zat kimia, dan ensefalopati uremikum.

Ginjal
Penyakit ginjal primer adalah penyebab hipertensi sekunder paling umum.Sebaliknya,
hipertensi adalah sebuah faktor resiko untuk kerusakan ginjal dan Penyakit Ginjal Stadium
Akhir.Penigkatan resiko berhubungan dengan tekanan darah yang tinggi bertahap, terus –
menerus, dan ada pada seluruh distribusi tekanan darah di atas nilai optimal. Resiko ginjal
tampak lebih erat hubungannya dengan tekanan sistolik daripada diastolik, dan orang kulit
hitam lebih beresiko menjadi Penyakit Ginjal Stadium Akhir dibanding orang kulit putih pada
seluruh tingkat tekanan darah.
Lesi vaskuler aterosklerotik yang berhubungan dengan hipertensi pada ginjal pada
awalnya mempengaruhi arteriol preglomerular, mengakibatkan perubahan iskemik pada
glomerulus dan struktur postglomerular.Kerusakan glomerulus dapat juga merupakan
konsekuensi dari kerusakan langsung pada kapiler glomerulus akibat hipoperfusi pada
glomerulus.Patologi glomerulus berkembang menjadi glomerulosklerosis, dan tubulus renalis
dapat juga menjadi iskemik dan secara perlahan menjadi atrofi. Lesi ginjal yang berhubungan
dengan hipertensi maligna terdiri dari nekrosis fibrinoid dari arteriol aferen, terkadang
memanjang hingga ke glomerulus, dan dapat mengakibatkan nekrosis fokal pada glomerulus.
Secara klinis, makroalbuminuria (rasio albumin/kreatinin sewaktu >300 mg / g) atau
mikroalbuminuria (rasio albumin / kreatinin urin sewaktu 30 – 300 mg / g) adalah petanda
awala dari kerusakan ginjal. Ini juga merupakan faktor resiko untuk berkembanganya
penyakit ginjal dan penyakit kardiovaskuler.

Arteri perifer
Sebagai tambahan untuk yang berperan dalam patogenesi hipertensi, pembuluh darah
mungkin merupakan organ target penyakit aterosklerotik yang muncul akibat meningkatnya
tekanan darah dalam waktu yang lama.Pasien hipertensi dengan penyakit arteri pada tungkai
bawah memilki resiko yang meningkat untuk penyakit kardiovakular di masa
mendatang.Walaupun pasien dengan lesi stenosis pada tungkai bawah bisa jadi tanpa gejala,

14
klaudikasi intermiten adalah gejala klasik penyakit arteri perifer.Hal ini dikarakteristikan
dengan sakit nyeri pada betis atau bokong saat berjalan yang hilang dengan
beristirahat.Ankle-brachial Index adalah metode yang efektif untuk mengevaluasi penyakit
arteri perifer dan diartikan sebagai rasio tekanan sistolik arteri pada pergelangan kaki
terhadap lengan.Ankle-brachial index< 0,9 dianggap sebagai diagnosis penyakit arteri perifer
dan berhubungan dengan > 50 % stenosis pada paling tidak satu pembuluh darah utama
tungkai bawah. Beberapa penelitian menyatakan bahwa ankle-bracial index < 0,8
berhubungan dengan peningkatan tekanan darah, khususnya tekanan darah sistolik.

2.2.7 Diagnosis
2.2.7.1 Anamnesis
Penilaian awal pasien hipertensi harus mencakup riwayat lengkap dan pemeriksaan
fisik untuk memastikan diagnosis hipertensi, menyaring faktor resiko penyakit kardiovaskuler
yang lain, menyaring penyebab sekunder hipertensi, identifikasi konsekuensi kardiovaskuler
dari hipertensi dan komorbid yang lain, menilai tekanan darah-berhubungan dengan gaya
hidup, dan menentukan kekuatan untuk intervensi.
Kebanyakan pasien dengan hipertensi tidak memiliki gejala khusus yang dapat
merujuk pada peningkatan tekanan darahnya.Walaupun sangat lazim dianggap sebuah gejala
peningkatan tekanan arteri, sakit kepala secara umum terjadi hanya pada pasien dengan
hipertensi berat.Secara karakteristik,sakit kepala terjadi pada pagi hari dan terlokalisasi pada
daerah oksipital. Gejala tidak spesifik lainnya yang dapat berkaitan dengan peningkatan
tekanan darah termasuk pusing, berdebar – debar, mudah lelah, dan impotensi. Saat gejala
muncul, secara umum berhubungan dengan penyakit kardiovaskular atau manifestasi dari
hipertensi sekunder.

Tabel 2.2 Riwayat relevan dari pasien


1. Durasi hipertensi

2. Terapi sebelumnya : respon dan efek samping

3. Riwayat keluarga penyakit hipertensi atau penyakit kardiovaskular

4. Riwayat pola makan dan psikososial

5. Faktor resiko lain : perubahan berat badan, dislipidemia, merokok, diabetes, inaktif
fisik

15
6. Bukti hipertensi sekunder : riwayat penyakit ginjal, perubhan penampilan, lemah otot,
berkeringat, berdebar – debar, tremor, erratic sleep, mendengkur, tidur di siang
bolong, gejala hipo- atau hipertiroid, pemakain agen yeng meningkatkan tekanan

7. Bukti kerusakan oragan target: riwayat serangan iskemik sementara, stroke, buta
sementara, sakit dada, infark miokard, gagal jantung kongestif, fungsi seksual

8. Komorbid lainnya

2.2.7.2 Pengukuran tekanan darah


Pengukuran tekanan darah yang nyata bergantung pada perhatian terhadap detil teknik
dan kondisi pengukuran. Akurasi intstrumen tekanan darah terotomatisasi harus
dipastikan.Sebelum mengukur, seseorang harus duduk tenang selama 5 menit di tempat yang
pribadi, tenang dengan suhu ruangan yang nyaman. Pusat dari cuff harus pada ketinggian
jantung, dan lebar dari cuff harus paling tidak menutup 40% lingkar lengan; panjang cuff
harus mengelilingi paling tidak 80 % lingkar lengan. Penting untuk memperhatikan
penempatan cuff, penempatan stetoskop, dan kecepatan pengempisan cuff (2 mmHg/s).
Tekanan darah sistolik adalah yang pertama pada paling tidak dua denyut regular bunyi
korotkoff, dan tekanan diastolik pada titik dimana bunyi korotkoff terakhir terdengar.

2.2.7.3 Pemeriksaan Fisik


Bentuk tubuh, termasuk tinggi dan berat badan, harus dicatat. Pada pemeriksaan awal,
tekanan darah harus diukur pada kedua lengan, dan lebih baik pada posisi berbaring, duduk,
dan berdir untuk mengevasluasi hipotensi postural. Bahkan jika pulsasi femoralis normal
pada palpasi, tekanan arteri harus diukur paling tidak sekali di tungkai bawah pada pasien
yang hipertensi ditemukan sebelum usia 30 tahun. Denyut jantung harus dicatat.Seseorang
hipertensi mengalami peningkatan prevalensi fibrilasi atrium. Leher harus dipalpasi untuk
pembesaran kelenjar tiroid, dan pasien harus dinilai untuk tanda- tanda hipo- dan hipertiroi.
Pemerikasaan pembuluh darah dapat memeberikan petunjuk tentang penyakit vaskular yang
mendasari dan harus mencakup pemeriksaan funduskopi, aukultasi untuk bising pada arteri
karotis dan femoralis., dan palpasi pada pulsasi femoralis dan pedalis. Retina adalah satu-
satunya jaringan yang mana arteri dan arteriol dapat diperiksa secara langsung.Dengan
meningkatnya keparahan hipertensi dan penyakit aterosklerotik, perubahan funduskopi yang
progresif termasuk meningkatnya refleks cahaya arteriolar, defek penyilangan arteriovenosus,
perdarahan dan eksudat, dan pada pasien dengna hipertensi maligna, papiledema.

16
Pemeriksaan jantung dapat menunjukkan S2 mengeras karena penutupan katup aorta dan
sebuah S4 gallop, kontraksi atrial melawan ventrikel kiri yang tidak kompliens. Hipertrofi
ventrikel kiri dapat dideteksi dengan membesarnya, memanjanganya dan berpindah ke
lateralnya iktus kordis.Bising abdomen, khususnya yang menyamping dan memanjang
sepanjang sistol hingga diastol, meningkatkan kemungkinan hipertensi renovaskuler.Ginjal
pada pasien dengan penyakit ginjal polikista dapat teraba di abdomen. Pemeriksaan fisik
harus mencakup evaluasi tanda-tanda gagal ginjal kronik ddan pemeriksaan neurologis.

2.2.7.4 Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan laboratoirum yang direkomendasikan bertujuan untuk memeriksa
komplikasi yang sedang atau telah terjadi.
Tabel 2.3 Pemeriksaan yang direkomendasikan pada evaluasi awal pada pasien
hipertensi
Sistem Organ Pemeriksaan

Ginjal Urinalisis mikroskopik, ekskresi albumin, serum BUN dan/atau kreatinin

Endokirn Serum sodium, potassium, calcium, TSH

Metabolik Gula darah puasa, total cholesterol, HDL dan LDL, cholesterol, triglycerides

Lainnya Hematokrit, elektrokardiogram

Pengukuran ulang fungsi renal, elektrolit serum, glukosa puasa, dan lipid harus dilakukan
setelah pemakaian agen antihipertensif yang baru dan per tahun, atau lebih sering jika
indikasi klinis.

2.3 Diabetes Melitus


2.3.1 Definisi

Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai


dengan hiperglikemia akibat defek pada:

1. Kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi glukosa hepatik) dan
jaringan di jaringan perrifer (otot dan lemak)
2. Sekresi insulin oleh sel berta pankreas
3. Atau keduanya

17
2.3.2 Klasifikasi

Diabetes Mellitus diklasifikasikan berdasarkan proses patogenik yang menyebabkan


hiperglikemia, yang berlawanan dengan kriteria sebelumnya seperti usia onset atau
berdasarkan terapi. Dua kelompok besar Diabetes Mellitus adalah DM tipe 1 dan tipe 2.
Kedua tipe diabetes dipicu oleh fase yang abnormal dari homeostasis glukosa yang berterus
berjalan. DM tipe I disebabkan defisiensi insulin total atau absolut. DM tipe 2 merupakan
suatu kelompok kelainan yang karakteristiknya dipengaruhi derajat variabel dari resistensi
insulin, gangguan sekresi insulin, dan peningkatan produksi glukosa.

Diabetes dapat diklasifikasikan ke dalam 4 kategori klinis:

1. Diabetes Mellitus Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi


insulin absolut)
a. Melalui proses imunologik
b. Idiopatik
2. Diabetes Mellitus Tipe 2 (Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relative sampai yang predominan gangguan sekresi
insulin bersama resitensi insulin)
3. Diabetes Mellitus tipe lain
a. Defek genetic fungsi sel beta
i. Kromosom 12, HNF-α (dahulu MODY 3)
ii. Kromosom 7, glukosinase (dahulu MODY 2)
iii. Kromosom 20, HNF α (dahulu MODY 1)
iv. Kromosom 13, insulin promoter factor α ( IPF dahulu MODY 4)
v. Kromosom 17, HNF-1β (dahulu MODY 5)
vi. Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6) DNA Mitokondria
vii. Lainnya
b. Defek genetic kerja insulin: resistensi tipe A, leprechaunism, sindrom
Rabson Mendenhall diabetes lipoatrofik, lainnya
c. Penyakit Eksokrin Pankreas: pancreatitis, trauma/pankreaktomi, neoplasma,
fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati, fibro kalkulus, lainnya
d. Endokrinopati: akromegali, sindrom cushing, feokromsitoma,
hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya

18
e. Karena obat/zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid,
hormone tiroid, diazoxid, aldosteronoma, lainnya
f. Infeksi: rubella congenital, CMV, lainnya
g. Imunologi (jarang): sindrom “Stiffman”, antibodi antireseptor insulin,
lainnya
h. Sindroma genetic lain: sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom
Turner, sindrom Wolfram’s, ataksia Friedreich’s, chorea Huntington,
sindrom Laurence Moon Biedl distrofi miotonil, porfiria, sindrom Prader
Willi, lainnya.
4. Diabetes Kehamilan
Beberapa pasien tidak dapat secara jelas diklasifikasikan sebagai DM tipe 1
atau DM tipe 2. Manifestasi klinis dan perjalanan penyakitnya sangat bervariasi
pada kedua tipe diabetes tersebut. Pasien yang didiagnosa dengan DM tipe 2 dapat
disertai ketoacidosis, meskipun jarang. Anak – anak dengan diabetes tipe 1
biasanya menunjukkan gejala khas, yaitu poliuria atau polidipsia dan kadang
disertao ketoasidosis (DKA). Kesulitan alam mendiagnosis mungkin terjadi pada
anak – anak, remaja, dan dewasa muda, namun diagnosis yang tepat akan semakin
jelas seiring berjalannya waktu.

2.3.3 Epidemiologi

Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi


Diabetes Mellitus sebesar 2,1%. Berdasarkan data tersebut prevalensinya meningkat seiring
bertambahnya umur namun menurun setelah usia di atas 65 tahun. Prevalensi DM cenderung
lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikkan tinggi dan dengan kuintil indeks
kepemilikan tinggi. Dari tahun 2007 hingga tahun 2013 terjadi peningkatan prevalensi, pada
tahun 2007 prevalensinya dari 1,1%.

2.3.4 Etiologi Diabetes Mellitus


Faktor yang diduga menyebabkan terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia
ini adalah adanya kombinasi antara kelainan genetik, obesitas, inaktifitas, faktor lingkungan,
dan faktor makanan (R.M. Tjekyan, S., 2007).
Produksi insulin yang cukup atau ketidakmampuan sel untuk menggunakan insulin
dengan benar dan efisien akan menyebabkan hiperglikemia dan diabetes. Kondisi ini akan
mempengaruhi kebanyakan sel-sel otot dan jaringan lemak. Hasil dari kondisi ini disebut

19
sebagai resistensi insulin. Ini adalah masalah utama pada Diabetes Mellitus Tipe II. Dalam
Diabetes Mellitus Tipe II ini juga dijumpai penurunan sel beta secara stabil yang
mengakibatkan terjadinya peningkatan kadar gula darah (Medicinenet.com, 2005).
Diabetes Mellitus Tipe I adalah kurangnya produksi insulin secara mutlak. Hal ini
terjadi karena adanya gangguan dalam proses memproduksi insulin dari sel beta di pankreas
akibat kerusakan sekunder (Medicinenet.com, 2005).
Pada dasarnya, jika seseorang itu ada resistensi terhadap insulin, produksi insulin di
dalam tubuhnya akan meningkat sehingga mencapai suatu tahap tertentu untuk mengatasi
kondisi ini. Setelah itu, jika produksi insulin berkurang atau insulin tidak dapat dilepaskan,
maka terjadilah hiperglikemia (Medicinenet.com, 2005).

2.3.5 Faktor Resiko Diabetes Mellitus


Faktor – faktor resiko terjadinya Diabetes mellitus tipe 2 menurut ADA (American
Diabetes Association) dengan modifikasi terdiri atas :
 Faktor resiko mayor :
1. Riwayat keluarga DM
2. Umur
3. Obesitas
4. Kurang aktivitas fisik
5. Ras / etnik
6. Sebelumnya teridentifikasi sebagai IFG
7. Hipertensi
8. Tidak terkontrol kolesterol dan HDL
9. Riwayat DM pada kehamilan
10. Sindroma polikistik ovarium
 Faktor resiko lainnya :
1. Faktor Nutrisi
2. Jenis Kelamin
3. Konsumsi Alkohol
4. Kebiasaan Merokok
5. Faktor stress
6. Intake zat besi

20
2.3.6 Gejala Klinis Diabetes Mellitus
Kedua jenis diabetes memiliki gejala yang sangat mirip. Gejala pertama
berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Gula tumpah ke dalam
urin ketika kadar gula darah naik di atas 160-180 mg/dl. Ketika tingkat gula dalam urin
meningkat lebih tinggi lagi, ginjal mengeluarkan air tambahan untuk mengencerkan sejumlah
besar gula, maka menghasilkan air seni yang berlebihan, jadi penderita diabetes sering buang
air kecil dengan volume yang banyak (poliuria). Buang air kecil yang berlebihan
mengakibatkan rasa haus yang tidak normal (polidipsia). Selain itu disebabkan kehilangan
kalori yang berlebihan dalam urin, maka berat badan penderita Diabetes Mellitus akan
menurun. Untuk mengkompensasinya, penderita Diabetes Mellitus akan sering merasa lapar.
Gejala lain untuk Diabetes Mellitus termasuk penglihatan kabur, pusing, mual, dan
menurunnya daya tahan semasa melakukanaktivitas ( Kishore, P. MD, 2008).
Gejala diabetes mellitus sangat bervariasi dan timbul secara perlahan – lahan
sehingga pasien seringkali tidak menyadari adanya perubahan. Ada tiga gejala utama diabetes
mellitus yaitu meningkatnya rasa lapar, rasa haus yang berlebihan, dan meningkatnya
frekuensi buang air kecil. Gejala –gejala diabetes mellitus :
- Meningkatnya frekuensi buang air kecil
- Rasa haus berlebihan
- Rasa lapar berlebihan
- Kelainan kulit
- Kesemutan
- Merasa lelah

 Sering buang air kecil dan meningkatnya rasa haus (Poliuria, dan
Polidipsia)
Ginjal menyaring sekitar 1500 liter darah per hari, mengeluarkan sejumlah air
dan produk buangan dalam bentuk urin serta menyerap sebagian besar darah
yang tersaring, termasuk glukosa. Jika mengandung lebih banyak glukosa
daripada yang dapat diserap lagi oleh ginjal, maka glukosa ini akan dikeluarkan
bersama urin.
Sering keluarnya glukosa dari dalam tubuh, diperlukan lebih banyak air untuk
mempermudah peralirannya keluar dari tubuh. Meningkatnya air didalam urin

21
meningkatkan pula frekuensi buang air kecil yang pada akhirnya
mengakibatkan meningkatnya rasa haus (Savitri Ramaiah, 2006).

 Rasa lapar berlebihan (Polifagi)


Ketika insulin yang memadai tidak melekat pada reseptor, sel-sel tubuh tidak
memperoleh energi apapun. Karenanya sel-sel itu mengirimkan suatu pesan
“lapar” ke otak. Otak merespon pesan tersebut dengan memberi tanda suatu
rasa lapar yang berlebihan. Kendati makan lebih banyak, glukosa yang
diperoleh dari makanan tidak dapat digunakan untuk energi karena dilepaskan
melalui air kencing (Glukosuria) (Savitri Ramaiah, 2006).
Secara umum, kurangnya energi pada sel-sel mengakibatkan rasa lemah dan
lelah. Dengan ketiadaan insulin, sel-sel itu tidak bisa memperoleh energi.
Karenanya energi diperoleh dari lemak dan otot-otot, maka akibatnya penderita
akan kehilangan berat badan (Savitri Ramaiah, 2006).

2.3.7 Kriteria diagnosis


Dinyatakan Diabetes Mellitus apabila terdapat :
1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ≥ 200 mg/dl, + gejala klasik :
poliuria, polidipsia, dan penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya
atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ≥ 126 mg/dl, atau
3. Kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dl pada 2 jam sesudah makan atau beban
glukosa 75 gram pada TTGO. (Kriteria diagnosis DM dan Gangguan
Toleransi Glukosa berdasarkan Konsensus PERKENI, 2006).
Organisasi Kesehatan Sedunia menyatakan bahwa skrining pada DM dapat
sebagai diagnosis (World Health Organization, 2003). Penegakan diagnosis
DM tipe 2 lebih berdasarkan kriteria laboratorium dibandingkan dengan
kriteria klinis. Hal ini dikarenakan sebagian besar penderita DM tipe 2 tidak
memperlihatkan gejala klinis yang nyata dan biasanya bila terdapat gejala
klinis telah terjadi komplikasi, lebih parah dari intervensi terapi akan lebih
sulit untuk mengatasinya (American Diabetes Association, 2010).
Sebelum tahun 2010 Diabetes Mellitus hanya didasarkan pada kadar glukosa
plasma saja yaitu glukosa plasma sewaktu, glukosa plasma puasa dan tes
toleransi glukosa oral (TTGO). Pada tahun 2010 American Diabetes
22
Associate memasukkan kadar A1C sebagai salah satu kriteria diagnosis
diabetes mellitus yang diikuti oleh PERKENI (Panji Mulyono, 2010).

Tabel 2.4 : Kriteria diagnosis Diabetes Mellitus Tipe 2 berdasarkan American


Association Diabetes (ADA) pada awal tahun 2010 dan diikuti oleh WHO
pada awal tahun 2011

1. Kadar A1C ≥ 6,5%


ATAU

2. Kadar glukosa darah puasa (GDP) ≥ 126 mg/dl.


Pengertian puasa adalah sedikitnya 8 jam. Umumya
untuk lebih mudah diingat anhidrous (TTGO) ≥ 200
mg/dl
ATAU

3. Kadar glukosa darah 2 jam setelah pembebanan 75 gram


glukosa anhidrous (TTGO) ≥ 200mg/dl
ATAU

4. Glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl, pada mereka


dengan gambaran klasik diabetes mellitus seperti
poliuria, polidipsia, berat badan menurun. Sedangkan
contoh darah sewaktu tidak tergantung dari jam saat
makan

2.3.8 Komplikasi Diabetes Mellitus


 Komplikasi Akut
Komplikasi akut terjadi jika kadar glukosa darah seseorang meningkat atau
menurun dengan tajam dalam kurun waktu relatif singkat. Kadar glukosa darah
dapat menurun drastis jika pasien menjalani diet yang terlalu ketat. Perubahan yang
besar dan mendadak dapat berakibat fatal. Yang termasuk komplikasi akut adalah
Hipoglikemia, Koma Hiperglikemia Lakto-asidosis, Ketoasidosis-koma diabetik,
Koma hiperosmolar non ketotik (Tjokroprawiro, 2001).

23
 Komplikasi Kronis
Kompilkasi kronik pada dasarnya dapat terjadi pada semua pembuluh darah di
tubuh dan terbagi menjadi dua, yaitu makrongiopati (makrovaskular) dan
mikroangiopati (mikrovaskular). Gangguan mikrovaskular biasanya menyebabkan
kerusakan pada ginjal dan retina mata, sementara gangguan makrovaskular dapat
menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah jantung, kaki, dan otak (Waspadji,
2006).

2.4 PROLANIS

2.4.1 Definisi

Prolanis adalah suatu system layanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang
dilaksanakan secara terintergrasi yang melibatkan peserta, Fasilitas Kesehatan dan BPJS
Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang
menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya
pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien.

2.4.2 Tujuan

Mendorong peserta penyandang penyakit kronis mencapai kualitas hidup optimal


dengan indikator 75% peserta terdaftar yang berkunjung ke faskes tingkat pertama memiliki
hasil “ baik” pada pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM tipe 2 dan hipertensi sesuai
panduan klinis terkait sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi penyakit.

2.4.3 Bentuk Pelaksanaan

Aktifitas dalam prolanis meliputi aktifitas konsultasi medis, edukasi, home visit,
reminder , aktifitas klub, dan pemantauan status kesehatan.

 Konsultasi Medis Peserta Prolanis: Jadwal konsultasi disepakati bersama Antara


peserta dengan faskes pengelola

 Edukasi Kelompok Peserta Prolanis adalah kegiatan untuk meningkatkan


pengetahuan kesehatan dalam upaya memulihkan penyakit dan mencegah
timbulnya kembali penyakit serta meningkatkan status kesehatan bagi peserta
prolanis.

 Reminder melalui sms Gateway adalah kegiatan untuk memeotivasi peserta


untuk melakukan kunjungan rutin kepada faskes pengelola melalui pengingatan

24
jadwal konsultasi ke faskes pengelola tersebut.Sasarannya adalah tersampainya
reminder jadwal konsultasi peserta ke masing-masing faskes pengelola.

 Home visite adalah kegiatan pelayanan kunjungan ke rumah peserta prolanis


untuk pemberian informasi/ edukasi kesehatan diri dan lingkungan bagi peserta
prolanis dan keluarga.Sasarannya adalah peserta prolanis dengan kriteria sebagai
berikut:

a. Peserta baru terdaftar

b. Peserta tidak hadir terapi di dokter praktek Perorangan/Klinik/Puskesmas


3bulan berturut-turut

c. Peserta dengan GDP/GDPP di bawah standar 3 bulan berturut-turut


(PPDM)

d. Peserta dengan tekanan darah tidak terkontrol 3 bulan berturut-turut


(PPHT)

e. Peserta pasca opname

25
BAB III
PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

Data yang digunakan dalam mini project ini terdiri dari data primer dan data sekunder
(data penunjang).
3. 1 Data Primer
Data primer diperoleh melalui kuesioner mengenai pengetahuan masyarakat
Kecamatan Tajinan mengenai penyakit hipertensi dan diabetes melitus, dibagikan untuk
mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan masyarakat Kecamatan Tajinan mengenai
penyakit hipertensi dan diabetes melitus. Pembagian kuesioner dilakukan:
Waktu : 26-28 Oktober 2016
Tempat : Puskesmas Tajinan
Sasaran : masyarakat Kecamatan Tajinan yang berobat ke Balai Pengobatan
(BP)
Jumlah responden : 50 orang,

Pembagian kuesioner dilakukan di Puskesmas Tajinan karena masyarakat dari desa-


desa Tajinan banyak yang berobat ke puskesmas sehingga dapat didapatkan data pengetahuan
yang mewakili 12 desa di Kecamatan Tajinan. Kuesioner dibagikan kepada masyarakat yang
berobat ke Balai Pengobatan sebanyak 50 orang. Kuesioner dibagikan kepada masyarakat
yang dapat membaca, menulis, serta mengerti bahasa Indonesia sehingga dapat memahami
maksud pertanyaan-pertanyaan dan menjawab dengan baik.

Tabel 3.1 Karakteristik Responden berdasarkan pendidikan

RESPONDEN
Pendidikan
JUMLAH PERSEN ( % )
SD 11 22%
SMP 14 28%
SMA 17 34%
SARJANA 8 16%
JUMLAH 50 100

26
Dari tabel diatas, diketahui bahwa responden terbanyak memiliki tingkat pendidikan
SMA sebanyak 17 responden dengan persentase 34% dan selanjutnya dengan tingkat
pendidikan SMP sebanyak 14 responden dengan persentase 28%. Di urutan ketiga dengan
tingkat pendidikan SD sebanyak 11 responden dengan persentase 22%. Sedangkan pada
urutan terakhir memiliki tingkat pendidikan sarjana sebanyak 8 responden dengan presentase
16%.

3.1.1 Pengetahuan Diabetes Mellitus dan Hipertensi

No soal Jumlah yang menjawaban Prosentase jawaban


Benar benar

DM HT DM HT
B S B S
1 50 0 50 0 100% 100%
2 40 10 30 20 80% 60%
3 42 8 46 4 84% 92%
4 35 15 45 5 70% 90%
5 50 0 40 10 100% 80%
6 40 10 42 8 80% 84%
7 48 2 37 13 96% 74%
8 30 20 50 0 60% 100%
9 27 23 19 1 54% 95%
10 37 13 50 0 74% 100%
11 39 11 50 0 78% 100%
12 30 20 18 32 60% 36%

Tabel hasil pengisian kuisioner pretest


Dari datapretest hasil kuesioner kita dapat bahwa pengetahuan kader prolanis di
puskesmas kecamatan tajinan tentang diabetes mellitus dan hipertensi secara luas sudah bisa
dikatakan cukup hanya pada beberapa soal masih memiliki pemahaman yang salah mengenai
pengetahuan diabetes meelitus dan hipertensi adapun soal tersebut adalah:

27
3.1.1.1 Diabetes Mellitus

12. Bila kadar gula darah normal obat Jumlah


persentase
tidak perlu diminum lagi Kader

a. Benar 30 60%
b. Salah 20 40%

Pada soal diatas tingkat pemahaman kader mengenai terapi obat anti diabet perlu dbenarkan.
Dimana hasil kuisioner yaitu tidak perlu mengkonsumsi obat jika kadar gula darah sudah
normal kader membenarkan jawaban tersebut sebanyak 60%.

9. Meminum obat anti diabetes Jumlah


Persentase
hanya saat kadar gula tinggi Kader

a. Benar 27 54%
b. Salah 23 46%

Pada soal diatas tingkat pemahaman kader mengenai terapi obat anti diabet perlu
dibenarkan. Dimana hasil kuisioner yaitu meminum obat diabetes hanya pada kadar gula
darah tinggi kader membenarkan jawaban tersebut sebanyak 54%.

8. Penderita obesitas beresiko Jumlah


Persentase
menderita diabetes mellitus Kader

a. Benar 30 60%
b. Salah 20 40%

Pada soal diatas tingkat pemahaman kader mengenai faktor resiko dari diabetes
mellitus masih kurang termasuk salah satunya adalah obesitas. Dimana hasil kuisioner yaitu
penderita obesitas beresiko menderita diabetes mellitus kader membenarkan jawaban tersebut
hanya sebesar 60%.

28
3.1.1.2 Hipertensi

2. Tekanan darah normal adalah Jumlah


persentase
100/60 mmHg -140/100 mmHg Kader

a. Benar 30 60%
b. Salah 20 40%

Pada soal diatas tingkat pemahaman kader mengenai tekanan darah yang masih
dikatakan normal. Dimana hasil kuisioner yaitu Tekanan darah normal adalah 100/60 mmHg
-140/100 mmHg kader membenarkan jawaban tersebuthanya sebesar 60%.

12. Penderita hipertensi tidak perlu


Jumlah
kontrol memeriksakan tekanan persentase
Kader
darah jika sudah tidak ada keluhan
a. Benar 18 36%
b. Salah 32 64%

Pada soal diatas tingkat pemahaman kader mengenai follow up pada penderita tekanan
darah tinggi dimana kapan penderita mengontrol tekanan darahnya. Dimana hasil kuisioner
yaitu penderita hipertensi tidak perlu kontrol tekanan darahjika sudah tidak ada keluhan kader
mensalahkan jawaban tersebuthanya sebesar 36%.

3.1.2 Tingkat Ketrampilan Kader Prolanis.


 Diabetes mellitus

Apakah anda bisa menggunakan alat


sederhana cek gula darah Kader Rata-Rata
a. Bisa 0 0%
b. Tidak bisa 5 100%

Total 5 100%

29
 Hipertensi

Apakah anda bisa mengukur tekanan


Kader
darah dengan tensimeter manual? Rata-Rata
a. Bisa 0 0%
b. Tidak bisa 5 100%

Total 5 100%

Dari tabel diatas diketahui bahwa rata-rata para kader prolanis di Puskesmas Tajinan
sebanyak 5 kader atau 100% dari responden tidak memiliki ketrampilan klinis untuk
menggunakan alatdiagnosis sederhana diabetes mellitus dan hipertensi.

3.2 Data Sekunder


Data sekunder atau data umum dikumpulkan dari data-data internal milik Puskesmas
Tajinan. Data-data tersebut antara lain berupa gambaran wilayah dan pelayanan Puskesmas
Tajinan, data geografis Kecamatan Tajinan, sarana kesehatan Kecamatan Tajinan, sumber
daya kesehatan di Puskesmas Tajinan, jenis pelayanan kesehatan di Pukesmas Tajinan, dan
jumlah pasien prolanis di kecamatan Tajinan.

Profil Puskesmas Tajinan

 Data Umum
Puskesmas Tajinan merupakan puskesmas rawat inap dengan kapasitas 15 tempat tidur,
serta termasuk dalam Kecamatan Tajinan.

 Data Geografis
Kecamatan Tajinan terdiri dari :
 Desa : 12 Desa
 RW : 73 RW
 RT : 368 RT
DUSUN : 39 Dusun
Wilayah Kecamatan Tajinan terletak di kabupaten Malang
Sebagai batas wilayah Kecamatan Tajinan adalah :
Sebelah Utara : Kecamatan Tajinan
Sebelah Barat : Kecamatan Pakisaji dan Kodya Malang

30
Sebelah Selatan : Kecamatan Bulu Lawang
Sebelah Timur : Kecamatan Poncokusumo dan Wajak

Gambar 3.1 Peta Kecamatan Tajinan


 Data Demografik Kecamatan Tajinan 2016
1.1. Jumlah Penduduk (BPS) : 54.042 jiwa
Jumlah Penduduk Pria : 26.993 jiwa
Jumlah Penduduk Wanita : 27.049 jiwa
1.2. Jumlah Penduduk (RIIL) : 40.576 jiwa
Jumlah Penduduk Pria : 20.401 jiwa
Jumlah Penduduk Wanita : 20.175 jiwa
1.3. Jumlah Penduduk Miskin : 9.071 jiwa
1.4. Jumlah Bayi (0-1 th) : 881 jiwa
1.5. Jumlah Batita : 4.837 jiwa
1.6. Jumlah Anak (1-4 th) : 4.837 jiwa
1.7. Jumlah Anak (0-5 tahun) : 4.837 jiwa
1.8. Jumlah Apras (5-6 th) : 4.795 jiwa
1.9. Jumlah remaja : 8.373 jiwa
1.10. Jumlah Usia SD (7-12 th) : 4.795 jiwa
1.11. Jumlah Anak (0-15 Th) : 9.632 jiwa
1.12. Jumlah Ibu Hamil : 961 jiwa
1.13. Jumlah Ibu Bersalin : 880 jiwa
1.14. Jumlah WUS (15-49 Tahun) : 10.058 jiwa

31
1.15. Jumlah WUS (15-39 Tahun) : 15.002 jiwa
1.16. Jumlah PUS (15-49 Tahun) : 9.80 pasangan
1.17. Jumlah Pra Usila (45-59 Th) : 7.857 jiwa
1.18. Jumlah Usila (>60 Th) : 5.848 jiwa
1.19. Jumlah Usila Risti (>70 Th) : 990 jiwa
1.20. Jumlah KK : 13.906 KK
1.21. Jumlah Kematian Tahun 2014 :
- Semua Umur : 348 jiwa
- Bayi( 0-11 bl) : 9 jiwa
- Balita( 0- 4 tahun) : 0 jiwa
- Ibu Melahirkan : 0 jiwa
- Neonatal ( 0- 28 HARI ) : 8 jiwa
- Perinatal( 0-7 hari + lahir mati/ IUFD) : 17 jiwa
1.22. Jumlah Kelahiran :
- Lahir Hidup : 657 jiwa
- Lahir Mati/IUFD : 12 jiwa
 Sarana Pelayanan Kesehatan yang Ada di Kecamatan Tajinan

Jumlah Rumah Sakit : 0


Jumlah Puskesmas : 1 Puskesmas Tajinan
Jumlah Puskesmas Pembantu : 3 Pustu
Jumlah Polindes/Poskesdes : 9 Polindes/Poskesdes
Jumlah Posyandu : 60 Posyandu
Jumlah Posyandu Lansia : 15 Posyandu Lansia
 Sumber Daya Kesehatan yang Ada di Puskesmas Tajinan
Jumlah Medis :
- Dokter Gigi : 2 orang
- Dokter Umum : 1 orang
Jumlah Paramedis :
- Bidan Puskesmas : 3 orang
- Perawat AKPER PNS : 0 orang
Jumlah Paramedis :
- Perawat SPK : 4 orang
- Bidan Desa (PNS) : 12 orang

32
- Bidan Desa (PTT) : 12 orang
- Perawat Ponkesdes (Kontrak) : 4 orang
- Ahli Madya Gizi : 1 orang
- Analis Laboratorium : 1 orang
- Asisten Apoteker : 1 orang
- Tenaga APK : 0 orang
- Tenaga Sanitarian : 1 orang
- Tenaga Pembantu Paramedis : 2 orang
- Jurim : 1 orang
- Tenaga Kontrak AKPER : 0 orang
Jumlah Non Medis:
- Tata Usaha (PNS) : 2 orang
- Tata Usaha (Kontrak/Sukwan) : 0 orang
- Akupunturis (Sukwan) : 0 orang
- Sopir (Sukwan) : 1 orang

 Jenis pelayanan di Puskesmas Tajinan

3.1. Unit Rawat Jalan :


 URJ Umum
 URJ. KIA
 URJ Gigi dan Mulut
 URJ. Keluraga Berencana
 URJ. Pojok Gizi
 URJ. Konseling P2M / Kesling
 URJ. IMS
3.2. Unit Rawat Inap
 Kamar Bersalin
 RITP (Rawat Inap Tingkat Pertama)
3.3. Unit Gawat Darurat (UGD 24 Jam)
3.4. Unit Penunjang Medis :
 Laboratorium Sederhana
 Apotik
 Gudang Farmasi

33
 Ambulance 24 Jam
3.5. Unit Penunjang Non Medis :
 Loket
 Logistik
 Dapur
3.6. Program Pokok :
 Promosi Kesehatan
 Kesejahteraan Ibu dan Anak
 Keluarga Berencana
 Upaya Perbaikan Gizi
 P2M
 Penyehatan Kesehatan Lingkungan
3.7. Program Pengembangan :
 Gilut/ UKGMD/ UKGS
 UKS / KRR
 MATRA
 Pengobat Tradisional
 Usaha Kesehatan Mata
 Usaha Kesehatan Kerja
 Usaha Kesehatan Olah Raga
 Usaha Kesehatan Usila
 Usaha Kesehatan Jiwa
 Perkesmas
 BPJS
 Desa P4K
 Kelas Ibu Hamil dan Kelas Ibu Balita

34
 Data Kesehatan Masyarakat

Tabel 3.2 Jumlah 10 Kasus Terbanyak di Puskesmas Tajinan (Pasien BPJS)

No Nama Bulan Jumlah


Penyakit 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 HT 112 98 133 135 99 100 89 99 69 71 119 135 1259
2 Common Cold 79 70 63 112 105 116 101 59 19 33 142 76 975
3 TYPHOID 38 27 29 55 44 31 28 22 17 32 33 25 381
4 MIALGIA 26 19 39 21 18 36 33 40 17 20 47 38 351
5 GASTRITIS 34 27 40 34 36 32 30 16 20 34 26 18 347
6 DM 34 35 25 41 28 31 18 18 12 27 22 41 332
7 ISPA 16 21 17 23 43 17 39 31 40 32 26 24 330
8 GEA 15 22 21 24 22 20 12 23 27 27 18 23 254
9 CEPHALGIA 16 18 19 26 38 17 13 31 21 16 21 15 251
10 TB - 8 15 12 17 10 7 - - 5 2 - 76

3.3 Problem List


1. Sebagian besar kader Prolanis di Puskesmas Tajinan telah mengetahui pengetahuan
tentang penyakit diabetes mellitus dan hipertensi namun pengetahuan tentang
manajemen terapi DM, faktor resiko DM, gejala DM, faktor resiko HT, rentan normal
tekanan darah dan komplikasi HT masih kurang.
2. Para kader prolanis seluruhnya ( 100%) tidak mempunyai ketrampilan menggunakan alat
sederhana untuk mengukur tekanan darah dan diabetes mellitus.
3. Sumber informasi yang salah akan menyebabkan kesalahan pada pemahaman tentang
penyakit diabetes mellitus dan hipertensi dan pengendaliannya.
4. Kurangnya penyuluhan dan pelatihan ketrampilan sederhana yang berhubungan dengan
penyakit hipertensi dan diabetes mellitus dari tenaga kesehatan.

3.4 Diagnosis Komunitas


1. Kurangnya tingkat pengetahuan kader Prolanis tentang penyakit diabetes mellitus dan
hipertensi.
2. Rendahnya ketrampilan kader dalam menggunakan alat sederhana untuk mengukur atau
memonitoring diabetes mellitus.

35
3.5 Solusi yang Mungkin Dilaksanakan
1. Penyuluhan tentang penyakit diabetes mellitus dan hipertensi.
2. Pelatihan mengenal dan menggunakan alat untuk memonitoring penyakit diabetes
mellitus dan hipertensi.

36
BAB IV

HASIL

4.1 Intervensi
Berdasarkan masalah yang didapatkan dari proses analisis data, maka dibutuhkan
suatu intervensi untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan para kader Prolanis
mengenai penyakit diabetes mellitus dan hipertensi. Metode intervensi yang dipilih dan
digunakan adalah penyuluhan karena merupakan metode yang mudah, efisien, dan efektif
diterapkan. Sedangkan intervensi dalam ketrampilan para kader dilakukan pelatihan pada
kader menggunakan tensimeter dan glukometer secara langsusng.
Intervensi berupa pretest, penyuluhan, tanya jawab, dan posttest untuk mengetahui
apakah ada perubahan tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah penyuluhan. Setelahnya
dilakukan pelatihan ketrampilan mengukur tekanan darah dan gula darah.

Tanggal Pelaksanaan 3 November 2016

Jumlah peserta hadir 5 orang Kader Prolanis

Materi 1. Diabetes Mellitus


 Definisi
 Faktor resiko
 Gejala klinis
 Nilai normal gula darah
 Manajemen ( diet, aktifitas fisik, OAD)
 Komplikasi
2. Hipertensi
 Definisi
 Faktor resiko
 Gejala klinis
 Nilai normal tekanan darah
 Manajemen ( diet, aktifitas fisik, obat hipertensi )

37
 Komplikasi
3. Pengenalan alat untuk mengukur tekanan darah dan
kadar gula darah
4. Pelatihan ketrampilan kader menggunakan
tensimeter dan glukometer
5. Gambar terkait
6. Tanya jawab
Durasi ± 2 jam

4.2 Evaluasi
A. Data Pretest dan Posttest pengetahuan tentang diabetes mellitus dan hipertensi

RESPONDEN NILAI NILAI INDEKS KATEGORI


PRETEST POSTEST GAIN INDEKS
GAIN

1 5 11 1.50 Tinggi

2 6 10 0.80 Tinggi

3 8 10 0.40 Sedang

4 9 13 2.00 Tinggi

5 7 10 0.60 Sedang

JUMLAH 35 54 28,89

RATA - RATA 7.00 10.80 1,44 Tinggi

Dari tabel diatas diketahui bahwa nilai rata-rata pretest sebesar 7.00
sedangkan nilai rata-rata posttest sebesar 10.80. Untuk mengetahui peningkatan
kemampuan dalam menjawab kuesioner dihitung menggunakan indeks gain dengan
rumus sebagai berikut :

38
Nilai posttest  Nilai pretest
Indeks Gain =
Skor Maksimal Ideal  Nilai posttest

Adapun kriteria rendah, sedang, tinggi mengacu pada kriteria Hake yaitu :

Indeks Gain < 0.30 : Rendah

0.30 ≤ Indeks Gain ≥ 0.70 : Sedang

Indeks Gain > 0.70 : Tinggi

Soal Kuesioner berjumlah 15 soal dengan nilai untuk setiap jawaban benar
bernilai 1 (satu) sedangkan untuk jawaban salah bernilai 0 (nol). Jadi, Skor Maksimal
Ideal (SMI) yang mungkin didapat responden adalah sebesar 15 (lima belas).

4.3 Proses Saat Intervensi


Intervensi yang dilaksanakanberjalan dengan lancar. Kader yang mengikuti kegiatan
penyuluhan sebanyak 100% dari total target populasi. Selama penyampaian materi, para
kader mengikuti dengan baik dan cukup antusias. Selama intervensi berlangsung tidak ada
kendala yang cukup berarti.
Pada sesi tanya jawab, para kader sangat aktif. Para kader lebih aktif bertanya masalah
hipertensi karena sebagian besar anggota club prolanis memiliki penyakit hipertensi.
Sedangkan pelatihan ketrampilan klinis berjalan lancar dan para kader sudah bisa melakukan
pengukuran tensimeter dan glukometer.

4.4 Rencana Tindak Lanjut


 Dilakukan penyuluhan secara berkala oleh tenaga kesehatan Puskesmas Tajinan
mengenai penyakit diabetes mellitus dan hipertensi disemua desa di kecamatan
Tajinan terutama yang belum dilakukan intervensi. Dimana diharapkan tiap kader
menjadi lebih mengerti tentang diabetes mellitus dan hipertensi
 Tenaga Kesehatan Puskesmas melakukan pendampingan terhadap kemampuan
ketrampilan klinis menggunakan tensimeter dan glukometer sebelum nantinya bisa
mandiri sepenuhnya untuk membantu berlangsungnya program prolanis.

39
 Bagi peserta prolanis yang tidak bisa hadir pada kegiatan rutin akan dilakukan home
visit oleh kader untuk mengetahui tekanan darah/gula darah agar tetap terpantau
secara rutin.

40
BAB V
HASIL DISKUSI

1. Pengetahuan tentang penyakit diabetes mellitus dan hipertensi pada kader prolanis
yang merupakan tangan kaki tenaga kesehatan yang langsung berhubungan dengan
masyarakat menyebabkan turut berpengaruhnya keberhasilan program prolanis dan
juga menurunkan angka kesakitan dan komplikasi dari penyakit diabetes mellitus dan
hipertensi di Puskesmas Tajinan.
2. Pelatihan ketrampilan klinis para kader prolanis yang sudah didapat sekarang masih
perlu dilakukan pendampingan secara berkala sampai akhirnya bisa mandiri, sehingga
dapat membantu tenaga kesehatan di desa dalam kelancaran program prolanis ke
depannya.
3. Agar pengetahuan kader tentang penyakit diabetes mellitus dan hipertensi meningkat
dibutuhkan penyuluhan dan edukasi secara berkala setiap bulan melalui pertemuan
kader. Dimana hal itu dapat berjalan dengan koordinasi lintas sektor yaitu pihak
Puskesmas Tajinan bekerja sama dengan perangkat desa setempat .

41
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari mini project ini adalah :

1. Tingkat pengetahuan kader mengenai diabetes melitus dan hipertensi

masih belum merata dan belum komperhensif.

2. Setelah pemberian materi terdapat peningkatan penilaian tingkat

pengetahuan pada masing-masing responden dengan indeks gain yang

dicapai antara sedang-tinggi.

3. Pencapaian indeks gain yang sedang dapat dipengaruhi oleh beberapa

fakor antara lain tingkat pendidikan,tingkat pemahaman masing-

masing responden dan tingkat antusiasme responden dalam menerima

materi yang disampaikan.

4. Ketrampilan klinis kader prolanis yang sangat kurang yang

berhubungan dengan diagnosis dan follow up penyakit diabetes

mellitus dan hipertensi.

5. Setelah pelatihan ketrampilan klinis kepada kader. Kader dapat

mengenal dan mendapat modal dasar menggunakan alat untuk

membantu diagnosis dan follow up diabetes mellitus dan hipertensi.

6.2 Saran

Tingkat pengetahuan kader mengenai penyakit hipertensi belum merata dan

komperhensif sehingga perlu dilakukan peningkatan upaya penyuluhan edukasi dan

informasi secara berkala setiap bulan. Sehingga nantinyaUpaya promosi kesehatan

diharapkan tidak hanya dilakukan oleh petugas kesehatan melainkan diharapkan peran

42
serta masyarakat umum khususnya kader kesehatan Puskesmas Tajinan. Sedangkan

ketrampilan klinis para kader yang didapat sementara ini perlu dilakukan

pendampingan dan pelatihan secara berkala sehingga kedepan diharapkan membantu

berlangsungnya program prolanis di wilayah kerja Puskesmas Tajinan ditengah

keterbatasan tenaga kesehatan Puskesmas Tajinan..

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Arora. 2008. 5 langkah mencegah dan mengobati tekanan darah tinggi. Jakarta : Bhauana

Ilmu Populer.

2. Data Puskesmas Tajinan 2016

3. Ed. Tanto C Et Al. Kapita Selekta Kedokteran Ed 4. Jakarta: Media Aesculapius. 2014 :
635-639.
4. Fisher N.D.L, William G.H. Hypertensive Vascular Disease. Harrison’s Principle Of
Internal Medicine.16th Edition. New York: The Mc Graw Hill. 2005. 230: 1463 – 81.
5. Gunawan Lany. 2000.Hipertensi Tekanan darah tinggi. Yogjakarta : Kanisus

6. Macnair, Trisha. 2001. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta : Erlangga

7. Notoatmodjo, Soekidjo. 1993.Ilmu Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Kesehatan edisi pertama. Yogjakarta : Andi Offset

8. Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

9. Sarwono Warpadzi, Soeparman,dkk. 2006.Ilmu Penyakit Dalam jilid VI. Jakarta : Balai

Penerbitan FKUI.

10. Suddarth & Brunner. 2002. Keterampilan Medikal Bedah vol. 2. Jakarta : EGC

11. World Health Organization, International Society Of Hypertension Writing Group.


World Health Organization (WHO)/International Society Of Hypertension (ISH)
Statement On Management Of Hypertension. J Hypertens 2003; 21: 1983–1992.

44
LAMPIRAN

KUESIONER PENELITIAN

LEMBAR PERSETUJUAN SEBAGAI RESPONDEN

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

Sebagai responden penelitian

Nama :

Judul : Pembentukan dan Pelatihan Kader Prolanis Kecamatan Tajinan

Menyatakan tidak keberatan dan bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian yang
dilakukan oleh tersebut diatas, saya bersedia berperan dalam penelitian ini dan menandatangani
lembar persetujuan sebagai responden peneliti.

Peneliti Responden

( ) ( )

45
KUESIONER PENELITIAN

Pembentukan dan Pelatihan Kader Prolanis Kecamatan Tajinan

A. Identitas
a. Tanggal pengisian kuesioner :
b. Nama :
c. Umur :
d. Pendidikan :
e. Pekerjaan :
f. Alamat :

B. Petunjuk Pengisian
1. Bacalah terlebih dahulu semua pernyataan dan tanyakan kepada peneliti apabila ada
yang kurang dimengerti.
2. Isilah pertanyaan dengan mengisi pada kolom yang tersedia.
3. Berilah tanda check list (√) pada kolom yang sesuai dengan jawaban anda.
4. Isilah titik dibawah dengan jawaban yang singkat yang anda ketahui

Contoh

No Pernyataan Benar Salah

Hipertensi merupakan
1 √
penyakit tidak menular

46
Kuisioner Tingkat Pengetahuan Tentang Diabetes Mellitus (Kencing Manis)

No Pernyataan Benar Salah


Penyakit diabetes mellitus merupakan
1
nama lain dari kencing manis
Pemeriksaan kadar gula darah sesaat
2 merupakan patokan pasien dikatakan
diabetes mellitus
Diabetes Mellitus merupakan suatu
penyakit dimana kadar gula darah acak
3
atau 2 jam setelah makan mencapai
lebih dari / sama dengan 180 mg/dL
4 Kencing manis dapat disembuhkan
Gejala yang ditemui pada penderita
diabetes adalah sering kencing, haus,
5
banyak makan, berat badan turun dalam
waktu singkat
Diabetes hanya terjadi pada orang yang
6
mempunyai riwayat keturunan DM saja
Mengkonsumsi gula berlebihan akan
7 menyebabkan kadar gula darah
meningkat
Penderita obesitas beresiko menderita
8
diabetes mellitus
Meminum obat anti diabetes hanya saat
9
kadar gula tinggi
Obat diabetes tidak perlu diminum bila
sudah mengatur pola makan ( rendah
10
gula dan karbohidrat) dan sudah
olahraga walau kadar gula darah normal
Komplikasi paling sering pada diabetes
11
Gagal ginjal dan katarak
Bila kadar gula darah sudah normal obat
12
tidak perlu diminum lagi
47
Kuisioner Tingkat Pengetahuan Tentang Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

No Pernyataan Benar Salah


Penyakit hipertensi merupakan nama
1
lain dari tekanan darah tinggi
Tekanan darah normal adalah 100/60 -
2
140 /100 mmHg
Hipertensi merupakan suatu penyakit
3 dimana tekanan darah mencapai lebih
dari/ sama dengan 140/90 mmHg.
4 Hipertensi penyakit yang berbahaya
5 Hipertensi dapat disembuhkan
Gejala yang ditemui pada penderita
hipertensi adalah sakit kepala, rasa berat
6
di tengkuk,kadang mimisan,pandangan
berkunang-kunang dan mudah marah
Hipertensi hanya terjadi pada orang
7 yang punya keturunan dan tua/lanjut
usia saja
Mengkonsumsi garam,kopi, alkohol
8 berlebihan akan menyebabkan tekanan
darah meningkat
Hipertensi yang tidak terkontrol
9 menimbulkan komplikasi penyakit
jantung
Makan buah, sayur,susu rendah lemak,
makanan rendah kolesterol dan olahraga
10
merupakan usaha untuk menormalkan
tekanan darah
Meminum obat anti hipertensi secara
teratur dan mengontrol pola makan
11
adalah usaha mencegah kekambuhan
penyakit tekanan darah tinggi
Penderita hipertensi tidak perlu kontrol
memeriksakan tekanan darah jika sudah
12 tidak ada keluhan

48
Dokumentasi Kegiatan

49
50

You might also like