You are on page 1of 18

KATA PENGATAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan karena berkat karunia dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Praktik Klinik Keperawatan Dewasa II tentang
Asuhan Keperawatan Stroke Non Hemoragik di Ruang Mawar RSUD Ambarawa ini dengan
tepat waktu, Laporan Praktik ini disusun untuk memenuhi tugas Praktik Klinik pada mata
kuliah Keperawatan Dewasa II. penyusunan Laporan ini tidak terlepas dari dukungan dan
bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa Laporan Praktik ini masih jauh dari kesempurnaan baik isi
maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan bimbingan dari
pembaca yang dapat membangun kesempurnaan Laporan Praktik ini.
Semoga Laporan Praktik ini bermanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi penulis
pada khususnya. Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Ungaran, 29 Oktober 2016

Penulis
LAPORAN PENDAHULUAN STROKE

A. Definisi
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani
secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak
yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada
siapa saja dan kapan saja (Arif Muttaqin, 2008).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskuler.
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak
(Corwin, 2009).
B. Klasifikasi
1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
(Muttaqin, 2008)
a. Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak
dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang
terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di
daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
2) Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-
cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan keluarnya
keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat
disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)
b. Stroke Non Hemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama
beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan
spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24
jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau
permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan
TIA berulang.
C. Etiologi
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008) :
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis
memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan
pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri
iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah
serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi
melalui mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan
thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis ( radang pada arteri )
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung
yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung
cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini
dapat menimbulkan emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu
kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
2. Haemorhagik
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan
mungkin herniasi otak.
3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
4. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
D. Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan
adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan
lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung
sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik,
atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau
terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam
aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema
ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis
biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah
serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi
septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan
cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas
terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan
darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit.
Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi
oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak
akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya
tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah
yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan
neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari
60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada
perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-
60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan
terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)
E. Pathway Faktor Resiko Stroke (alcohol, hiperkolesteroid, merokok,
stress, HT, depresi, kegemukan)

Areteroskleorosis ( elastisitas Kepekatan darah Pembentukan Thrombus


pembulu darah menurun meningkat

Obstruksi Thrombus
di Otak

Penurunan darah ke Otak

Kerusakan pusat gerak motorik di lobus Hipoksia Cerebri Kelemahan pada nervus
frontalis hemisphare / hemiplagia sistem V, VII, IX, X
Infark jaringan Otak Perubahan
Persepsi Semsori
Gangguan Mobilitas Fisik
Mobilitas Fisik Menurun Ketidakefektifan perfusi Penurunan Kemampuan Otot
jaringan cerebral Mengunyash / Menelan
Tirah Baring
Kesadaran menurun

Resiko Kerusakan Ketidakefektifan Gangguan Reflek Keseimbangan Nutrisi Kurang


Integritas Kulit Pola Nafas Menelan Dari Kebutuhan Tubuh
F. Manifestasi Klinis
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran
darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan
membaik sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis) yang
timbul mendadak.
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
7. Disartria (bicara pelo atau cadel)
8. Gangguan persepsi
9. Gangguan status mental
10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.
G. Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi ini
dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi  infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,
konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis  nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak  epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus.

Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon
pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya
perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat
dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-
rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
I. Penatalaksanaan Medis
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan
tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan
Pengobatan Konservatif

a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi


maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya trombosis
atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.

Pengobatan Pembedahan

Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :

a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka


arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
J. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan, baik
akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun sebagai akibat strokenya
sendiri.
b. Breathing
Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan di pusat
napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas.
c. Circulation
Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular), yaitu fungsi jantung dan
pembuluh darah. Seringkali terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau
gangguan tekanan darah yang harus ditangani secara cepat. Gangguan jantung
seringkali merupakan penyebab stroke, akan tetapi juga bisa merupakan
komplikasi dari stroke tersebut
2. Pengkajian Sekunder
a. Identitas klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa medis.
b. Keluhan utama: Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
c. Riwayat penyakit sekarang: Identifikasi faktor penyebab, Kaji saat mulai timbul;
apakah saat tidur/ istirahat atau pada saat aktivitas, Bagaimana tanda dan gejala
berkembang; tiba-tiba kemungkinan stroke karena emboli dan pendarahan, tetapi
bila onsetnya berkembang secara bertahap kemungkinan stoke trombosis,
Bagaimana gejalanya; bila langsung memburuk setelah onset yang pertama
kemungkinan karena pendarahan, tetapi bila mulai membaik setelah onset
pertama karena emboli, bila tanda dan gejala hilang kurang dari 24 jam
kemungkinan TIA, Observasi selama proses interview/ wawancara meliputi; level
kesadaran, itelektual dan memory, kesulitan bicara dan mendengar, Adanya
kesulitan dalam sensorik, motorik, dan visual.
d. Riwayat penyakit dahulu: Ada atau tidaknya riwayat trauma kepala, hipertensi,
cardiac desease, obesitas, DM, anemia, sakit kepala, gaya hidup kurang olahraga,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator dan obat-obat adiktif
e. Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita
hipertensi ataupun diabetes militus.
f. Riwayat psikososial: Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya
untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan
pikiran klien dan keluarga.
g. Pola-pola fungsi kesehatan:
1) Pola kebiasaan. Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol.
2) Pola nutrisi dan metabolisme , adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut.
3) Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
4) Pola aktivitas dan latihan, adanya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah,
5) Pola tidur dan istirahat biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat
karena kejang otot/nyeri otot,
6) Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan peran karena
klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
7) Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,
mudah marah, tidak kooperatif.
8) Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/ sentuhan menurun pada muka
dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan
memori dan proses berpikir.
9) Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat
dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi,
antagonis histamin.
10) Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
berkomunikasi.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan ibadah
karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh.
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum: mengelami penurunan kesadaran, Suara bicara : kadang
mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/afasia:
tanda-tanda vital: TD meningkat, nadi bervariasi.
b. Pemeriksaan integument:
1) Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-
tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA
Bleeding harus bed rest 2-3 minggu.
2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
c. Pemeriksaan leher dan kepala:
1) Kepala: bentuk normocephalik
2) Wajah: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi.
3) Leher: kaku kuduk jarang terjadi.
d. Pemeriksaan dada: Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar
ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan.
e. Pemeriksaan abdomen: Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest
yang lama, dan kadang terdapat kembung.
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus: Kadang terdapat incontinensia atau
retensio urine.
g. Pemeriksaan ekstremitas: Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh.
h. Pemeriksaan neurologi:
1) Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis
VII dan XII central.
2) Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada
salah satu sisi tubuh.
3) Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi.
4) Pemeriksaan refleks: Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
didahuli dengan refleks patologis.
K. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak
terhambat
2. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan
neurovaskuler
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan kesadaran.
L. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


1. Ketidakefektifan Perfusi Setelah dilakukan tindakan NIC :
jaringan serebral b.d keperawatan diharapkan suplai Intrakranial Pressure (ICP)
aliran darah ke otak aliran darah ke otak lancar dengan Monitoring (Monitor
terhambat. kriteria hasil: tekanan intrakranial)
NOC : 1. Berikan informasi kepada
Circulation status keluarga
Tissue Prefusion : cerebral 2. Monitor tekanan perfusi
Kriteria Hasil : serebral
1. Mendemonstrasikan status 3. Catat respon pasien
sirkulasi yang ditandai terhadap stimuli
dengan: 4. Monitor tekanan
a. Tekanan sistole dan intrakranial pasien dan
diastole dalam rentang respon neurology terhadap
yang diharapkan aktivitas
b. Tidak ada ortostatik 5. Monitor intake dan output
hipertensi cairan
c. Tidak ada tanda tanda 6. Restrain pasien jika perlu
peningkatan tekanan 7. Monitor suhu dan angka
intrakranial (tidak lebih WBC
dari 15 mmHg) 8. Kolaborasi pemberian
2. mendemonstrasikan antibiotik
kemampuan kognitif yang 9. Posisikan pasien pada
ditandai dengan: posisi semifowler
a. berkomunikasi dengan 10. Minimalkan stimuli dari
jelas dan sesuai dengan lingkungan
kemampuan Terapi oksigen
b. menunjukkan perhatian, 1. Bersihkan jalan nafas dari
konsentrasi dan orientasi secret
c. memproses informasi 2. Pertahankan jalan nafas
d. membuat keputusan tetap efektif
dengan benar 3. Berikan oksigen sesuai
3. menunjukkan fungsi sensori intruksi
motori cranial yang utuh : 4. Monitor aliran oksigen,
tingkat kesadaran mambaik, kanul oksigen dan sistem
tidak ada gerakan gerakan humidifier
involunter 5. Beri penjelasan kepada
klien tentang pentingnya
pemberian oksigen
6. Observasi tanda-tanda
hipo-ventilasi
7. Monitor respon klien
terhadap pemberian
oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap
memakai oksigen selama
aktifitas dan tidur
2 Hambatan komunikasi Setelah dilakukan tindakan NIC
verbal b.d penurunan keperawatan diharapkan klien 1. Libatkan keluarga untuk
sirkulasi ke otak mampu untuk berkomunikasi lagi membantu memahami /
dengan kriteria hasil: memahamkan informasi
1. dapat menjawab dari / ke klien
pertanyaan yang diajukan 2. Dengarkan setiap ucapan
perawat klien dengan penuh
2. dapat mengerti dan perhatian
memahami pesan-pesan 3. Gunakan kata-kata
melalui gambar sederhana dan pendek
3. dapat mengekspresikan dalam komunikasi dengan
perasaannya secara verbal klien
maupun nonverbal 4. Dorong klien untuk
mengulang kata-kata
5. Berikan arahan / perintah
yang sederhana setiap
interaksi dengan klien
6. Programkan speech-
language teraphy
7. Lakukan speech-language
teraphy setiap interaksi
dengan klien
3 Defisit perawatan diri; Setelah dilakukan tindakan NIC :
mandi,berpakaian, makan, keperawatan diharapkan Self Care assistance : ADLs
toileting b.d kerusakan kebutuhan mandiri klien terpenuhi, 1. Monitor kemempuan klien
neurovaskuler dengan kriteria hasil: untuk perawatan diri yang
NOC : mandiri.
Self care : Activity of Daily Living 2. Monitor kebutuhan klien
(ADLs) untuk alat-alat bantu untuk
Kriteria Hasil kebersihan diri,
1. Klien terbebas dari bau berpakaian, berhias,
badan toileting dan makan.
2. Menyatakan kenyamanan 3. Sediakan bantuan sampai
terhadap kemampuan klien mampu secara utuh
untuk melakukan ADLs untuk melakukan self-care.
3. Dapat melakukan ADLS 4. Dorong klien untuk
dengan bantuan melakukan aktivitas sehari-
- hari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan
secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga
untuk mendorong
kemandirian, untuk
memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak
mampu untuk
melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin
sehari- hari sesuai
kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien
jika mendorong
pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.
4 Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan NIC :
b.d kerusakan keperawatan diharapkan klien Exercise therapy :
neurovaskuler dapat melakukan pergerakan fisik ambulation
dengan kriteria hasil : 1. Monitoring vital sign
Joint Movement : Active sebelm/sesudah latihan
Mobility Level dan lihat respon pasien
Self care : ADLs saat latihan
Transfer performance 2. Konsultasikan dengan
Kriteria Hasil : terapi fisik tentang
1. Klien meningkat dalam rencana ambulasi sesuai
aktivitas fisik dengan kebutuhan
2. Mengerti tujuan dari 3. Bantu klien untuk
peningkatan mobilitas menggunakan tongkat saat
3. Memverbalisasikan berjalan dan cegah
perasaan dalam terhadap cedera
meningkatkan kekuatan 4. Ajarkan pasien atau
dan kemampuan berpindah tenaga kesehatan lain
4. Memperagakan tentang teknik ambulasi
penggunaan alat Bantu 5. Kaji kemampuan pasien
untuk mobilisasi (walker) dalam mobilisasi
6. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
7. Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi kebutuhan
ADLs ps.
8. Berikan alat Bantu jika
klien memerlukan.
9. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan
berikan bantuan jika
diperlukan
5 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan NIC :
nafas berhubungan perawatan diharapkan pola nafas Airway Management
dengan penurunan pasien efektif dengan kriteria hasil 1. Buka jalan nafas,
kesadaran : guanakan teknik chin lift
Menujukkan jalan nafas paten ( atau jaw thrust bila perlu
tidak merasa tercekik, irama nafas 2. Posisikan pasien untuk
normal, frekuensi nafas memaksimalkan ventilasi
normal,tidak ada suara nafas 3. Identifikasi pasien
tambahan perlunya pemasangan alat
NOC : jalan nafas buatan
1. Respiratory status : 4. Pasang mayo bila perlu
Ventilation 5. Lakukan fisioterapi dada
2. Respiratory status : Airway jika perlu
patency 6. Keluarkan sekret dengan
3. Vital sign Status batuk atau suction
Kriteria Hasil : 7. Auskultasi suara nafas,
1. Mendemonstrasikan batuk catat adanya suara
efektif dan suara nafas tambahan
yang bersih, tidak ada 8. Lakukan suction pada
sianosis dan dyspneu mayo
(mampu mengeluarkan 9. Berikan bronkodilator bila
sputum, mampu bernafas perlu
dengan mudah, tidak ada 10. Berikan pelembab udara
pursed lips) Kassa basah NaCl Lembab
2. Menunjukkan jalan nafas 11. Atur intake untuk cairan
yang paten (klien tidak mengoptimalkan
merasa tercekik, irama keseimbangan.
nafas, frekuensi pernafasan 12. Monitor respirasi dan
dalam rentang normal, status O2
tidak ada suara nafas
abnormal) Oxygen Therapy
3. Tanda Tanda vital dalam 1. Bersihkan mulut, hidung
rentang normal (tekanan dan secret trakea
darah, nadi, pernafasan 2. Pertahankan jalan nafas
yang paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Onservasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
7. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
DAFTAR PUSTAKA

Corwin Elizabeth J. Buku saku pathofisiologi. Edisis 3, alih bahasa Nike Budi Subekti, Egi
Komara Yuda, Jakarta: EGC, 2009.

Herdman Heather T. 2009. Nanda International Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan


klassifikasi, Editor edisi bahasa Indonesia Monica Ester, Jakarata: EGC

Jurnal, Informasi Tentang Data Stroke, Obat Stroke, Pengobatan Stroke, Rehabilitasi Stroke.
Dalam bentuk Jurnal. Diambil dari http://data-
stroke.blogspot.com/2010_03_01_archive.html. Diakses di internet 26 September
2016

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

NANDA, 2015, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8
Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih.
Jakarta: EGC

You might also like