You are on page 1of 13

PRESENTASI KASUS

IMPETIGO BULLOSA

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik Bagian


Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan Kepada:
dr. H. Aris Budiarso, Sp.KK

Disusun Oleh:
Ezra Senna P
20120310193

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RSUD WONOSOBO


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
PRESENTASI KASUS

IMPETIGO BULLOSA

Telah dipresentasikan pada tanggal:


3 Januari 2018
Bertempat di RSUD Setjonegoro Wonosobo

Disusun oleh:

Ezra Senna P
20120310193

Disahkan dan disetujui oleh:


Dokter Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

dr. H. Aris Budiarso, Sp.KK

PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat, petunjuk dan
kemudahan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi
kasus yang berjudul:

“IMPETIGO BULLOSA”
Penulisan presentasi kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:

1. dr. H. Aris Budiarso, Sp.KK selaku dokter pembimbing dan dokter


Spesialis Kulit Kelamin di RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo
2. Seluruh perawat, tenaga medis dan staf di RSUD KRT Setjonegoro
Wonosobo.
3. Ny. S selaku pasien di poli kulit dan kelamin yang sudah bersedia
meluangkan waktunya untuk dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
secara menyeluruh
4. Teman-teman coass atas dukungan dan kerjasamanya .

Dalam penyusunan presentasi kasus ini penulis menyadari bahwa masih


memiliki banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi
kesempurnaan penyusunan di masa yang akan datang. Semoga dapat menambah
pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Wonosobo, 3 Januari 2018

Ezra Senna P

DAFTAR ISI

PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II KASUS 3

BAB III PEMBAHASAN 6

BAB IV KESIMPULAN 11

DAFTAR PUSTAKA 12
BAB I
PENDAHULUAN

Impetigo bulosa/vesikobulosa/cacar monyet adalah penyakit infeksi

piogenik akut kulit yang mengenai epidermis superfisial, bersifat sangat menular.

Impetigo sering menyerang anak-anak terutama di tempat beriklim panas dan

lembap, ditandai oleh lepuh-lepuh berisi cairan kekuningan dengan dinding

tegang, terkadang tampak hipopion (Imaligy, 2015).

Impetigo terjadi di seluruh negara di dunia dan angka kejadiannya selalu

meningkat dari tahun ke tahun. Di Amerika Serikat impetigo merupakan 10% dari

masalah kulit yang dijumpai pada klinik anak dan terbanyak pada daerah yang

jauh lebih hangat, yaitu pada daerah tenggara Amerika. Di Inggris kejadian

impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada

anak usia 5-15 tahun. Sekitar 70% merupakan impetigo krustosa. Impetigo dapat

terjadi pada semua ras. Lebih sering dijumpai pada laki-laki, dan pada usia 2

sampai 5 tahun. Impetigo bulosa paling sering dijumpai pada neonatus dan bayi,

90% kasus anak di bawah 2 tahun (Cole, 2007; Wolff et al., 2007).

Impetigo bulosa disebabkan oleh Staphylococcus aureus yang merupakan

patogen primer pada impetigo bulosa dan ecthyma. Faktor predisposisi antara lain

higiene buruk, menurunnya daya tahan tubuh, lingkungan kotor dan musim panas

dengan banyak debu, telah ada penyakit lain di kulit yang mengakibatkan

kerusakan epidermis sehingga fungsi kulit sebagai pelindung akan terganggu dan

memudahkan terjadinya infeksi (Djuanda, 2007; Beheshti, 2007).

1
Impetigo bulosa disebabkan oleh eksotoksin Staphylococcus aureus yang

masuk melalui kulit terluka akan menyebabkan lepasnya adhesi dermis superfisial

yang menimbulkan lepuh dan menyebabkan terkelupasnya kulit dengan

membelahnya sel granular epidermis. Proses epidermolisis ini akan digantikan

cairan serosa sehingga membentuk bula. Bula hipopion bisa terjadi karena

kehilangan dari kemampuan adhesi sel yang diakibatkan karena adanya

eksotoksin A yang bekerja pada desmoglein I tersebut. Desmoglein I ini berperan

dalam mengatur proses adhesi sel. Molekul-molekul eksotoksin tersebut bekerja

sebagai antigen serin biasa yang bekerja secara lokal dan mengaktifkan sel

limfosit T. Eksotoksin ini juga akan mengalami koagulasi, di mana toksin tersebut

akan tetap terlokalisasi pada bagian atas dari lapisan epidermis dengan

memproduksi fibrin thrombus. Karena impetigo terbatas hanya pada epidermis

dan tidak mencapai bagian yang lebih dalam, umumnya pasien hanya mengeluh

gatal tanpa disertai nyeri ( Lewis, 2013;).

Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah gelembung disertai cairan

yang diawali rasa gatal tanpa disertai rasa nyeri. Kelainan kulit diawali dengan

makula eritematosa yang dengan cepat akan menjadi vesikel, bula dan bula

hipopion. Impetigo bulosa berisi cairan jernih kekuningan berisi bakteri S.aureus

dengan halo eritematosa. Bula bersifat superfisial di lapisan epidermis, mudah

pecah karena letaknya subkorneal, meninggalkan skuama anular dengan bagian

tengah eritema (koleret), dan cepat mengering. Lesi dapat melebar membentuk

gambaran polisiklik. Sering kali bula sudah pecah saat berobat, sehingga yang

tampak ialah lesi koleret dengan dasar eritematosa. Krusta “varnishlike” terbentuk

2
pada bagian tengah yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan

basah. Bula yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh. Pasien berusia di

bawah 1 tahun atau bayi, akan tampak rewel karena rasa nyeri di kulit membuat

pasien merasa tidak nyaman. Keadaan umum biasanya baik (Djuanda, 2007).

Pada bayi, impetigo vesikobulosa sering ditemukan di daerah

selangkangan, ekstremitas, dada, punggung, dan daerah yang tidak tertutup

pakaian. Pada anak dan dewasa, tempat predileksi tersering pada impetigo bulosa

adalah di ketiak, dada, punggung dan sering bersama-sama dengan miliaria

(Siregar, 2005).

Tujuan pengobatan adalah untuk membersihkan erupsi dan mencegah

menyebarnya infeksi ke tempat lain. Jika terdapat beberapa vesikel/bula,

dipecahkan lalu dibersihkan dengan cairan antiseptik (betadine) kemudian diberi

salep antibiotik. Jika banyak lesinya, dan diserta gejala sistemik berupa demam

maka diberikan antibiotik sistemik seperti penisilin 30-50 mg/kgBB atau

antibiotik lain yang sensitif. Dapat pula diberikan terapi topical seperti asam

fusidat dan mupirosin yang merupakan pilihan pertama pada impetigo bulosa

(Siregar, 2005; Djuanda, 2007).

3
BAB II

KASUS

Seorang anak perempuan bernama AP berusia 2 tahun beralamat di

Kalibeber Mojotengah datang ke Poliklinik kulit dan kelamin RSUD KRT

Setjonegoro bersama orang tuanya, dengan keluhan utama luka yang terasa gatal

pada kedua kaki. Keluhan dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya terdapat

bintik kecil kemudian membesar menjadi seperti gelembung berisi yang terasa

gatal. Gatal dirasakan terutama saat malam hari dan saat kondisi kulit basah.

Kemudian pasien sering menggaruk hingga gelembung tersebut pecah dan

mengeluarkan cairan. Bekas pecahan gelembung tersebut mengering dan timbul

sisik tipis di sekitar bekas luka. Pasien juga sempat mengalami demam selama 1

hari, lalu berobat ke bidan dan sembuh, namun keluhan gatal pada luka belum

berkurang.

Riwayat penyakit dahulu, orang tua pasien mengatakan tidak pernah

mengalami keluhan serupa sebelumnya. Namun pasien pernah memiliki keluhan

gatal seluruh tubuh saat bayi. Riwayat alergi disangkal.

Riwayat penyakit keluarga, tidak ada anggota keluarga dengan keluhan

yang sama seperti pasien serta riwayat alergi pada keluarga juga disangkal.

Pasien belum bersekolah dan sering bermain di luar rumah tanpa

menggunakan alas kaki .

Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien tampak baik. Pada

pemeriksaan ujud kelainan kulit (UKK) pada kaki kiri belakang tampak bulla

4
yang sudah pecah, eritem, bentuk bulat, ukuran diameter 5cm, tepi regular, batas

tegas, distribusi lokal simetris, susunan tunggal, serta terdapat erosi pada lesi.

Gambar 1. Lesi pada kaki kiri pasien

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan status dermatologis maka

pasien didiagnosis impetigo bullosa dengan diagnosis banding pemphigus dan

impetiginisasi. Penatalaksanaan pada kasus ini secara umum adalah menghindari

dan mencegah faktor predisposisi, memperbaiki hygiene diri dan lingkungan, dan

5
meningkatkan daya tahan tubuh. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu

dioleskan antibiotik topikal mupirosin 2%, amoxicillin sirup 3 x 100 mg/hari,

cetirizine sirup 1 x 2,5mg/hari.

6
BAB III
PEMBAHASAN

Diagnosis impetigo bulosa ditegakkan dari hasil anamnesis dan

pemeriksaan fisik terhadap status dermatologis pasien, yaitu didapatkan pasien

mengeluh timbul keluhan luka yang gatal pada kaki kiri sejak 1 minggu yang lalu.

Awalnya timbul bintik kecil yang kemudian membesar membentuk gelembung

berisi cairan. Bekas pecahan gelembung tersebut mengering dan timbul sisik tipis

di sekitar bekas luka. Pasien juga sempat mengalami demam selama 1 hari, lalu

berobat ke bidan dan sembuh, namun keluhan gatal pada luka belum berkurang.

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis kerja di tegakkan

sebagai impetigo bulosa. Dengan diagnosis banding impephigus dan

impetiginisasi. Pada kasus ini penyebab impetigo bulosa dicurigai akibat

kebiasaan pasien beraktivitas di luar rumah tanpa menggunakan alas kaki.

Prognosis umumnya baik, bergantung pada kecepatan penanganan dan

kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Pada pasien ini prognosis Quo ad

vitam adalah bonam karena penyakit ini tidak mengancam jiwa, sebab dari

pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda komplikasi. Prognosis Quo ad

functionam adalah bonam karena fungsi bagian tubuh yang terkena tidak

terganggu.

7
BAB IV

KESIMPULAN

Impetigo, yaitu merupakan salah satu bentuk pioderma yang paling sering

menyerang anak-anak, terutama yang kebersihan badannya kurang dan bisa

muncul di bagian tubuh manapun setelah terjadi cidera pada kulit, seperti luka

maupun pada infeksi virus. Paling sering ditemukan diwajah , lengan dan tungkai.

Pada dewasa impetigo bisa terjadi setelah penyakit kulit lainya.

Telah dilaporkan kasus impetigo bulosa yang ditemukan pada pasien anak

berusia 2 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

fisik. Dari anamnesis didapatkan keluhan gatal pada luka di kaki, luka tersebut

tadinya merupakan gelembung berisi cairan yang pecah, dan pada pemeriksaan

fisik keadaan umum pasien tampak baik, kesan umum pasien tampak tenang.

Pemeriksaan status dermatologis didapatkan pada kaki kiri belakang tampak bulla

yang sudah pecah, eritem, bentuk bulat, ukuran diameter 5cm, tepi regular, batas

tegas, distribusi local simetris, susunan tunggal, serta terdapat erosi pada lesi.

Gambaran ini sesuai dengan gambaran impetigo bulosa.

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu dioleskan antibiotik topikal

mupirosin 2%, amoxicillin sirup 3 x 100 mg/hari, cetirizine sirup 1 x 2,5mg/hari,

serta edukasi orangua pasien untuk menjaga kebersihan pasien terutama saat

beraktivitas di luar rumah.

8
DAFTAR PUSTAKA
Beheshti. 2007. Impetigo, a brief review. Fasa-Iran : Fasa Medical School. pp 23
36, 277-283
Cole. 2007. Diagnosis and Treatment of Impetigo. Virginia : University of
Virginia School of Medicine. pp 138-149.
Djuanda. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. hlm 35-36
Lewis LS. Impetigo [Internet]. 2014 Sept 10. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/965254-overview#a0156.
Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leff ell DJ, et al (eds). Fitz
Patrick’s dermatology in general medicine. 7th ed.. USA: McGraw Hill
Co; 2007.pp.1694-8.

You might also like