You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.SUSUNAN SARAF
Susunan saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. Otak
terdiri dari :

1. Serebrum
2. Diencephalon : Talamus, hipotalamus
3. Trunkus serebri : Mesensefalon, pons, medulla oblongata
4. Serebellum

Serebrum terdiri dari 2 belahan besar terdiri atas badan sel saraf yang
berwarna kelabu dan serabut saraf yang berwarna putih. Substansi kelabu
serebrum disebut korteks serebri. Kedua hemisfer dipisahkan oleh celah yang
dalam, tapi bersatu kembali pada bagian bawahnya melalui korpus kalosum, yaitu
massa substansi putih. Dibagian bawah hemisfer terdapat kelompok-kelompok
substansi kelabu yang disebut ganglia basalis.

Ganglia Basalis
Perintah dari korteks motorik untuk inti motorik medulla spinalis
dipengaruhi oleh ganglia basalis dan serebellum lewat talamus. Dengan demikian
gerakan otot menjadi halus, terarah, dan terprogram. Ganglia basalis terdiri dari :
Nukleus kaudatus dan Nukleus lentiformis. Ganglia basalis bersama dengan
bagian dari kapsul interna disebut korpus striatum.
Sistem ekstrapiramidal terdiri dari : Ganglia basalis, Substansi nigra, dan
Nukleus subtalamus. Gangguan pada sistem ekstra piramidal menyebabkan :

 Hiperkinetik :
a. Korea
b. Atetosis
c. Balismus

1
 Hipokinetik :
a. Akinesia
b. Bradikinesia

Gangguan yang terjadi pada Ganglia basalis dapat menyebabkan ganguan


ekstra piramidal dengan gejala seperti disebutkan sebelumnya. Pada keadaan
tertentu dimana terjadi gangguan pada substansia nigra pars compacta yang
menyebabkan terganggunya atau hilangnya kemampuan daerah tersebut
membentuk neurotransmitter dopamin dapat menyebabkan keadaan dengan gejala
gangguan ekstrapiramidal atau disebut parkinson.

Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis


progresif, merupakan penyakit terbanyak kedua setelah demensia Alzheimer.
Penyakit ini memiliki dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik langsung
maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun
keluarga.1 Pertama kali ditemukan oleh seorang dokter inggris yang bernama
James Parkinson pada tahun 1887. Penyakit ini merupakan suatu kondisi ketika
seseorang mengalami ganguan pergerakan yang memiliki karakteristik yang khas
yakni tremor, kekakuan dan gangguan dalam cara berjalan (gait difficulty).

Penyakit Parkinson bisa menyerang laki-laki dan perempuan. Rata-rata


usia mulai terkena penyakit Parkinson adalah 61 tahun, tetapi bisa lebih awal pada
usia 40 tahun atau bahkan sebelumnya. Jumlah orang di Amerika Serikat dengan
penyakit Parkinson diperkirakan antara 500.000 sampai satu juta, dengan sekitar
50.000 ke 60.000 terdiagnosa baru setiap tahun. Angka tersebut meningkat setiap
tahun seiring dengan populasi umur penduduk Amerika. Sementara sebuah
sumber menyatakan bahwa Penyakit Parkinson menyerang sekitar 1 diantara 250
orang yang berusia diatas 40 tahun dan sekitar 1 dari 100 orang yang berusia
diatas 65 tahun.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. DEFINISI
Penyakit parkinson adalah gangguan neurodegerative yang progresif dari
sistem saraf pusat. Penyakit Parkinson merupakan gejala kompleks yang
dimanifestasikan oleh 6 tanda utama : tremor saat beristirahat, kekakuan,
bradikinesia-hipokinesia, posisi tubuh fleksi, kehilangan refleks postural, freezing
phenomena.

Secara patologis penyakit parkinson ditandai oleh degenerasi neuron-neuron


berpigmen neuromelamin, terutama di pars kompakta substansia nigra yang
disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies), atau disebut juga
parkinsonisme idiopatik atau primer.

Sedangkan Parkinonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor


waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural, atau disebut
juga sindrom parkinsonisme.

2.2. EPIDEMIOLOGI
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria
dan wanita hampir seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson,
gejala awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita
pada usia 65 tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1
% di seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 – 64
tahun sampai 3,5 % pada usia 85 – 89 tahun.

Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia


sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar
200.000-400.000 penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan
rentang usia-sesuai dengan penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di
Sumatera dan Jawa- 18 hingga 85 tahun. Statistik menunjukkan, baik di luar

3
negeri maupun di dalam negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan
(3:2) dengan alasan yang belum diketahui.

2.3. KLASIFIKASI
Pada umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, tetapi
harus diusahakan menentukan jenisnya untuk mendapat gambaran tentang
etiologi, prognosis dan penatalaksanaannya.

1. Parkinsonismus primer/ idiopatik/paralysis agitans.


Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi
penyebabnya belum jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk
jenis ini.

2. Parkinsonismus sekunder atau simtomatik.


Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain :
tuberkulosis, sifilis meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced,
misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain,
misalnya perdarahan serebral petekial pasca trauma yang berulang-ulang
pada petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi.

3. Sindrom paraparkinson (Parkinson plus)


Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari
gambaran penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada penyakit
Wilson (degenerasi hepato-lentikularis), hidrosefalus normotensif,
sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral, atropi palidal
(parkinsonismus juvenilis).

2.4. ETIOLOGI
Etiologi Penyakit Parkinson belum diketahui ( idiopatik ) , akan tetapi ada
beberapa faktor resiko ( multifaktorial ) yang telah diidentifikasikan, yaitu :

a. Usia : meningkat pada usia lanjut dan jarang timbul pada usia dibawah
30 tahun.
b. Rasial : Orang kulit putih lebih sering daripada orang Asia dan Afrika .

4
c. Genetik : diduga ada peranan faktor genetik

Telah dibuktikan mutasi yang khas tiga gen terpisah (alpha-Synuclein ,


Parkin , UCHL1 ) dan empat lokus tambahan ( Park3 , Park4 , Park6 , Park7 )
yang berhubungan dengan Parkinson keturunan. Kebanyakan kasus idiopatik
Parkinson diperkirakan akibat faktor –faktor genetik dan lingkungan . Etiologi
yang dikemukan oleh Jankovics ( 1992 ) adalah sebagai berikut :

Genetik predispositions
+
Environmental Factor ( exogenous and endogenous )
+
Trigger factor ( stress, infection , trauma , drugs , toxins )
+
Age related neuronal attrition and loss of anti-oxidative mechanism

Parkinsons Disease

Bagan 1. Etiologi dari Parkinsons disease ( Jankovic 1992)

d. Lingkungan :
• Toksin : MPTP , CO , Mn , Mg , CS2 , Metanol , Sianid
• Pengunaan herbisida dan pestisida
• Infeksi

Banyak fakta yang menyatakan tentang keberadaan disfungsi mitokondria


dan kerusakan metabolism oksidatif dalam pathogenesis Parkinson disease.
Keracunan MPTP (1 methyl, 4 phenyl, 12,3,6 tetrahydropyridine) dimana MPP+
sebagai toksik metabolitnya, pestisida dan limbah industri ataupun racun
lingkungan lainnya, menyebabkan inhibisi terhadap komplek I (NADH-
ubiquinone oxidoreduktase) rantai electron-transport mitokrondria, dan hal
tersebut memiliki peranan penting terhadap kegagalan dan kematian sel. Pada PD,
terdapat penurunan sebanyak 30-40% dalam aktivitas komplek I di substansia
nigra pars kompakta. Seperti halnya kelainan yang terjadi pada jaringan lain,

5
kelainan di substansia nigra pars kompakta ini menyebabkan adanya kegagalan
produksi energi, sehingga mendorong terjadinya apoptosis sel.

e. Cedera kranio serebral : peranan cedera kranio serebral masih belum


jelas
f. Stres emosional : diduga juga merupakan faktor resiko.

2.5. PATOFISIOLOGI
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena
penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron di pars kompakta substansia
nigra sebesar 40 – 50% yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy
bodies). Lesi primer pada penyakit Parkinson adalah degenerasi sel saraf yang
mengandung neuromelanin di dalam batang otak, khususnya di substansia nigra
pars kompakta, yang menjadi terlihat pucat dengan mata telanjang. Dalam kondisi
normal (fisiologik), pelepasan dopamin dari ujung saraf nigrostriatum akan
merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan reseptor D2 (inhibitorik) yang berada di
dendrit output neuron striatum. Output striatum disalurkan ke globus palidus
segmen interna atau substansia nigra pars retikularis lewat 2 jalur yaitu jalur direk
reseptor D1 dan jalur indirek berkaitan dengan reseptor D2 . Maka bila masukan
direk dan indirek seimbang, maka tidak ada kelainan gerakan.

Pada penderita penyakit Parkinson, terjadi degenerasi kerusakan


substansia nigra pars kompakta dan saraf dopaminergik nigrostriatum sehingga
tidak ada rangsangan terhadap reseptor D1 maupun D2. Gejala Penyakit
Parkinson belum muncul sampai lebih dari 50% sel saraf dopaminergik rusak dan
dopamin berkurang 80%. Reseptor D1 yang eksitatorik tidak terangsang sehingga
jalur direk dengan neurotransmitter GABA (inhibitorik) tidak teraktifasi. Reseptor
D2 yang inhibitorik tidak terangsang, sehingga jalur indirek dari putamen ke
globus palidus segmen eksterna yang GABAergik tidak ada yang menghambat
sehingga fungsi inhibitorik terhadap globus palidus segmen eksterna berlebihan.
Fungsi inhibisi dari saraf GABAergik dari globus palidus segmen ekstena ke

6
nucleus subtalamikus melemah dan kegiatan neuron nukleus subtalamikus
meningkat akibat inhibisi.

Terjadi peningkatan output nukleus subtalamikus ke globus palidus


segmen interna / substansia nigra pars retikularis melalui saraf glutaminergik yang
eksitatorik akibatnya terjadi peningkatan kegiatan neuron globus palidus /
substansia nigra. Keadaan ini diperhebat oleh lemahnya fungsi inhibitorik dari
jalur langsung ,sehingga output ganglia basalis menjadi berlebihan kearah
talamus.

Saraf eferen dari globus palidus segmen interna ke talamus adalah


GABAnergik sehingga kegiatan talamus akan tertekan dan selanjutnya
rangsangan dari talamus ke korteks lewat saraf glutamatergik akan menurun dan
output korteks motorik ke neuron motorik medulla spinalis melemah terjadi
hipokinesia.

7
Gambar.1. Skema teori ketidak seimbangan jalur langsung dan tidak
langsung

Keterangan Singkatan
D2 : Reseptor dopamin 2 bersifat inhibitorik
D1 : Reseptor dopamin 1 bersifat eksitatorik
SNc : Substansia nigra pars compacta
SNr : Substansia nigra pars retikulata
GPe : Globus palidus pars eksterna
GPi : Globus palidus pars interna
STN : Subthalamic nucleus
VL : Ventrolateral thalamus = talamus

Gambaran Patologi Anatomi pada Penyakit Parkinson

Lesi primer pada penyakit Parkinson adalah degenerasi sel saraf yang
mengandung neuromelanin di dalam batang otak , khususnya di substansia nigra
pars kompakta, yang menjadi terlihat pucat dengan mata telanjang.

8
Gambar . Lesi Substasia Nigra pada Penyakit Parkinson

Substansia nigra pada penderita penyakit Parkinson memperlihatkan


depigmentasi menyolok pada pars kompakta , menunjukkan degenerasi sel saraf
yang mengandung neuromelanin.

Dengan mikroskop elektron terlihat neuron yang bertahan hidup


mengandung inklusi eosinofilik sitoplasmik disertai halo ditepinya yang dikenal
sebagai Lewy Body. Lewy body ditemukan di nucleus batang otak tertentu
biasanya mempunyai diameter > 15 cm , berbentuk sferis dan inti hialin yang
padat. Komponen struktural yang predominan pada Lewy body terlihat berupa
bahan filamen yang tersusun dalam pola sirkuler dan linear , kadang terjulur
kearah dari inti yang padat elektron. Lewy body bukan gambaran yang spesifik
pada penyakit Parkinson karena juga ditemukan pada beberapa penyakit
neurodegeneratif lain yang langka.

2.6. MANIFESTASI KLINIS


Keadaan penderita pada umumnya diawali oleh gejala yang non spesifik,
yang didapat dari anamnesa yaitu kelemahan umum, kekakuan pada otot, pegal-
pegal atau kram otot, distonia fokal, gangguan ketrampilan, kegelisahan, gejala
sensorik (parestesia) dan gejala psikiatrik (ansietas atau depresi). Gambaran klinis
penderita parkinson :

9
1. Tremor
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi
metakarpofalangeal, kadang kadang tremor seperti menghitung uang
logam (pil rolling). Pada sendi tangan fleksi ekstensi atau pronasi supinasi,
pada kaki fleksi ekstensi, pada kepala fleksi ekstensi atau menggeleng,
mulut membuka menutup, lidah terjulur tertarik tarik. Tremor terjadi pada
saat istirahat dengan frekuensi 4-5 Hz dan menghilang pada saat tidur.
Tremor disebabkan oleh hambatan pada aktivitas gamma motoneuron.
Inhibisi ini mengakibatkan hilangnya sensitivitas sirkuit gamma yang
mengakibatkan menurunnya kontrol dari gerakan motorik halus.
Berkurangnya kontrol ini akan menimbulkan gerakan involunter yang
dipicu dari tingkat lain pada susunan saraf pusat. Tremor pada penyakit
Parkinson mungkin dicetuskan oleh ritmik dari alfa motor neuron dibawah
pengaruh impuls yang berasal dari nukleus ventro-lateral talamus. Pada
keadaan normal, aktivitas ini ditekan oleh aksi dari sirkuit gamma
motoneuron, dan akan timbul tremor bila sirkuit ini dihambat.

2. Rigiditas
Rigiditas disebabkan oleh peningkatan tonus pada otot antagonis
dan otot protagonis dan terdapat pada kegagalan inhibisi aktivitas
motoneuron otot protagonis dan otot antagonis sewaktu gerakan.
Meningkatnya aktivitas alfa motoneuron pada otot protagonis dan otot
antagonis menghasilkan rigiditas yang terdapat pada seluruh luas gerakan
dari ekstremitas yang terlibat.

3. Bradikinesia
Gerakan volunter menjadi lamban sehingga gerak asosiatif menjadi
berkurang misalnya: sulit bangun dari kursi, sulit mulai berjalan, lamban
mengenakan pakaian atau mengkancingkan baju, lambat mengambil suatu
obyek, bila berbicara gerak bibir dan lidah menjadi lamban. Bradikinesia
menyebabkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan

10
spontan berkurang sehingga wajah mirip topeng, kedipan mata berkurang,
menelan ludah berkurang sehingga ludah keluar dari mulut. Bradikinesia
merupakan hasil akhir dari gangguan integrasi dari impuls optik sensorik,
labirin , propioseptik dan impuls sensorik lainnya di ganglia basalis. Hal
ini mengakibatkan perubahan pada aktivitas refleks yang mempengaruhi
alfa dan gamma motoneuron.

4. Hilangnya refleks postural


Meskipun sebagian peneliti memasukan sebagai gejala utama,
namun pada awal stadium penyakit Parkinson gejala ini belum ada. Hanya
37% penderita penyakit Parkinson yang sudah berlangsung selama 5 tahun
mengalami gejala ini. Keadaan ini disebabkan kegagalan integrasi dari
saraf propioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari mata, pada
level talamus dan ganglia basalis yang akan mengganggu kewaspadaan
posisi tubuh. Keadaan ini mengakibatkan penderita mudah jatuh.

5. Wajah Parkinson
Seperti telah diutarakan, bradikinesia mengakibatkan kurangnya
ekspresi muka serta mimik. Muka menjadi seperti topeng, kedipan mata
berkurang, disamping itu kulit muka seperti berminyak dan ludah sering
keluar dari mulut.

6. Mikrografia
Bila tangan yang dominan yang terlibat, maka tulisan secara
graduasi menjadi kecil dan rapat. Pada beberapa kasus hal ini merupakan
gejala dini.

7. Sikap Parkinson
Bradikinesia menyebabkan langkah menjadi kecil, yang khas pada
penyakit Parkinson. Pada stadium yang lebih lanjut sikap penderita dalam

11
posisi kepala difleksikan ke dada, bahu membongkok ke depan, punggung
melengkung kedepan, dan lengan tidak melenggang bila berjalan.

8. Bicara
Rigiditas dan bradikinesia otot pernafasan, pita suara, otot faring,
lidah dan bibir mengakibatkan berbicara atau pengucapan kata-kata yang
monoton dengan volume yang kecil dan khas pada penyakit Parkinson.
Pada beberapa kasus suara mengurang sampai berbentuk suara bisikan
yang lamban.

9. Disfungsi otonom
Disfungsi otonom mungkin disebabkan oleh menghilangnya secara
progresif neuron di ganglia simpatetik. Ini mengakibatkan berkeringat
yang berlebihan, air liur banyak (sialorrhea), gangguan sfingter terutama
inkontinensia dan adanya hipotensi ortostatik yang mengganggu.

10. Gerakan bola mata


Mata kurang berkedip, melirik kearah atas terganggu, konvergensi
menjadi sulit, gerak bola mata menjadi terganggu.

11. Refleks glabela


Dilakukan dengan jalan mengetok di daerah glabela berulang-
ulang. Pasien dengan Parkinson tidak dapat mencegah mata berkedip pada
tiap ketokan. Disebut juga sebagai tanda Mayerson’s sign.

12. Demensia
Demensia relatif sering dijumpai pada penyakit Parkinson.
Penderita banyak yang menunjukan perubahan status mental selama
perjalanan penyakitnya. Disfungsi visuospatial merupakan defisit kognitif
yang sering dilaporkan. Degenerasi jalur dopaminergik termasuk
nigrostriatal, mesokortikal dan mesolimbik berpengaruh terhadap
gangguan intelektual.

12
13. Depresi
Sekitar 40 % penderita terdapat gejala depresi. Hal ini dapat terjadi
disebabkan kondisi fisik penderita yang mengakibatkan keadaan yang
menyedihkan seperti kehilangan pekerjaan, kehilangan harga diri dan
merasa dikucilkan. Tetapi hal ini dapat terjadi juga walaupun penderita
tidak merasa tertekan oleh keadaan fisiknya. Hal ini disebabkan keadaan
depresi yang sifatnya endogen. Secara anatomi keadaan ini dapat
dijelaskan bahwa pada penderita Parkinson terjadi degenerasi neuron
dopaminergik dan juga terjadi degenerasi neuron norepineprin yang
letaknya tepat dibawah substansia nigra dan degenerasi neuron asetilkolin
yang letaknya diatas substansia nigra.

2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG


• Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium hanya bersifat dukungan pada hasil
klinis,karena tidak memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi untuk penyakit
Parkinson. Pengukuran kadar NT dopamine atau metabolitnya dalam air kencing ,
darah maupun cairan otak akan menurun pada penyakit Parkinson dibandingkan
kontrol.Lebih lanjut , dalam keadaan tidak ada penanda biologis yang spesifik
penyakit, maka diagnosis definitive terhadap penyakit Parkinson hanya
ditegakkan dengan otopsi . Dua penelitian patologis terpisah berkesimpulan
bahwa hanya 76% dari penderita memenuhi kriteria patologis aktual, sedangkan
yang 24% mempunyai penyebab lain untuk parkinsonisme tersebut.

• Neuroimaging :
 Magnetik Resonance Imaging ( MRI )
Baru – baru ini dalam sebuah artikel tentang MRI , didapati bahwa
hanya pasien yang dianggap mempunyai atropi multi sistem
memperlihatkan signal di striatum.

13
 Positron Emission Tomography ( PET )
Ini merupakan teknik imaging yang masih relatif baru dan telah
memberi kontribusi yang signifikan untuk melihat kedalam sistem
dopamine nigrostriatal dan peranannya dalam patofisiologi penyakit
Parkinson. Penurunan karakteristik pada pengambilan fluorodopa ,
khususnya di putamen , dapat diperlihatkan hampir pada semua penderita
penyakit Parkinson, bahkan pada tahap dini.Pada saat awitan gejala ,
penderita penyakit Parkinson telah memperlihatkan penurunan 30% pada
pengambilan fluorodopa putamen. Tetapi sayangnya PET tidak dapat
membedakan antara penyakit Parkinson dengan parkinsonisme atipikal.
PET juga merupakan suatu alat untuk secara obyektif memonitor progresi
penyakit , maupun secara obyektif memperlihatkan fungsi implantasi
jaringan mesensefalon fetus.

Gambar . PET pada penderita Parkinson pre dan prost transplantasi

 Single Photon Emission Computed Tomography ( SPECT )


Sekarang telah tersedia ligand untuk imaging sistem pre dan post
sinapsis oleh SPECT , suatu kontribusi berharga untuk diagnosis antara
sindroma Parkinson plus dan penyakit Parkinson, yang merupakan
penyakit presinapsis murni. Penempelan ke striatum oleh derivat kokain
[123]beta-CIT, yang juga dikenal sebagai RTI-55, berkurang secara
signifikan disebelah kontralateral sisi yang secara klinis terkena maupun

14
tidak terkena pada penderita hemiparkinson. Penempelan juga berkurang
secara signifikan dibandingkan dengan nilai yang diharapkan sesuai umur
yang berkisar antara 36% pada tahap I Hoehn dan Yahr sampai 71% pada
tahap V. Marek dan yang lainnya telah melaporkan rata-rata penurunan
tahunan sebesar 11% pada pengambilan [123]beta-CIT striatum pada 34
penderita penyakit Parkinson dini yang dipantau selama 2 tahun. Sekarang
telah memungkinkan untuk memvisualisasi dan menghitung degenerasi sel
saraf nigrostriatal pada penyakit Parkinson.

Dengan demikian, imaging transporter dopamin pre-sinapsis yang


menggunakan ligand ini atau ligand baru lainnya mungkin terbukti
berguna dalam mendeteksi orang yang beresiko secara dini. Sebenarnya,
potensi SPECT sebagai suatu metoda skrining untuk penyakit Parkinson
dini atau bahkan presimptomatik tampaknya telah menjadi kenyataan
dalam praktek. Potensi teknik tersebut sebagai metoda yang obyektif untuk
memonitor efikasi terapi farmakologis baru, sekarang sedang diselidiki

2.8. DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit Parkinson berdasarkan klinis dengan ditemukannya
gejala motorik utama antara lain tremor pada waktu istirahat, rigiditas,
bradikinesia dan hilangnya refleks postural. Kriteria diagnosis yang dipakai di
Indonesia adalah kriteria Hughes (1992) :

• Possible : didapatkan 1 dari gejala-gejala utama


• Probable : didapatkan 2 dari gejala-gejala utama
• Definite : didapatkan 3 dari gejala-gejala utama

Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya


penyakit dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr
(1967) yaitu :

 Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan,
terdapat gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan,

15
biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul
dapat dikenali orang terdekat (teman)
 Stadium 2 : Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal,
sikap/cara berjalan terganggu
 Stadium 3 : Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai
terganggu saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang
 Stadium 4 : Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya
untuk jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri
sendiri, tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya
 Stadium 5 : Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak
mampu berdiri dan berjalan walaupun dibantu.

2.9. PENATALAKSANAAN
Pengobatan penyakit parkinson dapat dikelompokan, sebagai berikut :
I. Farmakologik
1. Bekerja pada sistem dopaminergik
2. Bekerja pada sistem kolinergik
3. Bekerja pada Glutamatergik
4. Bekerja sebagai pelindung neuron
5. Lain –lain .

II. Non Farmakologik


1. Perawatan
2. Pembedahan
3. Deep-Brain Stimulasi
4. Transplantasi

I. Farmakologik
1. Bekerja pada sistem dopaminergik
a. L-dopa

16
Penemuan terapi l-dopa pada tahun 1960 merupakan terobosan baru
pengetahuan tentang penyakit degenerasi .Meskipun sampai sekarang l-dopa
masih merupakan obat paling menjanjikan respon terbaik untuk penyakit
parkinson ,namun masa kerjanya yang singkat , respon yang fluktuatif dan
efek oxidative stress dan metabolitnya menyebabkan para peneliti mencari
bahan alternatif . Cara kerja obat kelompok ini dapat dijelaskan lewat alur
metabolisme dari dopamin sebagai berikut. Tyrosin yang berasal dari
makanan akan diubah secara beruntun menjadi l-dopa dan dopamin oleh
enzimya masing-masing . Kedua jenis enzim ini terdapat diberbagai
jaringan tubuh , disamping dijaringan saraf . Dopamin yang terbentuk di
luar jaringan saraf otak , tidak dapat melewati sawar darah otak . Untuk
mencegah jangan sampai dopamin tersintesa diluar otak maka l-dopa
diberikan bersama dopa-decarboxylase inhibitor dalam bentuk carbidopa
dengan perbandingan carbidopa : l-dopa = 1 : 10 ( Sinemet ) atau
benzerazide : l- dopa = 1 : 4 ( Madopar). Efek terapi preparat l-dopa baru
muncul sesudah 2 minggu pengobatan oleh karena itu perubahan dosis
seyogyanya setelah 2 minggu . Mulailah dosis rendah dan secara berangsur
ditingkatkan . Drug holiday sebaliknya jangan lebih lama dari 2 minggu ,
karena gejala akan muncul lagi sesudah 2 minggu obat dihentikan.

b. MAO dan COMT Inhibitor


Pada umumnya penyakit parkinson memberi respon yang cepat dan
bagus dengan l-dopa dibandingkan dengan yang lain ,namun ada laporan
bahwa l-dopa dan dopamin menghasilkan metabolit yang mengganggu atau
menekan proses pembentukan energi dari mitokondria dengan akibat
terjadinya oxidative stress yang menuntun timbulnya degenerasi sel neuron.
Preparat penghambat enzim MAO ( monoamine oxydase ) dan COMT (
Catechol-O-methyl transferase ) ditambahkan bersama preparat l-dopa
untuk melindungi dopamin terhadap degradasi oleh enzim tersebut sehingga
metabolit berkurang ( pembentukan radikal bebas dari dopamin berkurang )
sehingga neuron terlindung dari proses oxidative stress .

17
c. Agonis Dopamin
Preparat lain yang juga dapat menghemat pemakaian l-dopa adalah
golongan dopamin agonis . Golongan ini bekerja langsung pada reseptor
dopamin, jadi mengambil alih tugas dopamin dan memiliki durasi kerja
lebih lama dibandingkan dopamin. Sampai saat ini ada 2 kelompok dopamin
agonis , yaitu derivat ergot dan non ergot . Secara singkat reseptor yang bisa
dipengaruhi oleh preparat dopamin agonis adalah sebagai berikut:

Keuntungan terapi dengan agonis dopamin dibandingkan l-dopa


antara lain :
1. Durasi kerja obat lebih lama
2. Respon fluktuatif dan diskinesia lebih kecil
3. Dapat dipilih agonis dopamin yang lebih specifik terhadap reseptor
dopamin tertentu disesuaikan kondisi penderita penyakit parkinson.

Kerugian terapi agonis dopamin adalah onset terapeutiknya rata – rata


lebih lama dibandingkan DA ergik.

2 Bekerja pada sistem kolinergik


Obat golongan antikolinergik memberi manfaat untuk penyakit parkinson ,
oleh karena dapat mengoreksi kegiatan berlebihan dari sistem kolinergik terhadap
sistem dopaminergik yang mendasari penyakit parkinson. Ada dua preparat
antikolinergik yang banyak digunakan untuk penyakit parkinson, yaitu
thrihexyphenidyl (artane) dan benztropin (congentin). Preparat lainnya yang juga
termasuk golongan ini adalah biperidon (akineton), orphenadrine (disipal) dan
procyclidine (kamadrin).

• Golongan anti kolinergik terutama untuk menghilangkan gejala tremor dan


efek samping yang paling ditakuti adalah kemunduran memori.

3. Bekerja pada sistem Glutamatergik


Diantara obat – obat glutamatergik yang bermanfaat untuk penyakit
parkinson adalah dari golongan antagonisnya, yaitu amantadine, memantine,

18
remacemide dan L 235959. Antagonis glutamatergik diduga menekan kegiatan
berlebihan jalur dari inti subtalamikus sampai globus palidus internus sehingga
jalur indirek seimbang kegiatannya dengan jalur direk, dengan demikian out put
ganglia basalis ke arah talamus dan korteks normal kembali. Disamping itu,
diduga antagonis glutamatergik dapat meningkatkan pelepasan dopamin,
menghambat reuptake dan menstimulasi reseptor dopamin. Obat ini lebih efektif
untuk akinesia dan rigiditas daripada antikolinergik.

4. Bekerja sebagai pelindung neuron


Berbagai macam obat dapat melindungi neuron terhadap ancaman
degenerasi akibat nekrosis atau apoptosis. Termasuk dalam kelompok ini adalah :

a. Neurotropik faktor , yaitu dapat bertindak sebagai pelindung neuron


terhadap kerusakan dan meningkatkan pertumbuhan dan fungsi neuron .
Termasuk dalam kelompok ini adalah BDNF (brain derived neurotrophic
factor), NT 4/5 (Neurotrophin 4/5), GDNT (glia cell line-derived
neurotrophic factorm artemin), dan sebagainya. Semua belum dipasarkan.

b. Anti-exitoxin, yang melindungi neuron dari kerusakan akibat paparan


bahan neurotoksis (MPTP, Glutamate). Termasuk disini antagonis reseptor
NMDA , MK 801 , CPP , remacemide dan obat antikonvulsan riluzole.

c. Anti oksidan, yang melindungi neuron terhadap proses oxidative stress


akibat serangan radikal bebas. Deprenyl (selegiline), 7-nitroindazole ,
nitroarginine methyl-ester, methylthiocitrulline, 101033E dan
104067F , termasuk didalamnya. Bahan ini bekerja menghambat kerja
enzim yang memproduksi radikal bebas.Dalam penelitian ditunjukkan
vitamin E ( -tocopherol) tidak menunjukkan efek anti oksidan.

d. Bioenergetic suplements, yang bekerja memperbaiki proses metabolisme


energi di mitokondria. Coenzym Q10 ( Co Q10 ), nikotinamide termasuk
dalam golongan ini dan menunjukkan efektifitasnya sebagai
neuroprotektant pada hewan model dari penyakit parkinson.

19
e. Immunosuppressant, yang menghambat respon imun sehingga salah satu
jalur menuju oxidative stress dihilangkan. Termasuk dalam golongan ini
adalah immunophillins, CsA (cyclosporine A) dan FK 506 (tacrolimu).
Akan tetapi berbagai penelitian masih menunjukkan kesimpulan yang
kontroversial.

5. Bahan lain
Bahan lain yang masih belum jelas cara kerjanya diduga bermanfaat untuk
penyakit parkinson , yaitu hormon estrogen dan nikotin. Pada dasawarsa terakhir ,
banyak peneliti menaruh perhatian dan harapan terhadap nikotin berkaitan dengan
potensinya sebagai neuroprotektan. Pada umumnya bahan yang berinteraksi
dengan R nikotinik memiliki potensi sebagai neuroprotektif terhadap neurotoksis ,
misalnya glutamat lewat R NMDA, asam kainat, deksametason dan MPTP .
Bahan nikotinik juga mencegah degenerasi akibat lesi dan iskemia .

Mekanisme interaksi obat pada bahan lain

20
II. Non Farmakologik
Penanganan penyakit parkinson yang tidak kalah pentingnya ini sering
terlupakan mungkin dianggap terlalu sederhana atau terlalu canggih.

1. Perawatan Penyakit Parkinson


Sebagai salah satu penyakit parkinson kronis yang diderita oleh
manula, maka perawatan tidak bisa hanya diserahkan kepada profesi
paramedis, melainkan kepada semua orang yang ada di sekitarnya.

a. Pendidikan
Dalam arti memberi penjelasan kepada penderita, keluarga dan care giver
tentang penyakit yang diderita. Hendaknya keterangan diberikan secara
rinci namun supportif dalam arti tidak makin membuat penderita cemas
atau takut. Ditimbulkan simpati dan empati dari anggota keluarganya
sehingga dukungan fisik dan psikik mereka menjadi maksimal.

b. Rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta
mengatasi masalah-masalah sebagai berikut :

• Abnormalitas gerakan
• Kecenderungan postur tubuh yang salah
• Gejala otonom
• Gangguan perawatan diri ( Activity of Daily Living – ADL )
• Perubahan psikologik

Untuk mencapai tujuan tersebut diatas dapat dilakukan tindakan sebagai


berikut :
1. Terapi fisik : ROM ( Range Of Motion )
• Peregangan
• Koreksi postur tubuh
• Latihan koordinasi
• Latihan jalan ( gait training )

21
• Latihan buli-buli dan rectum
• Latihan kebugaran kardiopulmonar
• Edukasi dan program latihan di rumah

2. Terapi okupasi
Memberikan program yang ditujukan terutama dalam hal
pelaksanaan aktivitas kehidupan sehari-hari .

3. Terapi wicara
Membantu penderita Parkinson dengan memberikan program
latihan pernapasan diafragma, evaluasi menelan, latihan disartria, latihan
bernapas dalam sebelum bicara. Latihan ini dapat membantu memperbaiki
volume berbicara, irama dan artikulasi.

4. Psikoterapi
Membuat program dengan melakukan intervensi psikoterapi
setelah melakukan asesmen mengenai fungsi kognitif, kepribadian, status
mental, keluarga dan perilaku.

5. Terapi sosial medik


Berperan dalam melakukan asesmen dampak psikososial
lingkungan dan finansial, untuk maksud tersebut perlu dilakukan
kunjungan rumah/ lingkungan tempat bekerja.

6. Orthotik Prosthetik
Dapat membantu penderita Parkinson yang mengalami
ketidakstabilan postural, dengan membuatkan alat Bantu jalan seperti
tongkat atau walker.

c. Diet
Pada penderita parkinson ini sebenarnya tidaklah diperlukan suatu
diet yang khusus, akan tetapi diet penderita ini yang diberikan dengan
tujuan agar tidak terjadi kekurangan gizi, penurunan berat badan , dan
pengurangan jumlah massa otot, serta tidak terjadinya konstipasi .

22
Penderita dianjurkan untuk memakan makanan yang berimbang antara
komposisi serat dan air untuk mencegah terjadinya konstipasi , serta cukup
kalsium untuk mempertahankan struktur tulang agar tetap baik . Apabila
didapatkan penurunan motilitas usus dapat dipertimbangkan pemberian
laksan setiap beberapa hari sekali . Hindari makanan yang mengandung
alkohol atau berkalori tinggi.

2. Pembedahan :
• Tindakan pembedahan untuk penyakit parkinson dilakukan bila penderita
tidak lagi memberikan respon terhadap pengobatan/intractable, yaitu masih
adanya gejala dua dari gejala utama penyakit parkinson (tremor, rigiditas,
bradi/akinesia, gait/postural instability), Fluktuasi motorik, fenomena on-off ,
diskinesia karena obat, juga memberi respons baik terhadap pembedahan.

Ada 2 jenis pembedahan yang bisa dilakukan :


a. Pallidotomi , yang hasilnya cukup baik untuk menekan gejala :
- Akinesia / bradi kinesia
- Gangguan jalan / postural
- Gangguan bicara
b. Thalamotomi , yang efektif untuk gejala :
- Tremor
- Rigiditas
- Diskinesia karena obat.
3. Stimulasi otak dalam
Mekanisme yang mendasari efektifitas stimulasi otak dalam untuk
penyakit parkinson ini sampai sekarang belum jelas, namun perbaikan gejala
penyakit parkinson bisa mencapai 80% . Frekwensi rangsangan yang diberikan
pada umumnya lebih besar dari 130 Hz dengan lebar pulsa antara 60–90 s .
Stimulasi ini dengan alat stimulator yang ditanam di inti GPi dan STN.

23
4. Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982
oleh Lindvall dan kawannya, menggunakan jaringan medula adrenalis yang
menghasilkan dopamin. Jaringan transplan (graft) lain yang pernah digunakan
antara lain dari jaringan embrio ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan
premordial steam atau progenitor cells, non neural cells (biasanya fibroblast atau
astrosytes), testis-derived sertoli cells dan carotid body epithelial glomus cells.
Untuk mencegah reaksi penolakan jaringan diberikan obat immunosupressant
cyclosporin A yang menghambat proliferasi T cells sehingga masa idup graft jadi
lebih panjang.

Transplantasi yang berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit


parkinson selama 4 tahun kemudian efeknya menurun 4 – 6 tahun sesudah
transplantasi. Sampai saat ini , diseluruh dunia ada 300 penderita penyakit
parkinson memperoleh pengobatan transplantasi dari jaringan embrio ventral
mesensefalon.

2.10. PROGNOSIS
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson,
sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali
terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya. Tanpa
perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total
disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat
menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien
berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan
gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping
pengobatan terkadang dapat sangat parah.

PD sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal, tetapi berkembang


sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien PD pada umumnya
lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita PD. Pada tahap akhir, PD dapat
menyebabkan komplikasi seperti tersedak, pneumoni, dan memburuk yang dapat

24
menyebabkan kematian. Progresifitas gejala pada PD dapat berlangsung 20 tahun
atau lebih. Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada
cara yang tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing
individu. Dengan treatment yang tepat, kebanyakan pasien PD dapat hidup
produktif beberapa tahun setelah diagnosis.

25
BAB III
KESIMPULAN

Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis


progresif, merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia
basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia
nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency). Di Amerika
Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan
jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000
penderita.

Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan


penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi
untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi
gejala yang timbul . Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala
parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat
ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang
hidupnya.

Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga


terjadi total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak
general, dan dapat menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada
setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi.
Perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek
samping pengobatan terkadang dapat sangat para

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Fahn, Stanley. Merrit’s Neurology. Tenth edition. Lippincott Williams &


Wilkins.2000.
2. De Long, Mahlon.Harrison Neurology in Clinical Medicine. First edition.
McGraw-Hill Professional.2006
3. John C. M. Brust, MD, “Current Diagnosis & Treatment In Neurology”,
McGraw-Hill 2007, hlm 199 – 206.
4. Clarke CE, Moore AP., “Parkinson's Disease”,
http://www.aafp.org/afp/20061215/2046.html, 15 Maret 2011.
5. http://www.mayoclinic.com/print/parkinsons-
disease/DS00295/METHOD=print&DSECTION=all
6. http://www.emedicine.com/neuro/topic304.htm

7. http://medicanieblog.com/penatalaksanaanparkinson/htm

27

You might also like