You are on page 1of 18

PENGARUH HETEROGENITAS BATUAN RESERVOIR TERHADAP

PENGURASAN CADANGAN MINYAK TERSISA MENGGUNAKAN


METODE CHEMICAL FLOODING

KOMPREHENSIF

BUDI SETIAWAN
113010105

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2005
PENGARUH HETEROGENITAS BATUAN RESERVOIR TERHADAP
PENGURASAN CADANGAN MINYAK TERSISA MENGGUNAKAN
METODE CHEMICAL FLOODING

KOMPREHENSIF

Disusun Oleh:
BUDI SETIAWAN
113010105

Disetujui untuk Jurusan Teknik Perminyakan


Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta,
Oleh Dosen Pembimbing:

Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. Ir. DEDI KRISTANTO, MT) (Ir. ANAS PUJI SANTOSO, MT)
I. JUDUL
PENGARUH HETEROGENITAS BATUAN RESERVOIR TERHADAP
PENGURASAN CADANGAN MINYAK TERSISA MENGGUNAKAN
METODE CHEMICAL FLOODING

II. LATAR BELAKANG


Secara akademis tujuan penulisan komprehensif ini adalah untuk
melengkapi syarat akademik dalam Jurusan Teknik Perminyakan, Fakultas
Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
program Strata I.
Secara ilmiah dapat dilihat bahwa judul diatas dimaksudkan untuk
meningkatkan atau memperbesar recovery dengan jalan menambahkan sejumlah
zat-zat kimia yang berasal dari luar reservoir dengan jalan injeksi atau disebut
juga dengan injeksi kimia (chemical flooding). Sasarannya adalah menurunkan
tegangan antar muka akibatnya tekanan kapiler turun sehingga efisiensi recovery
akan meningkat, injeksi kimia juga diharapkan dapat memperbaiki produktivitas
formasi.
Adapun yang dimaksud dengan memperbaiki produktivitas formasi adalah
dengan memperbesar rate produksi (Qo), sedangkan yang dimaksud dengan
meningkatkan recovery adalah untuk memperbesar recovery factor (RF).
Pada dasarnya injeksi kimia ini dilaksanakan setelah berakhirnya tahap
awal suatu reservoir, dimana tenaga reservoir itu sendiri sudah tidak mampu lagi
untuk mengangkat fluida reservoir ke permukaan (tahap primary recovery),
sehingga metode produksi dengan penggunaan artificial lift (pengangkatan
buatan) dapat dikatakan sebagai transisi menuju EOR khususnya injeksi kimia.
Namun batasan ini tidaklah mutlak, sebab bisa saja dan memungkinkan
pelaksanaan injeksi kimia ini dilakukan sebelum berakhirnya produksi tahap awal
suatu reservoir, atau dilakukan setelah tahap Secondary Recovery dikhususkan
setelah sumur di water flooding sebab suplai air yang banyak serta biaya
pelaksanaan dapat di minimalisir.

III. MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN


Mengerti dan memahami prinsip-prinsip dasar dari proses injeksi kimia
baik injeksi polymer, injeksi surfactant, injeksi alkaline, dan injeksi
micellar-polymer serta dapat menentukan batasan-batasan untuk
menentukan pemilihan jenis injeksi kimia yang sesuai dengan reservoirnya
dalam hal ini ada kaitannya untuk peningkatan recovery minyak dari
reservoir yang memiliki variasi heterogenitas.

IV. DASAR TEORI

CADANGAN RESERVOIR

 KARAKTERISTIK BATUAN RESERVOIR


 KARAKTERISTIK FLUIDA RESERVOIR
 KONDISI RESERVOIR
 HETEROGENITAS BATUAN RESERVOIR

SCREENING CRITERIA

INJEKSI KIMIA

SCREENING SCREENING SCREENING SCREENING


CRITERIA CRITERIA CRITERIA CRITERIA

INJEKSI INJEKSI INJEKSI MICELLAR-POLYMER


ALKALINE POLYMER SURFACTANT FLOODING

PERENCANAAN
LABORATORIUM
/ SIMULASI

PILOT PROJECT

FULL SCALE

PENINGKATAN RECOVERY
*) Diagram alir pada injeksi kimia untuk peningkatan recovery
4.1. HETEROGENITAS RESERVOIR
4.1.1. Pengertian Heterogenitas Reservoir
Dalam studi reservoir sering digunakan anggapan bahwa formasi bersifat
homogen dengan ketebalan serba sama, lapisan produktif horizontal, distribusi
porositas konstan, dan permeabilitas sama di setiap arah. Pada kenyataannya
struktur reservoir itu sangat kompleks, sebab mengandung heterogenitas mulai
dari ukuran beberapa millimeter, centimeter, bahkan kilometer. Heterogenitas ini
dipengaruhi oleh sedimentasi, erosi, glasiasi, dan tektonik.
Dengan mengetahui heterogenitas pada reservoir maka kita dapat
mengathui pengaruh heterogenitas terhadap cadangan, yaitu :
1. Memungkinkan terjadinya blok-blok dari suatu lapangan akibat dari
perbedaan struktur sebagai pembatas reservoir.
2. Distribusi porositas dan permeabilitas yang tidak merata mengakibatkan
variasi produksi per sumur pada masing-masing blok.
3. Akibat heterogenitas menyebabkan perbedaan recovery dikarenakan
permeabilitas, porositas, saturasi minyak, gas, dan air maupun ketebalan
Net Pay yang berbeda.
4.1.2. Klasifikasi Heterogenitas Reservoir
Heterogenitas reservoir sangat berpengaruh pada perilaku reservoir dan
distribusinya sangat penting untuk mengevaluasi reservoir. Adapun klasifikasi
heterogenitas reservoir dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu :
1. Heterogenitas reservoir skala mikroskopis.
2. Heterogenitas reservoir skala makroskopis.
3. Heterogenitas reservoir skala megaskropis.
4.1.3. Faktor-faktor Pengontrol Heterogenitas Reservoir
Batuan reservoir merupakan batuan yang porositas dan permeabilitasnya
terdistribusi secara tidak merata untuk semua bagian yang luas. Adapun faktor-
faktor yang mempengaruhi heterogenitas reservoir adalah :
1. Sedimentasi tektonik.
2. Komposisi batuan dan tekstur.
3. Geometri pori.
4.1.4. Tipe Heterogenitas
Setelah didapat parameter-parameter penting untuk mengetahui terjadinya
heterogenitas dan penyebabnya serta faktor yang mengontrol adanya
heterogenitas, selanjutnya dilakukan pembagian tipe heterogenitas reservoir, dari
arah penyebarannya dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Tipe Heterogenitas Reservoir Vertikal.
2. Tipe Heterogenitas Reservoir Horizontal.

4.2. Injeksi Kimia


Injeksi kimia adalah salah satu jenis metode pengurasan minyak tahap
lanjut (EOR) dengan jalan menambahkan zat-zat kimia ke dalam air injeksi untuk
menaikkan perolehan minyak sehingga akan menaikkan efisiensi penyapuan dan
atau menurunkan saturasi minyak sisa yang tertinggal di dalam reservoir.
Injeksi kimia dapat dibagi menjadi tiga yaitu injeksi alkaline, injeksi
polimer dan injeksi surfactant.
4.2.1. Injeksi Alkaline
Injeksi alkalin atau kaustik merupakan suatu proses dimana PH air injeksi
dikontrol pada kisaran harga 12-13 untuk memperbaiki perolehan minyak.
Bahan kimia yang umumnya banyak dipakai adalah Sodium hidroksida.
Sodium orthosilikat, Ammonium hidroksida, Pottassium hidroksida, Trisodium
phospat, Sodium karbonat, Sodium silikat dan Poly ethylenimine, juga termasuk
zat organik yang dianjurkan untuk dipakai. Harga dari bahan-bahan kimia tersebut
merupakan pertimbangan yang penting dimana NaOH dan Sodium orthisilikat
tidak begitu mahal dan lebih efektif dalam menaikkan perolehan minyak
tambahan. Beberapa parameter yang banyak mempengaruhi dalam proses injeksi
alkalin antara lain adalah konsentrasi NaOH, karakteristik reservoir, luas
permukaan serta komposisi fluida reservoir dan air injeksi.
Meskipun injeksi alkaline adalah proses yang sederhana dan relatif tidak
mahal dalam pelaksanaannya, tetapi memiliki mekanisme pendesakan yang
kompleks. Beberapa mekanisme yang ada yaitu penurunan tegangan antar muka,
emulsifikasi, perubahan kebasahan dan penghancuran rigid interfacial film.
Akibat dari mekanisme-mekanisme tersebut secara makroskopis adalah adanya
perbaikan areal dan volumetric sweep efficiency, yaitu dengan perubahan
mobilitas ratio atau perubahan permeabilitas minyak-air. Sedangkan secara
mikroskopis adalah merubah minyak yang tidak dapat bergerak (immobile) dalam
media berpori menjadi dapat bergerak (mobile), yaitu dengan emulsifikasi dan
penurunan tegangan permukaan.
Syarat-syarat dan batasan pelaksanaan injeksi alkaline, diantaranya :
 Reservoir harus sesuai dengan air yang diinjeksikan.
 Tidak adanya sesar dan rekahan.
 Tidak adanya gas (tudung gas).
 Injektivitas harus cukup.
 Diutamakan sandstone.
4.2.2. Injeksi Polimer
Injeksi polimer pada dasarnya merupakan injeksi air yang disempurnakan.
Penambahan polimer ke dalam air injeksi dimaksudkan untuk memperbaiki sifat
fluida pendesak, dengan harapan perolehan minyaknya akan lebih besar.
Karakteristik polimer diantaranya terdiri dari kimiawi polimer, rheologi dan
ukuran polimer. Adapun mekanisme pendesakan injeksi polimer adalah pre-flush,
oil bank, polymer solution, fresh water buffer, dan chesse water.
Seperti halnya pada metode lainnya dalam proyek peningkatan perolehan
minyak, maka saat fluida diinjeksikan masuk kedalam sumur dan kontak pertama
terjadi maka mekanisme mulai bekerja. Dengan adanya penambahan sejumlah
polimer kedalam air, akan meningkatkan viskositas air sebagai fluida pendesak,
sehingga mobilitas air sendiri menjadi lebih kecil dari semula dengan demikian
mekanisme pendesakan menjadi lebih efektif.
Polimer ini berfungsi untuk meningkatkan efisiensi penyapuan dan invasi,
sehingga Saturation oil residual (Sor) yang terakumulasi dalam media pori yang
lebih kecil akan dapat lebih tersapu dan terdesak. Dalam usaha proyek polimer
flooding ini membutuhkan analisa dan kriteria yang tepat terhadap suatu reservoir,
oleh karena itu studi pendahuluan merupakan faktor yang sangat penting.
Bila karakteristik reservoir telah cocok untuk injeksi polimer diharapkan
perilaku reservoir setelah injeksi polimer mempunyai hasil yang baik. Dari data-
data dilapangan yang telah berhasil dilakukan injeksi kimia dapat menggambarkan
perilaku reservoir setelah injeksi kimia.
Perolehan minyak tambahan yang dapat diharapkan dari injeksi polimer
adalah kira-kira sebesar 5% dari residual reserves. Sedangkan untuk sumur-sumur
produksi reservoir minyak dengan solution gas drive, perolehan minyak
bertambah kira-kira 25%. Dan untuk sumur-sumur produksi dengan water drive,
injeksi gas atau gravity drainage perolehan minyak dapat dihasilkan sekitar 15%.
Perolehan minyak ini lebih besar daripada menggunakan injeksi air konvensional.
Laju produksi minyak bertambah dari awal dilakukannya proses injeksi
polimer. Water cut dari sumur produksi dapat diturunkan, sedangkan WOR (Water
Oil Ratio) berkurang dengan banyak selama injeksi polimer sekitar 66% dari
OOIP (Original Oil In Place).
Syarat-syarat dan batasan pelaksanaan injeksi polymer, antara lain :
 Diutamakan untuk batupasir.
 Variasi distribusi, permebilitas (K)
 K > 20 mD.
 Jika reservoir dengan tenaga dorong air (water drive) dengan keterangan
tidak ada produksi air atau produksi airnya sangat kecil pada awal
diproduksikan.
 Viskositas minyak kurang dari 20 cp.
 Perbandingan mobilitas minyak-air 2-20.
 Temperatur reservoir < 300 oF.
4.2.3. Injeksi Surfactant
Injeksi surfactant bertujuan untuk menurunkan tegangan antarmuka dan
mendesak minyak yang tidak terdesak hanya dengan menggunakan pendorong air.
Jadi efisiensi injeksi meningkat sesuai dengan penurunan tagangan antarmuka (LC
Uren & EH Fahmy).
Variabel-variabel yang mempengaruhi injeksi surfactant diantaranya adalah
adsorbsi, konsentrasi slug surfactant, clay, dan salinitas.
A. Adsorbsi
Persoalan yang dijumpai pada injeksi surfactant adalah adsorbsi batuan
reservoir terhadap larutan surfactant. Adsorbsi batuan reservoir pada slug
surfactant terjadi akibat gaya tarik-menarik antar molekul-molekul surfactant
dengan batuan reservoir dan besarnya gaya ini tergantung dari besarnya afinitas
batuan reservoir terhadap surfactant. Jika adsorbsi yang terjadi kuat sekali, maka
surfactant yang ada dalam slug surfactant menjadi menipis, akibatnya kemampuan
untuk menurunkan tegangan permukaan minyak air-semakin menurun.
Mekanisme terjadinya adsorbsi adalah sebagai berikut, surfactant yang
dilarutkan dalam air yang merupakan microemulsion diinjeksikan kedalam
reservoir. Slug surfactant akan mempengaruhi tegangan permukaan minyak-air.
Sekaligus akan bersinggungan dengan permukaan butiran batuan. Pada saat terjadi
persinggungan ini molekul-molekul surfactant akan ditarik oleh molekul-molekul
batuan reservoir dan diendapkan pada permukaan batuan secara kontinyu sampai
mencapai titik jenuh. Akibatnya kualitas surfactant menurun karena terjadi
adsorbsi sehingga mengakibatkan fraksinasi, yaitu pemisahan surfactant dengan
berat ekivalen rendah didepan dibandingkan dengan berat ekivalen tinggi.
B. Konsentrasi Slug Surfactant
Konsentrasi surfactant juga berpengaruh juga berpengaruh besar terhadap
terjadinya adsorbsi batuan reservoir pada surfactant. Makin pekat konsentrasi
surfactant yang digunakan, maka akan semakin besar adsorbsi yang
diakibatkannya mencapai titik jenuh.
C. Clay
Terdapatnya clay dalam reservoir harus diperhitungkan karena clay dapat
menurunkan recovery minyak, disebabkan oleh sifat clay yang suka air (lyophile)
menyebabkan adsorbsi yang terjadi besar sekali. Untuk reservoir dengan salinitas
rendah, peranan clay ini sangat dominan.
D. Salinitas
Salinitas air formasi berpengaruh terhadap penurunan tegangan permukaan
minyak-air oleh surfactant. Untuk konsentrasi garam-garam tertentu, NaCl akan
menyebabkan penurunan tegangan permukaan minyak-air tidak efektif lagi.
Penentuan kualitas dan kuantitas surfactant yang digunakan untuk injeksi
perlu diketahui agar residu oil yang tertinggal bisa didesak dan diproduksikan
dengan cara menurunkan tegangan permukaan minyak-air. Untuk memperbaiki
kondisi reservoir yang tidak diharapkan, yang dapat menghambat operasi injeksi
surfactant, maka perlu ditambahkan bahan-bahan kimia lain seperti kosurfactant
dan larutan NaCl. Setelah kuantitas dan kualitas surfactant serta aditive
ditentukan, maka dilakukan pencampuran larutan. Larutan in dapat berbentuk
larutan biasa atau dalam bentuk microemulsion.
Parameter-parameter penting yang menentukan kinerja injeksi surfactan, yaitu :
 Geometri pori.
 Tegangan antarmuka.
 Kebasahan atau sudut kontak.
 P atau P/L.
 Karakteristik perpindahan kromatografi surfactant pada sistim
tertentu.

Syarat-syarat dan batasan-batasan yang digunakan dalam pemilihan metoda


pendesakan surfactant dapat dirinci sebagai berikut :
1. Kualitas crude oil
 Gravity > 25 API
 Viskositas < 30 cp
 Kandungan klorida < 20000 ppm
 Komposisi diutamakan minyak menengah ringan (Light Intermediate).

2. Surfactant dan polimer


 Ukuran dari slug adalah 5 – 15% dari volume pori (PV) untuk sistim
surfactant yang tinggi konsentrasinya sedangkan untuk yang rendah.
besarnya 15 – 50% dari volume pori (PV).
 Konsentrasi polimer berkisar antara 500 – 2000 mg/i.
 Volume polimer yang diinjeksikan kira-kira 50% dari volume pori.
3. Kondisi reservoir
 Saturasi minyak > 30% PV
 Tipe formasi diutamakan sandstone
 Ketebalan formasi > 10 ft
 Permeabilitas > 20 md
 Kedalaman < 8000 ft
 Temperatur < 175 F

4. Batasan lain
 Penyapuan areal oleh water flooding sebelum injeksi surfactant
diusahakan lebih besar dari 50%.
 Diusahakan formasi yang homogen.
 Tidak terlalu banyak mengandung anhydrite, gypsum atau clay.
 Salinitas lebih kecil dari 20000 ppm dan kandungan ion divalen
(Ca dan Mg) lebih kecil dari 500 ppm.
IV.2.4. Micellar-Polymer Flooding
Micellar-polymer flooding merupakan kombinasi dari injeksi polymer, dan
injeksi surfactant. Bahan polymer yang sering digunakan diantaranya adalah
xanthan gum, hydrolyzed polyacrylamide, dan co-polymeracrylamide.
Pada injeksi ini memiliki tujuan yaitu untuk menurunkan tegangan antar muka
(interfacial tension) sehingga ada 2 sifat fisik batuan reservoir yang akan berubah,
yaitu :
A. Wetabilitas
Seiring dengan menurunnya tegangan antar muka, maka akan terjadi
perubahan wetabilitas pada batuan reservoir yaitu dari oil wet menjadi water wet.
Akibatnya minyak yang terperangkap akan bergerak (mobile) menuju ke sumur-
sumur produksi sehingga akan terjadi peningkatan pada recovery minyak.
B. Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler merupakan mikro displacement, mempengaruhi distribusi
saturasi antar pori-pori batuan reservoir. Jika tegangan antar muka turun, maka
mobilitas minyak akan menjadi besar sehingga dapat meningkatkan perolehan
minyak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan micellar-polymer flooding
anatara lain :
1. Kelakuan polymer.
2. Volume pori-pori batuan reservoir.
3. Adsorbsi.
4. Konsentrasi slug surfactant.
5. Clay.
6. Salinitas.
V. RENCANA DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I. PENDAHULUAN
BAB II. KARAKTERISTIK RESERVOIR
2.1. Karakteristik Batuan Reservoir
2.1.1. Komposisi Kimia Batuan Reservoir
2.1.1.1. Batupasir
2.1.1.2. Batukarbonat
2.1.1.3. Batushale
2.1.2. Sifat Fisik Batuan Reservoir
2.1.2.1. Porositas
2.1.2.2. Wettabilitas
2.1.2.3. Tekanan Kapiler
2.1.2.4. Permeabilitas
2.1.2.5. Saturasi
2.1.2.6. Kompresibilitas
2.2. Karakteristik Fluida Reservoir
2.2.1. Komposisi Kimia Fluida Reservoir
2.2.1.1. Komposisi Kimia Hidrokarbon
2.2.1.1.1. Golongan Parafin
2.2..1.1.1.1. Hidrokarbon Jenuh
2.2.1.1.1.2. Hidrokarbon Tak Jenuh
2.2.1.1.2. Golongan Siklis
2.2.1.1.2.1. Golongan Naftena
2.2.1.1.2.2. Golongan Aromatik
2.2.1.2. Komposisi Kimia Non Hidrokarbon
2.2.1.3. Komposisi Kimia Air Formasi
2.2.2. Sifat Fisik Fluida Reservoir
2.2.2.1. Sifat Fisik Minyak
2.2.2.1.1. Densitas Minyak
2.2.2.1.2. Faktor Volume Formasi Minyak
2.2.2.1.3. Kelarutan Gas Dalam Minyak
2.2.2.1.4. Kompresibilitas Minyak
2.2.2.1.5. Viscositas Minyak
2.2.2.2. Sifat Fisik Gas
2.2.2.2.1. Densitas Gas
2.2.2.2.2. Faktor Volume Formasi Gas
2.2.2.2.3. Kompresibilitas Gas
2.2.2.2.4. Faktor Kompresibilitas Gas
2.2.2.2.5. Viscositas Gas
2.2.2.3. Sifat Fisik Air Formasi
2.2.2.3.1. Densitas Air Formasi
2.2.2.3.2. Faktor Volume Formasi Air Formasi
2.2.2.3.3. Kelarutan Gas Dalam Air Formasi
2.2.2.3.4. Kompresibilitas Air Formasi
2.2.2.3.5. Viscositas Air Formasi
2.3. Kondisi Reservoir
2.3.1. Tekanan Reservoir
2.3.1.1. Tekanan Hidrostatis
2.3.1.2. Tekanan Overburden
2.3.1.3. Tekanan Rekah
2.3.1.4. Tekanan Normal
2.3.1.5. Tekanan Subnormal
2.3.1.6. Tekanan Abnormal
2.3.2. Temperatur Reservoir
2.4. Jenis-Jenis Reservoir
2.4.1. Berdasarkan Perangkap Geologi
2.4.1.1. Perangkap Struktur
2.4.1.2. Perangkap Stratigrafi
2.4.1.3. Perangkap Kombinasi
2.4.2 Berdasarkan Fasa Fluida
2.4.2.1. Reservoir Minyak
2.4.2.1.1. Reservoir Minyak Jenuh
2.4.2.1.2. Reservoir Minyak Tak Jenuh
2.4.2.2. Reservoir Kondensat
2.4.2.3. Reservoir Gas
2.4.2.3.1. Reservoir Gas Kering
2.4.2.3.2. Reservoir Gas Basah
2.4.3 Berdasarkan Mekanisme Pendorong
2.4.3.1. Water Drive Reservoir
2.4.3.2. Gas Cap Drive Reservoir
2.4.3.3. Solution Gas Drive Reservoir
2.4.3.4. Segregation Drive Reservoir
2.4.3.5. Combination Drive Reservoir
2.5. Perkiraan-perkiraan Reservoir
2.5.1. Perkiraan cadangan
2.5.1.1. Metode Volumetris
2.5.1.2. Metode Material Balance
2.5.1.3. Metode Decline Curve
2.5.1.3.1. Exponential
2.5.1.3.2. Hyperbolic
2.5.1.3.3. Harmonic
2.5.2. Perkiraan Produktifitas
2.5.2.1. Aliran Fluida Dalam Media Berpori
2.5.2.2. Productivity Index
2.5.2.3. Inflow Performance Relationship
2.5.3. Perkiraan Reservoir
2.5.3.1. Metode Material Balance
2.5.3.2. Metode Decline Curve
2.5.3.3. Jenis-jenis Perilaku Reservoir
BAB III. HETEROGENITAS RESERVOIR
3.1. Pengertian Heterogenitas Reservoir
3.2. Penyebab Heterogenitas Reservoir
3.2.1. Lingkungan Pengendapan
3.2.2. Sedimentasi
3.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Heterogenitas Reservoir
3.3.1. Sedimentasi Tektonik Regional
3.3.2. Komposisi dan Tekstur
3.3.3. Geometri Pori-pori
3.4. Tipe-tipe Heterogenitas Reservoir
3.4.1. Tipe Heterogenitas Vertikal Reservoir
3.4.2. Tipe Heterogenitas Horizontal Reservoir
3.5. Pengaruh Heterogenitas Reservoir terhadap Cadangan
BAB IV. METODE CHEMICAL FLOODING (INJEKSI KIMIA)
4.1. Latar Belakang dan Batasan Injeksi Kimia
4.2. Screening Criteria
4.2.1. Screening Criteria Injeksi Alkaline
4.2.2. Screening Criteria Injeksi Polymer
4.2.3. Screening Criteria Injeksi Surfactant
4.2.4. Screening Criteria Micellar-Polymer Flooding
4.3. Chemical Displacement
4.3.1. Injeksi Alkaline
4.3.1.1. Bahan Kimia Injeksi Alkaline
4.3.1.2. Parameter yang mempengaruhi Injeksi Alkaline
4.3.1.3. Pertimbangan dan Batasan Pemakaian Alkaline
4.3.1.4. Perencanaan Laboratorium
4.3.1.5. Mekanisme Injeksi Alkaline
4.3.1.6. Performance Reservoir setelah Injeksi Alkaline
4.3.1.7. Studi Kasus Lapangan
4.3.2. Injeksi Polymer
4.3.2.1. Heterogenitas Reservoir
4.3.2.2. Perbandingan Mobilitas
4.3.2.3. Bahan-bahan dalam Injeksi Polymer
4.3.2.4. Karakteristik Polymer
4.3.2.5. Perencanaan Laboratorium
4.3.2.6. Mekanisme Injeksi Polymer
4.3.2.7. Performance Reservoir setelah Injeksi Polymer
4.3.2.8. Studi Kasus Lapangan
4.3.3. Injeksi Surfactant
4.3.3.1. Sifat-sifat Surfactant
4.3.3.2. Bahan-bahan dalam Injeksi Surfactant
4.3.3.3. Pertimbangan dan Batasan Pemakaian Surfactant
4.3.3.4. Parameter yang mempengaruhi Injeksi Surfactant
4.3.3.5. Perencanaan Laboratorium
4.3.3.6. Mekanisme Injeksi Surfactant
4.3.3.7. Performance Reservoir setelah Injeksi Surfactant
4.3.3.8. Studi Kasus Lapangan
4.3.4. Micellar-Polymer Flooding
4.3.4.1. Sifat-sifat Micellar-Polymer Flooding
4.3.4.2. Bahan Kimia Micellar-Polymer Flooding
4.3.4.3. Pertimbangan dan Batasan Pemakaian Micellar-
Polymer Flooding
4.3.4.4. Parameter yang mempengaruhi Micellar-Polymer
Flooding
4.3.4.5. Desain Perencanaan Micellar-Polymer Flooding
4.3.4.6. Mekanisme Micellar-Polymer Flooding
4.3.4.7. Performance Reservoir setelah Micellar-Polymer
Flooding
4.3.4.8. Studi Kasus Lapangan
BAB V. EVALUASI HASIL PROJECT RECOVERY
5.1. Displacement Performance pada Chemical Flooding
5.1.1. Injeksi Alkaline
5.1.1.1. Recovery Mechanism
5.1.1.2. Interaksi dan Kehilangan Fluida serta
Batuan pada Injeksi Alkaline
5.1.2. Injeksi Polimer dan Surfactant
5.1.2.1. Perkiraan Recovery dengan Material Balance
5.1.2.2. Perkiraan Recovery dengan teori Frontal-Advance
5.1.3. Micellar-Polymer Flooding
5.1.3.1. Recovery Mechanism
5.1.3.2. Perkiraan Recovery dengan Material Balance
5.1.3.3. Perkiraan Recovery dengan teori Frontal-Advance
BAB VI. PEMBAHASAN
6.1. Injeksi Kimia
6.2. Injeksi Alkaline
6.3. Injeksi Polymer
6.4. Injeksi Surfactant
6.5. Micellar-Polymer Flooding

BAB VII. KESIMPULAN


BAB VIII. DAFTAR PUSTAKA

VI. RENCANA DAFTAR PUSTAKA


1. Amyx, J.W. Bass, D.M.,Jr.,Whitting,R.L; “Petroleum Reservoir Engineering
Physical Properties”; Mc.Graw Hill Book Co.Inc.;NewYork;1960
2. Burjik E. J.,;”Propeties of Petroleum Reservoir Fluid”, John Wiley and Sons
Inc., New York, 1961
3. Calhoun,Jr,J.C.,“Fundamental of Reservoir Engineering” Norman University
of Oklahoma Press, 1953.
4. Caudle,B.H.,“Fundamental of Reservoir Engineering” Volume II,
SPE of AIME, Dallas, Texas.
5. Clark,N.J.”Elements of Petroleum Reservoir”, Revised Edition, American
Institute of Mining, Metalurgical and Petroleum Engineering, Incorporation
Dallas, Texas, 1969.
6. Cole, F.W; “Reservoir Engineering Manual”; Gulf Publishing Co.;Houston-
Texas; 1969
7. Frick,T.C.,”Petroleum Production Handbook”, Prentice Hall Englewood, New
Jersey, 1967.
8. Green.W.Don.and Willhite.Paul.G., Professor of Chemical and Petroleum
Engineering University of Kansas, “Enhanced Oil Recovery”, 2003.
9. Harry Budiharjo, S., “Diktat Kuliah Pengenalan Pengenalan Reservoir Lanjut”
(EOR), UPN “Veteran”, Yogyakarta, 1994.
10. Latil,M., “Enhanced Oil Recovery”, Gulf Publishing., Houston, Texas, 1987.
11. Lake, W.L., “Enhanced Oil Recovery”, Englewood Cliffs, Prentice Hall, New
Jersey, 1989.
12. Marcel. L., et.al, “Enhanced Oil Recovery “, Institut Francais Du Petrole,
1980.
13. Septoratno Siregar, “Enhanced Oil Recovery”, Institut Teknologi Bandung,
1995.
14. Septoratno Siregar dan Dedy Kristanto, “Diktat Kuliah Pengurasan Minyak
Tahap Lanjut (EOR)”, UPN “Veteran” Yogyakarta, 1999.
15. Siregar, S, Dr.Ir, “Diktat Kuliah Teknik Produksi Sekunder”, ITB, Bandung,
1986.
16. Slider,H.C, ”Petroleum Reservoir Engineering Method”, Petroleum Publishing
Company, Tulsa, 1976.
17. Van Poollen., “Fundamentals of Enhanced Oil”, Penn Well Books, Tulsa
Oklahoma, 1980.
18. Van Poolen, H.K., and Association Inc, ”Fundamentals of Enhanced Oil
Recovery, Pen Well Books Division of Publishing Company, Tulsa,
Oklahoma, 1980.
19. _____________“Kursus-kursus dasar Perolehan Minyak Tahap Lanjut”, Pusat
Pengembangan Tenaga Perminyakan dan Gas Bumi (PPT Migas), Cepu, 1987.

You might also like