You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kegawatdaruratan dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Sudah

menjadi tugas dari petugas kesehatan untuk menangani masalah tersebut.

Walaupun begitu, tidak menutup kemungkinan kondisi kegawatdaruratan dapat

terjadi pada daerah yang sulit dijangkau oleh petugas kesehatan. Peran serta

masyarakat untuk membantu korban sebelum ditemukan oleh petugas kesehatan

menjadi sangat penting. Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi

serius dan kadang kala berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga

dan membutuhkan tindakan segera guna menyelamatkan jiwa atau nyawa

(Sartono, dkk, 2014).


Kecelakaan terjadi setiap waktu dan bagi beberapa kelompok-kelompok usia

merupakan penyebab kematian tunggal besar. Di Eropa, misalnya, di daerah

perindustrian dan di distrik-distrik atau wilayah-wilayah dengan mekanisme

pertanian banyak kematian anak-anak disebabkan oleh kecelakaan dari pada

disebabkan penyakit lain. Kecelakaan lalu lintas untuk golongan usia muda, yang

mengemudikan kendaraan dengan cepat, sedangkan usia tua disebabkan karena

aktivitas motorik yang menurun. Kecelakaan di dalam rumah umumnya dapat

juga menyebabkan luka-luka atau bahkan mengakibatkan seperti dikarenakan:

gas, listrik dan korek api (Sudiatmoko. A, 2011).


Cardiac arrest atau henti jantung merupakan salah satu kondisi

kegawatdaruratan yang dapat mengancam jiwa serta mengakibatkan kematian jika

tidak ditangani segera. Kejadian henti jantung di luar rumah sakit sebagian besar

terjadi di rumah dan tempat-tempat tertentu saat melakukan aktivitas (American

1
Heart Association, 2011). Sasson et al (2013), juga menyatakan bahwa kejadian

henti jantung sekitar 360.000 korban banyak ditemukan di luar rumah sakit setiap

tahunnya dan 15% sebagai penyebab seluruh kematian. Serangan jantung dan

problem seputarnya masih menjadi pembunuh nomor satu dengan raihan 29 %

kematian global setiap tahun (Ridwan, 2010).


World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa penyakit jantung

menduduki peringkat pertama dari sepuluh penyakit penyebab kematian di dunia

dengan jumlah 7,4 miliar jiwa dari tahun 2000-2012. Pada tahun 2012, 17,5 juta

jiwa meninggal karena penyakit kardiovaskuler dengan 7,4 juta juta disebabkan

oleh serangan jatung dan 6,7 juta disebabkan oleh stroke (WHO, 2015). Henti

jantung (cardiac arrest) masih menjadi penyebab utama kematian di Amerika

Serikat yang diperkirakan 180.000 hingga 450.000 jiwa setiap tahunnya

(Nikolaou & Christou, 2013) dan 80% terjadi pada pasien penyakit jantung

koroner (Mann et al., 2015) dengan angka keberhasilan penyelamatan masih

rendah (Johnson et al., 2013).


Laporan dari Riset Kesehatan Dasar (Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan, 2008) menyatakan prevalensi penyakit Jantung 7,2% (berdasarkan

diagnosis tenaga kesehatan dan gejala). Sebanyak 16 provinsi mempunai

prevalensi penyakit Jantung di atas prevalensi Nasional, yaitu Nanggroe Aceh

Darusalam, Sumatra Barat, Riau, DKI Jakarta , Jawa Barat, Jawa Tengah, DI

Yogyakart, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan. Sulewesi Utara, Sulewesi

Tengah, Sulewesi Selatan, Sulewesi Tenggara, Gorontalo, dan Papua Barat.

Prevalensi jantung koroner berdasarkan terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar

0,5 persen dan berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5 persen

(Kementerian Kesehatan RI Provinsi Bali, 2013)

2
Provinsi Bali umumnya juga belum terdapat data tentang henti jantung

tetapi ditemukan pada tahun 2013 prevalensi penyakit jantung koroner sebanyak

0,7% dan penyakit gagal jantung sebanyak 0,1% yang berisiko mendapatkan

serangan jantung dan terjadi henti jantung (Pranata, dkk, 2013).


Masyarakat kadang-kadang mengambil keputusan yang salah tentang

tindakan pertolongan pertama pada kasus henti jantung. Mereka mungkin

terlambat menelepon 119 atau bahkan mengabaikan layanan medis darurat dan

membawa korban cedera atau sakit ke tempat pelayanan kesehatan dengan

kendaraan pribadi, padahal ambulan lebih baik untuk korban. Ketika memberikan

pertolongan pertama pada korban kasus henti jantung penolong harus memberikan

penanganan atau tindakan dengan tepat untuk menghilangkan ancaman nyawa

korban. Setiap orang harus mampu melakukan pertolongan pertama, karena

sebagian besar orang pada akhirnya akan berada dalam situasi yang memerlukan

pertolongan pertama untuk orang lain atau diri mereka sendiri (Thygerson, 2009,

dalam Lontoh, dkk, 2013).


Salah satu upaya dalam meningkatkan harapan hidup korban kecelakaan

adalah pertolongan pertama. Pertolongan pertama adalah suatu perawatan yang

diberikan sementara menunggu bantuan datang atau sebelum dibawa kerumah

sakit atau puskesmas (Sumardino & Widodo, 2014). Pertolongan pertama yang

dimaksud adalah Bantuan Hidup Dasar (BHD). BHD adalah usaha yang

dilakukan untuk mempertahankan kehidupan pada saat korban mengalami

keadaan yang mengancam nyawa (Turambi, dkk, 2016).


Bantuan Hidup Dasar adalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan

napas, membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa

menggunakan alat bantu. Bantuan hidup dasar biasanya diberikan oleh orang-

orang disekitar korban yang diantaranya akan menghubungi petugas kesehatan

3
terdekat. Pertolongan ini harus diberikan secara cepat dan tepat, sebab

penanganan yang salah dapat berakibat buruk, cacat bahkan kematian pada korban

kecelakaan (PUSBANKES 188 DIY, 2014). Bantuan Hidup Dasar ditunjukan

untuk memberikan perawatan darurat bagi para korban, sebelum pertolongan yang

lebih mantap dapat diberikan oleh dokter atau petugas kesehatan lainnya

(Sudiatmoko, A, 2011).
Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan

perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk meningkatkan dan

mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental,

emosional dan sosial dari tiap anggota (Sudhiarto, 2007). Keluarga adalah

kumpulan dua orang atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah,

perkawinan, atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, saling berinteraksi satu

sama lainnya dalam perannya dan menciptakan dan mempertahankan suatu

budaya (Bailon dan Maglaya, 1989 dalam Mubarak 2002).


STT adalah kumpulan atau wadah organisasi sosial pengembangan generasi

muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab

sosial dari masyarakat terutama generasi muda di wilayah banjar, desa atau

kelurahan yang bergerak dibidang kesejahteraan sosial (Peradah Indonesia, 2015).


Keterampilan (skill) adalah kegiatan memerlukan praktek atau dapat

diartikan sebagai implikasi dari aktivitas. Keterampilan adalah kemampuan

seseorang menerapkan pengetahuan ke dalam bentuk tindakan. Ketrampilan

seseorang dipengaruhi oleh pendidikan dan pelatihan. (Justine,2006).


Penelitian yang dilakukan Meissner, Kloppe, dkk (2012) tentang basic life

support skills of high school students before and after cardiopulmonary

resuscitation training: a longitudinal investigation. Hasil dari penelitian ini adalah

pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan, percaya diri dan jumlah siswa yang

4
terlatih dalam memberikan BHD dengan prosentase 99,2%. Namun, penelitian

yang dilakukan Nugroho (2009) mengenai hubungan tingkat pengetahuan polisi

tentang resusitasi jantung paru terhadap motivasi dalam memberikan pertolongan

pertama gawat darurat kecelakaan lalu lintas. Hasil dari penelitian ini, berdasarkan

uji korelasi yang dilakukan diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang lemah

antara pengetahuan polisi dengan motivasi polisi dalam memerikan pertolongan

pertama gawat darurat kecelakaan lalu lintas.


Data dari Puskesmas pembantu Desa Gulingan, Mengwi mencatat dari

bulan Januari sampai Maret 2017 terdapat pasien sebanyak 3 orang penderita

penyakit jantung yang sudah berhasil dirujuk dan sampai sekarang sudah harus

control rutin ke RSUD Mangusada. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan

dengan teknik wawancara terhadap bapak kepala desa Gulingan menyebutkan

bahwa, pada tahun 2014 tedapat 1 kejadian serangan jantung di rumah warga

banjar Tengah Gulingan yang mengakibatkan korban mengalami henti jantung,

korban diantar oleh keluarganya menuju rumah sakit. Keluarga korban tidak tahu

bagaimana cara menyelamatkan pasien sebelum dirujuk ke rumah sakit.

Akibatnya Korban tidak bisa diselamatkan dan meninggal dalam perjalanan

menuju rumah sakit tanpa diberi pertolongan apapun oleh Keluarga. Pada tahun

2017 terdapat 1 korban henti jantung di lingkungan banjar Lebah Sari Gulingan

yang kejadiannya di rumah warga, korban diantar oleh keluarganya menuju rumah

sakit. Keluarga korban tidak tahu bagaimana cara menyelamatkan pasien sebelum

dirujuk ke rumah sakit. Akibatnya Korban tidak bisa diselamatkan dan meninggal

dalam perjalanan menuju rumah sakit tanpa diberi pertolongan apapun oleh

Keluarga.

5
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan dengan teknik wawancara

terhadap 10 orang keluarga di Banjar Tengah Gulingan, Desa Gulingan,

Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung, diperoleh data 10 orang mengatakan

tidak pernah mengikuti dan mendapatkan penyuluhan mengenai BHD atau

pertolongan pertama pada kasus henti Jantung dan menganggap bahwa

pertolongan pertama pada kecelakaan hanya bisa dilakukan oleh tenaga tenaga

kesehatan. Jika ada korban yang mengalami kasus henti jantung biasanya korban

langsung dilarikan ke pelayanan kesehatan atau kerumah sakit. Data tersebut

diperkuat dengan keterangan dari salah satu tenaga kesehatan di Puskesmas

pembantu Desa Gulingan bahwa korban yang mengalami kasus henti jantung

yang dibawa ke Puskesmas belum mendapat penanganan awal yang tepat dan

tidak pernah dilakukan pelatihan mengenai BHD atau pertolongan pertama pada

kecelakaan kepada masyarakat di Desa Gulingan Kabupaten Badung


Adapun Upaya Pemerintah Kabupaten Badung yaitu Memberikan Jaminan

Kesehatan secara optimal sebagai bagian Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

bagi seluruh Penduduk Kabupaten Badung, Mendukung Nawacita yaitu

meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia dan misi Bupati Badung yaitu

Meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Badung, Momentum Integrasi

Jamkesda ke JKN sebagai Momentum Cakupan semesta JKN di Kabupaten

Badung, Sebagai Kabupaten pertama di Provinsi Bali, Nasional, mewujudkan

Cakupan Semesta JKN bagi seluruh penduduk Badung, Optimalisasi Peran Pemda

dalam mendukung program Strategis Nasional (JKN), sebagai wujud budaya

gotong royong Nasional dengan tetap mempertahankan kearifan

local,Optimalisasi Fasilitas kesehatan dalam memberikan Pelayanan Kesehatan

yang Paripurna (Komprehensif) kepada seluruh penduduk Badung

6
Adapun fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah kabupaten Badung yaitu

menyediakan ambulance di masing masing desa beserta petugas medis dan sopir.

Ambulance Desa Gulingan sudah melakukan penanganan pada kasus jantung

sebanyak tiga kali. Namun penanganan yang dilakukan di ambulance belum

optimal pasien hanya dirujuk ke rumah sakit Mangusada tanpa dilakukan Bantuan

Hidup Dasar. Keterlambatan masyarakat datang berobat dan melaporkan adana

kasus kedaruratan ke fasilitas kesehatan terdekat adalah faktor yang sering

membuat keterlambatan pertolongan yang diberikan oleh petugas medis sehingga

penderita kehilangan nyawanya sebelum sampai di tempat pelayanan kesehatan.

Agar keberhasilan program KBS- JKN maksimal di laksanakan sosialisasi

keseluruh penduduk dan kesehatan dengan harapan pemahaman tentang KBS –

JKN meningkat dan diadakan monitoring dan evaluasi kegiatan.(Jaminan,

Kesehatan, Badung, & Badung, 2017)


Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti tentang

“Pengaruh Pelatihan Bantuan Hidup Dasar terhadap Ketrampilan Memberikan

Pertolongan pada keluarga pada kasus Kegawatdaruratan di Desa Gulingan

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti merumuskan

masalah, ” Apakah ada Pengaruh Pelatihan Bantuan Hidup Dasar pada STT

terhadap Keterampilan Memberikan Pertolongan pada keluarga dengan kasus

Henti Jantung di Desa Gulingan 2018”?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

7
Untuk mengetahui Pengaruh Pelatihan Bantuan Hidup Dasar pada STT

terhadap Keterampilan Memberikan Pertolongan pada keluarga dengan kasus

Henti Jantung di Desa Gulingan 2018.


2. Tujuan khusus
Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk

a. Mengidentifikasi karakteristik STT berdasarkan usia, jenis kelamin,

pendidikan, dan pekerjaan.


b. Mengidentifikasi Keterampilan menolong korban henti napas dan henti

jantung pada STT dengan kasus henti jantung sebelum dan setelah diberikan

pelatihan pada kelompok perlakuan


c. Mengidentifikasi Keterampilan menolong korban henti napas dan henti

jantung pada STT dengan kasus henti jantung sebelum dan setelah diberikan

pelatihan pada kelompok kontrol


d. Menganalisis pengaruh pelatihan Bantuan Hidup Dasar terhadap peningkatan

Keterampilan menolong korban kasus henti napas dan henti jantung sebelum

dan sesudah pelatihan BHD pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat secara teoritis

a. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi ilmiah di bidang

keperawatan dalam pengembangan ilmu kegawatdaruratan dalam menghadapi

kasus henti napas dan henti Jantung pada Keluarga

b. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar acuan bagi peneliti

selanjutnya dalam melakukan penelitian mengenai dengan berlandaskan pada

kelemahan dari penelitian ini dan dapat mengembangkan dengan pelatihan

yang lainnya.

2. Manfaat Praktis

8
a. Hasil penelitian ini dapat memberikan pertimbangan pada perawat gawat

darurat maupun mahasiswa lain untuk dilakukan kegiatan pengabdian

masyarakat yang berfokus meningkatkan Keterampilan dalam menghadapi

kasus henti napas dan henti jantung pada keluarga.

b. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi pada orang tua dan

masyarakat dalam rangka meningkatkan Keterampilan dalam menghadapi

kasus henti napas dan henti jantung pada keluarga melalui pelatihan

kegawatdaruratan.

c. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi pada keliahan banjar Desa

Gulingan sehingga kedepannya kliahan banjar mampu untuk membuat

program banjar yang bertujuan tentang penanganan henti napas dan henti

jantung di Desa Gulingan .

9
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. 2010. Part 4: CPR overview: 2010 american hearth

association guidelines for cardiopulmonary resuscitation and emergency

cardiovaskular care. AHA Journals, 122 (4): 676-684

American Heart Association. 2011. Importance and implementation of training in

cardiopulmonary resuscitation and automated external defibrillation in

school : a science advisory from the american hearth assoociation. AHA

Journals, 123 (6): 691-706.

(Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2008)Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan. (2008). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)

2007. Laporan Nasional 2007, 1–384. https://doi.org/1 Desember 2013

Jaminan, M., Kesehatan, P., Badung, D. I. K., & Badung, K. (2017). Krama

10
badung sehat (kbs).

Kementerian Kesehatan RI Provinsi Bali. (2013). Riskesdas dalam Angka

Provinsi Bali Tahun 2013. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Justine TS. 2006. Memahami aspek-aspek pengelolaan sumber daya manusia

dalam organisasi. Jakarta: Grasindo.

Nugroho, I. C. (2013). Hubungan tingkat pengetahuan polisi tentang resusitasi

jantung paru terhadap motivasi dalam memberikan pertolongan pertama

gawat darurat kecelakaan lalu lintas. Skripsi Strata Satu.Yogyakarta :

UMY.

Nursalam. 2013. Konsep dan Penerapan Metodologi penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta: Salemba Medik

Pusbankes 118. (2013). Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD).

Edisi X. Yogyakarta: Tim Pusbankes 118 – PERSI DIY

Sartono, dkk, 2014, Basic Trauma Cardiac Life Support, Jilid Pertama, Edisi

Pertama, Gadar Medik Indonesia, Bekasi.

Sudiatmoko, A. (2011). Tindakan Awal Sebelum Medis. Cetakan I. Yogyakarta:

Rona Pancaran Ilmu

Sumardino dan Widodo, 2014, Kompetensi Guru UKS dalam Memberikan

Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K), (online), available :

http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=279608,

(2016, December 15).

11
Ridwan. 2010, Penyakit Jantung: Pengertian, Penanganan dan Pengobatan,

Penerbit Kata Hati, Yogyakarta)

(Kementerian Kesehatan RI Provinsi Bali, 2013)Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan. (2008). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)

2007. Laporan Nasional 2007, 1–384. https://doi.org/1 Desember 2013

Jaminan, M., Kesehatan, P., Badung, D. I. K., & Badung, K. (2017). Krama

badung sehat (kbs).

Kementerian Kesehatan RI Provinsi Bali. (2013). Riskesdas dalam Angka

Provinsi Bali Tahun 2013. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Pranata, S., Fauziah, Y., Budisuari, M.A., dan Kusrini, I. 2013. Riset Kesehatan

Dasar dalamAngka Provinsi Bali 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan (BPPK) RI

Sasson, Comilla et al. (2013). Increasing cardiopulmonary resuscitation provision

in communities with low bystander cardiopulmonary resuscitation rates.

Circulation.127:1-9. DOI: 10.1161/CIR.0b013e318288b4dd.

Turambi, D., dkk, 2016, Pengaruh Pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD)

Terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Siswa Kelas XI dan

XII SMA Negeri 2 Langowan, (online), available :

http://jurnal.unsrittomohon.ac.id/index.php/jurnalprint/article/view/222,

(2017, January 5).

12
Thygerson, A., 2009, First Aid: Pertolongan Pertama, Edisi Kelima, Erlangga,

Jakarta.

World Heart Organization (WHO), 2016, Global status report on road safety

2015, (online), available :

http://www.who.int/violence_injury_prevention/road_safety_status/2015/e

n, (2017, November 13).

13

You might also like