You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perdarahan postpartum adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama
setelah lahirnya bayi. (William, 1981, dalam Mitayani, 2009).

Perdarahan postpartum adalah kehilangan darah lebih 500 ml selama atau setelah
melahirkan. (Doengoes, 2001, dalam Mitayani, 2009).

Pendarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam melebihi 500 ml yang terjadi segera
setelah bayi lahir sampai 24 jam setelah persalinan.
(Nugroho. T, 2011)

POGI (Persatuan Obsetetri Ginekologi Indonesia), Tahun 2000 Mendefinisikan


Pendarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada masa postpartum yang
menyebabkan perubahan tanda vital seperti klien mengeluh lemah, berkeringat dingin,
dalam pemerikasaan fisik hiperpnea, sistolik <90 mmHg, nadi >100 x/menit dan kadar HB
<8 gr % .

Sebagian besar penyebab kematian ibu di seluruh dunia muncul selama dan setelah
persalinan yaitu perdarahan (25%), infeksi (15%), eklampsia (12%), unsafe abortion
(13%), obstruksi (8%). Oleh karena itu mencegah kematian dan kesakitan maternal-
neonatal adalah prioritas utama dalam meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak
(WHO, 2006).

Berdasarkan data profil kesehatan Provinsi Lampung terlihat bahwa kasus kematian ibu
dapat terjadi pada saat hamil, melahirkan, dan nifas yaitu sebanyak 179 kasus. Kasus
kematian ibu terbesar (59,78%) terjadi pada saat persalinan (Profil Kesehatan Lampung,
2012).

Menurut Kementrian Kesehatan tahun 2010, tiga faktor utama penyebab kematian ibu
melahirkan adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%), dan infeksi (11%). Penyebab kasus
kematian ibu di provinsi Lampung tidak jauh berbeda yaitu perdarahan (40,23%),
eklampsia (59,33%), dan infeksi (4,2%) (Kementrian Kesehatan, 2010; Profil Kesehatan
Lampung, 2012).

1
Laserasi jalan lahir pada umumnya robekan jalan lahir pada persalinan dengan trauma.
Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan memudahkan
robekan jalan biasanya akibat episiotomi, robekan spotan perineum, trauma forsep atau
vakum ekstraksi, atau karena versi ekstraksi (Prawirohardjo.S,2010).

Kepala janin besar dan janin besar dapat menyebabkan laserasi perineum. Mengendalikan
keluarnya kepala bayi secara bertahap dan hati-hati dapat mengurangi regangan berlebihan
(robekan) pada vagina dan perineum. Besarnya kepala rata- rata tergantung dari besarnya
(berat) janin. Oleh karena itu sebagian ukuran kepala janin dilihat dari Berat Badan (BB)
janin (mochtar,1998).

Semakin besar lingkar kepala janin maka semakin besar pula desakan kepala pada waktu
melewati perineum dan dapat menyebabkan laserasi pada perineum. Oleh karena ituperlu
di teliti tentang risiko laserasi perineum dengan lingkar kepala janin pada proses persalinan
primipara.

Atonia uteri adalah ketidakmampuan uterus khususnya miometrium untuk berkontraksi


setelah plasenta lahir. Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi
sera-serat miometrium teruma yang berada di sekitar pembulu darah yang mensuplai darah
pada tempat perlengketan plasenta (winkjosastro,2006).

Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah
bayi lahir. Hal ini disebabkan karena plasenta belum lepas dari dindinguterus atau plasenta
sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Retensio plasenta merupakan etiologi yang terjadi
setelah perdarahan postpartum (20%) – 30% kasus). Kejadian ini harus didiagnosis secara
dini karena retensio plasenta sering di kaitkan dengan atonia uteri untuk diagnosis utama
sehingga dapat membuat kesalahan diagnosis. Pada retensio plasenta, resiko untuk
mengalami PPP 6 kali lipat pada persalinan normal (ramadhani, 2011).

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah di kemukakan di atas maka dapat di susun rumusan
masalah sebagai berikut : “ perdarahan postpartum:.

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1. Tujuan umum
Menjelaskan tentang konsep dasar dari perdarahan postpartum dan
klasifikasi dari perdarahan postpartum.

2
1.3.2. Tujuan khusus
1.3.2.1. Menjelaskan tentang perdarahan postpartum
1.3.2.2. Menjelaskan bagian-bagian perdarahan postpartum
1.3.2.3. Menjelaskan tentang Askep pada gangguan perdarahan postpartum

1.4. Manfaat penulisan


1.4.1. Pembaca dapat memahami konsep dasar perdarahan postpartum normal
mulai dari: definisi.
1.4.2. Pembacan dapat memahami konsep dasar perdarahah postpartum abnormai
mulai dari: definisi, etiologi, Faktor Predisposisi, Tanda–Tanda Klien,
Pemeriksaan Diagnostik, Diagnos Keperawatan, Komplikasi Perdarahan
Postpartum, Penatalaksanaan Perdarahan Postparftum.
1.4.3. Mahasiswa keperawatan mampu memahami asuhan keperawatan pada klien
dengan perdarahan postpartum dan dapat mengaplikasikan intervensi
tersebut pada klien dengan gangguan perdarahan postpartum.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar


Pada makalah ini kami membahas tentang perdarahan postpartum dan asuhan keperawatan
pada klien dengan postpartum.

2.1.1. Perdarahan Postpartum

2.1.1. Definisi

3
Perdarahan postpartum adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama
setelah lahirnya bayi. (William, 1981, dalam Mitayani, 2009).

Perdarahan postpartum adalah kehilangan darah lebih 500 ml selama atau setelah
melahirkan. (Doengoes, 2001, dalam Mitayani, 2009).

Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam melebihi 500 ml yang terjadi segera
setelah bayi lahir sampai 24 jam setelah persalinan.
(Nugroho. T, 2011).

Perdarahan pospartum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas
(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat
kandungan yang lamanya 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi sampai
kembali ke keadaan normal sebelum hamil. (Bobak 2010).

Perdarahan pospartum adalah masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, berlangsung selama
kira-kira 6 minggu. (Prawirohardjo, 2006 : 122).

POGI (Persatuan Obsetetri Ginekologi Indonesia), Tahun 2000 Mendefinisikan


Pendarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada masa postpartum yang
menyebabkan perubahan tanda vital seperti klien mengeluh lemah, berkeringat dingin,
dalam pemerikasaan fisik hiperpnea, sistolik <90 mmHg, nadi >100 x/menit dan kadar HB
<8 gr % .

2.1.2. Etiologi

Dalam mitayani.2009 Berbagai penyebab penting baik yang berdiri sendiri maupun
bersama-sama dapat menimbulkan perdarahan postpartum adalah sebagai berikut:

1. Laserasi Jalan Lahir

Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma. Pertolongan
persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan memudahkan robekan jalan lahir
dan arena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks belum
lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan perineum,
trauma forsep atau vakum ekstraksi, stau karena versi ekstraksi.

4
Robekan yang terjadi bisa ringan ( lecet,laserasi), luka episiotomy. Robekan perineum
spontan derajat ringan sampai ruptur perinea totalis ( sfingter ani terputus), robekan pada
dinding vagina, forniks uteri,serviks, daerah di sekitar klitoris dan uretra dan bahkan, yang
terberat ruptura uteri. Oleh karena itu ada pada setiap persalinan hendaklah dilakukan
inspeksi yang teliti untuk untyk mencari kemungkinan adanya robekan. Perdarahan yang
terjadi saat kontraksi uterus baik, biasanya, karena ada robekan atau sisa plasenta.

Pemeriksaan dapat di lakukan dengan cara melakukan inspeksi pada vulva,vagina, dan
serviks dengan memakai speculum untuk mencari sumber perdarahan dengan ciri warna
darah yang merah segar dan pulsatif sesai denyut nadi. Perdarahan karena ruptura uteri
dapat di duga pada persalian macet atau kasep, atau uterus dengan lokus minoris
resistensia dan adanya atonia uteri (Prawirohardjo.S,2008).

2 Retensio Plasenta

1.5. Definisi

Retensio plasenta adalah plasenta tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir
(Prawirohardjo.S,2008).

1.6. Etiologi
Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III bisa disebabkan oleh
adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Disebut sebagai plasenta akreta bila plasenta
sampai menembus desidua basalis, disebut plasenta inkreta bila plasenta menembus
miometrium dan disebut plasenta perkreta bila vili korialis sampai menembus perimetrium.

5
Faktor predisposisi terjadinya plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas seksio sesarea,
pernah kuret berulang. Bila sebagian kecil plasenta masih tertinggal dalam uterus disebut
rest placenta dan dapat menimbulkan PPP primer atau (lebih sering) sekunder
(Prawirohardjo.S,2008).

2. Atonia uteri

3.1 definisi
Atonia uteri adalah ketidakmampuan uterus khususnya miometrium untuk berkontraksi
setelah plasenta lahir. Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi
sera-serat miometrium teruma yang berada di sekitar pembulu darah yang mensuplai darah
pada tempat perlengketan plasenta (winkjosastro,2006).

3.2 penatalaksanaan
Perdarahan oleh karena atonia uteri dapat dicegah dengan:
 Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang bersalin
karena hal ini dapat menurunkan insidens perdarahan pascapersalinan akibat atonia
uteri.
 Pemberian misoprostol peroral 2-3 tablet segera setelah bayi lahir.
Factor predisposisinya adalah sebagai berikut:
1. regangan rahim berlebihan karena kehamilan gemeli, polihidramnion, atau anak terlalu
besar.
2. kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep.
3. kehamilan grande-multipara.
4. ibu dengan keadaan umum yang jelek,anemis,atau menderita penyakit menahun.
5. mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.
6. infeksi intrauterine (korioamnionitis)
7. ada riwayat pernah atonia sebelumnya.
(Prawirohardjo.S,2008).

2.1.3. Faktor Predisposisi

Faktor-faktor predisposisi perdarahan postpartum adalah sebagai berikut:

a. Kelahiran besar
b. Kelahiran forsep tengah.
c. Kelahiran sebelum pembukaan serviks lengkap.
d. Insisi serviks.
e. Kelahiran per vaginam.
f. Post-seksio caesarea.
g. Insisi uterus lain.

6
Disamping hal diatas , kekeliruan pada pengolahan kala III adalah dengan mempercepat
kelahiran plasenta seperti pengeluaran plasenta manual, dengan terus-menerus meremas
uterus yang tekah berkontraksi baik, sehingga dapat menghambat mekanisme fisiologi
pelepasan plasenta. Akibat pelepasan plasenta yang tidak lengkap skan terjadi peningkatan
jumlah perdarahan (Mitayani. 2009).

2.1.4. Tanda klinis

Pengaruh perdarahan sangat bergantung pada hal-hal berikut:

1.Volume darah yang ada sebelum kehamilan.


2.Besarnya hipervolemia akibat kehamilan.
3.Tingkat anemia waktu kelahiran.

Tanda-tanda yang mengkhawatirkan pada perdarahan postpartum adalah tidak adanya


perubahan nadi dan tekanan darah yang berarti sebelum terjadi perdarahan yg banyak.

Tanda klinis perdarahan postpartum antara lain:

1.Hipovolemia yang berat, hipoksia, takipnea, dispnea, asidosis, dan sianosis.


2.Kehilangan darah dalam jumlah yang besar.
3.Distensi kavum uterus
(Mitayani. 2009)

2.1.5. Pemeriksaan Diagnostik


1. Golongan darah menentukan Rh, ABO, dan pencocokan silang.
2. Jumlah darah lengkap menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel
darah putih (perpindahan ke kiri dan peningkatan laju sedimentasi menunjukkan
infeksi).
3. Kultur uterus dan vagina mengesampingkan infeksi postpartum.
4. Urinalitas : memastikaan kerusakan kandung kemih.
5. Profil koagulasi : peningkatan degradasi kadar produk fibrin/produk split fibrin
(FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen masa tromboplastin parsial diaktivasi :
masa tromboplastin partial (APTT/PTT) masa protrombin memanjang pada KID.
6. Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.
(Mitayani. 2009)

2.1.6. Diagnosa Keperawatan.

7
1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan ( luka episitomi ) , involusi uteri,
pembengkakan payudara ditandai dengan klien mengatkannyeri pada daerah
genetalia, nyeri pada payudara, payudara bengkak, ekspresi wajah meringis.
2. Resiko kurang volume cairan berhubungan dengan pengeluaran yang berkelebihan,
perdarahan, diuresis, keringat berlebihan.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jalan lahir.
4. Gangguan eliminasi BAK ( disuria ) berhubungan dengan trauma perinium dan
saluran kemih.
5. Konstippasi berhubungan dengan kurangnya mobilisasi , diet yang tidak seimbang,
trauma persalinan.
6. Risiko gangguan proses parenting berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang cara merawat bayi.
7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, kelelahan postpartum.
(Aspiani. 2017).

2.1.7. Komplikasi Perdarahan Postpartum

1. Pembengkakan payudara
2. Mastitis ( peradangan pada payudara ).
3. Endometritis ( peradangan pada endometrium ).
4. Postpartum blues.
5. Infeksi puerperalis ditandai dengan pembengkakan, rasa nyeri, kemerahan, pola
jaringan terinfeksi atau keluar cairan berbau dari jalan lahir selama persalinan atau
sesudah persalinan.
(Aspiani. 2017).

2.1.8. Penatalaksanaan perdarahan postpartum.

Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi dengan kuat,
uterus harus diurut :

1. Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus uteri. Bila
perdarahan berlanjut pengeluaran plasenta secara manual harus dilakukan.
2. Pemberian 20 unit oksitodin dalam 1000 ml larutan RL atau saline normal, terbukti
efektif bila diberikan infus intra vena + 10 ml/mnt bersama dengan mengurut uterus
secara efektif

8
3. Bila cara diatas tidak efektif, ergonovine 0,2 mg yang diberikan secara IV, dapat
merangsang uterus untuk berkontraksi dan berelaksasi dengan baik, untuk
mengatasi perdarahan dari tempat implantasi plasenta.

Bila penatalaksanaan perdarahan yg telah disebutkan tafi masuh belum berhasil , maka
segera lakukan tindakan berikut:

1. Lakukan kompresi uterus bimanual ( tindakan ini akan mengatasi sabagian besar
perdarahan).
2. Transfusi darah. golongan darah setiap ibu harus sudah diketahui sebelum
persalinan.
3. Lakukan oksplorasi kavum uterus secara manual untuk mencari sisa plasenta yang
tertinggal.
4. Lakukan pemeriksaan inspekulum pada serviks dan vagina.
5. Pasang tambahan infus IV kedua dengan menggunakan kateter IV yang besar,
sehingga aksitosin dapat diteruskan sambil membersihkan darah.
Kecukupan output jantung pengisian arterial dapat dipantau melalui produksi
kemih. (Mitayani. 2009)

2.2. Asuhan Keperawatan pada Perdarahan Postpartum

NO Dx.keperawatan Tujuan ( NOC ) INTERVENSI ( NIC )


1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
berhubungan keperawatan diharakan
 Kaji secara
dengan trauma klien dapat :
komprehensif tentang
jaringan ( luka
1. mengontrol nyeri nyeri meliputi lokasi,
episitomi ) ,
dengan kriteria : karateristik, durasi,
involusi uteri,
frekuensi, kualitas, dan
pembengkakan  Klien dapat
faktor.
payudara ditandai mengetahui
 Observasi isyarat-isyarat
dengan klien penyebab nyeri.
non verbal dari
 Klien mampu
mengatkan nyeri ketidaknyamanan
menggunakan
pada daerah khususnya
teknik non
genetalia, nyeri ketidakmampuan dalam
farmakologi untuk
pada payudara, komunikasi efektif.
mengurangi nyeri.
payudara bengkak,  Ajarka menggunakan
 Klien mampu

9
ekspresi wajah mengenali tanda- teknik farmakologi
( misalnya :relaksasi ).
meringis. tanda nyeri.
 Evaluasi keefektifan dari
 Klien melaporkan
tindakan mengontrol
nyerinya berkurang
nyeri yang telah
dengan
digunakan.
menggunakan
 Kontrol faktor-faktor
manajemen nyeri.
yang dapat
2. menunjukan tingkat mempengaruhi respon
nyeri klien terhadap
ketidaknyamanan
 Klien mampu
( misalnya : temperatur
mengenali skala
ruangan ).
nyeri, frekuensi  Monitor kenyamanan
dan lamanya klien terhadap
episode nyeri. manajemen nyeri.
 Klien mengatakan  Libatkan keluarga untuk
rasa nyama setelah mengurangi nyeri.
nyeri berkurang. Pemberian analgetik
 Ekspresi wajah  Tentukan lokasi nyeri,
tenag. karateristik, kualitas
keparahan sebelum
pengobatan.
 Cek riwayat elergi obat.
 Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
analgetik pertama kali.
 Berikan analgetik tepat
waktu.
 Evaluasi evektivitas
analgeti, tanda dan
genjala ( efek samping )
2 Resiko kurang Setelah dilakukan tindakan Monitor cairan:
volume keperawatan diharapkan
 Monitor intake dan
cairannberhubungan kebutuhan cairan edekuat.
outout.monitor tekan

10
dengan pengeluaran  Tekanan darah, darah, nadi, respirasi.
yang berkelebihan, nadi, suhu tumbuh  Monitor membran
perdarahan, dibatas normal. mukosa dan turgor kulit.
diuresis, keringat  Turgor kulit  Pertahankan kecepatan
berlebihan. normal. pemberian cairan
 Membran mukosa intravena.
lembab.  Kelola pemberian obat-
 Tidak ada rasa haus obatan yang
berlebihan meningkatkan urine
 Klien dapat output sesuai kebutuhan.
mempertahankan
urine output sesuai
denagn usia dan
BB.

3 Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakn Kontrol nyeri


berhubungan keperawatan diharapkan
 Gunakan sabun untuk
dengan trauma jalan klien dapat meningkatkan
cuci tangan
lahir. pertahanan tubuh dengan
 Anjurkan pengunjung
kriteria :
untuk cuci tangan
 Tidak ada tanda- sebelum dan sesudah
tanda infeksi. kontak dengan klien.
 Tanda-tanda vita  Gunakan sarung tangan
dalam rentang steril.
normal.  Anjurkan klien untuk
 Tidak ada mengantikan pembalut
peningkatan setiap kotor.
leukosit.  Lakukan teknik
 Luka di daerah perawatan luka yang
perineum tidak ada tepat.
pus.  Tingkatkan asupan
nutrisi dan cairan.

11
 Anjurkan istirahat.
 Anjurkan klien dengan
anggota keluarga
bangaimana mencegah
infeksi.
 Berikan antibiotik kalau
perlu.
Proteksi infeksi:
 Monitor tanda dan
genjala infaeksi
sistemik.
 Monitor nilai sel darah
putih/leukosit.
 Pertahankan teknik
antiseptik.
 Dorong masuk nutri
yang cukup.
 Dorong intake cairan
sesuai kebutuhan.
4 Gangguan eliminasi Setelah dilakuakn tindakan Manajemen eliminasi urine
BAK ( disuria ) keperawatan diharapka
 Monitor eliminasi urine
berhubungan eliminasi urine kembali
termasuk frekuensi,
dengan trauma normal dengan kriteria :
konsistensi, bau,
perinium dan
 Klien dapat BAK volume, dan warna
saluran kemih.
secara normal sesuai kebutuhan.
 Klien tidak  Anjarkan klien tanda
mengalami nyeri dan genjala infeksi
saat BAK. saluran kemih.
 Urina output  Anjurkan klien atau
normal. keluarga untuk
 Klien tidak takut melaporkan urine output
untuk BAK sesuai kebutuhan

12
 Anjurkan klien agar
banyak minum saat
makan, diantara waktu
makan dan waktu pagi
hari.

5 Konstippasi Setelah dilakukan tindakan Manajemen konstipasi


berhubungan keperawatan diharapkan
 Observasi pola
dengan kurangnya eliminasi BAB normal
kebiasaaan BAB
mobilisasi , diet kembali.
termasuk
yang tidak
 Klien dapat waktu,frekuensi,dll.
seimbang, trauma
memertahankan  Kaji ulang pengunaan
persalinan.
konsistensi BAB. obat-obatan yang dapat
 Klien dapat mempengaruhi fungsi
mengidentifikasika bowel termasuk anti
n pencegahan dan hopertensi, diuretik, dan
pengobatan obat penenang.
konsitipasi.  Palpasi adanya distensi
abdomen.
 Berikan privasi saat
klien BAB.
 Anjurkan makan-
makanan berserat.
 Anjurkan minum 1,5 s/d
2 liter perhari.

13
6 Risiko gangguan Setelah diakukan tindakan  Observasi status
proses parenting keperawatan diharapkan psikososial keluarga
berhubungan tidak terjadi gangguan
 Observasi pengaru
dengan kurangnya proses parenting dengan
kelahiran bayi dengan
pengetahuan kriteria :
struktur keluarga.
tentang Scara
 Klien dapat
merawat bayi.  Observasi hubungana
mengidentifikasika
antar anggota keluarga.
n strategi untuk
melindungi anak  Observasi hubungan
dari kelelahan. pasangan satu denagn
 Pengetahuan klien lainnya setekah
tentang merawat kelahiran.
bayi meninggkat.  Indetifikasi makanisme
 Klien mampu koping keluarga yang
merawat bayi. normal.

 Diskusikan reaksi sbling


terhadpa kelahiran bayi.

 Tentukan reaksi sibling


terhadap kelahiran bayi
sesuai kebuutuhan.
 Dorong orang tuan
untuk mengobservasikan
reaksi sibling terhadap
kelahiran bati.

 Berikan informasi
bagaimana mencegah
agar tidak ada
persaingan sibling.

14
 Jadi pendengar yang
bayi untuk anggota
keluarga.
 Entukan pemahaman
klien tentang penyebab
sakit.
 Bantu klien untuk
memecahkan konflik.
 Kolaborasi dengan
keluarga untuk
mengatasi masalah.

7 Kurang perawatan Setelah dilakukan tindakan Bantu perawatan diri :


diri berhubungan keperawatan diharapkan  Kaji tingkat klien dalam
dengan kelemahan, klien menunjukan perawatan didri.
kelelahan partiipasi secara fisik,  Bantu klien dalam
postpartum. dalam makanan, melakukan perawatan
berpakaian, engan diri, mandi toileting dan
kriteria : berpakaian.

15
 Klien bebas dari  Libatkan keluarga dalam
bau badan dan perawatan diri klien.
dapat  Tingkatkan partisipasi
mempertahankan sesuai dengan kemapuan
integritas kulit klien.
yang utuh.  Jaga privasi.
 Klien dapat
memenuhi
kebutuhan sehari-
hari dengan
bantuan minimal
tanpa kecemasan.
 Klien dapat
menjelaskan dan
menggunakan
metode mandi yang
aman dengan
kesulitan yang
minimal.

16
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah
anak lahir. Perdarahan postpartum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu : Early postpartum
yang terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir. Tiga hal yang harus diperhatikan dalam
menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan postpartum adalah menghentikan
perdarahan, mencegah timbulnya syok dan mengganti darah yang hilang.

3.2. Saran

Mahasiswa dapat memahami dan mengerti mengenai konsep dasar perdarahan postpartum,
memahami tentang definisi , etiologi, faktor predisposisi, tanda klinis, pemeriksaan
diagnostik, diagnosa keperawatan, komplikasi, penatalaksanaan, dan memberikan asuhan
keperawatan yang tepat pada ibu perdarahan postpartum.

17
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R.Y. (2017). Buku ajar asuhan keperawatan maternitas aplikasi nanda nic noc.
Jakarta: Cv. Trans info media

Prawirohardjo, S. (2006). Ilmu kandungan. Jakarta: Pt. Bina Pustaka

Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2005. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI;2008

Mitayani. (2009). Asuhan keperawatan maternita. Jakarta: Salemba medika

Nugroho.T.(2011).Asuhan keperawatan maternitas, anak, bedah, dan penyakit


dalam.Yogyakarta: Nuha medika

Sukarni & Wahyu (2013). Buku keperawatan maternitas. Yogyakarta: Nuha medika

18

You might also like