Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Laring memiliki tiga fungsi penting yakni sebagai proteksi jalan nafas,
trauma dapat sangat parah. Trauma laring ini sangat jarang ditemukan, hanya
ditemukan pada sebagian kecil dari keseluruhan kejadian trauma. Trauma laring
kunjungan ke Unit Gawat Darurat (UGD) dengan kasus trauma. Hal ini
nafas yang serius dan dapat merusak produksi suara bila tidak didiagnosis dengan
benar secepatnya. Pokok utama yang harus diperhatikan dalam trauma laring akut
adalah melindungi jalan nafas. Fungsi vokal selain merupakan prioritas kedua
penanganan awal. Penting sekali bagi seorang dokter untuk dapat mengenali dan
mendiagnosis serta mengetahui penanganan yang tepat bagi jenis trauma yang
Trauma laring dapat berupa trauma tumpul atau trauma tajam akibat luka
sayat, luka tusuk dan luka tembak. Trauma tumpul pada daerah leher selain dapat
seperti otot, saraf, pembuluh darah dan struktur lainnya. Hal ini sering terjadi
dalam kehidupan sehari-hari, seperti leher terpukul oleh tangkai pompa air, leher
1
tertendang atau terpukul waktu olahraga beladiri, dicekik atau usaha bunuh diri
mencegah kerusakan organ yang lebih jauh, mencegah kecacatan tubuh dan
survey yang cepat dilanjutkan resusitasi kemudian secondary survey dan akhirnya
terapi definitif. Selama primary survey keadaan yang mengancam nyawa harus
dikenali dan resusitasinya dilakukan pada saat itu juga. Pada primary survey
penanganan. Jadi prioritas utama penanganan adalah menjamin jalan nafas terjaga
adekuat oleh karena itu trauma jalan nafas adalah keadaan yang memerlukan
penanganan yang cepat dan efektif untuk menghindari akibat yang tidak
diinginkan.1,3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
kerusakan yang dapat disebabkan oleh trauma tumpul, trauma tajam, dan
penyebab lainnya. Hal ini menyebabkan fungsi laring sebagai proteksi jalan nafas,
2.2 Epidemiologi
kunjungan pasien, satu dari 14.000-42.000 kasus gawat darurat dan kurang dari
tergantung di superior dan anteriornya serta oleh mekanisme refleks fleksi dari
leher. Proteksi laring ini lebih besar lagi pada anak-anak dimana laring pada anak-
anak lebih superior dan sifatnya yang masih elastis. Insiden trauma laring pada
penggunaan sabuk pengaman dan pengaman berkemudi lainnya. Kurang dari 50%
dari keseluruhan trauma laring diperkirakan adalah hasil dari trauma krikoid.1,2
Wanita cenderung memiliki leher yang lebih panjang dan jenjang membuat
mereka lebih rawan untuk terkena trauma laring, khususnya trauma supraglottik.
Namun secara keseluruhan pria lebih sering ditemukan mendapatkan trauma ini
3
(77%:23 %). Hal ini dikarenakan aktivitas yang digeluti kaum pria jauh lebih
berbahaya seperti olahraga ekstrim dan perkelahian. Pada kelompok umur yang
lebih tua, trauma laring sering berkaitan dengan proses penuaan seperti telah
2.3 Anatomi
Laring adalah organ khusus yang mempunyai sfingter pelindung pada pintu
masuk jalan nafas dan berfungsi dalam pembentukan suara. Di bagian atas, laring
Kerangka laring dibentuk oleh beberapa tulang rawan (yaitu: hioid, epiglotis,
tiroid, aritenoid dan krikoid) yang dihubungkan oleh ligamentum dan digerakkan
oleh otot.2,4
Saraf sensorik mukosa laring di atas plika vokalis berasal dari ramus
plika vokalis disarafi oleh nervus laringeus rekurens. Persarafan motorik ke otot
yang dipersarafi oleh nervus laringeus eksternus. Pendarahan laring bagian atas
diperoleh dari ramus laringeus superior dari a.tiroidea superior sedangkan bagian
Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring terdiri
dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan
mengandung pita suara. Ruang berbentuk segitiga di antara pita suara (glotis)
bermuara ke dalam trakea dan membentuk bagian antara saluran pernafasan atas
dan bawah. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernafasan atas dan bawah.
4
organ pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas,
penutupan glotis dan fungsi seperti pintu dari epiglotis yang berbentuk daun pada
pintu masuk laring, berperan untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk ke
dalam esofagus. Jika benda asing masih mampu masuk melampaui glotis, fungsi
batuk yang dimiliki laring akan membantu menghalau benda dan sekret keluar
fleksi dari leher. Fungsi primer dari laring adalah sebagai jalan nafas, melindungi
hyoid, kartilago tiroid dan kartilago krikoid. Supraglotis adalah area yang paling
jaringan lunak dan mukosa. Glotis sangat bergantung pada penyangga eksternal
mengatur jalan nafas dan memproduksi fonasi. Pada orang dewasa jalan nafas
mengalami penyempitan di daerah glotis. Oleh karena itu trauma yang terjadi di
area ini dapat berimbas paling buruk untuk usaha mempertahankan jalan nafas.
5
Subglotis disangga hanya oleh kartilago sirkuler pada laring yaitu krikoid, yang
dan subglotis2
2.4 Patofisiologi
Trauma laring dapat disebabkan oleh trauma tumpul, trauma tajam, tembak,
trauma inhalasi, aspirasi benda asing maupun iatrogenik. Insiden trauma laring
akibat trauma tumpul semakin menurun karena perkembangan yang maju pada
tulang rawan
6
b. Trauma yang mengakibatkan tulang rawan hancur (Crushing
Injury)
c. Trauma dengan hilangnya sebagian jaringan.
Monson membagi daerah leher menjadi 3 zona pada trauma penetrasi atau
sebagai berikut:
Zona I adalah daerah dari kartilago krikoid sampai klavikula. Zona ini
Zona ini berisi arteri karotis komunis, arteri karotis eksterna dan interna,
vena jugularis interna, laring, hipofaring, nervus X, XI, XII dan medula
spinalis.
Zona III adalah daerah dari angulus mandibula sampai basis kranii yang
berisi arteri karotis, arteri vertebralis, vena jugularis interna, faring, nervus
Mekanisme dari cidera yang timbul adalah refleksi dari jenis penyebabnya.
Pada setiap cidera yang timbul akibat trauma laring seringkali disertai kelainan
pada tulang secara khusus dapat terjadi dislokasi krikotiroid dan krikoaritenoid.2
Inhalasi uap yang sangat panas, gas atau asap yang berbahaya akan
cenderung menciderai laring dan trakea servikal dan jarang merusak saluran nafas
7
bawah. Daerah yang terkena akan menjadi nekrosis, membentuk jaringan parut
Trauma tumpul pada saluran nafas bagian atas dan dada paling sering
kemudian membentur kemudi, handle bars atau dashboard. Trauma tumpul lebih
di antara jok mobil dan setir atau dikeluarkan dari kendaraan dan terhimpit di
robekan trakea atau laring. Kerusakan trakea akibat trauma benturan terjadi karena
pada dada dapat menyebabkan robekan vertikal pada trakea pars membranosa atau
8
Gambar 2.3 Mekanisme trauma tumpul1
robekan pada bagian membran trakea. Robekan ini terjadi akibat diameter
transversal yang bertambah secara mendadak. Dapat juga terjadi akibat robekan
diantara cincin trakea dari os krikoid sampai karina akibat tarikan paru yang
mendadak.1,2,3
Trauma laring sering juga disebabkan karena trauma tajam (5-15%) yang
paling banyak akibat perkelahian di tempat rawan kejahatan. Senjata yang dipakai
adalah belati, pisau clurit, pisau lipat, golok maupun senjata berpeluru. Angka
kejadian trauma tajam semakin meningkat dan penyebab utamanya relatif lebih
nafas, trakea merupakan struktur yang paling sering mengalami trauma akibat
luka tusukan. Laring yang mengalami trauma kira-kira pada sepertiga saluran
nafas bagian atas dan sisa dua pertiga bagian lagi adalah trakea pars servikalis.
9
Kematian pasien dengan trauma tembus saluran nafas ini biasanya disebabkan
oleh trauma vaskular dan jarang akibat trauma saluran nafas itu sendiri.1,3
Penyebab lain trauma laring adalah tentament suicide pada pasien dengan
gangguan kejiwaan atau pada pasien dengan stress berat. Trauma laring juga dapat
diakibatkan oleh intubasi karena trauma langsung saat pemasangan atau pun
karena balon yang menekan mukosa terlalu lama sehingga menjadi nekrosis.
Trauma sekunder akibat intubasi umumnya karena inflasi balon yang berlebihan
disebabkan oleh cuff ini terjadi pada kira-kira setengah dari pasien yang
pada kelompok usia anak-anak dan biasanya akibat kecerobohan mereka dalam
2.5 Diagnosis
tergantung mekanisme traumanya. Jadi satu hal yang harus diperhatikan dalam
mendiagnosis trauma laring adalah mekanisme cidera dan harus waspada terhadap
tanda seperti kontusio lokal, emfisema subkutis, perubahan suara (seperti stridor
10
2.5.1 Gejala Klinis
Pada trauma laring gejala dan tanda klinis yang biasanya didapatkan adalah
sesak nafas. Batuk, batuk darah, emfisema subkutis (pada leher, kepala, dada),
sianosis, gangguan suara juga merupakan tanda dan gejala klinis yang mengarah
ke perlukaan jalan nafas. Tanda lain yang dapat ditemukan pada pasien dengan
trauma laring adalah adanya kebocoran udara atau suara mendesis pada tempat
trauma. Pada trauma tembus kebocoran tersebut dapat dilihat langsung di tempat
luka sedangkan pada trauma tumpul kadang dapat terlihat kulit leher yang
hantaman benda tumpul, jejas berupa garis yang menunjukkan bekas jeratan, luka
Pada trauma trakea tidak ada pembagian beratnya cidera yang menentukan
indikasi operasi. Setiap trauma trakea dengan salah satu gejala atau tanda klinis
11
Grup IV : Perlukaan berat endolaringeal, bentuk laring yang tidak
beraturan.
Grup V : Terputusnya laring komplit.1,2
leher yang mencurigakan adanya kerusakan jalan nafas terutama pada trauma
tumpul ataupun yang sudah terpasang endotrakeal tube (ETT). Pada foto dapat
letak luka, luas luka dan juga sekaligus sebagai penuntun untuk pemasangan ETT
trauma tembus leher dengan kondisi pasien yang stabil. Tindakan tersebut di atas
berlebihan.1,2,3
computed tomography (CT) dan MRI dapat dilakukan sesuai indikasi. CT scan
telah berperan banyak dalam penanganan trauma laring saat ini dan mampu
menurunkan angka eksplorasi bedah karena mampu mendeteksi lebih rinci dan
non invasif. CT diindikasikan pada pasien dengan kecurigaan trauma laring hanya
dari anamnesis dan pemeriksaan fisik seperti pada pasien yang hanya
12
Hal ini sangat menguntungkan pasien karena jika tidak terdeteksi akan
2.6 Penatalaksanaan
Kewaspadaan terhadap trauma laring pada trauma leher oleh tenaga medis
atau paramedis harus dipertajam agar tidak ada kasus yang terlewatkan. Bila ada
trauma laring, luka atau jejas pada leher harus diperiksa dan diobservasi dengan
a. Trakeostomi
trakea untuk mengatasi asfiksi apabila ada gangguan pertukaran udara pernapasan.
saluran nafas dan mencegah aspirasi darah ke paru. Tindakan segera yang harus
balon sehingga tidak terjadi aspirasi darah. Pada trauma tumpul tindakan
13
menurunkan jumlah udara residu anatomis paru hingga 50 persennya. Sehingga
pasien hanya memerlukan sedikit tenaga yang dibutuhkan untuk bernafas dan
dibagi menjadi:
Trakea dan jalan nafas bagian atas masih intak tetapi terdapat obstruksi.
Digunakan trakeostomi tube (canule) terbuat dari metal atau Non metal
mengikat pembuluh darah yang cidera serta menjahit mukosa dan tulang rawan
b. Montgomery T-Tube
14
pada pertengahan tahun 1960 dan digunakan untuk menyokong trakea setelah
lebih panjang dimasukkan dalam trakea sedangkan cabang yang lebih pendek
diproyeksi melalui stoma trakeostomi. Saat ini T-Tube dipergunakan pada pasien
dengan cidera trakeal akut, penyokong trakea pasca rekonstruksi maupun sebagai
ketebalannya bervariasi. Alat ini terbuat dari bahan silicon sehingga dapat
3 kali sehari serta menjaga bagian eksternal dari T-Tube tetap bersih. Nebulizer
dengan acetylcysteine 10% atau albuterol dapat diberikan 3 kali sehari untuk
15
membantu menekan produksi sekret serta membantu mengencerkan sekret yang
sedikit anestesiologis kesulitan dalam hal manajemen general anestesi pada pasien
pasien. Pada kasus tersebut T-Tube harus dilepaskan dan dipasang ulang dengan
Laryngeal mask airway (LMA) atau dikenal pula dengan sebutan sungkup
larin, merupakan suatu alat untuk membantu jalan napas yang terdiri atas pipa
dikembangkempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkai pipa LMA dapat
16
berupa pipa keras dari polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya
lubang tetap paten. Terdapat 2 jenis LMA yang dapat dipergunakan, yaitu:
2. LMA dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan lainnya pipa
untuk menjaga jalan napas pasien tetap adekuat. LMA dikenal karena kemudahan
keuntungan yaitu dapat mengurangi insiden spasme laring, batuk-batuk serta suara
perbedaan dari sisi anatomis pada pasien anak-anak dan dewasa. Berikut adalah
tabel pemilihan ukuran LMA berdasarkan usia dan estimasi berat badan:
17
Ukuran Usia Berat badan (kg)
1.0 Neonatus <3
1.3 Bayi 3 – 10
2.0 Anak kecil 10-20
2.3 Anak 20 – 30
3.0 Dewasa kecil 30 – 40
4.0 Dewasa normal 40 – 60
5.0 Dewasa besar > 60
Penggunaan LMA sebelum pemasangan Montgomery T-Tube dapat menjadi
solusi bagi anestesiologis untuk tetap menjaga jalan nafas pasien tetap adekuat
selama proses pemasangan berlangsung. Selain itu manajemen jalan nafas dengan
menggunakan anastesi lokal dengan efek sedasi ringan. Biasanya insisi trakeal
dibuat pada posisi di bawah trakeostomi standar. Insisi di bawah cincin ketiga dan
keempat lebih disukai untuk menolong pasien dengan trauma laring. Karena pada
posisi ini membantu mencegah trauma lebih lanjut yang mungkin mengenai
laring.1,2
18
hyoid di superior dan ke krikoid di inferior. Perluasan dari insisi akan membantu
dipisahkan ke arah lateral agar tulang dapat di lihat dengan baik. Pada titik ini,
dapat diidentifikasi dan dibuang jaringan sisa fraktur pada kartilago laring yang
terlihat.2,3
midline tirotomi ataukah melalui kartilago tiroid yakni 2-3 mm dari takik tiroid.
Bila kartilago tiroid telah terbuka mukosa endolaring kemudian dipotong tajam.
meminimalisir fibrosis dan mencegah jaringan granulasi. Bila tidak dapat ditutup
dan harus diberikan secepatnya dalam beberapa jam setelah trauma. Pemberian
timbulnya edema laring pada fase akut. Jika edema jalan nafas cukup berat dapat
19
Penggunaan antibiotik tidak begitu penting pada trauma ringan dimana
fraktur kartilago dan robekan mukosa tidak dapat diidentifikasi. Namun begitu
anti refluks sepeti antagonis reseptor H-2 dan PPI dapat membantu mengurangi
2.7 Komplikasi
granulasi, stenosis laring dan immobilitas pita suara. 3,4,6 Komplikasi setelah
proses suara (fonasi), respirasi dan tumbuhnya jaringan granulasi di bekas jahitan,
terutama setelah stent diangkat, stenosis, dan paralisis pita suara. Pada fraktur
anterior. 1,4
20
BAB III
RINGKASAN
kerusakan yang dapat disebabkan oleh trauma tumpul, trauma tajam dan penyebab
lainnya. Hal ini menyebabkan fungsi laring sebagai proteksi jalan nafas,
kunjungan pasien, satu dari 14.000-42.000 kasus gawat darurat dan kurang dari
sekitarnya.
Trauma laring dapat disebabkan oleh trauma tumpul, trauma tajam, tembak,
trauma inhalasi, aspirasi benda asing maupun iatrogenik. Insiden trauma laring
akibat trauma tumpul semakin menurun karena perkembangan yang maju pada
mencegah kerusakan organ yang lebih jauh, mencegah kecacatan tubuh dan
21
survey yang cepat dilanjutkan resusitasi kemudian secondary survey dan akhirnya
terapi definitif.
menggunakan anastesi lokal dengan efek sedasi ringan. Biasanya insisi trakeal
dibuat pada posisi di bawah trakeostomi standar. Insisi di bawah cincin ketiga dan
keempat lebih disukai untuk menolong pasien dengan trauma laring. Karena pada
posisi ini membantu mencegah trauma lebih lanjut yang mungkin mengenai
laring.1,2
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Cohen JI. Anatomi dan Fisiologi Laring. Dalam: Adam GL, Boies LR, Higler
PA. BOIES, Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Alih Bahasa: Wijaya C. BOIES
3. Quinn FB, Ryan MW. Laryngeal trauma. September 2003. Online [diakses
Trauma-2003-0903/Laryng-trauma-2003-0902.htm.
http://www.bedahtkv.com/index.php?/Paper/Referat-dan-Tinjauan-
Pustaka/Trauma-Laringotrakea.html
URL http://en.medicinestuff.org/wiki/Larynx
7. Chen EH, Logman ZM, et al. A case of tracheal injury after emergent
23
8. Rosen CA, Anderson D, Murry. Evaluating Hoarseness: Keeping Your Patient's
Agustus 2015]
2015].
24