You are on page 1of 30

HOME VISIT

SKIZOFRENIA TAK TERINCI

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan Kepada:
dr. Ida Rochmawati, M.Sc, Sp.KJ

Disusun Oleh:
Annisa Sawitri Nurimani Addia

20120310004

BAGIAN ILMU ILMU KEDOKTERAN JIWA RSUD WONOSARI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
HOME VISIT

SKIZOFRENIA TAK TERINCI

Disusun oleh:
Annisa Sawitri Nurimani Addia
20120310004

Disahkan dan disetujui oleh:


Dokter Pembimbing Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa RSUD Wonosari

dr. Ida Rochmawati, M.Sc, Sp.KJ


PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat, petunjuk dan
kemudahan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi
kasus yang berjudul:

“SKIZOFRENIA TAK TERINCI”

”.

Penulisan presentasi kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak, oleh karena
itu maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Hj. Arlyn Yuanita, Sp.PD., M.Kes. selaku dokter pembimbing dan dokter
Spesialis Penyakit Dalam RSUD Wonosobo.
2. Perawat di poli Jiwa RSUD Wonosari.
3. Teman-teman co-ass atas dukungan, kerjasamanya dan doanya.

Dalam penyusunan presentasi kasus ini penulis menyadari bahwa masih


memiliki banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi
kesempurnaan penyusunan di masa yang akan datang. Semoga dapat menambah
pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Yogyakarta, Maret 2017

Annisa Sawitri Nurimani Addia

3
DAFTAR ISI

HOME VISIT .................................................................................................................................. 1

SKIZOFRENIA TAK TERINCI ..................................................................................................... 1

HOME VISIT .................................................................................................................................. 2

PENGANTAR ................................................................................................................................. 3

DAFTAR ISI ................................................................................................................................... 4

BAB 1 .............................................................................................................................................. 6

PENDAHULUAN ........................................................................................................................... 6

A. IDENTITAS PASIEN ....................................................................................................... 6

B. ANAMNESIS ................................................................................................................... 7

BAB II ........................................................................................................................................... 16

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................ 16

A. DEFINISI ........................................................................................................................ 16

B. EPIDEMIOLOGI ............................................................................................................ 16

C. ETIOLOGI ...................................................................................................................... 16

D. PATOFISIOLOGI .......................................................................................................... 20

E. PEDOMAN DIAGNOSIS .............................................................................................. 20

BAB III .......................................................................................................................................... 22

PEMBAHASAN............................................................................................................................ 27

A. IKHTISIAR PENEMUAN BERMAKNA ..................................................................... 27

B. FORMULASI DIAGNOSTIK MULTIAXIAL .............................................................. 27

C. PENATALAKSANAAN ................................................................................................ 28

4
D. PROGNOSIS .................................................................. Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 29

5
BAB 1

PENDAHULUAN

A. IDENTITAS PASIEN
1. PASIEN (AUTOANAMNESIS)

Nama : Pasien

Umur : 35 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Alamat : Semin

Suku : Jawa

Pendidikan : Tamat SD

Status : belum menikah

Tanggal periksa : 23 Februari 2017

Tanggal Home Visit : 3 Maret 2017

2. KELUARGA PASIEN (ALLOANAMNESIS)


Nama : Ny. P Nama : Tn. P
Umur : 70 tahun Umur : 70 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Semin Alamat : Semin
Hubungan : Ibu Kandung Hubungan : Bapak Kandung
Agama : Islam Agama : Islam
Pekerjaan : Petani Pekerjaan : Petani
Suku : Jawa Suku : Jawa

6
B. ANAMNESIS
1. KELUHAN UTAMA
Pasien masih sering bingung, berbicara sendiri tidak jelas.

2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Home visite tanggal 3 Maret 2017, pukul 15.00 (Alloanamnesis)

Tahun 1982, lahirlah seorang anak perempuan bernama P, dia berasal


dari keluarga sederhana yang tinggal di desa. Pasien adalah puteri ketiga dari
tiga bersaudara yang kesemuanya adalah perempuan. Orangtuanya bekerja
sebagai petani. Seperti kebanyakan anak-anak lainnya, Pasien tumbuh dengan
baik dan sehat. Tiba waktunya ia mengenyam pendidikan sekolah dasar di desa
tempat tinggalnya (1988), Pasien bergaul dengan baik bersama anak-anak
seusianya, dia tumbuh menjadi seorang remaja. Diusia 12 tahun, Pasien
menyelesaikan pendidikan SD (1993). Karena keterbatasan ekonomi, Pasien
memutuskan tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, dia
bertekad membantu perekonomian keluarganya. Di usianya yang belia itu,
Pasien memilih ikut tetangganya bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) di
Jogja, jauh dari kampung halamannya. Selama dua tahun bekerja sebagai ART
dengan tetangganya, Pasien masih sering bolak-balik dari Jogja ke desa untuk
bertemu keluarganya. Memasuki tahun ketiga (1996) bekerja sebagai ART di
kota Jogja, salah satu teman kerja Pasien merantau ke Jakarta dan menjadi ART
di salah satu rumah. Gajinya yang cukup besar membuat Pasien tergiur. Pasien
pun meminta izin kepada keluarganya untuk menyusul rekan kerjanya ke
Jakarta, meskipun dengan berat hati, keluarga Pasien tetap memberikan izin
pada Pasien untuk merantau ke Jakarta.

Menurut keluarganya, Pasien dikontrak sebagai ART oleh orang


berkewarganegaraan Korea Selatan. Selama waktu kerjanya, Pasien
diperlakukan secara tidak pantas. Beberapa kali Pasien disiksa dan dikurung
dalam ruangan gelap, selama beberapa bulan dari masa kerjanya Pasien pun
pernah tidak digaji. Namun, demi motivasinya untuk memperbaiki

7
perekonomian keluarga, Pasien memilih bungkam. Berdasarkan keterangan
keluarganya, Pasien jarang pulang ke kampung halaman, kecuali pada saat
lebaran. Dua atau tiga tahun setelahnya, pada tahun 1998 / 1999, kontrak kerja
Pasien habis. Dia ingin melanjutkan kontrak kerja, namun ditolak oleh
majikannya. Selama beberapa bulan setelah penolakan itu, Pasien menumpang
tempat tinggal di rumah kerabatnya di Jakarta yang juga berprofesi sebagai
ART. Mulai saat itu Pasien sering ditemukan sedang melamun. Ketika pulang
kampung di tahun 1999, di rumah keluarganya di desa, Pasien sering sekali
marah-marah akan tetapi tidak jelas apa penyebabnya. Emosinya menjadi sulit
dikontrol. Seringkali mengamuk tanpa sebab. Awalnya keluarga mengira itu
hanya stress biasa karena kontrak kerjanya habis dan tidak digaji selama
beberapa bulan dari masa kerjanya. Namun, semakin lama terlihat bertambah
parah. Sampai-sampai Pasien pernah di rawat inap di RSJ Klaten selama
beberapa kali, namun tidak begitu banyak membuahkan perbaikan. Pasien masih
sering mengamuk, berteriak-teriak, tampak ketakutan bahkan sampai berhari-
hari tidak tidur. Pasien jadi sering murung dan kadang berbicara sendiri, namun
tidak jelas apa yang dibicarakan.

Saat dilakukan autoanamnesis, Pasien mengaku sangat sering mendengar


suara-suara orang berteriak sehingga membuatnya ketakutan dan justru ikut
berteriak-teriak, terutama pada malam hari menjelang tidur. Ketika diajak
mengobrol, Pasien jarang menatap wajah pemeriksa, acapkali matanya menatap
kosong atau menatap dengan tatapan marah ke arah orangtuanya. Beberapa kali
Pasien membentak marah pada Bapak dan Ibunya, tetapi ketika pemeriksa
bertanya alasan yang membuatnya marah, Pasien hanya diam dan
menggelengkan kepalanya, menolak untuk menjawab. Seringkali Pasien berkata
bahwa dirinya sudah bosan minum obat karena dia merasa sudah sembuh dan
tidak sakit.

Menurut keluarga, sejak berobat di RSUD Wonosari sudah cukup


banyak perbaikan yang terjadi pada Pasien. Meskipun masih sering berteriak-

8
teriak dan berbicara sendiri, Pasien sudah jarang mengamuk dan emosinya sudah
mulai membaik.

3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


a. Riwayat Psikiatrik :
Pasien P pernah rawat inap 3 kali di RSJ Klaten karena mengamuk, sering
marah-marah dan emosi yang tidak stabil.

b. Riwayat Medis: Pasien mempunyai riwayat hipertensi.


 Riwayat penyakit gula : Disangkal
 Riwayat penyakit ginjal : Disangkal
 Riwayat asma : Disangkal
 Riwayat alergi : Disangkal
 Riwayat trauma : Disangkal

4. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Sedari kecil pasien tumbuh
sebagaimana anak-anak lainnya. Bersekolah dan bergaul dengan baik seperti
anak-anak lainnya. Pasien tinggal bersama orangtua sejak kecil. Setelah lulus
SD, pasien merantau ke Jogja untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga,
kurang lebih dua tahun setelahnya, saat pasien berusia 15 tahun, pasien
memutuskan untuk merantau lebih jauh ke Jakarta. Pasien masih ingat bahwa
saat itu pasien berkerja sebagai ART di rumah orang berkewarganegaraan
Korea. Pasien di kontrak sebagai ART selama tiga tahun. Menurut keluarga,
selama menjadi ART, pasien diperlakukan kasar oleh majikannya. Rambut
pasien dijambak dan pasien pernah dikurung di ruangan gelap oleh majikannya.
Pasien jarang bercerita tentang pengalamannya saat bekerja sebagai ART,
keluarga mengetahuinya dari kerabat yang sempat tinggal bersama pasien
selama berada di Jakarta. Menurut keluarga pasien, pasien hanya pulang
kampung sekali dalam setahun, pada saat lebaran. Pada saat itu pun pasien
belum menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar.

9
Pasien berubah menjadi lebih mudah marah dan sering mengamuk tanpa
sebab ketika kontrak sebagai ART habis. Pasien pulang ke kampung halaman
dengan emosi yang sudah tidak stabil. Hanya beberapa bulan setelahnya, pasien
kembali ke Jakarta dengan maksud ingin memperpanjang masa kontrak, tetapi
majikannya menolak dan sudah menerima ART baru. Pasien tidak terima.

Selain masalah itu, menurut kelurga pasien, Pasien tidak pernah


mempunyai masalah lain yang serius dalam rumah keluarga dan masyarakat
sekitar.

a. Prenatal dan perinatal : Info dari keluarga pasien, Pasien dahulu


dilahirkan secara normal. Tidak ada keterlambatan dalam tumbuh
kembang.
b. Early Childhood : Pasien sewaktu kecil masih diasuh oleh kedua
orang tuanya, tinggal bersama keluarga dan tidak ada keterlambatan
perkembangan.
c. Middle Childhood : Menurut keluarga pasien, saat SD pasien bisa
bergaul dengan teman sebayanya di sekolah, tidak pernah punya masalah
dengan temannya di sekolah.
d. Late Childhood : Setelah lulus SD pasien tidak meneruskan
pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Pasien memilih bekerja ke
kota Jogja selama 2 tahun kemudian merantau ke Jakarta pada usia 15
tahun.
e. Adult :
 Riwayat pernikahan : pasien belum menikah.
 Riwayat pendidikan : Pendidikan terakhir pasien yaitu SD.
 Riwayat Pekerjaan : Setelah menempuh pendidikan terakhir
yaitu SD, pasien memilih pergi ke kota untuk bekerja sebagai ART.
Setelah selama 2 tahun di kota Jogja, kemudian pasien memilih
merantau ke Jakarta dan menjadi ART di Jakarta. Menurut
keluarga, pasien mengalami kekerasan fisik oleh majikan di
Jakarta, pasien diperlakukan kasar seperti dijambak, dipukul dan

10
dikurung dalam ruangan gelap sehingga membuat pasien trauma.
Pasien kembali ke kampung halaman saat berusia 20 tahun dengan
kondisi yang sudah tidak wajar.
 Agama : Islam
 Aktivitas social : Pasien tidak punya masalah dengan
warga sekitar.
 Kebiasaan sehari-hari : Pasien bertani.

5. RIWAYAT KELUARGA
a. Riwayat keluhan serupa : Disangkal
b. Riwayat hipertensi : Disangkal
c. Riwayat penyakit gula : Disangkal
d. Riwayat asma : Disangkal
e. Riwayat alergi : Disangkal
f. Genogram Keluarga Pasien 3 Maret 2017
15.30

Tn. P, 75 Ny. P, 73

Kk1 Kk2 Pasi


en

tn. H Nn.
S

11
KETERANGAN:

: Perempuan : Pasien

: Laki Laki : Tinggal 1 rumah

: Pembuat keputusan / Decision maker : Pencari nafkah

6. RIWAYAT PERSONAL SOSIAL


a. Riwayat merokok : Disangkal
b. Riwayat minum minuman keras : Disangkal
c. Riwayat minum obat-obatan terlarang : Disangkal

7. SITUASI SEKARANG
Pasien tampak tenang, walaupun beberapa kali terlihat pandangan marah
dan curiga terhadap orangtuanya. Saat malam hari pasien sulit tidur, mengaku
karena mendengar suara-suara orang berteriak, sehingga membuat pasien takut dan
ikut berteriak. Pasien tidak mempunyai teman di sekitar rumah. Seringkali pasien
ketahuan mengambil jajanan di toko tetangga tanpa membayar, membuat orangtua
dan keluarga pasien kesulitan membayar biaya jajanan yang sudah menumpuk,
hingga ratusan ribu. Peran pasien di keluarga cukup baik. Saat diajak mengobrol
kadang nyambung, kadang tidak. Pasien tidak mau ikut kontrol ke rumah sakit
karena merasa dirinya sudah sembuh.

8. STATUS PSIKIATRI

12
a. Deskripsi umum
Seorang perempuan, usia 35 tahun, kesadaran compos mentis. Saat
dikunjungi memakai kemeja merah dengan rok berwarna hitam motif kotak-
kotak. Rambut pendek dan diikat, pasien tidak memakai sandal. Kuku jari
tangan tampak sedikit panjang dan cukup bersih. Kuku kaki terlihat kurang
terawat. Pasien duduk bersebelahan dengan pemeriksa dengan kedua tangan
saling menangkup di atas paha dan terlihat kurang nyaman namun tetap
tenang. Pasien terlihat kurang bersemangat atau lesu. Pandangan pasien
kadang kosong, kadang hanya melihat ke depan, kadang menatap pada
anggota keluarga dengan pandangan tajam. Pasien juga terkesan
menghindari tatapan pemeriksa. Rawat diri pasien cukup baik, terutama
dalam hal mengurus diri sendiri seperti mandi, makan, BAK, BAB, dll.
Penampilan pasien; rapih. Cukup kooperatif, tampak sering bingung dan
melamun.

b. Mood dan afek


Mood : irritable, sedih, murung, distimik
Afek : Tumpul, serasi

c. Pembicaraan
- Relevan, tidak spontan, blocking +
- Produktivitas bicara kurang, tapi sering menggumam tidak jelas
- Terdapat preokupasi tentang orang tua, uang dan kalimat ‘sudah
sembuh’

d. Persepsi
- Halusinasi visual: -
- Halusinasi auditorik : + (pasien mengaku sering mendengar suara-
suara seperti orang yang berteriak, sehingga pasien menjadi
ketakutan dan ikut berteriak)
- Ilusi : -

13
e. Pikiran
- Non realistik
- Waham curiga : ditemukan
- Waham paranoid : ditemukan

f. Psikomotor
- Saat diperiksa pasien tampak tenang, kadang juga gelisah

g. Kognitif
- Daya konsentrasi : cukup baik
- Daya ingat jangka panjang : agak berkurang
- Daya ingat jangka pendek : sulit dinilai
- Pikiran abstrak : sulit dinilai
- Daya nilai : fungsi sosial baik, fungsi peran baik
- Orientasi W/O/T : baik

h. Insight / tilikan
Score : 1-2

i. Reliabilitas
Cukup dapat dipercaya

9. PEMERIKSAAN FISIK
a. Kesadaran : Compos Mentis
b.Tanda Tanda Vital
 Tekanan Darah : 140/60 mmHg
 Nadi : 88 x/menit
 Pernafasan : 20 x/menit
 Suhu Badan : 37,7 oC
c. Pemeriksaan Kepala

14
 Bentuk Kepala : Mesocephal, rambut sebahu
 Wajah : Simetris
 Mata : konjungtiva anemis -/-
 Telinga : Sekret -/-, nyeri -/-, pardarahan -/-, tinnitus -/-
 Hidung : Sekret -/-, Perdarahan -/-, deformitas -/-
 Mulut : sianosis (-), bibir kering (-)
d. Pemeriksaan Leher : dbn
e. Pemeriksaan Thorak
 Pulmo :
o Inspeksi : Simetris
o Palpasi : Nyeri Tekan -/-
o Perkusi : Sonor
o Auskultasi : SDV -/-, suara tambahan -/-
 Cor :
o Inspeksi : dbn
o Palpasi : dbn
o Perkusi : dbn
o Auskultasi: dbn
f. Pemeriksaan Ekstremitas Atas : Akral Hangat, Sianosis -/-
g. Pemeriksaan Ekstremitas Bawah : Akral Hangat, Sianosis -/-
h. Pemeriksaan Neurologi
 Fungsi Kesadaran : Compos mentis
 Fungsi Kognitif : Baik
 Fungsi Sensori : Dalam batas normal
 Fungsi motoric : baik, tenang.

15
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan pada


dasar kepribadian dengan gejala yang beragam, diantaranya ketidakmampuan dalam
berkomunikasi, kognitif, berbahasa, daya ingat, emosi dan ketidakmampuan dalam
adaptasi sosial. Skizofrenia adalah gangguan jiwa dengan gejala utama berupa
waham dan halusinasi. Skizofrenia juga merupakan penyakit yang memperngaruhi
wicara serta perilaku seseorang.

B. EPIDEMIOLOGI

Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering, hampir 1%


pendudukan dunia menderita psikotik selama hidup mereka di Amerika. Lebih
sering terjadi pada negara industri yang terdapat lebih banyak populasi urban dan
pada kelompok sosial ekonomi rendah. Skizofrenia seringkali ditemukan di gawat
darurat karena beratnya gejala, ketidakmampuan merawat diri, hilangnya tilikan dan
pemburukan sosial yang bertahap.

Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua persen pendudukan atau sekitar dua
sampai empat juta jiwa akan terkena penyakit ini. Bahkan sekitar sepertiga dari
sekitar satu sampai dua juta yang terjangkit penyakit skizofrenia ini atau sekitar 700
ribu hingga 1,4 juta jiwa kini sedang mengidap skizofrenia. Tiga per empat dari
jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia 16 – 25 tahun pada laki-laki,
sementara pada perempuan biasanya dimulai pada usia 25 – 30 tahun.

C. ETIOLOGI

Proses etiologis tentang bagaimana suatu hal/penyebab dapat menimbulkan


patofisiologis dari skizofrenia sampai saat ini belum dapat diketahui. Namun,
beberapa faktor risiko yang mempengaruhi perkembangan skizofrenia sudah banyak

16
diketahuia dan hal ini membantu dalam membuat perkiraan tentang
etiopatofisiologis yang mungkin.

Skizofrenia dikenal sebagai heterogenous disorder yang artinya satu


penyakit dengan berbagai jenis manifestasi. Skizofrenia terbentuk bukan hanya
karena faktor genetik namun faktor lingkungan dan psikologis juga turut berperan
penting. Berikut adalah beberapa pandangan tentang penyebab munculnya penyakit
skizofrenia:

a. Model Diatesis Stress


Berdasarkan teori ini, seseorang mungkin memiliki kerentanan spesifik
yang apabila diaktfkan oleh pengaruh stress memungkinkan
berkembangnya simtom skizofrenia.
b. Faktor biologis
Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan
adanya kerusakan oada bagian otak tertentu, yang mengindikasikan
peran patofisiologis dari area tertentu di otak, termasuk sistem limbik,
korteks frontal dan ganglia basalis. Ketiga area tersebut saling
berhubungan sehingga disfungsi pada satu area mungkin melibatkan
proses patologis primer pada area yang lain. Menurut hipotesa dopamin,
skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas neurotransmitter
dopaminergic. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari
meningkatnya pelepasan dopamin, terlalu banyaknya reseptor dopamin,
meningkatnya jumlah reseptor dopamin atau kombinasi dari faktor-faktor
tersebut. Hipotesa ini muncul berdasarkan observasi bahwa : efektivitas
dan potensi dari suatu obat antipsikotik sangat terkait dengan
kemampuannya sebagai antagonis dopamin dan obat yang meningkatkan
aktivitas dopaminergic dapat menimbulkan gejala-gejala psikotik pada
siapapun.
c. Faktor genetik
Pewarisan predisposisi genetik pada pasien skizofrenia, telah terbukti
melalui beberapa penelitian tentang keluarga dengan skizofrenia.

17
Apabila pada populasi normal prevalensi penderita skizofrenia sekitar
1% maka pada keluarga skizofrenia prevalensi ini meningkat. Antara lain
saudara kandung pasien skizofenia (bukan kembar) prevalensinya adalah
8%. Anak dengan salah satu orang tua menderita skizofrenia memiliki
prevalensi 12%. Jika kedua orangtuanya mengalami skizofrenia,
prevalensi ini meningkat pesat hingga mencapai 40%.
d. Faktor psikososial
- Teori psikoanalitik
Dalam pandangan psikoanalitik tentang skizpfrenia kerusakan ego
mempengaruhi interpretasi terhadap realitas dan kontrol terhadap
dorongan dari dalam, seperti seks dan agresi. Gangguan tersebut
terjadi akibat distorsi dalam hubungan timbal balik antara ibu dan
anak. Selain itu teori ini juga beranggapan bahwa berbagai simtom
dalam skizofrenia memiliki makna simbolis bagi masing-masing
pasien. Misalnya fantasi teentang hari kiamat mungkin
mengindikasikan persepsi invidu bahwa dunia dalamnya telah
hancur. Halusinasi mungkin merupakan substitusi dari
ketidakmampuan pasien untuk menghadapi realitas yang objektif dan
munkin juga merepresentasikan ketakutan atau harapan terdalam
yang dimilikinya.
- Teori psikodinamik
Simtom positif diasosiasikan dengan onset akut sebagai respons
terhadap faktor pemicu/pencetus, dan erat kaitannya dengan adanya
konflik. Simtom negatif berkaitan erat dengan faktor biologis, dan
karakteristiknya adalah absennya perilaku atau fungsi tertentu.
Sedangkan ganggun dalam hubungan interpersonal mungkin timbul
akibat konflik intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan dengan
kerusakan ego yang mendasar. Teori ini dibangun berdasarkan
pemikiran bahwa gejala-gejala psikotik memiliki makna dalam
skizofrenia.
- Teori belajar

18
Menurut teori ini, hubungan interpersonal yang buruk dari pasien
skizofrenia berkembang karena pada masa kanak-kanak mereka
belajar dari model yang buruk.
e. Teori tentang keluarga
Beberapa pasien skizofrenia berasal dari keluarga dengan disfungsi. Hal
yang juga relevan adalah perilaku keluarga yang patologis yang secara
signifikan meningkatkan stres emosional yang harus dihadapi oleh
pasien skizofrenia.
- Double-bind
Dikembangkan oleh Gregory Bateson untuk menjelaskan keadaan
keluarga dimana anak menerima pesan yang bertolak belakang dari
orang tua berkaitan dengan perilaku, sikap maupun perasaannya.
Dalam hipotesis ini, anak seperti ini akan menrik diri ke dalam
keadaan psikotik untuk melepaskan diri dari kebingungan karena
pesan berganda ini.
- Schisms and Skewed Families
Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama dimana, terdapat
perpecahan yang jelas antara orang tua, salah satu orang tua kan
menjadi sangat dekat dengan anaknya yang berbeda jenis kelamin.
Sedangkan pada pola keluarga yang skewed, hubungan skewed
anatara anak dengan satu orangtua melibatkan perebutan kekuasaan
antara kedua orang tua dan hasil dominasi dari salah satu orang tua.
- Pseudomutual and Pseudohostile Families
Dijelaskan oleh Lyrnan Wynne, beberapa keluarga men-suppress
ekspresi emosi dengan menggunakan komunikasi verbal yang
pesudeomutual atau pseudohostile secara konsisten. Pada keluarga
tersebut terdapat pola komunikasi yang unik, yang mungkin tidak
sesuai dan menimbulkan masalah jika anak berhubungan dengan
orang lain di luar rumah.
- Ekspresi Emosi

19
Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap kritis,
kejam, dan sangat ingin ikut campur urusan pasien skizofrenia.
Banyak penelitian menunjukkan keluarga dengan ekspresi emosi
yang tinggi meningkatkan relapse pada pasien skizofrenia.
f. Teori Sosial
Industrialisasi dan urbanisasi banyak berpengaruh dalam menyebabkan
skizofrenia. Meskipun ada data pendukung, namun penekanan saat ini
adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap waktu timbulnya onset
dan keparahan penyakit.

D. PATOFISIOLOGI

Neurokimia: Hipotesis dopamine menyatakan bahwa skizofrenia


disebabkan oleh overaktivitas pada jaras dopamine mesolimbic. Hal ini
didukung oleh temuan bahwa amfetamin, yang kerjanya meningkatkan
pelepasan dopamine, dapat menginduksi psikosis yang mirip skizofrenia;
dan obat antipsikotik (terutama antipsikotik generasi pertama atau
antipsikotik tipikal/klasik) bekerja dengan mengeblok reseptor
dopamine, terutama reseptor D2. Keterlibatan neurotransmitter masih
terus diteliti oleh para ahli.

E. PEDOMAN DIAGNOSIS
Menurut PPDGJ – III. F20
 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. Thought of echo yaitu isi pikir dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama,
namun kualitasnya berbeda; atau thought of insertion or withdrawal yaitu isi
pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi
pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal), dan
thought broadcasting yaitu isi pikirannya tersiar keluar sehingga oranglain atau
umum mengetahuinya.

20
b. Delusion of control yaitu waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar atau delusion of influence yaitu waham tentang
dirinya yang dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar, atau delusion of
passivity yaitu waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu
kekuatan dari luar; (tentang “dirinya” = secara jelas merujuk ke pergerakan
tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);
delusional perception yaitu pengalaman inderawi yang tak wajar yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
c. Halusinasi Auditorik berupa halusinasi yang berkomentar secara terus menerus
tergadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka
sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara, atau jenis suara halusinasi lain
yang berasal dari salah satu bagian tubuh
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa
(misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk
asing dari dunia lain).

 Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
e. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued) yang
menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus menerus;
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicataan yang tidak relevan,
atau neologisme;
g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme dan stupor;
h. Gejala-gejala ‘negatif’, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang

21
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi
atau medikasi neuroleptika;
 Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodormal)
 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.

I. KLASIFIKASI MENURUT PPDGJ-III


a. Skizofrenia paranoid
 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
 Sebagai tambahan :
- Halusinasi dan/atau waham harus menonjol
- Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi
peluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa
(laughing);
- Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa atau bersifat seksual, atau
lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi juga
jarang menonjol;
- Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delution of control), dipengaruhi (delution of influence), atau
passivity (delution of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar, yang
beraneka ragam adalah yang paling khas;
 Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.

22
b. Skizofrenia hebefrenik
 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.
 Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia
remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun)
 Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas: pemalu dan senang
menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis.
 Untuk diagnosis hebefrenia yang meyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan
bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan:
- Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan,
serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri
(solitary) dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa
perasaan;
- Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inapopriate), sering
disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-
satisfied), senyum sendiri (self-absorbed smiling), atau oleh sikap
tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimances),
mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondriakal, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated
phrases);
- Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu
(rambling) serta inkoheren.
 Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir
umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya
tidak menonjol (fleeting and fragmentar delusions and hallucinations).
Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang
serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan
ciri khasm yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud
(empty of purpose).

23
Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifar dibuat-buat terhadap
agama, filsafat, dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang
memahami jalan pikiran pasien.
c. Skizofrenia katatonik
 Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
 Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran
klinisnya:
- Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan
dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak
berbicara)
- Gaduh-gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan,
yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
- Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
- Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap
semua perintah atau upaya untuk menggerakan, atau pergerakan ke
arah yang berlawanan);
- Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan
upaya menggerakkan dirinya);
- Fleksibilitas cerea / “waxy flexybility” (mempertahankan anggota
gerak dan tubuh dalam posisi yang daoat dibentuk dari luar); dan
- Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara
otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta
kalimat-kalimat.
 Pada pasien yan tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari
gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai
diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk
diagnositik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh
penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta
dapat juga terjadi pada gangguan afektif.

24
d. Skizofrenia tak terinci (undifferentiated)
 Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
 Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid,
hebefrenik, atau katatonik;
 Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca-
skizofrenia

e. Depresi pasca skizofrenia


 Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau:
o Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria
umum skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
o Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi
mendominasi gambaran klinisnya); dan
o Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi
paling sedikit kriteria untuk episode depresif (F32,-), dan telah
ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.
 Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis
menjadi Episode Depresif (F32.-). Bila gejala skizofrenia masih jelas dan
menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang
sesuai (F20.0-F20.3).
f. Skizofrenia residual
 Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan persyaratan berikut ini harus
dipenuhi semua:
a) Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan
ketiadaan inisiatif, kemisikinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak
mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja social
yang buruk;

25
b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau
yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia;
c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas
dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah
sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom “negatif’ dari
skizofrenia;
d) Tidak terdapat dementia atau penyakit/gangguan otak organic lain,
depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas
negatif tersebut.
g. Skizofrenia simpleks
 Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan
progresif dari
o Gejala “negatif” yang khas dari skizofrenia residual (lihat F20.5
diatas) tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau
manifestasi lain dari episode psikotik, dan
o Disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang
bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang
mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan
penarikan diri secara sosial.
 Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan sub tipe
skizofrenia lainnya.
h. Skizofrenia lainnya
i. Skizofrenia YTT

26
BAB III

PEMBAHASAN

A. IKHTISIAR PENEMUAN BERMAKNA

Pasien perempuan berusia 35 tahun, sejak usia 15 tahun bekerja sebagai ART di
Jogja, sebelum akhirnya merantau ke Jakarta. Selama menjadi ART di Jakarta,
pernah mendapatkan perlakuan yang tidak pantas oleh majikannya. Pasien pernah
disiksa dan dikurung dalam ruangan gelap, tidak digaji sampai akhirnya kontrak
kerjanya habis padahal pasien masih ingin bekerja di tempat yang sama, namun
ditolak oleh majikannya. Tidak lama setelah itu, pasien menjadi sering murung,
pendiam dan suka marah-marah tanpa sebab sampai mengamuk. Awalnya keluarga
hanya menganggap itu akibat stress karena berhenti bekerja, ternyata semakin lama
semakin parah, bahkan pasien pernah rawat inap di RSJ Klaten selama beberapa
kali. Namun tidak juga membaik. Keluarga mengambil jalan pintas yang salah, yaitu
dengan membiarkan pasien begitu saja, tanpa memberi pengobatan atau terapi,
sampai akhirnya di bawa ke RSUD Wonosari ketika sudah tidak bisa menangani
karena semakin parah. Menurut keluarga, sejak beberapa tahun terakhir berobat di
RSUD Wonosari pasien sudah menunjukkan perbaikan yang cukup banyak. Hanya
kendala yang cukup sulit adalah pasien merasa dirinya sudah sembuh, sehingga
malas minum obat, pasien juga merasa bosan minum obat terus menerus. Pasien
enggan diajak ikut serta berobat langsung ke RSUD karena merasa dia sudah
sembuh atau tidak sakit.

B. FORMULASI DIAGNOSTIK MULTIAKSIAL


Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan pola perilaku dan psikologis yang
secara klinis bermakna dan menimbulkan suatu gangguan dalam melakukan
kegiatan sehari-hari. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami
gangguan jiwa.

a. Aksis I : F20.3 Skizofrenia tak terinci (undifferentiated)

27
b. DD : F20.0 Skizofrenia paranoid
F20.2 Skizofrenia residual
F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
F22 Gangguan waham menetap
F23 Gangguan psikotik akut dan sementara
c. Aksis II : F60.0 Gangguan kepribadian paranoid
d. Aksis III :
e. Aksis IV : Masalah pekerjaan, masalah ekonomi, masalah psikososial dan
lingkungan lain
f. Aksis V : GAF scale 60-51 Gejala sedang (moderate), disabilitas sedang

C. PENATALAKSANAAN
Farmakoterapi diberikan untuk mengatasi gejala yang dialami oleh pasien. Pada
pasien ini memiliki gangguan dalam regulasi neurotransmitter dopamine, sehingga
pada pasien ini dapat diberikan obat yang menekan neurotransmitter dopamine,
misalnya obat anti-psikotik, walaupun pasien tidak ada gejala psikotiknya. Anti
psikotik yang ringan dan memiliki efek samping yang sedikit/ringan misalnya
diberikan risperidon, selain itu untuk mengurangi efek samping extrapyramidal
dapat diberikan THP (tryhexyphenydin)

a. Terapi farmakologi
 R/ tab Risperidon mg.02 XX
S 2 dd I
 R/ tab tryhexyphenydin mg.02 X
S 2 dd ½
b. Terapi non Farmakologi
 Terhadap Pasien
o Memotivasi terhadap pasien untuk meminum obat secara rutin.
o Memotivasi pasien agar tetap bersosialisasi terhadap keluarga
dan tetangga
 Terhadap Keluarga Pasien

28
o Memberikan pengertian dan penjelasan kepada keluarga
mengenai gangguan yang dialami oleh pasien.
o Memberikan semangat, apresiasi, dan dukungan emosional
kepada keluarga dalam merawat pasien.
o Menyarankan untuk sering mengingatkan pasien agar rutin
meminum obat.
o Memberikan edukasi kepada pasien agar dapat memulai
aktivitasnya sedikit demi sedikit sehingga peran pasien dalam
keluarga dapat kembali.
D. PROGNOSIS

Prognosis yang Positif Prognosis yang Negatif


 Onset pada usia lebih lanjut  Onset lebih awal
 Faktor pencetus jelas  Faktor pencetus tidak jelas
 Premorbid yang baik dalam  Premorbid yang kurang baik
bidang sosial, pekerjaan, dan  Fase prodromal lebih lama
seksual  Tingah laku autistik, menarik diri
 Fase prodromal singkat  Lajang, bercerai, atau pasangannya
 Gejala-gejala modd-disorder telah meninggal
(terutama gangguan depresi)  Riwayat keluarga dengan
 Menikah skizofrenia
 Riwayat keluarga dengan mood  Sistem pendukung yang buruk
disorder  Simtom negatif
 Sistem pendukung yang baik  Gejala dan tanda neurologis
 Simtom positif  Riwayat gangguan perinatal
 Tidak remisi selama 3 tahun
 Sering kambuh
 Riwayat serangan yang berulang
Tabel 1. Gambaran prognosis pasien skizofrenia (Sadock & Sadock, 1999)

29
DAFTAR PUSTAKA

30

You might also like