You are on page 1of 18

Fisioterapi

Selasa, 15 November 2011

Osteoarthritis (OA)

Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit degeneratif pada kartilago sendi yang banyak ditemukan.
OA lutut lebih sering menyebabkan disabilitas dibandingkan OA pada sendi lain. Penderita
OA mengeluh nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang
terkena. Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga sangat
mengganggu mobilitas penderita.1

Prevalensi OA pada sendi meningkat secara progresif dengan meningkatnya usia yang merupakan
faktor resiko yang kuat untuk terjadinya OA. Wanita 2 kali lebih banyak menderita OA dibandingkan
pria, dimana wanita kulit hitam dengan OA lebih banyak 2 kali dibandingkan wanita kulit putih.1

Pada usia lebih dari 65 tahun, baik secara klinik maupun radiologi didapatkan peningkatan jumlah
kasus OA lutut. Menurut The Framingham Osteoarthritis Study gambaran radiologik OA lutut yang
berat (grade III dan IV menurut kriteria Kellgreen-Lawrence) makin meningkat dengan bertambahnya
umur, yaitu 11,5% pada usia kurang dari 70 tahun, 17,8% pada umur 70-79 tahun dan 19,4% pada
usia lebih dari 80 tahun. Wanita yang mempunyai gambaran radiologik osteoarthritis berat adalah
10,6% pada umur kurang dari 70 tahun, 17,6% pada umur 70-79 tahun dan 21,1% pada umur lebih
dari 80 tahun; sedangkan pada laki-laki 12,8% pada umur kurang dari 70 tahun, 18,2% pada umur
70-79 tahun dan 17,9% pada umur lebih dari 80 tahun. Prevalensi radiologik OA akan meningkat
sesuai dengan umur. Pada umur di bawah 45 tahun jarang didapatkan gambaran radiologik yang
berat. Pada usia tua gambaran radiologik OA lutut yang berat mencapai 20%.2

Dari aspek rehabilitasi medik, penyakit sendi degeneratif, dapat menimbulkan kecacatan fisik dalam
beberapa tingkat, yaitu, tingkat impairmen (kerusakan sendi, terutama yang menyebabkan keluhan
nyeri), tingkat disabilitas (adanya kecacatan fisik, sehingga terganggunya activity of daily living), dan
handikap (tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan, akibat hambatan psikologis, sosial, dan
vokasional oleh karena kecacatan fisik yang dideritanya).3

Sebagian besar manajemen OA bertujuan untuk mengurangi nyeri secara farmakologis.


Pemberian latihan juga sudah umum diberikan pada pasien OA, tetapi masih banyak difokuskan
hanya pada impairmen lokal di sekitar sendi yang terkena seperti kelemahan otot, keterbatasan luas
gerak sendi, dan nyeri. Padahal manajemen yang efektif seharusnya juga memperhatikan
keterbatasan fungsional dan disabilitas sekunder yang timbul karena impairmen lokal pada OA.4Oleh
karena itu pada tinjauan kepustakaan ini akan dibahas latihan secara holistik untuk pasien OA lutut.
BAB 2

OSTEOARTHRITIS LUTUT

2.1. Definisi

Definisi osteoarthritis menurut American Rheumatism Association (ARA) adalah ‘sekelompok kondisi
heterogen yang menyebabkan timbulnya gejala dan tanda pada lutut yang berhubungan dengan
defek integritas kartilgo, dan perubahan pada tulang di bawahnya dan pada batas
sendi.5 Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif pada kartilago sendi dengan
perubahan reaktif pada batas-batas sendi, seperti pembentukan osteofit, perubahan tulang
subkondral, perubahan sumsum tulang, reaksi fibrous pada sinovium, dan penebalan kapsul
sendi. Sendi yang bisa terkena OA adalah sendi-sendi benar (‘true joint’ atau diarthrosis), yaitu
sendi-sendi yang mempunyai kapsul sendi, membran sinovialis, cairan sinovialis, dan kartilago
sendi.1

2.2. Anatomi

Gambar 1. Anatomi sendi lutut

Sendi lutut terdiri dari sendi tibiofemoral dan patelofemoral yang disusun oleh tulang tibia,
femur dan patella. Permukaan distal kondilus medialis dan lateralis femur tidak kongruen dengan
permukaan proksimal tibia. Hal ini dikompensasi oleh meniskus medialis dan lateralis yang
merupakan jaringan kartilago berbentuk semilunar.6

Sendi lutut diperkuat ligamentum kolateral medialis, ligamentum kolateral lateralis,


ligamentum krusiatum anterior, ligamentum krusiatum posterior, dan otot – otot sekitar lutut.6

2.3. Patogenesis

OA dapat terjadi berdasarkan 2 mekanisme berikut, yaitu (1) Beban yang berlebihan pada
komponen material kartilago sendi dan tulang subkondral yang normal, sehingga terjadi
kerusakan/kegagalan jaringan, dan (2) kualitas komponen material kartilago yang jelek sehingga
dengan beban yang normal pun tetap terjadi kerusakan.1
Gambar 2. Perubahan patologis pada sendi OA7

Perubahan yang terjadi pada OA adalah ketidakrataan rawan sendi disusul ulserasi dan hilangnya
rawan sendi sehingga terjadi kontak tulang dengan tulang dalam sendi disusul dengan terbentuknya
kista subkondral, osteofit pada tepi tulang, dan reaksi radang pada membrane
sinovial. Pembengkakan sendi, penebalan membran sinovial dan kapsul sendi, serta teregangnya
ligament menyebabkan ketidakstabilan dan deformitas.1,8

Gambar 3. Sendi lutut yang mengalami kerusakan

Otot di sekitar sendi menjadi lemah karena efusi sinovial dan disuse atrophy pada satu sisi dan
spasme otot pada sisi lain. Perubahan biomekanik ini disertai dengan perubahan biokimia dimana
terjadi gangguan metabolisme kondrosit, gangguan biokimia matrik akibat terbentuknya enzim
metalloproteinase yang memecah proteoglikan dan kolagen.8

2.4. Diagnosis
Diagnosis OA lutut dibuat berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Nyeri merupakan keluhan yang paling sering terjadi pada penderita penyakit sendi
degeneratif yang menyebabkan penderita datang berobat. Nyeri dipicu oleh pergerakan, dan
berkurang dengan istirahat, kecuali pada tahap lanjut, rasa nyeri tetap terasa pada saat tidur. Tahap
dini pada umumnya tidak terasa nyeri, oleh karena rawan sendi adalah aneural. Nyeri timbul dari
mikrofraktur tulang subkhondral dan inflamasi pada membran sinovium. Struktur artikuler yang
sensitif terhadap nyeri adalah kapsul sendi, bantalan lemak sendi, dan tulang subkhondral,
sedangkan dari struktur ekstra artikuler adalah ligamen, tendon, dan bursa. Pada tahap lanjut, pada
umumnya nyeri disebabkan oleh karena fibrosis kapsuler, kontraktur sendi, dan kelelahan otot.3,4,7

Kekakuan sendi (“stiffness”), sering timbul pagi hari, dan keluhan dapat hilang dalam 15 menit.
Kekakuan dapat berubah permanen, yang diduga disebabkan oleh karena terjadinya kerusakan
permukaan sendi dan fibrosis kapsul. Edema persendian dapat berasal dari efusi cairan sinovial serta
dapat disertai dengan eritema ringan.3,7

Pemeriksaan penunjang rutin yang dilakukan untuk evaluasi OA lutut adalah pemeriksaan rontgen
konvensional. Gambaran khas pada OA lutut adalah adanya osteofit dan penyempitan celah
sendi.3,7 Berdasarkan pemeriksaan radiologi, Kellgren & Lawrence menyusun gradasi OA lutut
menjadi : 8

Grade 0 : tidak ada OA

Grade 1 : sendi dalam batas normal dengan osteofit meragukan

Grade 2 : terdapat osteofit yang jelas tetapi tepi celah sendi baik dan tak nampak deformitas
tulang.

Grade 3 : terdapat osteofit dan deformitas ujung tulang dan penyempitan celah sendi.

Grade 4 : terdapat osteofit dan deformitas ujung tulang dan disertai hilangnya celah sendi.8

The American College of Rheumatology menyusun kriteria diagnosis OA lutut idiopatik berdasarkan
pemeriksaan klinis dan radiologi sebagai berikut :1

Klinis dan laboratorium Klinis dan radiologis Klinis

Nyeri lutut + minimal 5 dari 9 Nyeri lutut + minimal 1 dari 3 Nyeri lutut + minimal 3 dari 6
berikut : berikut : berikut :

- umur > 50 tahun - umur > 50 tahun - umur > 50 tahun

- stiffness < 30 menit - stiffness < 30 menit - stiffness < 30 menit

- krepitasi - krepitasi + osteofit - krepitasi

- nyeri pada tulang - nyeri pada tulang

- pelebaran tulang - pelebaran tulang

- tidak hangat pada - tidak hangat pada


perabaan perabaan
- LED < 40mm/jam

- Rheumatoid factor <1:40

- Cairan sinovial : jernih,


viscous,Lekosit <2000/mm3

92% sensitif 91 % sensitive 95 % sensitif

75%spesifik 86% spesifik 69 spesifik

2.5. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan OA lutut terdiri dari terapi farmakologik dan non farmakologik. Terapi
farmakologik dapat berupa analgesik baik dari golongan non steroid (NSAID) maupun golongan
steroid, dapat diberikan oral maupun injeksi intraartikular. Suplemen glukosamin sulfat dan
kondroitin sulfat sebagai bahan dasar tulang rawan sendi juga sering digunakan sebagai terapi OA.
Mekanisme kerjanya belum diketahui secara pasti, tetapi dikatakan bermanfaat dalam metabolisme
kartilago sendi dan mempunyai efek anti inflamasi. Injeksi intraartikular dengan asam hyaluronat
sebagai viscosuplement dikatakan juga dapat memperbaiki kekentalan dan elastisitas cairan sinovial,
efek anti inflamasi dan anti nosiseptif, menghambat degradasi enzim kartilago sendi, spons mekanik
(absorbsi mediator inflamasi), umpan balik positif untuk sintesis asam hyaluronat endogen, dan
merangsang sintesis matriks tulang sendi.4,9,10

Terapi non farmakologis terdiri dari edukasi pada penderita, terapi modalitas, latihan, dan
pemberian alat bantu/ortesa. Terapi modalitas bisa berupa terapi panas (Short wave diathermy,
micro wave diathermy, ultrasound diathermy), terapi dingin, TENS, dan terapi laser. Pemakaian
terapi panas bertujuan mengurangi nyeri, mengurangi spasme otot, mengurangi kekakuan sendi,
menambah ekstensibilitas tendon. Kompres dingin pada sendi OA akan menghambat aktivitas
kolagenase di dalam sinovium. Kompres dingin juga mengurangi spasme otot. Terapi listrik TENS
(Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) digunakan untuk mengurangi nyeri melalui kerjanya
menaikkan ambang rangsang nyeri. Terapi laser pada dekade terakhir ini mulai populer digunakan
pada OA untuk mengurangi nyeri.4,9,11

Ortosis atau alat bantu pada OA lutut diberikan untuk mengurangi beban sendi, menstabilkan sendi,
mengurangi gerakan sendi, memelihara sendi pada posisi fungsi maksimal, dan mencegah
deformitas. 9,11

Terapi bedah (arthroscopy, osteotomy, atrhroplasty) diindikasikan pada pasien yang tidak
responsif dengan terapi konservatif.7
BAB 3

TERAPI LATIHAN PADA PENDERITA OA LUTUT

Latihan merupakan bagian penting dalam manajemen pasien dengan OA lutut. Menurut
Minor, tujuan program latihan pada pasien OA adalah:

1. Mengurangi impairmen dan memperbaiki fungsi. Misalnya mengurangi nyeri sendi,


meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan luas gerak sendi, menormalkan pola jalan, dan
memperbaiki kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari.

2. Melindungi sendi dari kerusakan lebih lanjut dengan cara mengurangi stress pada sendi,
mengurangi joint forces, dan memperbaiki biomekanik sendi.

3. Mencegah disabilitas dan menurunnya kesehatan yang terjadi sekunder karena inaktivitas
dengan meningkatkan level aktifitas fisik sehari-hari dan memperbaiki daya tahan fisik.4

Program latihan pada pasien OA harus disusun secara individual sesuai keadaan pasien. Pada pasien
dengan kelemahan otot yang signifikan dan berkurangnya gerakan sendi, tujuan awal dari latihan
adalah mengurangi impairmen, memperbaiki fungsi, dan persiapan untuk aktivitas fisik. Pada pasien
OA dengan kekuatan otot dan luas gerak sendi (LGS) yang baik maka program latihan difokuskan
pada perlindungan sendi dan general conditioning. 4

Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam menyusun program latihan untuk penderita
OA lutut, yaitu :4,5

1. Derajat penyakit dan alignment sendi

Derajat OA bisa mempengaruhi respon penderitanya terhadap latihan. Penelitian Fransen dkk
menunjukkan bahwa pasien dengan celah sendi lutut sisi medial yang lebih sempit berespon kurang
baik dibandingkan dengan pasien yang celah sendinya lebih lebar. Pada pasien OA dengan genu
varus maka akan terjadi peningkatan beban di sisi medial lutut saat jalan cepat. Oleh karena itu perlu
dgunakan ortosis misalnya dengan lateral wedge, atau knee brace.5 Selain itu pada kondisi inflamasi
akut atau udema sendi yang signifikan, latihan harus ditunda sampai inflamasi berkurang.4,5

2. Nyeri

Nyeri merupakan gejala utama pada pasien OA yang sering menyebabkan pasien membatasi
aktivitasnya. Latihan penguatan dapat mengurangi keluhan nyeri pada pasien OA. Pada tahap awal
digunakan latihan penguatan otot isometrik karena gerak sendi yang terbatas sehingga tidak
menimbulkan nyeri.4 Selain itu sebelum melakukan latihan aerobik harus dilakukan latihan
pemanasan muskuloskletal dan kardiovaskular serta latihan fleksibilitas. Latihan dilakukan sebatas
gerakan bebas nyeri serta harus menghindari postur dan gerakan yang meningkatkan nyeri dan
menibulkan udema. Pasien juga diajari untuk memonitor sendiri latihannya untuk menghindari nyeri
dan delayed onset muscle soreness.4,5

3. Usia
Usia bukan merupakan kontraindikasi melakukan latihan. Guideline latihan sama bisa
diterapkan pada penderita usia lanjut dengan memperhatikan adanya resiko fraktur dan ganguan
keseimbangan. 5

4. Obesitas

Obesitas merupakan faktor resiko terjadinya OA. Menurunkan berat badan diketahui
menurunkan gejala OA dan resiko terjadinya OA. Program penurunan berat badan harus termasuk
dalam program latihan pasien OA dengan obesitas. Berjalan dengan kecepatan sedang, bersepeda,
dan latihan di air merupakan latihan yang aman dan bermanfaat untuk pasien OA lutut dan hip,
termasuk pasien yang obesitas/overweight.5

3.1. Latihan untuk pasien OA lutut

Belum ada formula latihan yang pasti untuk pasien OA lutut. Walaupun demikian prinsip yang
umum digunakan dalam program rehabilitasi medik untuk pasien OA terdiri dari beberapa
komponen seperti pada tabel berikut. 7

Tabel 3.1. Program rehabilitasi untuk OA7

3.1.1. Latihan luas gerak sendi (LGS)/fleksibilitas dan peregangan/stretching

Pada saat gerakan sendi terjadi kompresi dan dekompresi kartilago sendi yang penting untuk
nutrisi adekuat dan keseimbangan aktivitas anabolik dan katabolik di kartilago sendi. Imobilisasi dan
joint loading yang tidak adekuat menyebabkan atrophy kartilago. Inaktivitas juga menyebabkan
berkurangnya fleksibilitas dan berkurangnya compliance kapsul sendi, ligamen, dan sinovium.5

Prinsip umum latihan LGS adalah bahwa sendi terutama sendi lutut digerakkan pada luas gerak sendi
penuh untuk mencegah motion loss yang sering terjadi pada sendi OA. Latihan LGS aktif diberikan
apabila pasien mempunyai LGS penuh dan kekuatan otot yang cukup untuk dapat menggerakkan
ototnya sendiri. Latihan LGS aktif assistif diberikan jika kekuatan otot pasien tidak cukup kuat untuk
dapat menggerakkan sendinya sendiri.7 Latihan LGS dilakukan pada sendi lutut dan sendi lain yang
berdekatan serta sendi-sendi kontralateral.5

Berkurangnya LGS merupakan sekuele yang sering terjadi pada penderita OA. Pada OA lutut
umumnya terjadi berkurangnya ekstensi (lag extension), tetapi fleksi lutut pun sering berkurang. Ada
beberapa faktor yang bisa menyebabkan berkurangnya LGS pada OA, antara lain perubahan pada
sendi, pemendekan struktur myotendinosus di sekitar sendi karena nyeri dan kelemahan. Otot yang
lebih pendek dari panjang idealnya menyebabkan kerugian secara biomekanik saat ia bekerja. Oleh
karena itu latihan peregangan harus diberikan sejak awal.12

Latihan fleksibilitas dimulai dengan pasien menggerakkan sendinya pada seluruh luas gerak sendi
yang ada untuk mencegah berkurangnya luas gerak sendi. Selanjutnya ditambahkan latihan
peregangan yang dilakukan dengan pelan, gentle, dan sustained stretching. Sustained
stretching adalah menahan peregangan selama 20-40 detik, atau lebih, kemudian relaks, dan
mengulangi peregangan lagi. Peregangan yang tiba-tiba, kasar, atau ballistic stretching harus
dihindari karena bisa menimbulkan eksaserbasi OA. Untuk pasien OA hip dan lutut otot yang penting
untuk diregangkan adalah otot quadrisep dan hamstring.12

Luas gerak sendi yang cukup, kekuatan otot, dan daya tahan sangat penting untuk aktivitas berjalan,
keseimbangan, naik-turun tangga, dan bangkit dari kursi. Tabel berikut menunjukkan LGS
ekstremitas bawah yang diperlukan untuk beberapa aktivitas

Tabel 3.2. LGS fungsional untuk ekstremitas bawah4

Sendi Gerakan Luas gerak sendi (o)

Berjalan di Naik tangga Bangkit dari kursi


tempat datar

Panggul Ekstensi 15 7 0

Fleksi 37 67 112

Abduksi 7 8 20

Adduksi 5 - -

Rotasi interna 4 - -

Rotasi eksterna 9 10 17

Lutut Ekstensi 0 0 0

Fleksi 70 83 93

Pergelangan Dorsofleksi 10 15 15
kaki
Plantarfleksi 15 10 -

Latihan ROM rutin setiap hari dengan periode weight bearing dan non weight bearingpenting untuk
menjaga kesehatan sendi. Pada individu tertentu diperlukan latihan yang didesain khusus sesuai
impaiment dan pathologi sendinya. Umumnya petunjuk untuk latihan fleksibilitas menurut American
College of Sports Medicine (ACSM) dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) adalah
sebagai berikut.5

Tabel 3.3. Rekomendasi untuk latihan fleksibilitas5

3.1.2. Latihan Penguatan

Kelemahan otot, terutama otot quadrisep, telah diketahui sangat berhubungan dengan OA
lutut. Kelemahan quadrisep pada OA lutut disebabkan oleh inhibisi neuromuskuler yang terjadi
karena nyeri dan efusi, dan disuse atrophy karena inaktivitas. Penelitian menunjukkan bahwa
kelemahan otot quadrisep juga bisa terjadi sebelum OA dan menjadi faktor resiko terjadinya OA
lutut.5 Oleh karena itu penguatan otot quadrisep menjadi fokus dalam latihan penguatan untuk
pasien OA lutut.

Latihan penguatan bisa dibedakan menjadi isometrik, isotonik, dan isokinetik. Latihan
penguatan isometrik adalah bentuk latihan statik dimana otot berkontraksi dan
menghasilkan force tanpa perubahan panjang otot dan sedikit/tanpa gerakan sendi. Latihan
isometrik digunakan jika pasien tidak dapat mentoleransi gerakan sendi berulang, misalnya pada
sendi yang nyeri atau inflamasi. Latihan isometrik mudah dipelajari dan bisa meningkatkan kekuatan
otot dengan cepat, tetapi manfaat fungsionalnya terbatas. 12

Latihan penguatan isotonik adalah latihan penguatan dinamik dengan beban konstan dimana
otot berkontraksi memanjang (eksentrik) atau memendek (konsentrik) di sepanjang luas gerak
sendinya. Kontraksi eksentrik menyebabkan stress yang lebih besar tetapi menghasilkan kekuatan
otot yang lebih besar pula. Latihan isotonik bemanfaat untuk meningkatkan kekuatan otot, daya
tahan, dan power. Latihan isokinetik adalah latihan dengan gerak terkendali sehingga gerakan
terjadi melalui suatu rentang sendi pada kecepatan angular yang konstan selama otot memendek
atau memanjang dengan beban dapat bervariasi.12,13 Menurut deLisa latihan ini jarang digunakan
karena memerlukan peralatan isokinetik untuk latihan dan hubungannya dengan aktivitas fungsional
masih belum jelas.12 Walaupun demikian, beberapa penulis mengatakan bahwa latihan isokinetik
dapat menguatkan otot lebih efisien dibandingkan latihan isotonik. 13

Latihan penguatan juga bisa dibedakan menjadi latihan closed kinetic chain (bagian distal
ekstremitas terfiksasi) dan open kinetic chain (bagian distal ekstremitas bebas). Latihan open kinetic
chain memungkinkan penderita melakukan penguatan secara spesifik pada satu gerakan/otot pada
satu sendi, misalnya penguatan ekstensor lutut, tetapi latihan ini meningkatkan shear forces pada
sendi sehingga bisa menimbulkan eksaserbasi OA lutut. Quadricep setting, SLR, dan PRE
dengan quadriceps bench adalah contoh latihan open kinetic chain. Latihan closed kinetic
chain menyebabkan shear forces yang lebih kecil dan lebih menyerupai aktivitas sinergis dan firing
pattern untuk aktivitas sehari-hari12. Contoh latihan closed kinetic chain untuk OA lutut antara
lain partial/mini squat, wall slides, dan lunge.
Latihan penguatan dimulai dengan latihan penguatan isometrik (brief isometric exercise) karena
latihan ini tidak melibatkan gerakan sendi dan tidak memperberat gejala OA lutut. Sendi lutut
diposisikan pada posisi yang nyaman (biasanya posisi ekstensi) dan kemudian otot quadrisep
dikontraksikan maksimal selama minimal 6 detik, minimal dilakukan 2 kali sehari. Sambil melakukan
kontraksi otot pasien diminta untuk menghitung dengan suara keras untuk menghindari manuver
Valsava. Penggunaan elastic belt atau rubber loop yang terbuat dari tire inner tube ( ban dalam)
merupakan cara praktis untuk mendapat feedback proprioseptif saat otot berkontraksi isometrik
melawan tahanan.(gambar3.1).14

Gambar 3.1. Latihan isometric counterrresistance antara otot quadrisep dengan gluteal dan
hamstring kontralateral menggunakan elastic band atau belt loop di pergelangan kaki.14

Kontraksi isometrik harus ditahan minimal 6 detik untuk memungkinkan tercapainya puncak
tegangan otot dan perubahan metabolik di otot, dan tidak boleh lebih dari 10 detik karena akan
menyebabkan otot cepat kelelahan/fatique. 13

Latihan quadricep setting adalah contoh latihan penguatan isometrik otot quadrisep dengan fokus
pada kontraksi vastus medialis obliq. Latihan dilakukan dengan pasien posisi supine atau duduk dan
lutut posisi ekstensi dan pergelangan kaki dorsifleksi. Pasien diberi perintah ”tekan lutut anda ke
bawah, dan kencangkan otot paha”. Kontraksi ditahan selama 10 detik, istirahat beberapa detik, dan
kemudian kontraksi lagi.13,15 Latihan dilakukan 8-12 kali repetisi, diulang beberapa kali sehari. Jika
pasien merasa kurang nyaman, bisa ditambahkan gulungan handuk di bawah lutut.15

Gambar 3.2. Latihan quadrisep


setting15

Latihan stright leg rising (SLR) adalah latihan


penguatan isometrik otot quadrisep dengan
fokus pada otot rectus femoris. Latihan ini juga
melibatkan kontraksi dinamik otot fleksor hip.
Posisi pasien supine dengan lutut ekstensi. Untuk menstanbilkan pelvis dan punggung bawah, hip
dan lutut kontra lateral diposisikan fleksi, kaki diletakkan netral di alas latihan. Pasien diperintahkan
untuk mengkontraksikan quadrisep, kemudian tungkai diangkat sekitar 45o fleksi hip sambil lutut
tetap ekstensi. Tungkai ditahan pada posisi tersebut selama 10 hitungan kemudian tungkai
diturunkan. Sesuai dengan kemampuan pasien, tungkai bisa diturunkan 30oatau 15o fleksi hip untuk
menambah beban pada quadrisep, atau dengan menambahkan beban di pergelangan kaki. 13
Gambar3.3. Latihan straight leg rising (tanpa beban dan dengan beban). 15,16

Untuk menghindari cedera pada otot, berikan tahanan secara bertahap, serta turunan kontraksi otot
secara bertahap pula. Hal ini membantu peningkatan tegangan/tension otot secara bertahap,
menjamin kontraksi otot yang bebas nyeri, dan menghindari resiko gerakan sendi yang tidak
terkontrol. Menahan nafas (valsava manuver) sering terjadi saat penderita melakukan latihan
isometrik. Hal ini harus dihindari karena bisa meningkatkan tekanan darah dengan cepat. Rhytmic
breathing dengan penekanan pada ekspirasi saat melakukan kontraksi otot, harus dilakukan saat
melakukan latihan isometrik untuk mengurangi resiko tersebut. Latihan isometrik dengan intensitas
tinggi merupakan kontra indikasi bagi penderita dengan gangguan jantung dan vaskuler.13

Progressive resistance exercise (PRE) adalah latihan penguatan isotonik dinamik dengan beban yang
ditingkatkan secara bertahap. Latihan penguatan dengan PRE lebih baik untuk menjaga dan
meningkatkan fungsi otot, mengurangi nyeri sendi, dan meningkatkan fungsi pasien OA
lutut.4,13 Salah satu metode untuk PRE adalah metode DeLorme-Watkins yang terdiri dari
serial kontraksi otot dengan beban meningkat sehingga pada akhir latihan otot mengangkat beban
yang maksimal.13 Latihan ini bisa dilakukan dengan NK table/quadirceps bench. Caranya adalah
sebagai berikut :

a. Tentukan beban maksimal 10 kali repetisi (10 repetition maximal resistance/ 10 RM), yaitu
beban maksimal yang bisa diangkat oleh otot 10 kali pada luas gerak sendi penuh .

b. Pasien kemudian diminta melakukan latihan :

- 10 kali repetisi dengan beban ½ dari 10 RM

- 10 kali repetisi dengan beban ¾ dari 10 RM

- 10 kali repetisi dengan beban 10 RM penuh

c. pasien beristirahat sebentar ( 5 menit) diantara bout latihan

d. pada prosedur ini sudah termasuk latihan pemanasan karena awalnya pasien mengangkat
beban hanya ½ dan ¾ RM

e. nilai 10 RM ditingkatkan setiap minggu sesuai dengan peningkatan kekuatan otot. 13


Gambar 3.4. Latihan penguatan quadrisep dengan quadrisep bench/NK table.

Wall slides adalah salah satu latihan penguatan closed kinetik chain untuk otot quadrisep.
Caranya, penderita berdiri bersandar pada dinding dengan jarak antara kaki dengan dinding sekitar 1
kaki(32cm), kemudian punggung digeser ke bawah samapi lutut fleksi sekitar 20-30o. Jika
ditambahkan kontraksi quadrisep sebelah medial dengan menjepit bola diantara kedua lutut maka
penguatan terutama ditujukan untuk otot vastus medialis. Kontraksi ditahan selama 10 detik,
kemudian penderita menaikkan kembali badannya. Latihan diulang 8-12 kali dengan istirahat
diantara kontraksi. Otot vastus medialis merupakan otot yang paling sering mengalami kelemahan
diantara kelompok otot quadrisep dan bisa menyebabkan gerakan patella yang tidak normal.15

Gambar 3.5 . Wall slides15

Latihan penguatan otot sangat penting untuk pasien OA lutut karena otot yang lemah bisa
menambah disfungsi/kerusakan/gangguan pada sendi dan otot yang kuat akan melindungi sendi.
Walaupun demikian harus dihindari latihan penguatan yang menyebabkan bertambanya kerusakan
dan nyeri sendi. Caranya dengan melakukan latihan isometrik pada posisi-posisi yang bebas nyeri
(multiple angle isometric in pain free positions), melakukan latihan beban pada luas gerak sendi yang
tidak nyeri, dan latihan di kolam. Latihan dengan beban pada luas gerak sendi 45-90o fleksi
cenderung menimbulkan nyeri patelofemoral karena gaya kompresi pada patella.13
3.1.3. Latihan Aerobik

Latihan aerobik penting untuk penderita OA lutut karena pada penderita OA lutut sering
terjadi penurunan kapasitas aerobik sebagai akibat kurangnya aktivitas. Manfaat latihan aerobik
antara lain meningkatkan kapasitas aerobik, kekuatan otot, daya tahan, serta pengurangan berat
badan. Selain itu latihan aerobik juga dapat menyebabkan pelepasan opioid endogen, serta
memperbaiki gejala depresi dan kecemasan.4,7

Latihan aerobik bisa dilakukan di darat dan di air (aquaterapi). Bentuk latihan aerobik yang
dianjurkan adalah berjalan, bersepeda, berenang, senam aerobik, dan senam aerobik di kolam.
Berenang dan latihan di kolam menimbulkan stress sendi yang lebih ringan dibandingkan bentuk
latihan aerobik yang lain. Setiap sesion latihan aerobik harus diawali oleh latihan pemanasan yang
terdiri dari latihan ROM dan diikuti oleh pendinginan dan peregangan. 4

Jika latihan jalan kaki atau jogging menyebabkan gejala yang dikeluhkan pasien bertambah berat,
intensitas latihan harus dikurangi atau bentuk latihan dirubah. Alas kaki yang baik sangat penting
dan latihan lebih baik dilakukan di permukaan yang lunak. Untuk dapat meningkatkan kapasitas
aerobik heart rate yang harus dicapai adalah 60-80% dari target heart rate untuk latihan selama 20-
30 menit, 3-4 kali seminggu. Naik turun tangga juga merupakan bentuk latihan aerobik yang baik,
tapi menyebabkan joint loading yang maksimal pada hip dan lutut sehingga tidak dianjurkan untuk
pasien OA lutut dan hip.4

Latihan dengan sepeda statik dilakukan dengan setting lutut ekstensi saat pedal sepeda berada di
bawah. 13,16 Tingkat beban diatur bertahap mulai dari minimal sampai sedang. Latihan dilakukan 5
menit dengan beban ringan selama 2 hari, kemudian beban dinaikkan dan waktu ditambah 5
menit. Setiap peningkatan level dilatih selama 3 hari sampai waktu latihan 20-30 menit.16

Gambar 3.6. Latihan dengan sepeda statik16


Berikut adalah rekomendasi petunjuk latihan daya tahan kardiovaskular dan muskuloskletal
untuk pasien OA lutut dan hip dengan awal latihan menggunakan intensitas dan durasi yang paling
rendah, kemudian secara bertahap ditingkatkan.5

Tabel 3.4. Petunjuk latihan daya tahan kardiovaskuler dan daya tahan otot5

3.1.4. Latihan Fungsional

Pasien OA lutut sering


mengalami gangguan aktivitas
seperti naik turun tangga,
duduk dan bangkit dari kursi
atau toilet, atau mengambil
benda dari lantai. Perlu
dilakukan latihan yang
bertujuan mengatasi
gangguan fungsional khusus
yang dialami pasien. Latihan
ini berupa latihan penguatan
dengan modifikasi aktivitas
sehari-hari. Contohnya adalah
sebagai berikut13:

- Latihan step-up dan step down : latihan naik dan turun tangga.13

- Wall slides dan mini squat sampai 90o atau sebatas toleransi: bertujuan melatih aktivitas
duduk dan berdiri dari duduk dengan bantuan lengan, serta menentukan perlu tidaknya
adaptasi tinggi kursi untuk fungsi yang lebih aman.13

Gambar 3.7. Mini squat dan wall slide15

- Partial lunge : bertujuan melatih mekanika tubuh yang efektif untuk mengambil benda di
lantai dengan konsentrasi pada kontrol otot trunk saat melakukan gerakan. Pasien diajarkan untuk
mengkontraksikan otot abdomen untuk menstabilkan pelvis saat melakukan gerakan lunge.13
Gambar 3.8. Lunge

- Latihan keseimbangan dan proprioseptif, dimulai bila pasien mempunyai kemampuan kontrol
yang baik, misalnya dengan berjalan sepanjang garis sempit, latihan dengan bola Swiss, atau latihan
keseimbangan dengan wobble board. 13,17 Latihan Tai Chi juga efektif untuk memperbaiki
keseimbangan pada penderita OA.13 Menurut deLisa belum ada metode paling baik untuk
mengoptimalkan keseimbangan pada penderita OA, tetapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa
latihan penguatan dan latihan aerobik dengan berjalan memperbaiki stabilitas postural penderita
OA 12

Gambar 3.9. Latihan dengan bola Swiss17

- Latihan ambulasi : penggunaan alat bantu jalan dikurangi ketika kekutan otot quadrisep
membaik ( MMT 4/5) atau nyeri berkurang. Latihan ambulasi dilakukan pada permukaan yang
bervariasi, naik turun ramp, pertama dengan bantuan kemudian mandiri.13

3.2. Edukasi dan Home Exercise Program

Edukasi dan program latihan di rumah merupakan hal yang penting bagi penderita OA. Edukasi yang
diberikan terutama tentang penyakit OA, prinsip perlidungan sendi, bagaimana manajemen gejala
OA, dan program latihan di rumah. Program yang diberikan adalah latihan yang aman dilakukan di
rumah berupa latihan penguatan otot, latihan luas gerak sendi, dan latihan enduran/daya
tahan. Pasien dengan berat badan lebih dianjurkan untuk mengurangi berat badannya. 13
Proteksi dan pemeliharaan sendi lutut antara lain dengan menghindari gerakan fleksi yang
berlebihan, menghindari memposisikan sendi pada satu posisi dalam waktu yang lama,
menghindari overuse, mengontrol berat badan, mengurangi beban pada sendi yang nyeri,
menyeimbangkan aktivitas dan istirahat, mendistribusikan tekanan, menggunakan otot dan sendi
yang paling kuat, dan menggunakan gerakan dengan biomekanik yang baik. 7,11

Home exercise program atau program latihan di rumah sangat penting bagi pasien OA lutut.
Kepatuhan jangka panjang untuk melakukan latihan di rumah merupakan tujuan yang utama karena
sangat berhubungan dengan perbaikan fungsi fisik penderita OA. 8 Berikut contoh leaflet latihan di
rumah untuk pasien OA.

Gambar 3.6. Latihan untuk OA10


BAB 4

PENUTUP

Osteoarthritis adalah penyakit sendi degeneratif yang mengenai kartilago sendi yang sangat sering
terjadi. Terjadinya penyakit ini dipengaruhi oleh genetik, usia, metabolisme, dan gerakan-gerakan
pada sendi. OA pada lutut sering terjadi karena lutut merupakan sendi penyangga berat tubuh yang
utama.

Impairmen yang sering timbul pada OA antara lain nyeri yang sering muncul karena stress mekanik
atau aktivitas di lutut yang berlebihan, nyeri waktu istirahat pada OA stadium lanjut, stiffness sendi,
keterbatasan luas gerak sendi, kelemahan otot (terutama otot quadrisep), gangguan proprioseptif
dan keseimbangan, serta gangguan aktivitas sehari-hari. Jika tidak diatasi bisa timbul disabilitas
sekunder yang timbul karena impairmen lokal pada OA.

Latihan merupakan bagian penting dalam manajemen pasien dengan OA lutut. Tujuan
program latihan pada pasien OA adalah mengurangi impairmen dan memperbaiki fungsi,
melindungi sendi dari kerusakan lebih lanjut, serta mencegah disabilitas dan menurunnya kesehatan
yang terjadi sekunder karena inaktivitas dengan meningkatkan level aktifitas fisik sehari-hari dan
memperbaiki daya tahan fisik.

Penelitian menunjukkan bahwa latihan pada OA relatif aman tetapi harus disusun secara
individual dengan mempertimbangkan usia, faktor komorbid, dan mobilitas pasien secara
umum. Cochrane Database of Systematic Review dan Philadelpia Panel Evidence-Based Clinical
Practice Guidelines menyimpulkan bahwa latihan penguatan. peregangan, latihan aerobik dan
latihan fungsional terbukti mengurangi nyeri dan memperbaiki fungsi fisik pada penderita
OA.13 Latihan juga dapat meningkatkan fleksibilitas, memperbaiki aliran darah dan kerja jantung,
menjaga/menurunkan berat badan, memperbaiki mood, dan meningkatkan daya tahan tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

1. Schumacher Jr, H; Ralph, MD; Klippel, John H, MD; Koopman, William J, MD. Osteoarthritis :
Epidemiology, Pathology, and Pathogenesis. In : Primer on the Rheumatic Diseases. 10th ed. Arthritis
Foundation. Atlanta, 1993. p.184-190

2. Herry Isbagio, Bambang SH . Masalah dan Penanganan Osteoarthritis Sendi lutut. Cermin Dunia
Kedokteran. 1995. hal 8-11

3. Reni H. Masduchi. Rehabilitasi Nyeri pada Sendi Degeneratif. SMF/Bagian Ilmu Kedokteran Fisik
dan Rehabilitasi RSU dr.Soetomo/FK UNAIR. PKB Rehabilitasi Medik, Surabaya, 2005.

4. Brandt KD. Diagnosis and Nonsurgical Management of Osteoatrhritis. 2nd ed. Professional
Communications Inc. Caddo, 2000. p 53-65, 117-135

5. Brandt KD, Doherty M, Lohmander LS. Osteoarthritis. 2nd ed. Oxford University Press. New
York, 2003. p 1-7, 299-308

6. Cailliet R. Knee Pain and Disability. F.A Davis Company. Philadelpia, 1980. p1-3, 97
7. Moskowitz RW, Altman RD, et al. Osteoarthritis Diagnosis and Medical/Surgical Management.
4th ed. Lippincot Williams-Wilkins. 2007. p28, 258-263

8. Elyas E. Pendekatan Terapi Fisik pada Osteoarthritis. Pertemuan Ilmiah Tahunan PERDOSRI
2002. Bidang Pendidikan da LAtihan Pengurus Besar PERDOSRI. Jakarta, 2002. hal 53-63

9. Tulaar ABM. Peran Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik pada Tatalaksana Osteoarthritis.
Semijurnal Farmasi dan Kedokteran Ethical Digest. Februari 2006. hal 46-54

10. The National Institute of Health. Osteoarthritis Symptoms and Treatments. (online). Available
from : http//www.heartspring.net

11. Angela BMT. Rehabilitasi Medik pada Osteoarthrits. Cermin Dunia Kedokteran. 1995. hal 32-34

12. Stitik TP, Foye PM, et al . Osteoarthritis. In : DeLisa J, editor. Physical Medicine & Rehabilitation
Principles and Practice. 4th ed. Lippincot Williams-Wilkins, 2005. p 765-785

13. Kisner C, Cosby LA. Therapeutic Exercise Foundation and Technique. 5th ed. F.A. Davis Company.
Philadelpia, 2007.p 149-222, 314-316, 744-751,

14. Swezey LS. Rehabilitation of Arthritis and Allied Condition. In : Krusen’s Handbook of Physical
Medicine and Rehabilitation. WB Saunders. Philadelpia, 1990. p 679-700.

15. Erstad S. Patellar tracking disorders : Exercises. (Online). Available from :http//www. Cigna.com

16. Pain exercises. Knee Pain Exercise. (online). Available from:http// Painexercise.net

17. O’Toole FW. Exercise in the treatment of musculoskeletal disease . In : Exercise Therapy
Prevention and Treatment of Disease. Blackwell Publishing. Oxford, 2005.

You might also like