Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
hipertensi diperkirakan akan meningkat sebesar 60% pada tahun 2025. Secara umum angka
kejadian hipertensi lebih tinggi di negara berkembang dibanding dengan negara maju.
Hingga saat ini hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia karena
merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer. Berdasarkan
data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, hipertensi merupakan masalah kesehatan
dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%. Di samping itu, pengontrolan hipertensi
belum adekuat meskipun obat-obatan yang efektif banyak tersedia. Hipertensi yang tidak
terkontrol dapat menyebabkan berbagai komplikasi pada organ target seperti sistem saraf
pusat, ginjal, jantung, dan mata. Penyakit ini seringkali disebut silent killer karena tidak
adanya gejala dan tanpa disadari penderita mengalami komplikasi pada organ-organ vital.
Pada tahun 2012, World Health Organization mencanangkan Global Plan Action
2013-2020 yang bertujuan untuk mengurangi 25% kematian dini akibat penyakit-penyakit
tidak menular di tahun 2025, termasuk hipertensi dan diabetes melitus. Mencegah dan
mengontrol tekanan darah tinggi serta gula darah merupakan salah satu langkah yang penting
untuk mencapai hal tersebut. Hal ini semakin meningkatkan kesadaran untuk melakukan
penatalaksanaan yang baik pada penyakit hipertensi dan diabetes melitus.
Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas
penyakit kardiovaskular. Penurunan tekan sistolik harus menjadi perhatian utama, karena
umumnya tekanan diastolik akan terkontrol bersamaan dengan terkontrolnya sistolik.
Tatalaksana hipertensi dan diabetes melitus dapat dilakukan melalui modifikasi gaya hidup
dan terapi medikamentosa. Modifikasi gaya hidup meliuputi penurunan berat badan,
modifikasi diet Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH), penurunan asupan garam
maupun gula, aktivitas fisik, serta pembatasan konsumsi alkohol. Terapi medikamentosa
yaitu dengan menggunakan obat anti hipertensi dan obat anti diabetes (baik oral maupun
insulin). Sekali terapi hipertensi maupun diabetes melitus dimulai, pasien harus kontrol
secara rutin dan mendapat pengaturan dosis setiap bulan sampai target tekanan darah dan
gula darah tercapai. Setelah target tekanan darah maupun gula darah tercapai, pengobatan
harus dilanjutkan, sehingga terapi bersifat seumur hidup dan terus dievaluasi secara berkala.
Keberhasilan tatalaksana hipertensi dan diabetes melitus di dunia menunjukan angka
yang rendah, yaitu hanya 5%-58% pasien yang dapat mencapai tekanan darah dan gula darah
normal. Salah satu penyebab utama hal tersebut adalah rendahnya kepatuhan meminum obat.
Penderita hipertensi dan diabetes melitus hanya menggunaan 53%-70% dari keseluruhan obat
yang diberikan dalam resep. Oleh karena itu, kepatuhan pasien merupakan faktor utama
penentu keberhasilan terapi. Kepatuhan serta pemahaman yang baik dalam menjalankan
2
terapi dapat mempengaruhi tekanan darah dan gula darah secara bertahap sehingga dapat
mencegah terjadi komplikasi (Morisky, 2008).
Kepatuhan terhadap pengobatan diartikan secara umum sebagai tingkatan perilaku
dimana pasien menggunakan obat, menaati semua aturan dan nasihat serta dilanjutkan oleh
tenaga kesehatan. Beberapa alasan pasien tidak menggunakan obat dikarenakan sifat penyakit
yang secara alami tidak menimbulkan gejala, terapi jangka panjang, efek samping obat,
regimen terapi yang kompleks, pemahaman yang kurang tentang pengelolaan maupun resiko
hipertensi dan diabetes melitus serta biaya pengobatan yang relatif mahal.
Ketidakpatuhan pasien menjadi masalah serius yang dihadapi para tenaga kesehatan
profesional. Hal ini disebabkan karena hipertensi dan diabetes melitus merupakan penyakit
dengan prevalensi yang tinggi di Indoensia, terutama di fasilitas kesehatan primer, yang dapat
terjadi tanpa gejala, serta menimbulkan komplikasi berbahaya jika tidak ditangani dengan
tepat.
3
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari mini project ini antara lain :
1.4.1 Bagi Masyarakat
Dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk mensosialisasikan kepada masyarakat
melalui kader prolanis tentang penyakit hipertensi dan diabetes melitus.
1.4.2 Bagi Puskesmas
Mengetahui tingkat pengetahuan akan hipertensi dan diabetes melitus di Kecamatan
Tajinan, sehingga mempermudah puskesmas dalam penemuan kasus-kasus baru
hipertensi dan diabetes melitus serta pemantauan pengobatan pasien hipertensi dan
diabetes melitus melalui kader prolanis.
1.4.3 Bagi Penulis
- Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh saat di masa kuliah ke dalam
masyarakat.
- Menambah pengetahuan dan pengalaman.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara
benar.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis (Analysis)
Analisa merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemajuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden
kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan
tingkat-tingkat tersebut diatas.(Notoatmodjo, 1993:96).
2.2 Hipertensi
2.2.1 Definisi
6
2.2.2. Klasifikasi
Terdapat beberapa klasifikasi untuk hipertensi seperti dari World Health Organization
(WHO), International Society of Hypertension (INH), European Society of Hypertension
(ESH), British Hypertension Society (BSH), Canadian Hypertension Education Program
(CHEP) tetapi umumnya digunakan JNC VII.
Klasifikasi tekanan darah diatas adalah untuk dewasa dengan usia ≥ 18 tahun.
Klasifikasi ini berdasarkan rata-rata dari dua atau lebih pengukuran, dalam keadaan duduk,
pada dua kunjungan atau lebih. Prehipertensi tidak termasuk dalam kategori penyakit tetapi
berfungsi untuk mengidentifikasi individual yang beresiko untuk terjadi hipertensi agar
dokter dan pasien dapat mengambil langkah prevensi terhadaap peningkatan tekanan darah
lebih lanjut. Individu pada kelompok ini tidak disarankan untuk mendapatkan pengobatan
tetapi cukup dengan hanya memodifikasi pola hidup untuk menurunkan resiko mengalami
penyakit hipertensi pada masa akan datang.
2.2.3. Epidemiologi
Hipertensi diperkirakan diderita oleh 20 % orang dewasa di seluruh dunia dan
meningkat pada usia lebih dari 60 tahun. Prevalensi hipertensi mencapai 1 miliyar di dunia
dan menyebabkan kematian pada 9.4 juta penduduk dunia setiap tahunnya. Angka kejadian
hipertensi diperkirakan akan meningkat sebesar 60% pada tahun 2025. Secara umum angka
kejadian hipertensi lebih tinggi di negara berkembang dibanding dengan negara maju.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, hipertensi merupakan masalah
kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%.
Prevalensi hipertensi juga tergantung dari komposisi ras populasi yang dipelajari dan
kriteria yang digunakan.Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan pada populasi kulit hitam.
Pada wanita, prevalensinya berhubungan erat dengan usia, dengan terjadinya peningkatan
setelah usia 50 tahun. Peningkatan ini mungkin berhubungan dengan perubahan hormone saat
menopause, meskipun mekanismenya masih belum jelas. Dengan demikian, rasio frekuensi
7
hipertensi pada wanita disbanding pria meningkat dari 0,6 sampai 0,7 pada usia 30 tahun
menuju 1,1 sampai 1,2 pada usia 65 tahun.
2.2.5. Patogenesis
Hipertensi terjadi apabila keseimbangan antara curahan jantung dan tahanan perifer
terganggu. Beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang
mempengaruhi rumus dasar : Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer, dapat
dilihat pada gambar:
Sejumlah faktor secara khusus terlibat dalam terjadinya hipertensi, termasuk asupan
garam, obesitas, pekerjaan, asupan alkohol, ukuran keluarga, dan kepadatan.Faktor ini
penting dalam peningkatan tekanan darah bersamaan dengan bertambahnya usia pada
8
masyarakat yang lebih makmur, sebaliknya tekanan darah menurun dengan bertambahnya
usia pada kebudayaan yang lebih primitif.
Faktor lingkungan yang mendapat perhatian paling besar adalah asupan garam.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam minimal.
Bahkan faktor ini menggambarkan sifat heterogen dari populasi hipertensi essensial.
Penyebab sensitivitas khusus terhadap berbagai jenis garam ini, dengan aldosteronisme
primer, stenosis arteri renalis bilateral, penyakit parenkim ginjal, atau hipertensi esensial
rendah-renin bertanggung jawab terhadap sekitar separuh pasien. Sisanya, patofisiologinya
masih belum diketahui tetapi terdapat beberapa postulated contributing factors termasuk
asupan klorida, asupan kalsium, defek membran sel yang menyeluruh, resistensi insulin dan
nonmodulation.
9
Biasanya peningkatan asupan garam ini akan diikuti oleh peninggian ekskresi garam
sehingga tercapai keadaan hemodinamik yang normal tetapi pada pasien hipertensi essensial,
mekanisme peningkatan ekskresi garam tersebut terganggu.
Sebagian besar penelitian menilai peranan garam pada proses hipertensi disimpulkan
bahwa ion natrium yang penting. Akan tetapi, beberapa peneliti menunjukkan bahwa ion
klorida mungkin sama pentingnya. Kesimpulan ini berdasarkan observasi pemberian garam
natrium bebas klorida pada hewan coba hipertensi yang sensitif terhadap garam gagal
menaikkan tekanan arteri. Kalsium juga terlibat dalam patogenesis beberapa bentuk
hipertensi esensial. Asupan kalsium yang rendah disertai dengan kenaikan tekanan darah
pada penelitian epidemiologik; kenaikan kadar kalsium sitosolik leukosit dilaporkan pada
beberapa penderita hipertensi; dan akhirnya, penghambat jalan masuk kalsium merupakan
obat hipertensi yang efektif. Beberapa pcnelitian melaporkan hubungan potensial antara
bentuk hipertensi yang sensitif terhadap garam dan kalsium. Disimpulkan bahwa dengan
beban garam dan defek kemampuan ginjal untuk mengekskresinya, terjadi kenaikan sekunder
dalam faktor natriuretik sekunder. Salah satu dari ini, disebut faktor natriuretik seperti digi-
talis, menghambat ATPase kalium-natrium yang sensitif ouabain dan dengan demikian
mengakibatkan akumulasi Icalsium, intraseluler dan otot polos vaskuler hiperreaktif.
Penjelasan lain untuk hipertensi yang sensitif terhadap garam adalah defek membran
sel yang menyeluruh. Disimpulkan bahwa abnormalitas ini menunjukkan perubahan
membrana seluler yang tidak dapat dijelaskan dan defek ini terjadi pada beberapa, mungkin
semua, sel tubuh, terutama otot polos vaskuler. Karena defek ini, selanjutnya terdapat
akumulasi kalsium yang abnormal dalam otot polos vaskuler, mengakibatkan responsivitas
vaskuler yang tinggi terhadap obat vasokonstriktor.
d) Resistensi Insulin
10
bagian dari sindroma X, atau sindroma metabolik, yang juga ditandai dengan obesitas,
dislipidemia (khususnya peningkatan trigliserida), dan tekanan darah yang tinggi. Resistensi
insulin biasa pada pasien dengan diabetes mellitus tipe II atau obesitas. Obesitas maupun
diabetes mellitus terjadi lebih sering pada penderita hipertensi dibandingkan normotensi.
Akan tetapi, beberapa penelitian menemukan bahwa hiperinsulinemia dan resistensi insulin
lebih daripada hal kebetulan, karena terjadi bahkan pada pasien hipertensi kurus yang bebas
dari diabetes mellitus.
Hiperinsulinemia dapat meningkatkan tekanan arteri oleh satu atau lebih dari empat
mekanisme. Asumsi yang mendasarinya pada masing-masing adalah beberapa, tetapi tidak
semua, jaringan target insulin resisten terhadap efeknya. Khususnya jaringan yang terlibat
dalam homeostasis glukosa yang resisten (dengan demikian menimbulkan hiperinsulinemia.
Mula-mula, hiperinsulinemia menghasilkan retensi natrium ginjal (paling sedikit secara akut)
dan meningkatkan aktivitas simpatik. Salah satu atau keduanya dapat mengakibatkan
kenaikan tekanan arteri. Mekanisme lain adalah hipertrofi otot polos vaskuler sekunder
terhadap kerja mitogenik insulin. Akhimya, insulin juga mengubah transpor ion melalui
membran sel, dengan demikian secara potensial meningkatkan kadar kalsium sitosolik dari
jaringan vaskuler atau ginjal yang sensitif terhadap insulin. Melalui mekanisme ini, tekanan
arteri ditingkatkan karena alasan yang sama dengan yang dijelaskan di atas untuk hipotesis
defek-membran. Akan tetapi, penting menunjukkan bahwa peranan insulin dalam
mengendalikan tekanan arteri adalah hanya dimengerti samar-samar, dan oleh karena itu,
potensinya sebagai faktor patogenik dalam hipertensi tetap tidak jelas.
e) Nonmodulation
Ini adalah kelompok individu dengan hipertensi yang sensitive terhadap garam tetapi
penurunan respon adrenal terhadap restriksi sodium. Pada individual ini, asupan garam tidak
mempengaruhi respon vascular dari adrenal ataupun renal terhadap angiotensin II. Individu
ini mempresentasi 25 – 30% dari populasi hipertensi, dimana aktivitas plasma reninnya
normal atau tinggi jika diukur pada individu dengan diet rendah garam, dan adalah hipertensi
sensitive garam karena defek pada ginjal untuk mensekresi garam dengan sempurna.
Nonmodulation ini lebih sering dietemukan pada pria dan wanita posmenopause.
f) Genetik
Satu pendekatan untuk menilai hubungan tekanan darah dalam keluarga (agregasi
familial). Dari penelitian ini, ukuran minimum faktor genetik dapat dinyatakan dengan
11
koefisien korelasi kurang lebih 0,2. Akan tetapi, variasi ukuran faktor genetik dalam
penelitian yang berbeda menekankan kembali kemungkinan sifat heterogen populasi
hipertensi esensial. Selain itu, sebagian besar penelitian mendukung konsep bahwa keturunan
mungkin bersifat multifaktorial atau jumlah defek genetiknya naik.
2.2.6. Komplikasi
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Kerusakan organ – organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi
adalah : jantung (hipertrofi ventrikel kiri, angina / infark miokardium, gagal jantung), otak
(strok, transient ischemic attack), penyakit ginjal kronis, penyakit arteri perifer, retinopati.
Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ – organ tersebut
dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak
langsung, antara lain adanya autoantibodi aterhadap reseptor AT I angiotensinogen II, stres
oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide synthase, dan lain – lain.
Jantung
Adanya kerusakan organ target, terutama pada jantung dan pembuluh darah, akan
memperburuk prognosis pasien hipertensi. Tingginya morbiditas dan mortalitas pasien
hipertensi terutama disebabkan tibulnya penyakit kardiovaskular.
Faktor resiko :
1. Merokok
2. Obesitas
3. Kurangnya aktivitas fisik
4. Dislipidemia
5. Diabetes mellitus
6. Mikroalbuminuria atau LFG < 60 mL/menit
7. Usia (laki-laki > 55 tahun, perempuan > 65 tahun)
8. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovaskular prematur (laki-laki <
55 tahun, perempuan < 65 tahun)
Penyakit jantung adalah penyebab kematian yang paling umum pada pasien
hipertensi. Penyakit jantung hipertensif merupakan adaptasi fungsi dan struktur yang
mengarah pada hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi diastolik, gagal jantung kronik,
abnormalitas gangguan darah akibat penyakit jantung koroner aterosklerotik, penyakit
mikrovaskuler, dan aritmia jantung.
12
Baik faktor genetik maupun hemodinamik berpengaruh terhadap hipertrofi ventrikel
kiri.Seseorang dengan hipertrofi ventrikel kiri beresiko tinggi untuk strok, gagal jantung
kronik, dan mati mendadak.Pengendalian hipertensi yang agresif dapat menekan atau
melawan perkembangan hipertrofi ventrikel kiri dan mengurangi resiko penyakit
kardiovaskular. Hipertrofi ventrikel kiri dapat dievaluasi dengan elektrokardiogram.
Abnormalitas fungsi diastolik, meliputi penyakit jantung tanpa gejala sampai gagal
jantung yang jelas terlihat, umum ditemukan pada pasien hipertensi.Pasien dengan gagal
jantung diastolik memiliki fraksi ejeksi yang tetap, yang mana merupakan ukuran untuk
fungsi sistolik.Kurang lebih 1/3 dari pasien dengan gagal jantung kronik tidak memiliki
gangguan pada fungsi sistolik namun memiliki abnormalitas fungsi diastolik. Abnormalitas
fungsi diastolik merupakan konsekuensi awal dari penyakit jantung yang berhubungan
dengan hipertensi dan dipicu oleh hipertrofi dan iskemia ventrikel kiri. Fungsi diastolik dapat
dievaluasi dengan ekokardiografi dan angiografi radionuklir.
Otak
Hipertensi adalah sebuah faktor resiko untuk infark dan perdarahan otak.Kurang lebih
85 % dari pasien stroke disebabkan infark dan sisanya disebabkan perdarahan, baik
intraserebral maupun sub araknoid.Insidensi strok meningkat secara progresif dengan
meningkatnya tekanan darah, khususnya pada tekanan sistolik individu berusia > 65 tahun.
Pengobatan hipertensi secara pasti menurunkan resiko strok baik iskemik dan perdarahan.
Hipertensi juga berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif pada populasi usia
lanjut, dan penelitian longitudinal memberi kesan bahwa adanya hubungan antara hipertensi
usia pertengahan dengan penurunan kognitif usia lanjut. Gangguan kognitif yang
berhubungan dengan hipertensi dan pikun bisa jadi merupakan sebuah konsekuensi dari
infark tunggal akibat penyumbatan pada pembuluh darah besar atau infark lakunar yang
banyak akibat penyumbatan pembuluh darah kecil yang berdampak iskemia substansi alba
sub kortikal. Beberapa uji klinis menyatakan bahwa terapi anti-hipertensif memiliki efek
menguntungkan pada fungsi kognitif, walaupun hal ini masih dalam penyelidikan.
Aliran darah serebral tetap tidak berubah di sekitar jarak luas tekanan arteri ( tekanan
arteri rata-rata 50 – 150 mmHg) melalui sebuah proses yang disebut autoregulasi aliran darah.
Pada pasien dengan sindroma klinis hipertensi maligna, ensefalopati berhubungan dengan
kegagalan autoregulasi aliran darah serebral pada ambang batas atas tekanan, yang
mengakibatkan vasodilatasi dan hiperperfusi. Gejala dan tanda ensefalopati hipertensif dapat
meliputi sakit kepala berat, mual dan muntah ( biasanya proyektil), tanda neurologis fokal,
13
dan perubahan status mentalis. Tidak diobati, ensefalopati hipertensif dapat berkembang
menjadi stupor, koma, kejang, dan kematian dalam hitungan jam. Sangat penting untuk
membedakan ensefalopati hipertensif dari sindroma neurologis yang mungkin berhubungan
dengan hipertensi, seperti iskemia serebral, strok perdarahan atau trombotik, gangguan
kejang, lesi massa, pseudotumor cerebri, delirium tremens, meningitis, porfiria intermiten
akut, kerusakan otak akibat trauma atau zat kimia, dan ensefalopati uremikum.
Ginjal
Penyakit ginjal primer adalah penyebab hipertensi sekunder paling umum.Sebaliknya,
hipertensi adalah sebuah faktor resiko untuk kerusakan ginjal dan Penyakit Ginjal Stadium
Akhir.Penigkatan resiko berhubungan dengan tekanan darah yang tinggi bertahap, terus –
menerus, dan ada pada seluruh distribusi tekanan darah di atas nilai optimal. Resiko ginjal
tampak lebih erat hubungannya dengan tekanan sistolik daripada diastolik, dan orang kulit
hitam lebih beresiko menjadi Penyakit Ginjal Stadium Akhir dibanding orang kulit putih pada
seluruh tingkat tekanan darah.
Lesi vaskuler aterosklerotik yang berhubungan dengan hipertensi pada ginjal pada
awalnya mempengaruhi arteriol preglomerular, mengakibatkan perubahan iskemik pada
glomerulus dan struktur postglomerular.Kerusakan glomerulus dapat juga merupakan
konsekuensi dari kerusakan langsung pada kapiler glomerulus akibat hipoperfusi pada
glomerulus.Patologi glomerulus berkembang menjadi glomerulosklerosis, dan tubulus renalis
dapat juga menjadi iskemik dan secara perlahan menjadi atrofi. Lesi ginjal yang berhubungan
dengan hipertensi maligna terdiri dari nekrosis fibrinoid dari arteriol aferen, terkadang
memanjang hingga ke glomerulus, dan dapat mengakibatkan nekrosis fokal pada glomerulus.
Secara klinis, makroalbuminuria (rasio albumin/kreatinin sewaktu >300 mg / g) atau
mikroalbuminuria (rasio albumin / kreatinin urin sewaktu 30 – 300 mg / g) adalah petanda
awala dari kerusakan ginjal. Ini juga merupakan faktor resiko untuk berkembanganya
penyakit ginjal dan penyakit kardiovaskuler.
Arteri perifer
Sebagai tambahan untuk yang berperan dalam patogenesi hipertensi, pembuluh darah
mungkin merupakan organ target penyakit aterosklerotik yang muncul akibat meningkatnya
tekanan darah dalam waktu yang lama.Pasien hipertensi dengan penyakit arteri pada tungkai
bawah memilki resiko yang meningkat untuk penyakit kardiovakular di masa
mendatang.Walaupun pasien dengan lesi stenosis pada tungkai bawah bisa jadi tanpa gejala,
14
klaudikasi intermiten adalah gejala klasik penyakit arteri perifer.Hal ini dikarakteristikan
dengan sakit nyeri pada betis atau bokong saat berjalan yang hilang dengan
beristirahat.Ankle-brachial Index adalah metode yang efektif untuk mengevaluasi penyakit
arteri perifer dan diartikan sebagai rasio tekanan sistolik arteri pada pergelangan kaki
terhadap lengan.Ankle-brachial index< 0,9 dianggap sebagai diagnosis penyakit arteri perifer
dan berhubungan dengan > 50 % stenosis pada paling tidak satu pembuluh darah utama
tungkai bawah. Beberapa penelitian menyatakan bahwa ankle-bracial index < 0,8
berhubungan dengan peningkatan tekanan darah, khususnya tekanan darah sistolik.
2.2.7 Diagnosis
2.2.7.1 Anamnesis
Penilaian awal pasien hipertensi harus mencakup riwayat lengkap dan pemeriksaan
fisik untuk memastikan diagnosis hipertensi, menyaring faktor resiko penyakit kardiovaskuler
yang lain, menyaring penyebab sekunder hipertensi, identifikasi konsekuensi kardiovaskuler
dari hipertensi dan komorbid yang lain, menilai tekanan darah-berhubungan dengan gaya
hidup, dan menentukan kekuatan untuk intervensi.
Kebanyakan pasien dengan hipertensi tidak memiliki gejala khusus yang dapat
merujuk pada peningkatan tekanan darahnya.Walaupun sangat lazim dianggap sebuah gejala
peningkatan tekanan arteri, sakit kepala secara umum terjadi hanya pada pasien dengan
hipertensi berat.Secara karakteristik,sakit kepala terjadi pada pagi hari dan terlokalisasi pada
daerah oksipital. Gejala tidak spesifik lainnya yang dapat berkaitan dengan peningkatan
tekanan darah termasuk pusing, berdebar – debar, mudah lelah, dan impotensi. Saat gejala
muncul, secara umum berhubungan dengan penyakit kardiovaskular atau manifestasi dari
hipertensi sekunder.
5. Faktor resiko lain : perubahan berat badan, dislipidemia, merokok, diabetes, inaktif
fisik
15
6. Bukti hipertensi sekunder : riwayat penyakit ginjal, perubhan penampilan, lemah otot,
berkeringat, berdebar – debar, tremor, erratic sleep, mendengkur, tidur di siang
bolong, gejala hipo- atau hipertiroid, pemakain agen yeng meningkatkan tekanan
7. Bukti kerusakan oragan target: riwayat serangan iskemik sementara, stroke, buta
sementara, sakit dada, infark miokard, gagal jantung kongestif, fungsi seksual
8. Komorbid lainnya
16
Pemeriksaan jantung dapat menunjukkan S2 mengeras karena penutupan katup aorta dan
sebuah S4 gallop, kontraksi atrial melawan ventrikel kiri yang tidak kompliens. Hipertrofi
ventrikel kiri dapat dideteksi dengan membesarnya, memanjanganya dan berpindah ke
lateralnya iktus kordis.Bising abdomen, khususnya yang menyamping dan memanjang
sepanjang sistol hingga diastol, meningkatkan kemungkinan hipertensi renovaskuler.Ginjal
pada pasien dengan penyakit ginjal polikista dapat teraba di abdomen. Pemeriksaan fisik
harus mencakup evaluasi tanda-tanda gagal ginjal kronik ddan pemeriksaan neurologis.
Metabolik Gula darah puasa, total cholesterol, HDL dan LDL, cholesterol, triglycerides
Pengukuran ulang fungsi renal, elektrolit serum, glukosa puasa, dan lipid harus dilakukan
setelah pemakaian agen antihipertensif yang baru dan per tahun, atau lebih sering jika
indikasi klinis.
1. Kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi glukosa hepatik) dan
jaringan di jaringan perrifer (otot dan lemak)
2. Sekresi insulin oleh sel berta pankreas
3. Atau keduanya
17
2.3.2 Klasifikasi
18
e. Karena obat/zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid,
hormone tiroid, diazoxid, aldosteronoma, lainnya
f. Infeksi: rubella congenital, CMV, lainnya
g. Imunologi (jarang): sindrom “Stiffman”, antibodi antireseptor insulin,
lainnya
h. Sindroma genetic lain: sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom
Turner, sindrom Wolfram’s, ataksia Friedreich’s, chorea Huntington,
sindrom Laurence Moon Biedl distrofi miotonil, porfiria, sindrom Prader
Willi, lainnya.
4. Diabetes Kehamilan
Beberapa pasien tidak dapat secara jelas diklasifikasikan sebagai DM tipe 1
atau DM tipe 2. Manifestasi klinis dan perjalanan penyakitnya sangat bervariasi
pada kedua tipe diabetes tersebut. Pasien yang didiagnosa dengan DM tipe 2 dapat
disertai ketoacidosis, meskipun jarang. Anak – anak dengan diabetes tipe 1
biasanya menunjukkan gejala khas, yaitu poliuria atau polidipsia dan kadang
disertao ketoasidosis (DKA). Kesulitan alam mendiagnosis mungkin terjadi pada
anak – anak, remaja, dan dewasa muda, namun diagnosis yang tepat akan semakin
jelas seiring berjalannya waktu.
2.3.3 Epidemiologi
19
sebagai resistensi insulin. Ini adalah masalah utama pada Diabetes Mellitus Tipe II. Dalam
Diabetes Mellitus Tipe II ini juga dijumpai penurunan sel beta secara stabil yang
mengakibatkan terjadinya peningkatan kadar gula darah (Medicinenet.com, 2005).
Diabetes Mellitus Tipe I adalah kurangnya produksi insulin secara mutlak. Hal ini
terjadi karena adanya gangguan dalam proses memproduksi insulin dari sel beta di pankreas
akibat kerusakan sekunder (Medicinenet.com, 2005).
Pada dasarnya, jika seseorang itu ada resistensi terhadap insulin, produksi insulin di
dalam tubuhnya akan meningkat sehingga mencapai suatu tahap tertentu untuk mengatasi
kondisi ini. Setelah itu, jika produksi insulin berkurang atau insulin tidak dapat dilepaskan,
maka terjadilah hiperglikemia (Medicinenet.com, 2005).
20
2.3.6 Gejala Klinis Diabetes Mellitus
Kedua jenis diabetes memiliki gejala yang sangat mirip. Gejala pertama
berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Gula tumpah ke dalam
urin ketika kadar gula darah naik di atas 160-180 mg/dl. Ketika tingkat gula dalam urin
meningkat lebih tinggi lagi, ginjal mengeluarkan air tambahan untuk mengencerkan sejumlah
besar gula, maka menghasilkan air seni yang berlebihan, jadi penderita diabetes sering buang
air kecil dengan volume yang banyak (poliuria). Buang air kecil yang berlebihan
mengakibatkan rasa haus yang tidak normal (polidipsia). Selain itu disebabkan kehilangan
kalori yang berlebihan dalam urin, maka berat badan penderita Diabetes Mellitus akan
menurun. Untuk mengkompensasinya, penderita Diabetes Mellitus akan sering merasa lapar.
Gejala lain untuk Diabetes Mellitus termasuk penglihatan kabur, pusing, mual, dan
menurunnya daya tahan semasa melakukanaktivitas ( Kishore, P. MD, 2008).
Gejala diabetes mellitus sangat bervariasi dan timbul secara perlahan – lahan
sehingga pasien seringkali tidak menyadari adanya perubahan. Ada tiga gejala utama diabetes
mellitus yaitu meningkatnya rasa lapar, rasa haus yang berlebihan, dan meningkatnya
frekuensi buang air kecil. Gejala –gejala diabetes mellitus :
- Meningkatnya frekuensi buang air kecil
- Rasa haus berlebihan
- Rasa lapar berlebihan
- Kelainan kulit
- Kesemutan
- Merasa lelah
Sering buang air kecil dan meningkatnya rasa haus (Poliuria, dan
Polidipsia)
Ginjal menyaring sekitar 1500 liter darah per hari, mengeluarkan sejumlah air
dan produk buangan dalam bentuk urin serta menyerap sebagian besar darah
yang tersaring, termasuk glukosa. Jika mengandung lebih banyak glukosa
daripada yang dapat diserap lagi oleh ginjal, maka glukosa ini akan dikeluarkan
bersama urin.
Sering keluarnya glukosa dari dalam tubuh, diperlukan lebih banyak air untuk
mempermudah peralirannya keluar dari tubuh. Meningkatnya air didalam urin
21
meningkatkan pula frekuensi buang air kecil yang pada akhirnya
mengakibatkan meningkatnya rasa haus (Savitri Ramaiah, 2006).
23
Komplikasi Kronis
Kompilkasi kronik pada dasarnya dapat terjadi pada semua pembuluh darah di
tubuh dan terbagi menjadi dua, yaitu makrongiopati (makrovaskular) dan
mikroangiopati (mikrovaskular). Gangguan mikrovaskular biasanya menyebabkan
kerusakan pada ginjal dan retina mata, sementara gangguan makrovaskular dapat
menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah jantung, kaki, dan otak (Waspadji,
2006).
2.4 PROLANIS
2.4.1 Definisi
Prolanis adalah suatu system layanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang
dilaksanakan secara terintergrasi yang melibatkan peserta, Fasilitas Kesehatan dan BPJS
Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang
menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya
pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien.
2.4.2 Tujuan
Aktifitas dalam prolanis meliputi aktifitas konsultasi medis, edukasi, home visit,
reminder , aktifitas klub, dan pemantauan status kesehatan.
24
jadwal konsultasi ke faskes pengelola tersebut.Sasarannya adalah tersampainya
reminder jadwal konsultasi peserta ke masing-masing faskes pengelola.
25
BAB III
PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
Data yang digunakan dalam mini project ini terdiri dari data primer dan data sekunder
(data penunjang).
3. 1 Data Primer
Data primer diperoleh melalui kuesioner mengenai pengetahuan masyarakat
Kecamatan Tajinan mengenai penyakit hipertensi dan diabetes melitus, dibagikan untuk
mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan masyarakat Kecamatan Tajinan mengenai
penyakit hipertensi dan diabetes melitus. Pembagian kuesioner dilakukan:
Waktu : 26-28 Oktober 2016
Tempat : Puskesmas Tajinan
Sasaran : masyarakat Kecamatan Tajinan yang berobat ke Balai Pengobatan
(BP)
Jumlah responden : 50 orang,
RESPONDEN
Pendidikan
JUMLAH PERSEN ( % )
SD 11 22%
SMP 14 28%
SMA 17 34%
SARJANA 8 16%
JUMLAH 50 100
26
Dari tabel diatas, diketahui bahwa responden terbanyak memiliki tingkat pendidikan
SMA sebanyak 17 responden dengan persentase 34% dan selanjutnya dengan tingkat
pendidikan SMP sebanyak 14 responden dengan persentase 28%. Di urutan ketiga dengan
tingkat pendidikan SD sebanyak 11 responden dengan persentase 22%. Sedangkan pada
urutan terakhir memiliki tingkat pendidikan sarjana sebanyak 8 responden dengan presentase
16%.
DM HT DM HT
B S B S
1 50 0 50 0 100% 100%
2 40 10 30 20 80% 60%
3 42 8 46 4 84% 92%
4 35 15 45 5 70% 90%
5 50 0 40 10 100% 80%
6 40 10 42 8 80% 84%
7 48 2 37 13 96% 74%
8 30 20 50 0 60% 100%
9 27 23 19 1 54% 95%
10 37 13 50 0 74% 100%
11 39 11 50 0 78% 100%
12 30 20 18 32 60% 36%
27
3.1.1.1 Diabetes Mellitus
a. Benar 30 60%
b. Salah 20 40%
Pada soal diatas tingkat pemahaman kader mengenai terapi obat anti diabet perlu dbenarkan.
Dimana hasil kuisioner yaitu tidak perlu mengkonsumsi obat jika kadar gula darah sudah
normal kader membenarkan jawaban tersebut sebanyak 60%.
a. Benar 27 54%
b. Salah 23 46%
Pada soal diatas tingkat pemahaman kader mengenai terapi obat anti diabet perlu
dibenarkan. Dimana hasil kuisioner yaitu meminum obat diabetes hanya pada kadar gula
darah tinggi kader membenarkan jawaban tersebut sebanyak 54%.
a. Benar 30 60%
b. Salah 20 40%
Pada soal diatas tingkat pemahaman kader mengenai faktor resiko dari diabetes
mellitus masih kurang termasuk salah satunya adalah obesitas. Dimana hasil kuisioner yaitu
penderita obesitas beresiko menderita diabetes mellitus kader membenarkan jawaban tersebut
hanya sebesar 60%.
28
3.1.1.2 Hipertensi
a. Benar 30 60%
b. Salah 20 40%
Pada soal diatas tingkat pemahaman kader mengenai tekanan darah yang masih
dikatakan normal. Dimana hasil kuisioner yaitu Tekanan darah normal adalah 100/60 mmHg
-140/100 mmHg kader membenarkan jawaban tersebuthanya sebesar 60%.
Pada soal diatas tingkat pemahaman kader mengenai follow up pada penderita tekanan
darah tinggi dimana kapan penderita mengontrol tekanan darahnya. Dimana hasil kuisioner
yaitu penderita hipertensi tidak perlu kontrol tekanan darahjika sudah tidak ada keluhan kader
mensalahkan jawaban tersebuthanya sebesar 36%.
Total 5 100%
29
Hipertensi
Total 5 100%
Dari tabel diatas diketahui bahwa rata-rata para kader prolanis di Puskesmas Tajinan
sebanyak 5 kader atau 100% dari responden tidak memiliki ketrampilan klinis untuk
menggunakan alatdiagnosis sederhana diabetes mellitus dan hipertensi.
Data Umum
Puskesmas Tajinan merupakan puskesmas rawat inap dengan kapasitas 15 tempat tidur,
serta termasuk dalam Kecamatan Tajinan.
Data Geografis
Kecamatan Tajinan terdiri dari :
Desa : 12 Desa
RW : 73 RW
RT : 368 RT
DUSUN : 39 Dusun
Wilayah Kecamatan Tajinan terletak di kabupaten Malang
Sebagai batas wilayah Kecamatan Tajinan adalah :
Sebelah Utara : Kecamatan Tajinan
Sebelah Barat : Kecamatan Pakisaji dan Kodya Malang
30
Sebelah Selatan : Kecamatan Bulu Lawang
Sebelah Timur : Kecamatan Poncokusumo dan Wajak
31
1.15. Jumlah WUS (15-39 Tahun) : 15.002 jiwa
1.16. Jumlah PUS (15-49 Tahun) : 9.80 pasangan
1.17. Jumlah Pra Usila (45-59 Th) : 7.857 jiwa
1.18. Jumlah Usila (>60 Th) : 5.848 jiwa
1.19. Jumlah Usila Risti (>70 Th) : 990 jiwa
1.20. Jumlah KK : 13.906 KK
1.21. Jumlah Kematian Tahun 2014 :
- Semua Umur : 348 jiwa
- Bayi( 0-11 bl) : 9 jiwa
- Balita( 0- 4 tahun) : 0 jiwa
- Ibu Melahirkan : 0 jiwa
- Neonatal ( 0- 28 HARI ) : 8 jiwa
- Perinatal( 0-7 hari + lahir mati/ IUFD) : 17 jiwa
1.22. Jumlah Kelahiran :
- Lahir Hidup : 657 jiwa
- Lahir Mati/IUFD : 12 jiwa
Sarana Pelayanan Kesehatan yang Ada di Kecamatan Tajinan
32
- Bidan Desa (PTT) : 12 orang
- Perawat Ponkesdes (Kontrak) : 4 orang
- Ahli Madya Gizi : 1 orang
- Analis Laboratorium : 1 orang
- Asisten Apoteker : 1 orang
- Tenaga APK : 0 orang
- Tenaga Sanitarian : 1 orang
- Tenaga Pembantu Paramedis : 2 orang
- Jurim : 1 orang
- Tenaga Kontrak AKPER : 0 orang
Jumlah Non Medis:
- Tata Usaha (PNS) : 2 orang
- Tata Usaha (Kontrak/Sukwan) : 0 orang
- Akupunturis (Sukwan) : 0 orang
- Sopir (Sukwan) : 1 orang
33
Ambulance 24 Jam
3.5. Unit Penunjang Non Medis :
Loket
Logistik
Dapur
3.6. Program Pokok :
Promosi Kesehatan
Kesejahteraan Ibu dan Anak
Keluarga Berencana
Upaya Perbaikan Gizi
P2M
Penyehatan Kesehatan Lingkungan
3.7. Program Pengembangan :
Gilut/ UKGMD/ UKGS
UKS / KRR
MATRA
Pengobat Tradisional
Usaha Kesehatan Mata
Usaha Kesehatan Kerja
Usaha Kesehatan Olah Raga
Usaha Kesehatan Usila
Usaha Kesehatan Jiwa
Perkesmas
BPJS
Desa P4K
Kelas Ibu Hamil dan Kelas Ibu Balita
34
Data Kesehatan Masyarakat
35
3.5 Solusi yang Mungkin Dilaksanakan
1. Penyuluhan tentang penyakit diabetes mellitus dan hipertensi.
2. Pelatihan mengenal dan menggunakan alat untuk memonitoring penyakit diabetes
mellitus dan hipertensi.
36
BAB IV
HASIL
4.1 Intervensi
Berdasarkan masalah yang didapatkan dari proses analisis data, maka dibutuhkan
suatu intervensi untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan para kader Prolanis
mengenai penyakit diabetes mellitus dan hipertensi. Metode intervensi yang dipilih dan
digunakan adalah penyuluhan karena merupakan metode yang mudah, efisien, dan efektif
diterapkan. Sedangkan intervensi dalam ketrampilan para kader dilakukan pelatihan pada
kader menggunakan tensimeter dan glukometer secara langsusng.
Intervensi berupa pretest, penyuluhan, tanya jawab, dan posttest untuk mengetahui
apakah ada perubahan tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah penyuluhan. Setelahnya
dilakukan pelatihan ketrampilan mengukur tekanan darah dan gula darah.
37
Komplikasi
3. Pengenalan alat untuk mengukur tekanan darah dan
kadar gula darah
4. Pelatihan ketrampilan kader menggunakan
tensimeter dan glukometer
5. Gambar terkait
6. Tanya jawab
Durasi ± 2 jam
4.2 Evaluasi
A. Data Pretest dan Posttest pengetahuan tentang diabetes mellitus dan hipertensi
1 5 11 1.50 Tinggi
2 6 10 0.80 Tinggi
3 8 10 0.40 Sedang
4 9 13 2.00 Tinggi
5 7 10 0.60 Sedang
JUMLAH 35 54 28,89
Dari tabel diatas diketahui bahwa nilai rata-rata pretest sebesar 7.00
sedangkan nilai rata-rata posttest sebesar 10.80. Untuk mengetahui peningkatan
kemampuan dalam menjawab kuesioner dihitung menggunakan indeks gain dengan
rumus sebagai berikut :
38
Nilai posttest Nilai pretest
Indeks Gain =
Skor Maksimal Ideal Nilai posttest
Adapun kriteria rendah, sedang, tinggi mengacu pada kriteria Hake yaitu :
Soal Kuesioner berjumlah 15 soal dengan nilai untuk setiap jawaban benar
bernilai 1 (satu) sedangkan untuk jawaban salah bernilai 0 (nol). Jadi, Skor Maksimal
Ideal (SMI) yang mungkin didapat responden adalah sebesar 15 (lima belas).
39
Bagi peserta prolanis yang tidak bisa hadir pada kegiatan rutin akan dilakukan home
visit oleh kader untuk mengetahui tekanan darah/gula darah agar tetap terpantau
secara rutin.
40
BAB V
HASIL DISKUSI
1. Pengetahuan tentang penyakit diabetes mellitus dan hipertensi pada kader prolanis
yang merupakan tangan kaki tenaga kesehatan yang langsung berhubungan dengan
masyarakat menyebabkan turut berpengaruhnya keberhasilan program prolanis dan
juga menurunkan angka kesakitan dan komplikasi dari penyakit diabetes mellitus dan
hipertensi di Puskesmas Tajinan.
2. Pelatihan ketrampilan klinis para kader prolanis yang sudah didapat sekarang masih
perlu dilakukan pendampingan secara berkala sampai akhirnya bisa mandiri, sehingga
dapat membantu tenaga kesehatan di desa dalam kelancaran program prolanis ke
depannya.
3. Agar pengetahuan kader tentang penyakit diabetes mellitus dan hipertensi meningkat
dibutuhkan penyuluhan dan edukasi secara berkala setiap bulan melalui pertemuan
kader. Dimana hal itu dapat berjalan dengan koordinasi lintas sektor yaitu pihak
Puskesmas Tajinan bekerja sama dengan perangkat desa setempat .
41
BAB VI
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
diharapkan tidak hanya dilakukan oleh petugas kesehatan melainkan diharapkan peran
42
serta masyarakat umum khususnya kader kesehatan Puskesmas Tajinan. Sedangkan
ketrampilan klinis para kader yang didapat sementara ini perlu dilakukan
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Arora. 2008. 5 langkah mencegah dan mengobati tekanan darah tinggi. Jakarta : Bhauana
Ilmu Populer.
3. Ed. Tanto C Et Al. Kapita Selekta Kedokteran Ed 4. Jakarta: Media Aesculapius. 2014 :
635-639.
4. Fisher N.D.L, William G.H. Hypertensive Vascular Disease. Harrison’s Principle Of
Internal Medicine.16th Edition. New York: The Mc Graw Hill. 2005. 230: 1463 – 81.
5. Gunawan Lany. 2000.Hipertensi Tekanan darah tinggi. Yogjakarta : Kanisus
9. Sarwono Warpadzi, Soeparman,dkk. 2006.Ilmu Penyakit Dalam jilid VI. Jakarta : Balai
Penerbitan FKUI.
10. Suddarth & Brunner. 2002. Keterampilan Medikal Bedah vol. 2. Jakarta : EGC
44
LAMPIRAN
KUESIONER PENELITIAN
Nama :
Umur :
Alamat :
Nama :
Menyatakan tidak keberatan dan bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian yang
dilakukan oleh tersebut diatas, saya bersedia berperan dalam penelitian ini dan menandatangani
lembar persetujuan sebagai responden peneliti.
Peneliti Responden
( ) ( )
45
KUESIONER PENELITIAN
A. Identitas
a. Tanggal pengisian kuesioner :
b. Nama :
c. Umur :
d. Pendidikan :
e. Pekerjaan :
f. Alamat :
B. Petunjuk Pengisian
1. Bacalah terlebih dahulu semua pernyataan dan tanyakan kepada peneliti apabila ada
yang kurang dimengerti.
2. Isilah pertanyaan dengan mengisi pada kolom yang tersedia.
3. Berilah tanda check list (√) pada kolom yang sesuai dengan jawaban anda.
4. Isilah titik dibawah dengan jawaban yang singkat yang anda ketahui
Contoh
Hipertensi merupakan
1 √
penyakit tidak menular
46
Kuisioner Tingkat Pengetahuan Tentang Diabetes Mellitus (Kencing Manis)
48
Dokumentasi Kegiatan
49
50