Professional Documents
Culture Documents
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Diajukan Kepada:
dr. Ida Rochmawati, M.Sc, Sp.KJ
Disusun Oleh:
Annisa Sawitri Nurimani Addia
20120310004
Disusun oleh:
Annisa Sawitri Nurimani Addia
20120310004
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat, petunjuk dan
kemudahan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi
kasus yang berjudul:
”.
Penulisan presentasi kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak, oleh karena
itu maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Hj. Arlyn Yuanita, Sp.PD., M.Kes. selaku dokter pembimbing dan dokter
Spesialis Penyakit Dalam RSUD Wonosobo.
2. Perawat di poli Jiwa RSUD Wonosari.
3. Teman-teman co-ass atas dukungan, kerjasamanya dan doanya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
3
DAFTAR ISI
PENGANTAR ................................................................................................................................. 3
BAB 1 .............................................................................................................................................. 6
PENDAHULUAN ........................................................................................................................... 6
B. ANAMNESIS ................................................................................................................... 7
BAB II ........................................................................................................................................... 16
A. DEFINISI ........................................................................................................................ 16
B. EPIDEMIOLOGI ............................................................................................................ 16
C. ETIOLOGI ...................................................................................................................... 16
D. PATOFISIOLOGI .......................................................................................................... 20
PEMBAHASAN............................................................................................................................ 27
C. PENATALAKSANAAN ................................................................................................ 28
4
D. PROGNOSIS .................................................................. Error! Bookmark not defined.
5
BAB 1
PENDAHULUAN
A. IDENTITAS PASIEN
1. PASIEN (AUTOANAMNESIS)
Nama : Pasien
Umur : 35 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Semin
Suku : Jawa
Pendidikan : Tamat SD
6
B. ANAMNESIS
1. KELUHAN UTAMA
Pasien masih sering bingung, berbicara sendiri tidak jelas.
7
perekonomian keluarga, Pasien memilih bungkam. Berdasarkan keterangan
keluarganya, Pasien jarang pulang ke kampung halaman, kecuali pada saat
lebaran. Dua atau tiga tahun setelahnya, pada tahun 1998 / 1999, kontrak kerja
Pasien habis. Dia ingin melanjutkan kontrak kerja, namun ditolak oleh
majikannya. Selama beberapa bulan setelah penolakan itu, Pasien menumpang
tempat tinggal di rumah kerabatnya di Jakarta yang juga berprofesi sebagai
ART. Mulai saat itu Pasien sering ditemukan sedang melamun. Ketika pulang
kampung di tahun 1999, di rumah keluarganya di desa, Pasien sering sekali
marah-marah akan tetapi tidak jelas apa penyebabnya. Emosinya menjadi sulit
dikontrol. Seringkali mengamuk tanpa sebab. Awalnya keluarga mengira itu
hanya stress biasa karena kontrak kerjanya habis dan tidak digaji selama
beberapa bulan dari masa kerjanya. Namun, semakin lama terlihat bertambah
parah. Sampai-sampai Pasien pernah di rawat inap di RSJ Klaten selama
beberapa kali, namun tidak begitu banyak membuahkan perbaikan. Pasien masih
sering mengamuk, berteriak-teriak, tampak ketakutan bahkan sampai berhari-
hari tidak tidur. Pasien jadi sering murung dan kadang berbicara sendiri, namun
tidak jelas apa yang dibicarakan.
8
teriak dan berbicara sendiri, Pasien sudah jarang mengamuk dan emosinya sudah
mulai membaik.
4. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Sedari kecil pasien tumbuh
sebagaimana anak-anak lainnya. Bersekolah dan bergaul dengan baik seperti
anak-anak lainnya. Pasien tinggal bersama orangtua sejak kecil. Setelah lulus
SD, pasien merantau ke Jogja untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga,
kurang lebih dua tahun setelahnya, saat pasien berusia 15 tahun, pasien
memutuskan untuk merantau lebih jauh ke Jakarta. Pasien masih ingat bahwa
saat itu pasien berkerja sebagai ART di rumah orang berkewarganegaraan
Korea. Pasien di kontrak sebagai ART selama tiga tahun. Menurut keluarga,
selama menjadi ART, pasien diperlakukan kasar oleh majikannya. Rambut
pasien dijambak dan pasien pernah dikurung di ruangan gelap oleh majikannya.
Pasien jarang bercerita tentang pengalamannya saat bekerja sebagai ART,
keluarga mengetahuinya dari kerabat yang sempat tinggal bersama pasien
selama berada di Jakarta. Menurut keluarga pasien, pasien hanya pulang
kampung sekali dalam setahun, pada saat lebaran. Pada saat itu pun pasien
belum menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar.
9
Pasien berubah menjadi lebih mudah marah dan sering mengamuk tanpa
sebab ketika kontrak sebagai ART habis. Pasien pulang ke kampung halaman
dengan emosi yang sudah tidak stabil. Hanya beberapa bulan setelahnya, pasien
kembali ke Jakarta dengan maksud ingin memperpanjang masa kontrak, tetapi
majikannya menolak dan sudah menerima ART baru. Pasien tidak terima.
10
dikurung dalam ruangan gelap sehingga membuat pasien trauma.
Pasien kembali ke kampung halaman saat berusia 20 tahun dengan
kondisi yang sudah tidak wajar.
Agama : Islam
Aktivitas social : Pasien tidak punya masalah dengan
warga sekitar.
Kebiasaan sehari-hari : Pasien bertani.
5. RIWAYAT KELUARGA
a. Riwayat keluhan serupa : Disangkal
b. Riwayat hipertensi : Disangkal
c. Riwayat penyakit gula : Disangkal
d. Riwayat asma : Disangkal
e. Riwayat alergi : Disangkal
f. Genogram Keluarga Pasien 3 Maret 2017
15.30
Tn. P, 75 Ny. P, 73
tn. H Nn.
S
11
KETERANGAN:
: Perempuan : Pasien
7. SITUASI SEKARANG
Pasien tampak tenang, walaupun beberapa kali terlihat pandangan marah
dan curiga terhadap orangtuanya. Saat malam hari pasien sulit tidur, mengaku
karena mendengar suara-suara orang berteriak, sehingga membuat pasien takut dan
ikut berteriak. Pasien tidak mempunyai teman di sekitar rumah. Seringkali pasien
ketahuan mengambil jajanan di toko tetangga tanpa membayar, membuat orangtua
dan keluarga pasien kesulitan membayar biaya jajanan yang sudah menumpuk,
hingga ratusan ribu. Peran pasien di keluarga cukup baik. Saat diajak mengobrol
kadang nyambung, kadang tidak. Pasien tidak mau ikut kontrol ke rumah sakit
karena merasa dirinya sudah sembuh.
8. STATUS PSIKIATRI
12
a. Deskripsi umum
Seorang perempuan, usia 35 tahun, kesadaran compos mentis. Saat
dikunjungi memakai kemeja merah dengan rok berwarna hitam motif kotak-
kotak. Rambut pendek dan diikat, pasien tidak memakai sandal. Kuku jari
tangan tampak sedikit panjang dan cukup bersih. Kuku kaki terlihat kurang
terawat. Pasien duduk bersebelahan dengan pemeriksa dengan kedua tangan
saling menangkup di atas paha dan terlihat kurang nyaman namun tetap
tenang. Pasien terlihat kurang bersemangat atau lesu. Pandangan pasien
kadang kosong, kadang hanya melihat ke depan, kadang menatap pada
anggota keluarga dengan pandangan tajam. Pasien juga terkesan
menghindari tatapan pemeriksa. Rawat diri pasien cukup baik, terutama
dalam hal mengurus diri sendiri seperti mandi, makan, BAK, BAB, dll.
Penampilan pasien; rapih. Cukup kooperatif, tampak sering bingung dan
melamun.
c. Pembicaraan
- Relevan, tidak spontan, blocking +
- Produktivitas bicara kurang, tapi sering menggumam tidak jelas
- Terdapat preokupasi tentang orang tua, uang dan kalimat ‘sudah
sembuh’
d. Persepsi
- Halusinasi visual: -
- Halusinasi auditorik : + (pasien mengaku sering mendengar suara-
suara seperti orang yang berteriak, sehingga pasien menjadi
ketakutan dan ikut berteriak)
- Ilusi : -
13
e. Pikiran
- Non realistik
- Waham curiga : ditemukan
- Waham paranoid : ditemukan
f. Psikomotor
- Saat diperiksa pasien tampak tenang, kadang juga gelisah
g. Kognitif
- Daya konsentrasi : cukup baik
- Daya ingat jangka panjang : agak berkurang
- Daya ingat jangka pendek : sulit dinilai
- Pikiran abstrak : sulit dinilai
- Daya nilai : fungsi sosial baik, fungsi peran baik
- Orientasi W/O/T : baik
h. Insight / tilikan
Score : 1-2
i. Reliabilitas
Cukup dapat dipercaya
9. PEMERIKSAAN FISIK
a. Kesadaran : Compos Mentis
b.Tanda Tanda Vital
Tekanan Darah : 140/60 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu Badan : 37,7 oC
c. Pemeriksaan Kepala
14
Bentuk Kepala : Mesocephal, rambut sebahu
Wajah : Simetris
Mata : konjungtiva anemis -/-
Telinga : Sekret -/-, nyeri -/-, pardarahan -/-, tinnitus -/-
Hidung : Sekret -/-, Perdarahan -/-, deformitas -/-
Mulut : sianosis (-), bibir kering (-)
d. Pemeriksaan Leher : dbn
e. Pemeriksaan Thorak
Pulmo :
o Inspeksi : Simetris
o Palpasi : Nyeri Tekan -/-
o Perkusi : Sonor
o Auskultasi : SDV -/-, suara tambahan -/-
Cor :
o Inspeksi : dbn
o Palpasi : dbn
o Perkusi : dbn
o Auskultasi: dbn
f. Pemeriksaan Ekstremitas Atas : Akral Hangat, Sianosis -/-
g. Pemeriksaan Ekstremitas Bawah : Akral Hangat, Sianosis -/-
h. Pemeriksaan Neurologi
Fungsi Kesadaran : Compos mentis
Fungsi Kognitif : Baik
Fungsi Sensori : Dalam batas normal
Fungsi motoric : baik, tenang.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
B. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua persen pendudukan atau sekitar dua
sampai empat juta jiwa akan terkena penyakit ini. Bahkan sekitar sepertiga dari
sekitar satu sampai dua juta yang terjangkit penyakit skizofrenia ini atau sekitar 700
ribu hingga 1,4 juta jiwa kini sedang mengidap skizofrenia. Tiga per empat dari
jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia 16 – 25 tahun pada laki-laki,
sementara pada perempuan biasanya dimulai pada usia 25 – 30 tahun.
C. ETIOLOGI
16
diketahuia dan hal ini membantu dalam membuat perkiraan tentang
etiopatofisiologis yang mungkin.
17
Apabila pada populasi normal prevalensi penderita skizofrenia sekitar
1% maka pada keluarga skizofrenia prevalensi ini meningkat. Antara lain
saudara kandung pasien skizofenia (bukan kembar) prevalensinya adalah
8%. Anak dengan salah satu orang tua menderita skizofrenia memiliki
prevalensi 12%. Jika kedua orangtuanya mengalami skizofrenia,
prevalensi ini meningkat pesat hingga mencapai 40%.
d. Faktor psikososial
- Teori psikoanalitik
Dalam pandangan psikoanalitik tentang skizpfrenia kerusakan ego
mempengaruhi interpretasi terhadap realitas dan kontrol terhadap
dorongan dari dalam, seperti seks dan agresi. Gangguan tersebut
terjadi akibat distorsi dalam hubungan timbal balik antara ibu dan
anak. Selain itu teori ini juga beranggapan bahwa berbagai simtom
dalam skizofrenia memiliki makna simbolis bagi masing-masing
pasien. Misalnya fantasi teentang hari kiamat mungkin
mengindikasikan persepsi invidu bahwa dunia dalamnya telah
hancur. Halusinasi mungkin merupakan substitusi dari
ketidakmampuan pasien untuk menghadapi realitas yang objektif dan
munkin juga merepresentasikan ketakutan atau harapan terdalam
yang dimilikinya.
- Teori psikodinamik
Simtom positif diasosiasikan dengan onset akut sebagai respons
terhadap faktor pemicu/pencetus, dan erat kaitannya dengan adanya
konflik. Simtom negatif berkaitan erat dengan faktor biologis, dan
karakteristiknya adalah absennya perilaku atau fungsi tertentu.
Sedangkan ganggun dalam hubungan interpersonal mungkin timbul
akibat konflik intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan dengan
kerusakan ego yang mendasar. Teori ini dibangun berdasarkan
pemikiran bahwa gejala-gejala psikotik memiliki makna dalam
skizofrenia.
- Teori belajar
18
Menurut teori ini, hubungan interpersonal yang buruk dari pasien
skizofrenia berkembang karena pada masa kanak-kanak mereka
belajar dari model yang buruk.
e. Teori tentang keluarga
Beberapa pasien skizofrenia berasal dari keluarga dengan disfungsi. Hal
yang juga relevan adalah perilaku keluarga yang patologis yang secara
signifikan meningkatkan stres emosional yang harus dihadapi oleh
pasien skizofrenia.
- Double-bind
Dikembangkan oleh Gregory Bateson untuk menjelaskan keadaan
keluarga dimana anak menerima pesan yang bertolak belakang dari
orang tua berkaitan dengan perilaku, sikap maupun perasaannya.
Dalam hipotesis ini, anak seperti ini akan menrik diri ke dalam
keadaan psikotik untuk melepaskan diri dari kebingungan karena
pesan berganda ini.
- Schisms and Skewed Families
Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama dimana, terdapat
perpecahan yang jelas antara orang tua, salah satu orang tua kan
menjadi sangat dekat dengan anaknya yang berbeda jenis kelamin.
Sedangkan pada pola keluarga yang skewed, hubungan skewed
anatara anak dengan satu orangtua melibatkan perebutan kekuasaan
antara kedua orang tua dan hasil dominasi dari salah satu orang tua.
- Pseudomutual and Pseudohostile Families
Dijelaskan oleh Lyrnan Wynne, beberapa keluarga men-suppress
ekspresi emosi dengan menggunakan komunikasi verbal yang
pesudeomutual atau pseudohostile secara konsisten. Pada keluarga
tersebut terdapat pola komunikasi yang unik, yang mungkin tidak
sesuai dan menimbulkan masalah jika anak berhubungan dengan
orang lain di luar rumah.
- Ekspresi Emosi
19
Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap kritis,
kejam, dan sangat ingin ikut campur urusan pasien skizofrenia.
Banyak penelitian menunjukkan keluarga dengan ekspresi emosi
yang tinggi meningkatkan relapse pada pasien skizofrenia.
f. Teori Sosial
Industrialisasi dan urbanisasi banyak berpengaruh dalam menyebabkan
skizofrenia. Meskipun ada data pendukung, namun penekanan saat ini
adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap waktu timbulnya onset
dan keparahan penyakit.
D. PATOFISIOLOGI
E. PEDOMAN DIAGNOSIS
Menurut PPDGJ – III. F20
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. Thought of echo yaitu isi pikir dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama,
namun kualitasnya berbeda; atau thought of insertion or withdrawal yaitu isi
pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi
pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal), dan
thought broadcasting yaitu isi pikirannya tersiar keluar sehingga oranglain atau
umum mengetahuinya.
20
b. Delusion of control yaitu waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar atau delusion of influence yaitu waham tentang
dirinya yang dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar, atau delusion of
passivity yaitu waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu
kekuatan dari luar; (tentang “dirinya” = secara jelas merujuk ke pergerakan
tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);
delusional perception yaitu pengalaman inderawi yang tak wajar yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
c. Halusinasi Auditorik berupa halusinasi yang berkomentar secara terus menerus
tergadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka
sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara, atau jenis suara halusinasi lain
yang berasal dari salah satu bagian tubuh
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa
(misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk
asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
e. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued) yang
menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus menerus;
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicataan yang tidak relevan,
atau neologisme;
g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme dan stupor;
h. Gejala-gejala ‘negatif’, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
21
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi
atau medikasi neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodormal)
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.
22
b. Skizofrenia hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia
remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun)
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas: pemalu dan senang
menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis.
Untuk diagnosis hebefrenia yang meyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan
bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan:
- Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan,
serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri
(solitary) dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa
perasaan;
- Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inapopriate), sering
disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-
satisfied), senyum sendiri (self-absorbed smiling), atau oleh sikap
tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimances),
mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondriakal, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated
phrases);
- Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu
(rambling) serta inkoheren.
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir
umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya
tidak menonjol (fleeting and fragmentar delusions and hallucinations).
Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang
serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan
ciri khasm yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud
(empty of purpose).
23
Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifar dibuat-buat terhadap
agama, filsafat, dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang
memahami jalan pikiran pasien.
c. Skizofrenia katatonik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran
klinisnya:
- Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan
dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak
berbicara)
- Gaduh-gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan,
yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
- Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
- Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap
semua perintah atau upaya untuk menggerakan, atau pergerakan ke
arah yang berlawanan);
- Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan
upaya menggerakkan dirinya);
- Fleksibilitas cerea / “waxy flexybility” (mempertahankan anggota
gerak dan tubuh dalam posisi yang daoat dibentuk dari luar); dan
- Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara
otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta
kalimat-kalimat.
Pada pasien yan tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari
gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai
diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk
diagnositik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh
penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta
dapat juga terjadi pada gangguan afektif.
24
d. Skizofrenia tak terinci (undifferentiated)
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid,
hebefrenik, atau katatonik;
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca-
skizofrenia
25
b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau
yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia;
c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas
dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah
sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom “negatif’ dari
skizofrenia;
d) Tidak terdapat dementia atau penyakit/gangguan otak organic lain,
depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas
negatif tersebut.
g. Skizofrenia simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan
progresif dari
o Gejala “negatif” yang khas dari skizofrenia residual (lihat F20.5
diatas) tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau
manifestasi lain dari episode psikotik, dan
o Disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang
bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang
mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan
penarikan diri secara sosial.
Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan sub tipe
skizofrenia lainnya.
h. Skizofrenia lainnya
i. Skizofrenia YTT
26
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien perempuan berusia 35 tahun, sejak usia 15 tahun bekerja sebagai ART di
Jogja, sebelum akhirnya merantau ke Jakarta. Selama menjadi ART di Jakarta,
pernah mendapatkan perlakuan yang tidak pantas oleh majikannya. Pasien pernah
disiksa dan dikurung dalam ruangan gelap, tidak digaji sampai akhirnya kontrak
kerjanya habis padahal pasien masih ingin bekerja di tempat yang sama, namun
ditolak oleh majikannya. Tidak lama setelah itu, pasien menjadi sering murung,
pendiam dan suka marah-marah tanpa sebab sampai mengamuk. Awalnya keluarga
hanya menganggap itu akibat stress karena berhenti bekerja, ternyata semakin lama
semakin parah, bahkan pasien pernah rawat inap di RSJ Klaten selama beberapa
kali. Namun tidak juga membaik. Keluarga mengambil jalan pintas yang salah, yaitu
dengan membiarkan pasien begitu saja, tanpa memberi pengobatan atau terapi,
sampai akhirnya di bawa ke RSUD Wonosari ketika sudah tidak bisa menangani
karena semakin parah. Menurut keluarga, sejak beberapa tahun terakhir berobat di
RSUD Wonosari pasien sudah menunjukkan perbaikan yang cukup banyak. Hanya
kendala yang cukup sulit adalah pasien merasa dirinya sudah sembuh, sehingga
malas minum obat, pasien juga merasa bosan minum obat terus menerus. Pasien
enggan diajak ikut serta berobat langsung ke RSUD karena merasa dia sudah
sembuh atau tidak sakit.
27
b. DD : F20.0 Skizofrenia paranoid
F20.2 Skizofrenia residual
F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
F22 Gangguan waham menetap
F23 Gangguan psikotik akut dan sementara
c. Aksis II : F60.0 Gangguan kepribadian paranoid
d. Aksis III :
e. Aksis IV : Masalah pekerjaan, masalah ekonomi, masalah psikososial dan
lingkungan lain
f. Aksis V : GAF scale 60-51 Gejala sedang (moderate), disabilitas sedang
C. PENATALAKSANAAN
Farmakoterapi diberikan untuk mengatasi gejala yang dialami oleh pasien. Pada
pasien ini memiliki gangguan dalam regulasi neurotransmitter dopamine, sehingga
pada pasien ini dapat diberikan obat yang menekan neurotransmitter dopamine,
misalnya obat anti-psikotik, walaupun pasien tidak ada gejala psikotiknya. Anti
psikotik yang ringan dan memiliki efek samping yang sedikit/ringan misalnya
diberikan risperidon, selain itu untuk mengurangi efek samping extrapyramidal
dapat diberikan THP (tryhexyphenydin)
a. Terapi farmakologi
R/ tab Risperidon mg.02 XX
S 2 dd I
R/ tab tryhexyphenydin mg.02 X
S 2 dd ½
b. Terapi non Farmakologi
Terhadap Pasien
o Memotivasi terhadap pasien untuk meminum obat secara rutin.
o Memotivasi pasien agar tetap bersosialisasi terhadap keluarga
dan tetangga
Terhadap Keluarga Pasien
28
o Memberikan pengertian dan penjelasan kepada keluarga
mengenai gangguan yang dialami oleh pasien.
o Memberikan semangat, apresiasi, dan dukungan emosional
kepada keluarga dalam merawat pasien.
o Menyarankan untuk sering mengingatkan pasien agar rutin
meminum obat.
o Memberikan edukasi kepada pasien agar dapat memulai
aktivitasnya sedikit demi sedikit sehingga peran pasien dalam
keluarga dapat kembali.
D. PROGNOSIS
29
DAFTAR PUSTAKA
30