You are on page 1of 13

DAYA REFRAKSI RETINA MATA DAN KEKURANGAN

VITAMIN A

(TUGAS ANATOMI FISIOLOGI)

DIsusun oleh:

RAHMANITA SAKWATI
NPM. 12310082

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


JURUSAN GIZI NON REGULER
TP. 2012/2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “DAYA REFRAKSI RETINA MATA
DAN KEKURANGAN VITAMIN A”.
Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian gaya reflaksi retina mata dan
kekurangan vitamin a”.atau yang lebih khususnya membahas pengertian reflaksi retina mata
dan faktor-faktor penyebab kekurangan vitamin A. Diharapkan Makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua tentang Gaya reflaksi retina mata dan kekurangan
vitamin A.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita. Amin.

Bandar Lampung, 24 Desember 2012

Rahmanita Sakwati
NPM. 12310082
DAFTAR ISI

Halaman Judul …………………………………………………………………………. I


Kata Pengantar ……………………………………...…………………………………... ii
Daftar Isi …..………………………………………………………………………........ iii
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………...………… 1
A. Latar Belakang………………………………………….……………... 1
B. Populasi dan Sampel ……………………………………………………… 1
1. Populasi Penelitian ……………………………………………………… 1
2. Sampel Penelitian ……………………………………………………….. 2
C. Definisi Operasional ……………………………………………………..... 3
1. Definisi Operasional Variabel Gaya Belajar ……………………………. 3
2. Definisi Operasional Variabel Indeks Prestasi Kumulatif ………………. 3
D. Instrumen Penelitian ……………………………………………………... 4
1. Uji Validitas (Test of Validity) ………………………………………….. 4
2. Uji Reliabilitas ( Test of Realibility) ……………………………………. 5
E. Teknik Pengumpulan Data ………………………………………………. 6
1. Teknik Angket …………………………………………………………... 7
2. Dokumentasi …………………………………………………………….. 8
F. Teknik Analisa Data ……………………………………………………… 8
1. Uji Normalitas …………………………………………………………… 8
2. Analisis Korelasi ………………………………………………………… 10
3. Pengujian Hipotesis (Uji t-) …………………………………………….. 11
Daftar Pustaka …………………………………………………………………………... 13
Lampiran …………………………………………………………………………........... 14
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Panca indra adalah organ – organ akhir yang dikhusukan untuk menerima
jenis rangsangan tertentu. Serabut saraf yang menangani merupakan alat perantara yang
membawa kesan rasa dari organ indra, menuju ke otak tempat perasaan ini ditafsirkan.
Beberapa kesan timbul dari luar seperti misalnya, penglihatan. Organ yang penting disini
adalah mata. (Syaifuddin , 2006 : 322)
Namun, masyarakat luas belum mengetahui bagaimana indra - indra kita ini
diciptakan dapat dioptimalkan fungsinya, cara menjaga indra tersebut yang sehat tetap
sehat dan yang terganggu supaya tidak menjadi lebih parah. Dari panca indra yaitu
penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecap, dan penciuman. Dari kelima panca indra
tersebut memiliki fungsi masing-masing tetapi yang paling banyak berperan dalam
kehidupan dan paling sedikit dalam rangsangan yaitu indra penglihatan. Banyak manusia
yang memiliki indra yang lengkap dan sehat tetapi tidak dapat merawatnya dengan baik
sehingga menyebabkan gangguan terutama penglihatan yang khususnya jika terjadi
kelainan refraksi.
Hasil Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan pendengaran yang dilakukan
oleh Depkes di sejumlah Propinsi di Indonesia berturut-turut pada tahun anggaran
2003/2004, 2004/2005, 2005/2006, 2006/2007, ditemukan kelainan refraksi sebesar
22,1% dan menempati urutan pertama dalam 10 penyakit mata terbesar di Indonesia.
Sedangkan angka kelainan refraksi pada golongan usia sekolah adalah kurang lebih 5%.
Kelainan refraksi ini dapat terjadi pada seluruh golongan umur terutama pada golongan
anak sekolahyang berumur dari 6 sampai 18 tahun.
Apabila dari salah satu indra yang dimiliki manusia terganggu terutama indra
penglihatan seperti kelalainan refraksi , maka kehidupan seseorang tersebut berjalan
dengan baik sehingga aktifitas yang dilakukannya tidak menghasilkan sesuatu yang
optimal.
Berdasarkan uraian diatas tentang alat indra diatas penglihatan, saya tertarik
untuk membahas tentang kelainan refraksi pada mata ini secara lebih mendalam dalam
sebuah makalah sehingga mahasiswa dan mahasiswi agar mengetahui bagaimana
pengaruh daya refraksi pada retina mata terhadap kekurangan vitamin A. Kesalahan
refraksi akan mempengaruhi Vitamin A oleh karena bayangan tidak jatuh tepat pada
retina. Hal ini akan memburamkan gambaran detil dari suatu objek.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah :
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang kelainan refraksi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tentang anatomi dan fisiologi mata
b. Untuk mengetahui pengertian dan konsep dasar tentang kelainan refraksi
c. Untuk mengetahuitentangpengertian, proses terjadi, tanda gejala, serta koreksi
mata pada kelainan refraksi berupa: miopia, hipermetropia, astigmatigmus, dan
presbiopia.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan masalah penelitian ini yaitu,
“Bagaimana hubungan daya refraksi pada retina mata dengan kekurangan vitamin A dan
apa pengaruhnya ? “
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Refraksi
Refraksi adalah perubahan arah dari suatu gelombang (cahaya atau suara) ketika
melewati medium yang berbeda indeks refraksinya. Kesalahan refraksi akan
mempengaruhi VA oleh karena bayangan tidak jatuh tepat pada retina. Hal ini akan
memburamkan gambaran detil dari suatu objek.

B. Kelainan Refraksi
Kelainan refraksi adalah kelainan pembiasan sinar oleh media penglihatan yang terdiri dari
kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, atau panjang bola mata, sehingga bayangan benda
dibiaskan tidak tepat di daerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi.

Miopia
Miopia atau rabun jauh merupakan suatu keadaan dimana
mata mampu melihat obyek yang dekat, tetapi kabur bila
melihat objek-objek yang jauh letaknya. Kata miopia berasal
dari bahasa Yunani yang berarti memincangkan mata, karena
penderita kelainan ini selalu memincangkan mata dalam
usahanya untuk melihat lebih jelas objek-objek yang jauh
letaknya. Itulah karakteristik utama dari penderita miopia.
Miopia paling banyak dijumpai pada anak-anak, biasanya
ditemukan pada waktu pemeriksaan skrining di sekolah. Pada
umumnya miopia merupakan kelainan yang diturunkan oleh
orang tuanya sehingga banyak dijumpai pada usia dini
sekolah.
Ciri khas dari perkembangan miopia adalah derajat kelainan yang meningkat terus sampai
usia remaja kemudian menurun pada usia dewasa muda. Walaupun agak jarang, miopia
dapat pula disebabkan oleh perubahan kelengkungan kornea atau oleh kelainan bentuk
lensa mata. Karena itu untuk memperoleh gambaran penyebab yang lebih jelas pada
seseorang, riwayat adanya miopia di dalam keluarga perlu di kemukakan.
Lazimnya miopia terjadi karena memanjangnya sumbu bolamata. Mata yang penampang
seharusnya bulat, akibat proses pemanjangan ini kemudian berbentuk bulat telur.
Selanjutnya, pemanjangan sumbu ini menyebabkan media refraktif sulit memfokuskan
berkas cahaya terfokus di depan retina. Berkas cahaya terfokus didepan retina. Sejalan
dengan memanjangnya sumbu bolamata, derajat miopia pun akan bertambah.
Pada usia anak-anak sampai remaja, proses pemanjangan bolamata dapat merupakan
bagian dari pertumbuhan tubuh. Pertambahan derajat miopia membutuhkan kacamata
yang kiat berat derajat kekuatannya, karena itu pada masa usia dini dianjurkan agar
pemeriksaan diulang setiap 6 bulan pada golongan usia antara 20-40 tahun, progresivitas
miopia akan melambat. Meskipun demikian pertambahannya tetap ada, terutama pada
mereka yang baru mulai menderita miopia
diatas usia 20 tahun.
Miopia dapat dibedakan berdasarkan
tingginya dioptri, yaitu:
 <1 dioptri  miopia sangat ringan
 1-3 dioptri  miopia ringan
 3-6 dioptri  miopia sedang
 6-10 dioptri  miopia tinggi
 >10 dioptri  miopia sangat tinggi

Hypermetropi
hipermetropi / Rabun dekat adalah keadaan di mana
berkas cahaya yang masuk ke mata difokuskan di
belakang retina. Penyebab timbulnya hipermetropi ini
diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:
1. Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek.
Hipermetropia jenis ini disebut juga Hipermetropi Axial.
Hipermetropi Axial ini dapat disebabkan oleh
Mikropthalmia, Retinitis Sentralis, ataupun Ablasio Retina (lapisan retina lepas lari ke
depan sehingga titik fokus cahaya tidak tepat dibiaskan).
2. Daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah
Hipermetopia jenis ini disebut juga Hipermetropi Refraksi. Dimana
dapat terjadi gangguan-gangguan refraksi pada kornea, aqueus
humor, lensa, dan vitreus humor. Gangguan yang dapat
menyebabkan hipermetropia refraksi ini adalah perubahan pada
komposisi kornea dan lensa sehingga kekuatan refraksinya menurun
dan perubahan pada komposisi aqueus humor dan vitreus humor(
mis. Pada penderita Diabetes Mellitus, hipermetropia dapat terjadi
bila kadar gula darah di bawah normal, yang juga dapat mempengaruhi komposisi aueus
dan vitreus humor tersebut)
3. Kelengkungan Kornea dan Lensa tidak Adekuat
Hipermetropia jenis ini disebut juga hipermetropi kurvatura. Dimana kelengkungan dari
kornea ataupun lensa berkurang sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.
4. Perubahan posisi lensa.
Dalam hal ini didapati pergeseran posisi lensa menjadi lebih posterior.

Gejala klinis pada hypermetropia adalah sakit kepala frontal, memburuk pada waktu mulai
timbul gejala hipermetropi dan makin memburuk sepanjang penggunaan mata dekat.
Penglihatan tidak nyaman (asthenopia) ketika pasien harus focus pada suatu jarak tertentu
untuk waktu yang lama, misalnya menonton pertandingan bola. Akomodasi akan lebih
cepat lelah ketika terpaku pada suatu level tertentu dari ketegangan.

Presbiopia
Presbiopia, yang biasa juga disebut penglihatan tua
(presby = old = tua; opia = vision = penglihatan)
merupakan keadaan normal sehubungan dengan usia,
di mana kemampuan akomodasi seseorang telah
mengalami penurunan sehingga sampai pada tahap di
mana penglihatan pada jarak dekat menjadi kurang
jelas dan terjadi pada orang yang telah lanjut usia
(diatas 40 tahun). Pasien dalam kasus ini berusia 50
tahun, dimana secara teori sudah mengalami
penurunan kemampuan penglihatan yang terjadi secara fisiologis dan sering disebut pula
presbiopia.

Presbiopia adalah merupakan bagian dari proses penuaan yang secara alamiah dialami
oleh semua orang. Penderita akan menemukan perubahan kemampuan penglihatan
dekatnya pertamakali pada pertengahan usia empat puluhan. Pada usia ini, keadaan lensa
kristalin berada dalam kondisi dimana elastisitasnya telah banyak berkurang sehingga
menjadi lebih kaku dan menimbulkan hambatan terhadap proses akomodasi, karena proses
ini utamanya adalah dengan mengubah bentuk lensa kristalin menjadi lebih cembung.
Organ utama penggerak proses akomodasi adalah muskulus siliaris, yaitu suatu jaringan
otot yang tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkuler, dan radial. Fungsi serat-serat
sirkuler adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula, yang merupakan
kapsul di mana lensa kristalin barada di dalamnya. Otot ini mengubah tegangan pada
kapsul lensa, sehingga lensa dapat mempunyai berbagai fokus baik untuk objek berjarak
dekat maupun yang berjarak jauh dalam lapangan pandang. Jika elastisitas lensa kristalin
berkurang dan menjadi kaku (sclerosis), maka muskulus siliaris menjadi terhambat atau
bahkan tertahan dalam mengubah kecembungan lensa kristalin.
Penanganan presbiopia adalah dengan membantu akomodasinya menggunakan lensa
cembung (plus). Jika penderita presbiopia juga ngin memakai kacamata untuk penglihatan
jauhnya, atau mempunyai status refraksi ametropia, maka ukuran dioptri lensa cembung
itu diaplikasikan ke dalam apa yang disebut sebagai addisi. Addisi adalah perbedaan
dioptri antara koreksi jauh dengan koreksi dekat. Berikut ini merupakan addisi rata – rata
yang ditemukan pada berbagai tingkatan usia :
40 tahun ———- +1,00 D.
45 tahun ———- +1,50 D.
50 tahun ———- +2,00 D.
55 tahun ———- +2,50 D.
60 tahun ———- +3,00 D.

Dalam menentukan nilai addisi, penting untuk memperhatikan kebutuhan jarak kerja
penderita pada waktu membaca atau melakukan pekerjaan sehari – hari yang banyak
membutuhkan penglihatan dekat. Karena jarak baca dekat pada umumnya adalah 33 cm,
maka lensa S +3,00 D adalah lensa plus terkuat sebagai addisi yang dapat diberikan pada
seseorang. Pada keadaan ini, mata tidak melakukan akomodasi bila melihat obyek yang
berjarak 33 cm, karena obyek tersebut berada pada titik focus lensa S +3,00 D tersebut.
Jika penderita merupakan seseorang yang dalam pekerjaannya lebih dominan
menggunakan penglihatan dekat, lensa jenis fokus tunggal (monofocal) merupakan
koreksi terbaik untuk digunakan sebagai kacamata baca.

Lensa bifocal atau multifocal dapat dipilih jika penderita presbiopia menginginkan
penglihatan jauh dan dekatnya dapat terkoreksi. Selain dengan lensa kacamata, presbiopia
juga dapat dikoreksi dengan lensa kontak multifocal, yang tersedia dalam bentuk lensa
kontak keras maupun lensa kontak lunak. Hanya saja, tidak setiap orang dapat
menggunakan lensa kontak ini, karena membutuhkan perlakuan dan perawatan secara
khusus. Metode lain dalam mengkoreksi presbiopia adalah dengan tehnik monovision (
penglihatan tunggal ), di mana salah satu mata dikondisikan hanya bisa untuk melihat jauh
saja, dan mata yang satunya lagi dikondisikan hanya bisa untuk melihat dekat. Alat
koreksi yang dipakai bisa berupa lensa kacamata atau lensa kontak. Ada beberapa orang
yang dapat menggunakan metode ini, sementara sebagian besar yang lain dapat pusing –
pusing atau kehilangan kedalaman persepsi atas obyek yang dilihat.

Astigmatisma
Astigmatisma adalah sebuah gejala penyimpangan dalam pembentukkan bayangan pada
lensa, hal ini disebabkan oleh cacat lensa yang tidak dapat memberikan gambaran/
bayangan garis vertikal dengan horizotal
secara bersamaan.cacat mata ini dering di
sebut juga mata silinder.


Penyebabnya umumnya adalah bawaan.


Beberapa penyakit mata dan pasca bedah
kornea, juga dapat menjadi penyebabnya.
Astigmat bawaan tidak bisa sembuh total,
tetapi dapat dikoreksi dengan kacamata,
lensa kontak atau dengan bedah lasik, dan
yang disebakan oleh penyakit misalnya timbilen (hordeulum), selaput konjuctiva
(pterigium) akan hilang apabila penyakitnya sembuh atau di operasi, sedang astigmat
pasca bedah kornea dapat dikurangi dengan melepas jahitan atau dengan kacamata.



Oleh karena astigmat dapat menimbulkan pusing, kelelahan mata bahkan kabur maka
sebaiknya jika ada keluhan tersebut segera di konsultasikan ke dokter spesialis
mata.

Astigmatisma disebabkan karena kornea mata tidak berbentuk sferik (irisan
bola), melainkan lebih melengkung pada satu bidang dari pada bidang lainnya. Akibatnya
benda yang berupa titik difokuskan sebagai garis. Mata astigmatisma juga memfokuskan
sinar-sinar pada bidang vertikal lebih pendek dari sinar-sinar pada bidang horisontal.


Astigmat derajat kecil masih bisa di toleransi oleh mata apabila mata dalam keadaan sehat.
Oleh karena itu perlu menjaga kesehatan mata dengan cara jika melihat dekat jangan
terlalu lama, maksimal 2 jam dan diistirahatkan kurang lebih 15 menit. Salah satu cara
mengatasi astigmatisma yang effisien ialah dengan menggunakan kacamata berbentuk
silindris.

Anisometria
Anisometropia adalah suatu keadaan dimana mata
mempunyai kelainan refraksi yang tidak sama pada mata
kanan dan mata mata kiri. Dapat saja satu mata
myopia sedang mata yang lainnya hypermetropia.
Perbedaan kelainan ini paling sedikit 1.0 Dioptri. Jika
terdapat anisometropia 2.5 - 3.0 Dioptri maka akan
dirasakan terjadi perbedaan besar bayangan 5%, yang mengakibatkan akan terganggunya
fusi. Pada keadaan ini dapat terjadi supresi penglihatan pada satu mata. Fusi merupakan
proses mental yang menggabungkankan bayangan yang dibuat oleh 2 mata untuk
membentuk lapangan dimensi penglihatan binokuler. Pada kelainan refraksi atau satu mata
lemah maka penglihatan binokuler menjadi lemah. Akibat dari keadaan ini otak akan
mencari yang mudah sehingga memakai kacamata yang tidak memberikan kesukaran
untuk melihat. Sebab anisometropia adalah kelainan konginetal atau akibat trauma bedah
yang menimbulkan jaringan parut sehingga timbul astigmatisme. Anisometropia akan
mengakibatkan perbedaan tajam penglihatan aniseikonia dan aniseiforia.

Anisometropia pada hypermetropia lebih buruk dibanding pada myopia. Pada anak ia kan
melihat terutama dengan mata yang jelas dan membiarkan penglihatan yang kabur atau
lemah tidak melihat biasanya yang lebih hypermetropia sehingga mata tersebut menjadi
ambliopia.

Pada anisometropia :
 Kurang dari 1.5 D masih terdapat fusi dan penglihatan stereoskopik.
 Antara 1.5 - 3.0 D, jika terjadi kelelahan maka mata yang tidak dominan akan
mengalami supresi.
 Dengan anisometropia sumbu, dapat dikoreksi dengan kacamata. Apalagi dengan
mengingat hukum Knapp.

Keluhan pada anisometropia


 pasien dengan anisometropia akan memberikan keluhan :
 sakit kepala
 astenopia ( keadaan lelah, panas pada mata, berair, mata sakit, rasa tertekan)
 silau atau fotofobia
 sukar membaca
 gelisah
 vertigo
 pusing
 lesu
 gangguan melihat ruang (dimensi)

Pengobatan terutama ditujukan pada pencegahan timbulnya ambliopia, aniseikonia dengan


memakai lensa kontak dan jika terjadi phoria dipakailah lensa prisma. Pengobatan
anisometropia pada anak-anak dilakukan dengan pemberian lensa koreksi pada kacamata
ukuran penuh, kemudian dilakukan latihan ortopik dan jika perlu dilakukan bebat mata.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-Eva P, White OW. Optik & Refraksi. In: Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi
Umum. 14th ed. Alih Bahasa: Pendit BU. Jakarta: Widya Medika, 2000.
2. Ilyas S. Tajam Penglihatan dan Kelainan Refraksi Penglihatan Warna. In: Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. 3 rd
ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009.
3. Wijana N. Refraksi. In: Wijana N. Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: 1983
4. Bintang, Andhika. Kelainan Refraksi. Diunduh dari http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page
Tanggal 10 Januari 2011
5. Detik health. Astigmatisme. Diunduh dari
http://www.detikhealth.com/read/2009/06/30/085346/1156165/770/astigmatisma Tanggal 10 Januari 2011

You might also like