You are on page 1of 4

Titrasi Iodometri

Titrasi iodometri adalah salah satu titrasi redoks yang melibatkan iodium. Titrasi iodometri
termasuk jenis titrasi tidak langsung yang dapat digunakan untuk menetapkan senyawa-
senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium-iodida
atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4.5H2O.

Berbeda dengan titrasi iodimetri yang mereaksikan sample dengan iodium (langsung), maka
pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida (KI)
berlebihan dan akan menghasilkan iodium (I2) yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku
natrium thiosulfat (Na2S2O3). Banyaknya volume Natrium Thiosulfat yang digunakan sebagai
titran setara dengan banyaknya sampel.

Contoh reaksi dengan Cu2+:

2 Cu 2+ + 4I– → 2CuI + I2

I2 + 2S2O32- → 2I– + S4O62-

Perhatian

Pada titrasi iodometri perlu diawasi pHnya. Larutan harus dijaga supaya pHnya lebih kecil
dari 8 karena dalam lingkungan yang alkalis iodium bereaksi dengan hidroksida membentuk
iodida dan hipoiodit dan selanjutnya terurai menjadi iodida dan iodat yang akan
mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat, sehingga reaksi berjalan tidak kuantitatif. Adanya
konsentrasi asam yang kuat dapat menaikkan oksidasi potensial anion yang mempunyai
oksidasi potensial yang lemah sehingga direduksi sempurna oleh iodida. Dengan pengaturan
pH yang tepat dari larutan maka dapat diatur jalannya reaksi dalam oksidasi atau reduksi dari
senyawa.

Indikator

Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah amylum. Amylum tidak mudah larut dalam
air serta tidak stabil dalam suspensi dengan air, membentuk kompleks yang sukar larut dalam
air bila bereaksi dengan iodium, sehingga tidak boleh ditambahkan pada awal titrasi.
Penambahan amylum ditambahkan pada saat larutan berwarna kuning pucat dan dapat
menimbulkan titik akhir titrasi yang tia-tiba. Titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya
hilangnya warna biru dari larutan menjadi bening.
REAKSI OKSIDASI REDUKSI
(TITRASI IODOMETRI)
I. TUJUAN
Menentukan konsintrasi kalium iodat menggunakan metode titrasi iodometri
II. PRINSIP
Reaksi redoks, yaitu reaksi kimia yang mengakibatkan pelepasan dan penarikkan electron
sehingga terjadi penurunan dan kenaikan biloks
a. Reaksi reduksi, yaitu reaksi penangkapan electron disertai penurunan biloks
b. Reaksi oksidasi, yaitu reaksi pelepasan electron disertai kenaikan biloks
III. REAKSI
Standarisasi Larutan Natrium Tiosulfat dengan Kalium Iodat
a. Reaksi Pembentukkan Iodium
Red : IO3- + 6H+ + 6e- --> I- + 3H2O | x1
Oks : 2I- --> I2 + 2e- | x3
IO3- + 3I- + 6H+ --> I- + 3I2 + 3H2O
b. Reaksi Standarisasi atrium Tiosulfat dengan Kalium Iodat
Red : I2 + 2e- --> 2I-
Oks : 2S2O32- --> S4O62- + 2e-
I2 + 2S2O32- --> 2I- + S4O62-
IV. TEORI DASAR
Reduksi–oksidasi adalah proses perpindahan elektron dari suatu oksidator ke reduktor.
Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi terjadinya penurunan bilangan
oksidasi. Sedangkan reaksi oksidasi adalah pelepasan elektron atau reaksi terjadinya kenaikan
bilangan oksidasi. Jadi, reaksi redoks adalah reaksi penerimaan elektron dan pelepasan
elektron atau reaksi penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi (Rivai, 1995).
Titrasi Reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor atau oksidator
berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi dimana redoktur akan teroksidasi dan oksidator
akan tereduksi (Siregar, 2010).
Agar dapat digunakan sebagai dasar titrasi, maka reaksi redoks harus memenuhi
persyaratan umum sebagai berikut :
1. Reaksi harus cepat dan sempurna,
2. Reaksi berlangsung secara stiokiometrik, yaitu terdapat kesetaraan yang pasti antara
oksidator dan reduktor,
3. Titik akhir harus dapat dideteksi, misalnya dengan bantuan indikator redoks atau secara
potentiometrik.
(Siregar, 2010).
Banyak unsur-unsur mempunyai lebih dari satu tingkat oksidasi, maka dikenal beberapa
macam titrasi redoks yaitu :
1. Titrasi permanganometri
2. Titrasi Iodo-Iodimetri
3. Titrasi Bromometri dan Bromatometri
4. Titrasi serimetri
(Siregar, 2010).
Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu
larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah berkenaan
dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia (Basset, 1994).
Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium
thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak
boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan
standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama (Day &
Underwood, 2001)
Ion iodida adalah agen pereduksi lemah dan akan mereduksi agen oksidasi yang kuat.
Ini tidak digunakan sebagai titran terutama karena kurangnya sistem indikator visual yang
tepat, serta faktor-faktor lain seperti kecepatan reaksi. Ketika kelebihan iodida ditambahkan
ke dalam larutan agen pengoksidasi, iodium diproduksi dalam jumlah yang setara dengan saat
ini agen pengoksidasi. Iodium ini bisa dititrasi dengan agen pereduksi, dan hasilnya akan
sama seperti jika agen pengoksidasi yang dititrasi secara langsung. agen titrasi yang
digunakan adalah natrium tiosulfat.
Iodat dapat ditentukan secara iodometri:
IO3- + 5I- + 6H+ --> 3I2 + 3H2O
Masing-masing iodat menghasilkan 3 yodium, yang bereaksi lagi dengan 6 tiosulfat, dan
milimol iodat diperoleh dengan mengalikan milimol tiosulfat yang digunakan dalam titrasi
dengan 1 / 6 (Christian,1994).
Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol per liter pada 25oC), tetapi agak larut
dalam larutan yang mengandung ion iodida. Larutan iodium standar dapat dibuat dengan
menimbang langsung iodium murni dan pengenceran dalam botol volumetrik. Iodium,
dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan pada suatu larutan KI pekat, yang ditimbang
dengan teliti sebelum dan sesudah penembahan iodium. Akan tetapi biasanya larutan
distandarisasikan terhadap suatu standar primer, As2O3 yang paling biasa digunakan (Day &
Underwood, 2001).
Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja sebagai
indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat
kepada pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini
digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu
larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai
untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit
asam daripada larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Day & Underwood,
2001).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam titrasi iodometri dan iodimetri :

1. oksigen error, terjadi jika dalam larutan asam, maka oksigen dari udara akan
mengoksidasi iodide menjadi iod (kesalahan makin besar dengan meningkatnya asam)
2. reaksi iodometri dilakukan dalam suasana asam sedikit basa (pH <8)
3. larutan kanji yang sudah rusak akan memberikan warna violet yang sulit hilang
warnanya, sehingga akan mengganggu peniteran.
4. pemberian kanji terlalu awal akan menyebabakan iod menguraikan amilum dan hasil
peruraian menggangu perubahan warna pada titik akhir.
5. penambahan KI harus berlebih, karena I2 yang dihasilkan sukar larut dalam air tetapi
mudah larut dalam KI.
6. larutan Thiosulfat dalam suasana yang sangat asam dapat menguraikan larutan
thiosulfat menjadi belerang, pada suasana basa (pH>9) thio sulfat menjadi ion sulfat

(Perdana, 2009).
Kekurangan kanji sebagai indicator adalah :

1. kanji tidak larut dalam air dingin


2. suspensinya dalam air tidak stabil
3. bila penambahan kanji dilakukan pada awal titrasi dengan I2 akan membentuk
kompleks Iod-amilum.jika dalam titrasi menggunakan indicator kanji maka
penambahan kanji dilakukan pada saat mendekati ttitik ekivalen.

Dalam proses titrasi iodo dan iodimetri sebaiknya menggunakan indicator larutan Natrium
Amylumglikolat. Indicator ini dengan I2 tidsk akan membentuk kompleks Iod-amilum
sehingga dapt ditambahkan pada awal titrasi.
(Perdana, 2009).

You might also like