Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
RENITA PRAMARTASARI
NIM. 14007050600111017
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tujuan Induksi :
Mengantisipasi hasil yang berlainan sehubungan dengan kelanjutan
kehamilan.
Untuk menimbulkan aktifitas uterus yang cukup untuk perubahan serviks
dan penurunan janin tanpa meyebabkan hiperstimulasi uterus atau
komplikasi janin.
Agar terjadi pengalaman melahirkan yang alami dan seaman mungkin dan
memaksimalkan kepuasan ibu.
2.1.2 Etiologi
Induksi persalinan dilakukan karena:
Kehamilannya sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih dari
sembilan bulan (kehamilan lewat waktu). Dimana kehamilan yang melebihi
waktu 42 minggu, belum juga terjadi persalinan. Permasalahan kehamilan
lewat waktu adalah plasenta tidak mampu memberikan nutrisi dan pertukaran
CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian dalam
rahim. Makin menurunya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat
mengakibatkan :
a) Pertumbuhan janin makin melambat.
b) Terjadi perubahan metabolisme janin.
c) Air ketuban berkurang dan makin kental.
d) Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia.
Resiko kematian perinatal kehamilan lewat waktu bisa menjadi tiga kali
dibandingkan dengan kehamilan aterm. Ada komplikasi yang lebih sering
menyertainya seperti; letak defleksi, posisi oksiput posterior, distosia bahu dan
pendarahan postpartum. Pada kehamilan lewat waktu perlu mendapatkan
perhatian dalam penanganan sehingga hasil akhir menuju well born baby dan
well health mother dapat tercapai.
Induksi juga dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu terkena
infeksi serius, atau menderita diabetes.
Wanita diabetik yang hamil memiliki resiko mengalami komplikasi. Tingkat
komplikasi secara langsung berhubungan dengan kontrol glukosa wanita
sebelum dan selama masa kehamilan dan dipengaruhi oleh komplikasi
diabetik sebelumnya. Meliputi:
a) Aborsi spontan (berhubungan dengan kontrol glikemia yang buruk pada
saat konsepsi dan pada minggu-minggu awal kehamilan).
b) Hipertensi akibat kehamilan, mengkibatkan terjadinya preeklamsi dan
eklamsi.
Hidramnion.
c) Infeksi, terutama infeksi vagina, infeksi traktus urinarius; infeksi ini
bersifat serius karena dapat menyebabkan peningkatan resistensi insulin
dan ketoasidosis.
d) Ketoasidosis, sering pada trimester dua dan tiga, yakni saat efek
diabetogenik pada kehamilan yang paling besar karena resistansi insulin
meningkat.
e) Dapat mengancam kehidupan dan mengakibatkan kematian bayi,
mengakibatkan cacat bawaan.
Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan
diduga akan beresiko/membahayakan hidup janin/kematian janin.
Membran ketuban pecah sebelum adanya tanda-tanda awal persalinan
(ketuban pecah dini). Ketika selaput ketuban pecah, mikroorganisme dari
vagina dapat masuk ke dalam kantong amnion. Temperatur ibu dan lendir
vagina sering diperiksa (setiap satu sampai dua jam) untuk penemuan dini
infeksi setelah ketuban ruptur. Mempunyai riwayat hipertensi.
Gangguan hipertensi pada awal kehamilan mengacu berbagai keadaan,
dimana terjadi peningkatan tekanan darah maternal disertai resiko yang
berhubungan dengan kesehatan ibu dan janin. Preeklamsi, eklamsia, dan
hipertensi sementara merupakan penyakit hipertensi dalam kehamilan,
sering disebut dengan pregnancy-induced hypertensio (PIH). Hipertensi
kronis berkaitan dengan penyakit yang sudah ada sebelum hamil.
a. Preeklamsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana
hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang memiliki
tekanan darah normal. Preeklamsia merupakan suatu penyakit
vasospastik, yang ditandai dengan hemokosentrasi, hipertensi, dan
proteinuria. Tanda dan gejala dari preeklamsi ini timbul saat masa
kehamilan dan hilang dengan cepat setelah janin dan plasenta lahir.
Kira-kira 85% preeklamsia ini terjadi pada kehamilan yang
pertama. Komplikasi meliputi nyeri kepala, kejang, gangguan
pembuluh darah otak, gangguan penglihatan (skotoma), perubahan
kesadaran mental dan tingkat kesadaran.
b. Eklamsia adalah terjadinya konvulsi atau koma pada pasien disertai
tanda dan gejala preeklamsia. Konvulsi atau koma dapat terjadi
tanpa didahului ganguan neurologis.
c. Hipertensi sementara adalah perkembangan hipertensi selama masa
hamil atau 24 jam pertama nifas tanpa tanda preeklamsia atau
hipertensi kronis lainnya.
d. Hipertensi kronis didefenisikan sebagai hipertensi yang sudah ada
sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum kehamilan mencapai
20 minggu. Hipertensi yang menetap lebih dari enam minggu
pascapartum juga diklasifikasikan sebagai hipertensi kronis.
2.1.3 Patofisiolgi
Induksi persalinan terjadi akibat adanya kehamilan lewat waktu, adanya
penyakit penyerta yang menyertai ibu misalnya hipertensi dan diabetes, kematian
janin, ketuban pecah dini. Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron,
peningkatan oksitosin tubuh, dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim
semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu terjadi
sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan
psikologis atau kelainan pada rahim. Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan
lewat waktu adalah meningkatnya resiko kematian dan kesakitan perinatal. Fungsi
plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai
menurun setelah 42 minggu, ini dapat dibuktikan dengan adanya penurunan kadar
estriol dan plasental laktogen.
2.1.4 Indikasi
Indikasi Janin
a. Kehamilan lewat waktu
b. Ketuban pecah dini
c. Janin mati
Indikasi Ibu
a. Kehamilan lewat waktu
b. Kehamilan dengan hipertensi
Indikasi kontra drip induksi
a. Disproporsi sefalopelvik
b. Insufisiensi plasenta
c. Plasenta previa
d. Gemelli
e. Distensi rahim yang berlebihan
f. Cacat Rahim
g. Gawat janin
Kontraindikasi yang sifatnya relatif adalah :
a) Perdarahan antepartum.
b) Grande multiparitas.
c) Riwayat seksio sesaria sebelumnya (SSTP).
d) Malposisi dan malpresentasi.
Untuk janin yang masih dalam kandungan, pertimbangannya adalah
kondisi ekstrauterin akan lebih baik daripada intrauterin, atau kondisi intrauterin
tidak lebih baik atau mungkin membahayakan.
Untuk ibu, pertimbangannya adalah menghindari/mencegah/mengatasi
rasa sakit atau masalah-masalah lain yang membahayakan nyawa ibu.Indikasi
janin, misalnya: kehamilan lewat waktu (postmaturitas), inkompatibilitas Rh.
Pada saat usia kehamilan postmatur, diatas 10 hari lebih dari saat perkiraan partus,
terjadi penurunan fungsi plasenta yang bermakna, yang dapat membahayakan
kehidupan janin (gangguan sirkulasi uteroplasenta, gangguan oksigenasi janin).
Indikasi ibu, misalnya: kematian janin intrauterin. Indikasi ibu dan janin,
misalnya, preeklamsia berat.
2.1.5 Manifestasi Klinik
Manifestasi yang terjadi pada induksi persalinan adalah kontraksi akibat
induksi mungkin terasa lebih sakit karena mulainya sangat mendadak sehingga
mengakibatkan nyeri. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan, itu sebabnya
induksi harus dilakukan dalam pengawasan ketat dari dokter yang menangani.
Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya dokter
akan menghentikan proses induksi kemudian dilakukan operasi caesar.
2.1.6 Komplikasi
Induksi persalinan dengan pemberian oksitosin dalam infuse intravena jika
perlu memecahkan ketuban, cukup aman bagi ibu apabila syarat-syarat di penuhi.
Kematian perinatal agak lebih tinggi daripada persalinan spontan, akan tetapi hal
ini mungkin dipengaruhi pula oleh keadaan yang menjadi indikasi untuk
melakukan induksi persalinan. Kemungkinan bahwa induksi persalinan gagal dan
perlu dilakukan seksio sesarea, harus selalu diperhitungkan.
Menurut Rustam (1998), komplikasi induksi persalinan adalah :
Terhadap Ibu
a) Kegagalan induksi.
b) Kelelahan ibu dan krisis emosional.
c) Inersia uteri partus lama.
d) Tetania uteri (tamultous lebar) yang dapat menyebabkan solusio plasenta,
ruptura uteri dan laserasi jalan lahir lainnya.
e) Infeksi intra uterin.
Terhadap janin
a) Trauma pada janin oleh tindakan.
b) Prolapsus tali pusat.
c) Infeksi intrapartal pada janin.
Komplikasi induksi persalingan dengan pemberian oksitosin dalam infus
intravena dengan pemecahan ketuban cukup aman bagi ibu apabila syarat-syarat
seperti disebut diatas dipenuhi. Kematian perinatal lebih tinggi daripada
persalinan spontan, akantetapi hal ini mungkin dipengaruhi oleh keadaan yang
menjadi indikasi untuk melakukan induksi persalinan. Kemungkinan bahwa
induksi persalinan gagal, dan perlu dilakukan seksio sesaria, harus selalu
diperhitungkan. Komplikasi induksi persalinan yang mungkin terjadi diantaranya
adalah :
Adanya kontraksi rahim yang berlebihan. Itu sebabnya induksi harus
dilakukandalam pengawasan yang ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu
merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya proses
induksi dihentikan dan dilakukan operasi Caesar. Kontraksi yang dihasilkan
oleh uterus dapa tmenurunkan denyut jantung janin.
Janin akan merasa tidak nyaman sehingga dapat membuat bayi mengalami
gawat janin (stress pada bayi). Itu sebabnya selama proses induksi
berlangsung, penolong harus memantau gerak janin. Bila dianggap terlalu
berisiko menimbulkan gawat janin, proses induksi harus dihentikan.
Dapat merobek bekas jahitan operasi caesar. Hal ini bisa terjadi pada
yangsebelumnya pernah dioperasi caesar, lalu menginginkan kelahiran
normal.
Emboli. Meski kemungkinannya sangat kecil sekali namun tetap
harusdiwaspadai. Emboli terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk ke
pembuluh darah dan menyangkut di otak ibu, atau paru-paru. Bila terjadi,
dapat merenggut nyawa ibu seketika.
Janin bisa mengalami ikterus neonatorum dan aspirasi air ketuban.
Infeksi dan rupture uterus juga merupakan komplikasi yang terjadi pada
induksi persalinan walaupun jumlahnya sedikit.
2.1.7 Penatalaksanaan Induksi Persalinan
Induksi persalinan terbagi atas:
Secara Medis
a. Infus oksitosin
Syarat-syarat pemberian infuse oksitosin :
Agar infuse oksitosin berhasil dalm menginduksi persalinan dan tidak
memberikan penyulit baik pada ibu maupun janin, maka diperlukan syarat-syarat
sebagai berikut :
1. Kehamilan aterm
2. Ukuran panggul normal
3. Tidak ada CPD
4. Janin dalam presentasi kepala
5. Servik telah matang (portio lunak, mulai mendatar dan sudah mulai
membuka)
Untuk menilai serviks ini dapat juga dipakai score Bishop, yaitu bila nilai
Bishop lebih dari 8, induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasil.
Skor pelvik menurut bishop
SKOR 0 1 2 3
Pembukaan 0 1-2 3-4 5-6
serviks
Pendataran 0-30 % 40-50 % 60-70 % 80 %
serviks
Penurunan -3 -2 -1,0 +1, +2
kepala diukur
dari Hodge III
(cm)
Konsistensi Keras Sedang Lunak
serviks
Posisi serviks Ke Searah Ke arah
belakang sumbu jalan depan
lahir
BAB III
KERANGKA KONSEP ASUHAN KEBIDANAN
I. Pengkajian
A. Data Subyektif
1. Biodata
a) Nama klien dan suami : untuk mengetahui identitas klien.
b) Usia klien dan suami : untuk mengetahui resiko tinggi atau
rendahnya penyakit pada klien/ibu.
c) Agama : mengetahui keyakinan klien.
d) Pendidikan : dasar dalam memberikan KIE.
e) Pekerjaan : untuk mengetahui pengaruh aktifitas
terhadap kesehatan klien.
f) Alamat : mengetahui suku, adat, daerah, budaya dan
memudahkan komunikasi.
2. Alasan Kunjungan
Mengkaji sebab dan tujuan kedatangan klien
3. Keluhan Utama
Mengkaji keluhan yang dirasakan klien untuk identifikasi awal
penatalaksanaan asuhan kebidanan (kegawatdaruratan/bukan) dan
harapan klien terhadap bidan.
4. Riwayat Pernikahan
Berapa kali menikah.
Lama pernikahan.
Usia pertama kali menikah.
5. Riwayat Obstetri
a. Riwayat menstruasi
Menarche : normalnya 9-13 tahun
Siklus : normalnya 28/35 hari.
Lama : normalnya 5-7 hari.
Banyaknya : normalnya 2-3 pembalut/hari
Dysmenorrhoe : normalnya sebelum/ saat/ setelah haid.
Flour albus : normalnya tidak berbau, tidak berwarna
dan tidak gatal.
b. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
c. Riwayat kehamilan saat ini
ANC: minimal 4x (1x TM I, 1x TM II, dan 2x TM
III).
Imunisasi TT selama hamil.
Keluhan selama TM I, TM II, dan TM III
Terapi yang diberikan selama ANC.
b. Riwayat KB
Untuk mengetahui apakah ibu pernah mengikuti program KB,
berapa lama dan adakah keluhan selama menggunakan metode KB
ataukah ibu pernah mengganti KB.
6. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan yang lalu
Apakah ibu dulu pernah menderita penyakit menurun seperti miom,
kista, asma, jantung, tekanan darah tinggi, kencing manis maupun
penyakit menular seperti batuk darah, hepatitis, HIV/AIDS. Apakah
ibu dulu pernah operasi.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Apakah ibu menderita penyakit seperti miom, kista, asma, jantung,
tekanan darah tinggi, kencing manis maupun penyakit menular
seperti batuk darah, hepatitis atau HIV/AIDS.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah dalam keluarga ibu ada yang menderita penyakit miom,
kista ataupun kanker dan penyakit menular seperti hepatitis, TBC,
HIV/AIDS maupun penyakit menurun seperti asma, jantung,
tekanan darah tinggi, kencing manis. Adakah riwayat kehamilan
kembar.
d. Keadaan Psikologi
Bagaimana respon pasien dan keluarga terhadap kondisi klien
saat ini.
Bagaimana psikis ibu tentang keluhan yang dialami saat ini.
2. Latar Belakang Sosial Budaya
Bagaimana adat istiadat yang ada di lingkungan sekitar.
Apakah ibu percaya terhadap mitos atau tidak.
Adakah kebiasaan-kebiasaan keluarga maupun lingkungan
masyarakat yang mengganggu.
3. Pola Kebiasaan sehari-hari
a. Pola istirahat tidur
Tidur siang normalnya 1-2 jam/hari.
Tidur malam normalnya 8-10 jam/hari.
Kualitas tidur nyenyak dan tidak terganggu.
b. Pola aktifitas
Aktifitas ibu sehari-hari, adakah gangguan mobilisasi atau tidak.
c. Pola eliminasi
BAK : normalnya 6-8x/hari, jernih, bau khas.
BAB : normalnya kurang lebih 1x/hari, konsistensi lembek, warna
kuning.
d. Pola nutrisi
Makan : normalnya 3x/hari dengan menu seimbang (nasi, sayur,
lauk pauk, buah).
Minum : normalnya sekitar 8 gelas/hari (teh, susu, air putih).
e. Pola personal hygiene
Normalnya mandi 2x/hari, gosok gigi 3x/hari, ganti baju 2x/hari,
keramas 2x/minggu, ganti celana dalam 2x/hari, atau jika terasa
basah.
f. Pola kebiasaan
Normalnya ibu bukan perokok aktif/pasif, ibu tidak
mengkonsumsi jamu atau alkohol.
g. Pola seksualitas
Berapa kali melakukan hubungan seksual dan adakah keluhan.
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : baik, cukup, kurang.
Kesadaran : composmentis, apatis, somnolent, sopor, koma.
Cara berjalan : tegak
Postur tubuh : tegak atau bungkuk
TD : normalnya 100/60-140/90 mmHg.
Suhu : normalnya 36,5-37,50C untuk mengetahui adanya
tanda-tanda infeksi. 380C dianggap tidak
normal dan ada tanda infeksi.
Nadi : normalnya 60-100 kali/menit. (reguler/ ireguler)
RR : normalnya 16-24 kali/menit.
BB : normalnya kenaikan BB selama hamil 10-11 kg.
TB : normalnya > 145 cm
Lila : normalnya > 23,5 cm
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : rambut bersih/ tidak, warna, ada ketombe dan benjolan.
Wajah : pucat/tidak, oedem/ tidak
Mata : konjungtiva anemis/ tidak, sklera putih/ tidak.
Telinga : adakah serumen/tidak.
Hidung : adakah sekret dan polip.
Mulut : mukosa bibir kering/ lembab, adakah stomatitis, caries
gigi dan gigi palsu, lidah bersih atau tidak.
Leher : adakah pembesaran kelenjar tiroid dan bendungan vena
jugularis.
Dada :adakah luka, abses, puting susu datar, tenggelam/menonjol,
adakah pengeluaran abnormal, adakah benjolan abnormal,
kolostrum sudah keluar/ belum, tidak ada suara tambahan
wheezing & ronchi
Abdomen :adakah bekas jahitan operasi, striae alba sebagai tanda
pernah hamil yang lalu, striae gravidae tanda hamil
sekarang, linea alba dan nigrae.
Leopold I : menetukan TFU dan bagian yang terdapat di fundus. Pada
kehamilan sungsang teraba keras, bulat dan melenting (kepala),
mengetahui TFU dan TBJ.
Mengukur TFU dengan metline pada UK > 22 minggu. Rumus
perkiraan usia kehamilan berdasarkan TFU dalam cm (Mac Donald) :
Tinggi Fundus Uteri = Usia Kehamilan dalam Bulan
3,5
Tabel 2.2 Kriteria TFU menurut usia kehamilan
Umur Kehamilan
TFU
(minggu)
3 jari atas simfisis 12
Pertengahan pusat – simfisis 16
3 jari bawah pusat 20 cm 20
Setinggi pusat 23 cm 24
3 jari atas pusat 26 cm 28
Pertengahan pusat – px 30 cm 32
3 jari bawah px 33 cm 36
Pertengahan pusat – px 40
Rumus Johnson Tausak (untuk mengetahui TBJ):
Bila bagian terendah janin sebagian besar sudah masuk PAP /
divergen, TBJ = (TFU – 11) x 145
Bila bagian terendah janin sebagian kecil sudah masuk PAP / sejajar,
TBJ = (TFU – 12) x 145
Bila bagian terendah janin belum masuk PAP / konvergen, TBJ=
(TFU – 13) x 145
Leopold II : menentukan bagian janin di perut ibu bagian kanan dan
kiri, seperti letak punggung dan bagian kecil janin.
Leopold III : menentukan bagian terendah janin dan apakah bagian
terendah tersebut sudah masuk PAP atau belum.
Leopold IV : menentukan seberapa jauh bagian terendah janin masuk
pintu atas pinggul. Convergen (sebagian kecil bagian terendah janin
turun), sejajar (separuh turun), divergen (sebagian besar bagian terendah
janin turun).
DJJ : normalnya 120-160 x/menit. Pada letak sungsang, Denyut
jantung janin pada umumnya ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi
daripada umbilicus.
Genetalia : vulva bersih, adakah pengeluaran pervaginam (lendir,
darah, cairan), adakah varises, adakah benjolan abnormal yang
menentukan kelancaran jalan lahir, adakah luka perineum.
Anus : adakah hemoroid/tidak.
Ekstrimitas : adakah oedem (indikasi preeklampsia), adakah varises,
Reflek patella (+)/(+)
3. Pemeriksaan dalam
Untuk mengetahui tanda-tanda persalinan dengan melakukan
pemeriksaan langsung pada jalan lahir (pemeriksaan bimanual).
Evaluasi tiap 4 jam atau bila ada indikasi.
Tanggal : jam : oleh :
a) Adakah kelainan pada dinding vagina, elastisitas perineum
b) Pembukaan : 1-10 cm. Pada primipara, pembukaan pada fase laten
1 cm/jam. Dan pada multipara, pembukaan pada fase laten 2
cm/jam
c) Penipisan / efficement
d) Ketuban : utuh (u) / sudah pecah , jika sudah pecah, keruh atau
jernih
e) Presentasi : Pada kehamilan letak sungsang, saat pemeriksaan
dalam akan teraba sacrum, kedua tuber ossis iskii, dan anus. Bila
dapat diraba kaki, maka harus dibedakan dengan tangan. Pada kaki
terdapat tumit, sedangkan pada tangan ditemukan ibu jari yang
letaknya tidak sejajar dengan jari-jari lain dan panjang jari kurang
lebih sama dengan panjang telapak tangan.
f) Hodge : I – IV
Bidang Hodge I: bidang yang dibentuk pada lingkaran PAP dengan
bagian atas simfisis dan promontorium.
Bidang Hodge II: bidang ini sejajar dengan bidang Hodge I terletak
setinggi bagian bawah simfisis.
Bidang Hodge III: bidang ini sejajar dengan bidang Hodge I dan II,
terletak setinggi spina ischiadika kanan dan kiri.
Bidang Hodge IV: bidang ini sejajar dengan bidang Hodge I, II,
dan III, terletak setinggi os koksigeus.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ultrasonografi : menggambarkan keadaan janin dalam
kandungan diantaranya adalah presentasi janin, ukuran, jumlah
janin, jenis kelamin, lokasi plasenta, jumlah cairan amnion serta
malformasi jaringan lunak atau tulang janin.
Pemeriksaan laboratorium : Cek Hemoglobin, Urine (reduksi dan
protein urine)
II. Interpretasi Data Dasar
Langkah ini diambil berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan
kepada pasien.
Dx : G..... P..... UK ..... minggu, janin tunggal/ ganda, hidup/ mati, intrauterin/
ekstrauterin, inpartu/tidak, kala .... fase .... dengan...........
Masalah : masalah yang menyertai diagnosa dan keadaan pasien
III. Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial
Hal yang dapat terjadi jika masalah awal tidak dapat tertangani dengan baik.
Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan
sambil terus mengamati kondisi klien. Masalah potensial yang bias terjadi pada
persalinan dengan letak sungsang adalah terjadinya trias komplikasi pada ibu dan
janin.
IV. Identifikasi Kebutuhan Segera
Mencakup tentang tindakan segera untuk menangani diagnosa/masalah potensial
yang dapat berupa konsultasi, kolaborasi dan rujukan.
V. Intervensi
Merencanakan asuhan secara menyeluruh yang akan diberikan kepada ibu sesuai
dengan diagnosa/masalah.
Tujuan : diharapkan klien dapat mengerti dan memahami kondisinya dan tidak
terjadi komplikasi selama persalinan.
1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu
R/ informasi yang jelas dapat mengoptimalkan asuhan yang diberikan
2. Jelaskan pada ibu bahwa kehamilannya harus segera diakhiri
R/ memberikan informasi tentang tindakan yang akan dilakukan kepada ibu
dan keluarganya
3. Anjurkan ibu untuk istirahat di tempat tidur
R/ mencegah keluarnya air ketuban terus menerus
4. Anjurkan ibu untk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan
R/ memberikan tenaga saat persalinan
5. Berkolaborasi dengan dokter dalam penatalaksanaan dan pemberian terapi
R/ terminasi kehamilan
6. Observasi TTV dan DJJ tiap jam
R/ memantau keadaan ibu dan janin
7. Observasi kemajuan persalinan tiap 4 jam
R/ menilai pembukaan dan penipisan serviks
VI. Implementasi
Melaksanakan asuhan yang telah direncanakan secara menyeluruh dengan
efisien dan aman sesuai perencanaan.
VII. Evaluasi
Tindakan pengukuran keberhasilan dalam melaksanakan tindakan untuk
mengetahui sejauh mana kesesuaian tindakan yang dilakukan dengan kriteria hasil
yang ditetapkan dan apakah perlu untuk melakukan asuhan lanjutan atau tidak.
Pendokumentasian menggunakan SOAP.
S : Data diperoleh dari keterangan/keluhan ibu langsung
O : Data diperoleh dari hasil pemeriksaan yang didapat secara keseluruhan.
A : Diagnosa yang ditetapkan dari data subyektif dan obyektif.
P : Perencanaan yang dilakukan sesuai diagnosa.
BAB IV
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA GIP0000Ab000
UK 41-42 MINGGU JANIN TUNGGAL/ HIDUP/ INTRAUTERINE,
INPARTU KALA I FASE LATEN DENGAN POST DATE
12. Melakukan perawatan bayi baru lahir 1 jam pasca lahir yang meliputi
pengukuran bayi, perawatan tali pusat, pemberian salep mata, injeksi vit. K
serta membedong bayi
E/ telah dilakukan perawatan BBL setelah IMD dengan hasil:
BB : 2000 gr PB : 46 cm
LK : 33 cm LD : 32 cm
Vit. K (01/07/2015 17.20 WIB)
6. Memantau nafas dan suhu bayi setiap 15 menit
7. Melakukan pendokumentasian
BAB V
PEMBAHASAN
sudah penggunaan
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari kasus diatas antara lain :
1. Hasil pengkajian data dasar, didapatkan ibu GIP0000Ab000 UK 41-42
minggu, janin tunggal, hidup, intra uterine, letak kepala, inpartu kala I
fase laten dengan post date.
2. Hasil kolaborasi dengan dokter SPOG didapatkan bahwa persalinan
memenuhi syarat untuk dilakukan persalinan pervaginam. Selain itu,
dari hasil kolaborasi, ibu post partum diberikan terapi oksitosin drip
3. Persalinan pervaginam berhasil dilakukan dengan normal spontan dan
episiotomi.
4. Perencanaan penanganan untuk mencegah kompilkasi pada janin dan
ibu telah dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan ibu. Dari penanganan
tersebut, komplikasi bisa dicegah dan ditangani dengan baik.
5. Mendokumentasikan semua temuan dalam pendokumentasian SOAP
sesuai dengan 7 langkah varney dan partograf untuk kala I-IV.
6.2 Saran
Diperlukan kerja sama yang baik antara klien, anggota keluarga dan
petugas kesehatan.
Bidan harus memberikan asuhan sesuai dengan wewenanganya. Untuk
itu manejemen kebidanan perlu dikembangkan karena merupakan alat
yang mendasar bagi bidan untuk memecahkan masalah klien dalam
berbagai kasus.
Sebaiknya bidan meningkatkan kerja sama dan komunikasi dengan
petugas kesehatan lainya seperti dokter, perawat dan sesama bidan
untuk meningkatkan mutu pelayanan asuhan kebidanan
DAFTAR PUSTAKA