Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1.SUSUNAN SARAF
Susunan saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. Otak
terdiri dari :
1. Serebrum
2. Diencephalon : Talamus, hipotalamus
3. Trunkus serebri : Mesensefalon, pons, medulla oblongata
4. Serebellum
Serebrum terdiri dari 2 belahan besar terdiri atas badan sel saraf yang
berwarna kelabu dan serabut saraf yang berwarna putih. Substansi kelabu
serebrum disebut korteks serebri. Kedua hemisfer dipisahkan oleh celah yang
dalam, tapi bersatu kembali pada bagian bawahnya melalui korpus kalosum, yaitu
massa substansi putih. Dibagian bawah hemisfer terdapat kelompok-kelompok
substansi kelabu yang disebut ganglia basalis.
Ganglia Basalis
Perintah dari korteks motorik untuk inti motorik medulla spinalis
dipengaruhi oleh ganglia basalis dan serebellum lewat talamus. Dengan demikian
gerakan otot menjadi halus, terarah, dan terprogram. Ganglia basalis terdiri dari :
Nukleus kaudatus dan Nukleus lentiformis. Ganglia basalis bersama dengan
bagian dari kapsul interna disebut korpus striatum.
Sistem ekstrapiramidal terdiri dari : Ganglia basalis, Substansi nigra, dan
Nukleus subtalamus. Gangguan pada sistem ekstra piramidal menyebabkan :
Hiperkinetik :
a. Korea
b. Atetosis
c. Balismus
1
Hipokinetik :
a. Akinesia
b. Bradikinesia
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. DEFINISI
Penyakit parkinson adalah gangguan neurodegerative yang progresif dari
sistem saraf pusat. Penyakit Parkinson merupakan gejala kompleks yang
dimanifestasikan oleh 6 tanda utama : tremor saat beristirahat, kekakuan,
bradikinesia-hipokinesia, posisi tubuh fleksi, kehilangan refleks postural, freezing
phenomena.
2.2. EPIDEMIOLOGI
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria
dan wanita hampir seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson,
gejala awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita
pada usia 65 tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1
% di seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 – 64
tahun sampai 3,5 % pada usia 85 – 89 tahun.
3
negeri maupun di dalam negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan
(3:2) dengan alasan yang belum diketahui.
2.3. KLASIFIKASI
Pada umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, tetapi
harus diusahakan menentukan jenisnya untuk mendapat gambaran tentang
etiologi, prognosis dan penatalaksanaannya.
2.4. ETIOLOGI
Etiologi Penyakit Parkinson belum diketahui ( idiopatik ) , akan tetapi ada
beberapa faktor resiko ( multifaktorial ) yang telah diidentifikasikan, yaitu :
a. Usia : meningkat pada usia lanjut dan jarang timbul pada usia dibawah
30 tahun.
b. Rasial : Orang kulit putih lebih sering daripada orang Asia dan Afrika .
4
c. Genetik : diduga ada peranan faktor genetik
Genetik predispositions
+
Environmental Factor ( exogenous and endogenous )
+
Trigger factor ( stress, infection , trauma , drugs , toxins )
+
Age related neuronal attrition and loss of anti-oxidative mechanism
Parkinsons Disease
d. Lingkungan :
• Toksin : MPTP , CO , Mn , Mg , CS2 , Metanol , Sianid
• Pengunaan herbisida dan pestisida
• Infeksi
5
kelainan di substansia nigra pars kompakta ini menyebabkan adanya kegagalan
produksi energi, sehingga mendorong terjadinya apoptosis sel.
2.5. PATOFISIOLOGI
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena
penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron di pars kompakta substansia
nigra sebesar 40 – 50% yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy
bodies). Lesi primer pada penyakit Parkinson adalah degenerasi sel saraf yang
mengandung neuromelanin di dalam batang otak, khususnya di substansia nigra
pars kompakta, yang menjadi terlihat pucat dengan mata telanjang. Dalam kondisi
normal (fisiologik), pelepasan dopamin dari ujung saraf nigrostriatum akan
merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan reseptor D2 (inhibitorik) yang berada di
dendrit output neuron striatum. Output striatum disalurkan ke globus palidus
segmen interna atau substansia nigra pars retikularis lewat 2 jalur yaitu jalur direk
reseptor D1 dan jalur indirek berkaitan dengan reseptor D2 . Maka bila masukan
direk dan indirek seimbang, maka tidak ada kelainan gerakan.
6
nucleus subtalamikus melemah dan kegiatan neuron nukleus subtalamikus
meningkat akibat inhibisi.
7
Gambar.1. Skema teori ketidak seimbangan jalur langsung dan tidak
langsung
Keterangan Singkatan
D2 : Reseptor dopamin 2 bersifat inhibitorik
D1 : Reseptor dopamin 1 bersifat eksitatorik
SNc : Substansia nigra pars compacta
SNr : Substansia nigra pars retikulata
GPe : Globus palidus pars eksterna
GPi : Globus palidus pars interna
STN : Subthalamic nucleus
VL : Ventrolateral thalamus = talamus
Lesi primer pada penyakit Parkinson adalah degenerasi sel saraf yang
mengandung neuromelanin di dalam batang otak , khususnya di substansia nigra
pars kompakta, yang menjadi terlihat pucat dengan mata telanjang.
8
Gambar . Lesi Substasia Nigra pada Penyakit Parkinson
9
1. Tremor
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi
metakarpofalangeal, kadang kadang tremor seperti menghitung uang
logam (pil rolling). Pada sendi tangan fleksi ekstensi atau pronasi supinasi,
pada kaki fleksi ekstensi, pada kepala fleksi ekstensi atau menggeleng,
mulut membuka menutup, lidah terjulur tertarik tarik. Tremor terjadi pada
saat istirahat dengan frekuensi 4-5 Hz dan menghilang pada saat tidur.
Tremor disebabkan oleh hambatan pada aktivitas gamma motoneuron.
Inhibisi ini mengakibatkan hilangnya sensitivitas sirkuit gamma yang
mengakibatkan menurunnya kontrol dari gerakan motorik halus.
Berkurangnya kontrol ini akan menimbulkan gerakan involunter yang
dipicu dari tingkat lain pada susunan saraf pusat. Tremor pada penyakit
Parkinson mungkin dicetuskan oleh ritmik dari alfa motor neuron dibawah
pengaruh impuls yang berasal dari nukleus ventro-lateral talamus. Pada
keadaan normal, aktivitas ini ditekan oleh aksi dari sirkuit gamma
motoneuron, dan akan timbul tremor bila sirkuit ini dihambat.
2. Rigiditas
Rigiditas disebabkan oleh peningkatan tonus pada otot antagonis
dan otot protagonis dan terdapat pada kegagalan inhibisi aktivitas
motoneuron otot protagonis dan otot antagonis sewaktu gerakan.
Meningkatnya aktivitas alfa motoneuron pada otot protagonis dan otot
antagonis menghasilkan rigiditas yang terdapat pada seluruh luas gerakan
dari ekstremitas yang terlibat.
3. Bradikinesia
Gerakan volunter menjadi lamban sehingga gerak asosiatif menjadi
berkurang misalnya: sulit bangun dari kursi, sulit mulai berjalan, lamban
mengenakan pakaian atau mengkancingkan baju, lambat mengambil suatu
obyek, bila berbicara gerak bibir dan lidah menjadi lamban. Bradikinesia
menyebabkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan
10
spontan berkurang sehingga wajah mirip topeng, kedipan mata berkurang,
menelan ludah berkurang sehingga ludah keluar dari mulut. Bradikinesia
merupakan hasil akhir dari gangguan integrasi dari impuls optik sensorik,
labirin , propioseptik dan impuls sensorik lainnya di ganglia basalis. Hal
ini mengakibatkan perubahan pada aktivitas refleks yang mempengaruhi
alfa dan gamma motoneuron.
5. Wajah Parkinson
Seperti telah diutarakan, bradikinesia mengakibatkan kurangnya
ekspresi muka serta mimik. Muka menjadi seperti topeng, kedipan mata
berkurang, disamping itu kulit muka seperti berminyak dan ludah sering
keluar dari mulut.
6. Mikrografia
Bila tangan yang dominan yang terlibat, maka tulisan secara
graduasi menjadi kecil dan rapat. Pada beberapa kasus hal ini merupakan
gejala dini.
7. Sikap Parkinson
Bradikinesia menyebabkan langkah menjadi kecil, yang khas pada
penyakit Parkinson. Pada stadium yang lebih lanjut sikap penderita dalam
11
posisi kepala difleksikan ke dada, bahu membongkok ke depan, punggung
melengkung kedepan, dan lengan tidak melenggang bila berjalan.
8. Bicara
Rigiditas dan bradikinesia otot pernafasan, pita suara, otot faring,
lidah dan bibir mengakibatkan berbicara atau pengucapan kata-kata yang
monoton dengan volume yang kecil dan khas pada penyakit Parkinson.
Pada beberapa kasus suara mengurang sampai berbentuk suara bisikan
yang lamban.
9. Disfungsi otonom
Disfungsi otonom mungkin disebabkan oleh menghilangnya secara
progresif neuron di ganglia simpatetik. Ini mengakibatkan berkeringat
yang berlebihan, air liur banyak (sialorrhea), gangguan sfingter terutama
inkontinensia dan adanya hipotensi ortostatik yang mengganggu.
12. Demensia
Demensia relatif sering dijumpai pada penyakit Parkinson.
Penderita banyak yang menunjukan perubahan status mental selama
perjalanan penyakitnya. Disfungsi visuospatial merupakan defisit kognitif
yang sering dilaporkan. Degenerasi jalur dopaminergik termasuk
nigrostriatal, mesokortikal dan mesolimbik berpengaruh terhadap
gangguan intelektual.
12
13. Depresi
Sekitar 40 % penderita terdapat gejala depresi. Hal ini dapat terjadi
disebabkan kondisi fisik penderita yang mengakibatkan keadaan yang
menyedihkan seperti kehilangan pekerjaan, kehilangan harga diri dan
merasa dikucilkan. Tetapi hal ini dapat terjadi juga walaupun penderita
tidak merasa tertekan oleh keadaan fisiknya. Hal ini disebabkan keadaan
depresi yang sifatnya endogen. Secara anatomi keadaan ini dapat
dijelaskan bahwa pada penderita Parkinson terjadi degenerasi neuron
dopaminergik dan juga terjadi degenerasi neuron norepineprin yang
letaknya tepat dibawah substansia nigra dan degenerasi neuron asetilkolin
yang letaknya diatas substansia nigra.
• Neuroimaging :
Magnetik Resonance Imaging ( MRI )
Baru – baru ini dalam sebuah artikel tentang MRI , didapati bahwa
hanya pasien yang dianggap mempunyai atropi multi sistem
memperlihatkan signal di striatum.
13
Positron Emission Tomography ( PET )
Ini merupakan teknik imaging yang masih relatif baru dan telah
memberi kontribusi yang signifikan untuk melihat kedalam sistem
dopamine nigrostriatal dan peranannya dalam patofisiologi penyakit
Parkinson. Penurunan karakteristik pada pengambilan fluorodopa ,
khususnya di putamen , dapat diperlihatkan hampir pada semua penderita
penyakit Parkinson, bahkan pada tahap dini.Pada saat awitan gejala ,
penderita penyakit Parkinson telah memperlihatkan penurunan 30% pada
pengambilan fluorodopa putamen. Tetapi sayangnya PET tidak dapat
membedakan antara penyakit Parkinson dengan parkinsonisme atipikal.
PET juga merupakan suatu alat untuk secara obyektif memonitor progresi
penyakit , maupun secara obyektif memperlihatkan fungsi implantasi
jaringan mesensefalon fetus.
14
tidak terkena pada penderita hemiparkinson. Penempelan juga berkurang
secara signifikan dibandingkan dengan nilai yang diharapkan sesuai umur
yang berkisar antara 36% pada tahap I Hoehn dan Yahr sampai 71% pada
tahap V. Marek dan yang lainnya telah melaporkan rata-rata penurunan
tahunan sebesar 11% pada pengambilan [123]beta-CIT striatum pada 34
penderita penyakit Parkinson dini yang dipantau selama 2 tahun. Sekarang
telah memungkinkan untuk memvisualisasi dan menghitung degenerasi sel
saraf nigrostriatal pada penyakit Parkinson.
2.8. DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit Parkinson berdasarkan klinis dengan ditemukannya
gejala motorik utama antara lain tremor pada waktu istirahat, rigiditas,
bradikinesia dan hilangnya refleks postural. Kriteria diagnosis yang dipakai di
Indonesia adalah kriteria Hughes (1992) :
Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan,
terdapat gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan,
15
biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul
dapat dikenali orang terdekat (teman)
Stadium 2 : Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal,
sikap/cara berjalan terganggu
Stadium 3 : Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai
terganggu saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang
Stadium 4 : Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya
untuk jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri
sendiri, tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya
Stadium 5 : Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak
mampu berdiri dan berjalan walaupun dibantu.
2.9. PENATALAKSANAAN
Pengobatan penyakit parkinson dapat dikelompokan, sebagai berikut :
I. Farmakologik
1. Bekerja pada sistem dopaminergik
2. Bekerja pada sistem kolinergik
3. Bekerja pada Glutamatergik
4. Bekerja sebagai pelindung neuron
5. Lain –lain .
I. Farmakologik
1. Bekerja pada sistem dopaminergik
a. L-dopa
16
Penemuan terapi l-dopa pada tahun 1960 merupakan terobosan baru
pengetahuan tentang penyakit degenerasi .Meskipun sampai sekarang l-dopa
masih merupakan obat paling menjanjikan respon terbaik untuk penyakit
parkinson ,namun masa kerjanya yang singkat , respon yang fluktuatif dan
efek oxidative stress dan metabolitnya menyebabkan para peneliti mencari
bahan alternatif . Cara kerja obat kelompok ini dapat dijelaskan lewat alur
metabolisme dari dopamin sebagai berikut. Tyrosin yang berasal dari
makanan akan diubah secara beruntun menjadi l-dopa dan dopamin oleh
enzimya masing-masing . Kedua jenis enzim ini terdapat diberbagai
jaringan tubuh , disamping dijaringan saraf . Dopamin yang terbentuk di
luar jaringan saraf otak , tidak dapat melewati sawar darah otak . Untuk
mencegah jangan sampai dopamin tersintesa diluar otak maka l-dopa
diberikan bersama dopa-decarboxylase inhibitor dalam bentuk carbidopa
dengan perbandingan carbidopa : l-dopa = 1 : 10 ( Sinemet ) atau
benzerazide : l- dopa = 1 : 4 ( Madopar). Efek terapi preparat l-dopa baru
muncul sesudah 2 minggu pengobatan oleh karena itu perubahan dosis
seyogyanya setelah 2 minggu . Mulailah dosis rendah dan secara berangsur
ditingkatkan . Drug holiday sebaliknya jangan lebih lama dari 2 minggu ,
karena gejala akan muncul lagi sesudah 2 minggu obat dihentikan.
17
c. Agonis Dopamin
Preparat lain yang juga dapat menghemat pemakaian l-dopa adalah
golongan dopamin agonis . Golongan ini bekerja langsung pada reseptor
dopamin, jadi mengambil alih tugas dopamin dan memiliki durasi kerja
lebih lama dibandingkan dopamin. Sampai saat ini ada 2 kelompok dopamin
agonis , yaitu derivat ergot dan non ergot . Secara singkat reseptor yang bisa
dipengaruhi oleh preparat dopamin agonis adalah sebagai berikut:
18
remacemide dan L 235959. Antagonis glutamatergik diduga menekan kegiatan
berlebihan jalur dari inti subtalamikus sampai globus palidus internus sehingga
jalur indirek seimbang kegiatannya dengan jalur direk, dengan demikian out put
ganglia basalis ke arah talamus dan korteks normal kembali. Disamping itu,
diduga antagonis glutamatergik dapat meningkatkan pelepasan dopamin,
menghambat reuptake dan menstimulasi reseptor dopamin. Obat ini lebih efektif
untuk akinesia dan rigiditas daripada antikolinergik.
19
e. Immunosuppressant, yang menghambat respon imun sehingga salah satu
jalur menuju oxidative stress dihilangkan. Termasuk dalam golongan ini
adalah immunophillins, CsA (cyclosporine A) dan FK 506 (tacrolimu).
Akan tetapi berbagai penelitian masih menunjukkan kesimpulan yang
kontroversial.
5. Bahan lain
Bahan lain yang masih belum jelas cara kerjanya diduga bermanfaat untuk
penyakit parkinson , yaitu hormon estrogen dan nikotin. Pada dasawarsa terakhir ,
banyak peneliti menaruh perhatian dan harapan terhadap nikotin berkaitan dengan
potensinya sebagai neuroprotektan. Pada umumnya bahan yang berinteraksi
dengan R nikotinik memiliki potensi sebagai neuroprotektif terhadap neurotoksis ,
misalnya glutamat lewat R NMDA, asam kainat, deksametason dan MPTP .
Bahan nikotinik juga mencegah degenerasi akibat lesi dan iskemia .
20
II. Non Farmakologik
Penanganan penyakit parkinson yang tidak kalah pentingnya ini sering
terlupakan mungkin dianggap terlalu sederhana atau terlalu canggih.
a. Pendidikan
Dalam arti memberi penjelasan kepada penderita, keluarga dan care giver
tentang penyakit yang diderita. Hendaknya keterangan diberikan secara
rinci namun supportif dalam arti tidak makin membuat penderita cemas
atau takut. Ditimbulkan simpati dan empati dari anggota keluarganya
sehingga dukungan fisik dan psikik mereka menjadi maksimal.
b. Rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta
mengatasi masalah-masalah sebagai berikut :
• Abnormalitas gerakan
• Kecenderungan postur tubuh yang salah
• Gejala otonom
• Gangguan perawatan diri ( Activity of Daily Living – ADL )
• Perubahan psikologik
21
• Latihan buli-buli dan rectum
• Latihan kebugaran kardiopulmonar
• Edukasi dan program latihan di rumah
2. Terapi okupasi
Memberikan program yang ditujukan terutama dalam hal
pelaksanaan aktivitas kehidupan sehari-hari .
3. Terapi wicara
Membantu penderita Parkinson dengan memberikan program
latihan pernapasan diafragma, evaluasi menelan, latihan disartria, latihan
bernapas dalam sebelum bicara. Latihan ini dapat membantu memperbaiki
volume berbicara, irama dan artikulasi.
4. Psikoterapi
Membuat program dengan melakukan intervensi psikoterapi
setelah melakukan asesmen mengenai fungsi kognitif, kepribadian, status
mental, keluarga dan perilaku.
6. Orthotik Prosthetik
Dapat membantu penderita Parkinson yang mengalami
ketidakstabilan postural, dengan membuatkan alat Bantu jalan seperti
tongkat atau walker.
c. Diet
Pada penderita parkinson ini sebenarnya tidaklah diperlukan suatu
diet yang khusus, akan tetapi diet penderita ini yang diberikan dengan
tujuan agar tidak terjadi kekurangan gizi, penurunan berat badan , dan
pengurangan jumlah massa otot, serta tidak terjadinya konstipasi .
22
Penderita dianjurkan untuk memakan makanan yang berimbang antara
komposisi serat dan air untuk mencegah terjadinya konstipasi , serta cukup
kalsium untuk mempertahankan struktur tulang agar tetap baik . Apabila
didapatkan penurunan motilitas usus dapat dipertimbangkan pemberian
laksan setiap beberapa hari sekali . Hindari makanan yang mengandung
alkohol atau berkalori tinggi.
2. Pembedahan :
• Tindakan pembedahan untuk penyakit parkinson dilakukan bila penderita
tidak lagi memberikan respon terhadap pengobatan/intractable, yaitu masih
adanya gejala dua dari gejala utama penyakit parkinson (tremor, rigiditas,
bradi/akinesia, gait/postural instability), Fluktuasi motorik, fenomena on-off ,
diskinesia karena obat, juga memberi respons baik terhadap pembedahan.
23
4. Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982
oleh Lindvall dan kawannya, menggunakan jaringan medula adrenalis yang
menghasilkan dopamin. Jaringan transplan (graft) lain yang pernah digunakan
antara lain dari jaringan embrio ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan
premordial steam atau progenitor cells, non neural cells (biasanya fibroblast atau
astrosytes), testis-derived sertoli cells dan carotid body epithelial glomus cells.
Untuk mencegah reaksi penolakan jaringan diberikan obat immunosupressant
cyclosporin A yang menghambat proliferasi T cells sehingga masa idup graft jadi
lebih panjang.
2.10. PROGNOSIS
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson,
sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali
terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya. Tanpa
perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total
disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat
menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien
berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan
gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping
pengobatan terkadang dapat sangat parah.
24
menyebabkan kematian. Progresifitas gejala pada PD dapat berlangsung 20 tahun
atau lebih. Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada
cara yang tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing
individu. Dengan treatment yang tepat, kebanyakan pasien PD dapat hidup
produktif beberapa tahun setelah diagnosis.
25
BAB III
KESIMPULAN
26
DAFTAR PUSTAKA
7. http://medicanieblog.com/penatalaksanaanparkinson/htm
27