You are on page 1of 15

TEXT BOOK READING

“PATHOPHYSIOLOGY OF FROZEN SHOULDER”

Pembimbing :
dr. Untung Gunarto, Sp. S

Disusun Oleh :
Mega Mulya Dwi Fitriyani 1620221191

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA

2018
LEMBAR PENGESAHAN

TEXT BOOK READING


“PATHOPHYSIOLOGY OF FROZEN SHOULDER”

Pada tanggal, Januari 2018

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti


program profesi dokter di Bagian Ilmu Kesehatan Saraf
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun Oleh :
Mega Mulya Dwi Fitriyani 1620221191

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Untung Gunarto, Sp. S


NIP 19650909.200001.1.001
I. PENDAHULUAN

Frozen shoulder, atau juga sering disebut sebagai adhesive capsulitis,


merupakan suatu kelainan di mana terjadi inflamasi pada kapsul sendi bahu,
sehingga sendi tersebut menjadi kaku dan terjadi keterbatasan gerak dan nyeri yang
kronis. Meskipun frozen shoulder dianggap sebagai kondisi muskuloskeletal yang
umum, dengan kejadian hingga 5,3% populasi yang terkena dampak, prevalensi
definitif dan tingkat kejadian tetap tidak diketahui. (Kelley, MJ, et al. 2013; Lewis,
J, et al. 2015). Kondisi ini terkait dengan; sering parah sakit, kurang tidur,
kecemasan, dan kecacatan yang mungkin sangat mengganggu dan berdampak pada
hampir setiap aspek kehidupan sehari-hari (Jones, S, et al. 2013). Istilah "frozen
shoulder" diperkenalkan pada tahun 1934 oleh Codman yang menggambarkan
gangguan tersebut sebagai "sulit didefinisikan, sulit diobati dan sulit dijelaskan";
dan dalam banyak hal ini tetap berlaku sampai sekarang. Frozen shoulder telah
dikelompokkan menjadi kondisi primer dan sekunder. Frozen shoulder primer
ditandai dengan onset awam asal idiopatik sedangkan frozen shoulder sekunder
dikaitkan dengan kejadian yang ditetapkan, seperti penyebab intrinsik yang
diketahui (seperti rotatory cuff tendonitis) atau penyebab ekstrinsik (seperti
trauma). Frozen shoulder yang terkait dengan kondisi medis seperti diabetes dan
kelainan tiroid subkategori sebagai frozen shoulder sistemik sekunder. Gejala yang
terkait dengan frozen shoulder meliputi: nyeri lokal, nyeri dengan gerakan, rasa
sakit malam (membuat pasien tidak dapat tidur di sisi yang sakit), ditandai
keterbatasan rentang gerak aktif dan pasif (terutama rotasi eksternal) dan temuan
radiografi bahu normal. (Victoria R, et al.2016)
Frozen shoulder memiliki insidensi 3-5% pada populasi umum dan sampai
20% pada penderita diabetes. Kelainan ini adalah salah satu masalah
muskuloskeletal yang paling umum terjadi pada bidang ortopedi. Meskipun
beberapa telah menggambarkan frozen shoulder sebagai penyakit self-limiting yang
sembuh dalam 1-3 tahun, laporan penelitian lainnya berkisar antara 20 dan 50%
pasien dengan frozen shoulder yang mengalami defisit (range of movement) ROM
jangka panjang yang bisa bertahan hingga 10 tahun.
Diabetes mellitus merupakan faktor risiko independen untuk frozen shoulder.
Sebuah meta-analisis oleh Zreik menyimpulkan bahwa pasien diabetes 5 kali lebih
mungkin mengalami frozen shoulder dibandingkan dengan kontrol non-diabetes.
Mereka melaporkan prevalensi frozen shoulder 13,4% secara keseluruhan pada
pasien diabetes, dan rata-rata 30% prevalensi diabetes pada populasi dengan frozen
shoulder. (Zreik, NH, et al. 2016)
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Frozen Shoulder


Kapsulitis adesiva atau frozen shoulder didefinisikan sebagai suatu kondisi
dimana terjadi nyeri bahu sampai lengan serta penyempitan luas gerak sendi baik
secara aktif mapun pasif (PERDOSSI. 2016). Kondisi yang ditandai dengan
pembatasan gerakan bahu aktif dan pasif yang signifikan yang terjadi tanpa
adanya kelainan bahu intrinsik yang diketahui (William E, 2013).

B. Anatomi dan Fisiologi


Sendi pada bahu terdiri dari tiga tulang yaitu tulang klavikula, skapula, dan
humerus. Terdapat dua sendi yang sangat berperan pada pergerakan bahu yaitu
sendi akromiklavikular dan glenohumeral. Sendi glenohumeral lah yang
berbentuk “ball-and-socket” yang memungkinkan untuk terjadi ROM yang luas.
Struktur-struktur yang membentuk bahu disebut juga sebgai rotator cuff. Tulang-
tulang pada bahu disatukan oleh otot, tendon, dan ligament. Tendon dan ligament
membantu member kekuatan dan stabilitas lebih. Otot-otot yang menjadi bagian
dari rotator cuff adalah m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. teres minor, dan
m. subscapularis.
Otot-otot pada rotator cuff sangat penting pada pergerakan bahu dan
menjaga stabilitas sendi glenohumeral. Otot ini bermulai dari scapula dan
menyambung ke humerus membuat seperti cuff atau manset pada sendi bahu.
Manset ini menjaga caput humeri di dalam fossa glenoid yang dangkal.
Otot-otot pada rotator cuff menjaga “ball” dalam “socket” pada sendi
glenohumeral dan memberikan mobilitas dan kekuatan pada sendi shoulder.
Terdapat dua bursa untuk memberi bantalan dan melingungi dari akromion dan
memungkinkan gerakan sendi yang lancar.
Saat terjadi abduksi lengan, rotator cuff memampatkan sendi glenohumeral,
sebuah istilah yang dikenal sebagai kompresi cekung (concavity compression),
untuk memungkinkan otot deltoid yang besar untuk terus mengangkat lengan.
Dengan kata lain, rotator cuff, caput humerus akan naik sampai sebagian keluar
dari fosa glenoid, mengurangi efisiensi dari otot deltoid.
C. Etiologi Frozen Shoulder
Frozen shoulder dapat terjadi akibat suatu proses idiopatic atau akibat
kondisi yang menyebabkan sendi tidak digunakan. Idiopatic frozen shoulder
sering terjadi pada dekade ke empat atau ke enam. (Baums, M, et al. 2006)
Rotator cuff tendinopati, bursitis subacromial akut, patah tulang sekitar
collum dan caput humeri, stroke paralitic adalah factor predisposisi yang sering
menyebabkan terjadinya frozen shoulder. Penyebab tersering adalah rotator cuff
tendinopati dengan sekitan 10% dari pasien degan kelainan ini akan mengalamai
frozen shoulder. Pasien dengan diabetes mellitus dan pasien yang tidak
menjadalani fisioterapi juga memiliki resiko tinggi. Penggunaan sling terlalu
lama juga dapat menyebabkan frozen shoulder. (Baums, M, et al. 2006)
Frozen shoulder dapat terjadi setelah imobilisasi yang lama akibat trauma
atau operasi pada sendi tersebut. Biasanya hanya satu bahu yang terkena, akan
tetapi pada sepertiga kasus pergerkana yang terbatas dapat terjadi pada kedua
lengan. (Baums, M, et al. 2006)

D. Epidemiologi Frozen Shoulder


Nyeri pada bahu merupakan penyebab kelainan muskuloskletal tersering
ketiga setelah nyeri punggung bawah dan nyeri leher. Prevalensi dari frozen
shoulder pada populasi umum dilaporkan sekitar 2%, dengan prevalensi 11%
pada penderita diabetes. (Victoria R, et al.2016)
Frozen shoulder dapat mengenai kedua bahu, baik secara bersamaan atau
berurutan, pada sebanyak 16% pasien. Frekuensi frozen shoulder bilateral lebih
sering pada pasien dengan diabetres dari pada yang tidak. Pada 14% pasien, saat
frozen shoulder masih terjadi pada suatu bahu, bahu kontralateral juga
terpengaruh. Frozen shoulder kontralateral biasanya terjadi dalam waktu 5 tahun
onset penyakit. Suatu relapse frozen shoulder pada bahu yang sama jarang
terjadi. (Lewis, J, et al. 2015)

E. Faktor Risiko Frozen Shoulder


Frozen shoulder lebih sering terjadi pada wanita. Frozen shoulder sering
terjadi pada orang yang pernah mengalami trauma atau operasi pada sendi bahu.
Orang dengan diabetes, penyakit jantung, penyakit paru, hipertiroid, dan
hipertriglisemi cenderung berisiko untuk mengalami frozen shoulder. (Ryan V,
et al. 2016)

F. Patofisiologi Frozen Shoulder


Patofisiologi frozen shoulder masih belum jelas, tetapi beberapa penulis
menyatakan bahwa dasar terjadinya kelainan adalah imobilisasi yang lama.
Setiap nyeri yang timbul pada bahu dapat merupakan awal kekakuan sendi
bahu. Hal ini sering timbul bila sendi tidak digunakan terutama pada pasien
yang apatis dan pasif atau dengan nilai ambang nyeri yang rendah, di mana tidak
tahan dengan nyeri yang ringan akan membidai lengannya pada posisi
tergantung. Lengan yang imobil akan menyebabkan stasis vena dan kongesti
sekunder dan bersama-sama dengan vasospastik, anoksia akan menimbulkan
reaksi timbunan protein, edema, eksudasi, dan akhirnya reaksi fibrosis. Fibrosis
akan menyebabkan adhesi antara lapisan bursa subdeltoid, adhesi
ekstraartikuler dan intraartikuler, kontraktur tendon subskapularis dan bisep,
perlekatan kapsul sendi.
Penyebab frozen shoulder mungkin melibatkan proses inflamasi. Kapsul
yang berada di sekitar sendi bahu menebal dan berkontraksi. Hal ini membuat
ruangan untuk tulang humerus bergerak lebih kecil, sehingga saat bergerak
terjadi nyeri.
Penemuan makroskopik dari patofisiologi dari frozen shoulder adalah
fibrosis yang padat dari ligament dan kapsul glenohumeral. Secara histologik
ditemukan prolifrasi aktif fibroblast dan fibroblas tersebut berubah menjadi
miofibroblas sehingga menyebabkan matriks yang padat dari kolagen yang
berantakan yang menyebabkan kontraktur kapsular. Berkurangnya cairan
synovial pada sendi bahu juga berkontribusi terhadap terjadinya frozen
shoulder.
Pendapat lain mengatakan inflamasi pada sendi menyebabkan thrombine
dan fibrinogen membentuk protein yang disebut fibrin. Protein tersebut
menyebabkan penggumpalan dalam darah dan membentuk suatu substansi yang
melekat pada sendi. Perlekatan pada sekitar sendi inilah yang menyebabkan
perlekatan satu sama lain sehingga menghambat full ROM. Kapsulitis adhesiva
pada bahu inilah yang disebut frozen shoulder.
Proses imunologik, inflamasi dan fibrosis tampaknya terlibat dalam
patofisiologi frozen shoulder. Hipotesis saat ini menyebabkan peradangan pada
kapsul sendi diikuti oleh perkembangan adhesi dan fibrosis lapisan sinovial.
Penebalan dan kontraksi kapsul sendi glenohumeral dan pembentukan jaringan
kolagen di sekitar sendi mengurangi volume sendi. (Ryan V, et al. 2016)
Biomarker dalam cairan sinovial menunjukkan adanya peradangan kronis.
Penanda berikut telah diidentifikasi dalam frozen shoulder. (Ryan V, et al. 2016)
1. Intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1; CD54)
2. Transforming growth factor–beta (TGF-β)
3. Tumor necrosis factor–alpha (TNF-α)
4. Interleukin-1 (IL-1) alfa dan beta
5. IL-6
6. Platelet-derived growth factor (PDGF)
Matriks metaloproteinase terlibat dalam konstruksi matriks ekstraselular
dan berbagai sitokin yang mengendalikan deposisi kolagen. Obat yang
menghambat matriks metaloproteinase dapat menyebabkan kondisi sangat mirip
dengan penyakit frozen shoulder. (Ryan V, et al. 2016)
Setelah proses inflamasi sinovial, sejumlah besar fibroblas dan
myofibroblasts menunjukkan adanya proses fibrosis pada kapsul. Kondisi ini
diperkirakan berasal dari fibrosis progresif dan kontraktur akhir dari kapsul sendi
glenohumeral, yang menyebabkan rasa sakit dan kekakuan. (Ryan V, et al. 2016)
Penyakit mikrovaskular seperti diabetes melitus dapat menyebabkan
perbaikan kolagen abnormal, yang merupakan predisposisi pasien terhadap
frozen shoulder. (Ryan V, et al. 2016)
Peningkatan glikosilasi protein kolagen dan peningkatan pembentukan
produk akhir glikinasi abnormal dan akumulasi berikutnya memiliki efek yang
merugikan pada proses seluler dan ekstraselular yang dapat memfasilitasi adhesi
dan fibrosis. Neovaskularisasi dengan pewarnaan faktor pertumbuhan endotel
vaskular (VEGF) juga telah diidentifikasi pada sampel jaringan diabetik. (Ryan
V, et al. 2016)
G. Manifestasi Frozen Shoulder
Manifestasi klinis dari frozen shoulder memiliki ciri khas yaitu terbagi
dalam tiga fase, nyeri, kaku, dan perbaikan. Proses alamiah dari fase-fase ini
biasanya berjalan selama 1 hingga 3 tahun. (Chang YT, et al. 2015; Sharma SP,
et al. 2016; Kim YS, et al. 2013; Uppal HS, et al. 2015)
Fase pertama sering disebut juga sebagai painful atau freezing stage, fase
ini diawali dengan rasa nyeri pada bahu. Pasien akan mengeluhkan nyeri saat
tidur dengan posisi miring dan akan membatasi gerak untuk menghindari nyeri.
Pasien akan sering mengeluhkan nyeri pada daerah deltoid. Sering kali pasien
tidak akan meminta bantuan medis pada fase ini, karena dianggap nyeri akan
hilang dengan sendirinya. Mereka dapat mencoba mengurangi nyeri dewngan
analgesic. Tidak ada trauma sebelumnya, akan tetapi pasien akan ingat pertama
kali dia tidak bisa melakukan kegiatan tertentu akibat nyeri yang membatasi
pergerakan. Fase ini dapat berlangsung selama 2 sampai 9 bulan. (Chang YT,
et al. 2015; Sharma SP, et al. 2016; Kim YS, et al. 2013; Uppal HS, et al. 2015)
Fase kedua ini disebut stiff atau frozen fase. Pada fase ini pergerakan bahu
menjadi sangat terbatas, dan pasien akan menyadari bahwa sangat sulit untuk
melalukan kegiatan sehari-hari, terutama yang memerlukan terjadinya rotasi
interna dan externa serta mengangkat lengan seperti pada saat keramas atau
mengambil sesuatu yang tinggi. Saat in pasien biasanya mempunyai keluahans
spesifik seperti tidak bisa menggaruk punggung, atau memasang BH, atau
mengambil sesuatu dari rak yang tinggi. Fase ini berlangsung selama 3 bulan
hingga 1 tahun. (Chang YT, et al. 2015; Sharma SP, et al. 2016; Kim YS, et al.
2013; Uppal HS, et al. 2015)
Fase terakhir adalah fase resolusi atau thawing fase. Pada fase ini pasien
mulai bisa menggerakan kembali sendi bahu. Setelah 1-3 tahun kemampuan
untuk melakukan aktivitas akan membaik, tapi pemulihan sempurna jarang
terjadi. (Chang YT, et al. 2015; Sharma SP, et al. 2016; Kim YS, et al. 2013;
Uppal HS, et al. 2015)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hilangnya gerak pada segala arah baik
secara gerak aktif maupun pasif. Pada pemeriksaan fisik, fleksi atau elevasi
mungkin kurang dari 90 derajat, abduksi kurang dari 45 derajat, dan rotasi
internal dan eksternal dapat berkurang sampai 20 derajat atau kurang. Terdapat
pula restriksi pada rotasi eksternal. (Chang YT, et al. 2015; Sharma SP, et al.
2016; Kim YS, et al. 2013; Uppal HS, et al. 2015)
Tes Appley scratch merupakan tes tercepat untuk mengeveluasi lingkup
gerak sendi aktif. Pasien diminta menggaruk daerah angulus medialis skapula
dengan tangan sisi kontra lateral melewati belakang kepala. Pada frozen
shoulder pasien tidak dapat melakukan gerakan ini. Nyeri akan bertambah pada
penekanan dari tendon yang membentuk muskulotendineus rotator cuff. Bila
gangguan berkelanjutan akan terlihat bahu yang terkena reliefnya mendatar,
bahkan kempis, karena atrofi otot deltoid, supraspinatus dan otot rotator cuff
lainnya. (Chang YT, et al. 2015; Sharma SP, et al. 2016; Kim YS, et al. 2013;
Uppal HS, et al. 2015)

H. Diagnosis Frozen Shoulder


1. Anamnesis
Pada penderita didapatkan keluhan nyeri hebat dan atau keterbatasan
lingkup gerak sendi (LGS). Penderita tidak bisa menyisir rambut, memakai
baju, menggosok punggung waktu mandi, atau mengambil sesuatu dari saku
belakang. Keluhan lain pada dasarnya berupa gerakan abduksi-eksternal
rotasi, abduksi-internal rotasi, maupun keluhan keterbatasan gerak lainnya.
(Chang YT, et al. 2015)
2. Pemeriksaan Fisik
Capsulitis adhesive merupakan gangguan pada kapsul sendi, maka
gerakan aktif maupun pasif terbatas dan nyeri. Nyeri dapat menjalar ke leher
lengan atas dan punggung. Perlu dilihat faktor pencetus timbulnya nyeri.
Gerakan pasif dan aktif terbatas, pertama-tama pada gerakan elevasi dan
rotasi interna lengan, tetapi kemudian untuk semua gerakan sendi bahu.
Tes “appley scratch” merupakan tes tercepat untuk mengevaluasi
lingkup gerak sendi aktif pasien. Pasien diminta menggaruk daerah angulus
medialis skapula dengan tangan sisi kontralateral melewati belakang kepala
(gambar 1). Pada Capsulitis adhesive pasien tidak dapat melakukan gerakan
ini. Bila sendi dapat bergerak penuh pada bidang geraknya secara pasif, tetapi
terbatas pada gerak aktif, maka kemungkinan kelemahan otot bahu sebagai
penyebab keterbatasan.
Nyeri akan bertambah pada penekanan dari tendon yang membentuk
muskulotendineus “rotatorcuff”. Bila gangguan berkelanjutan akan terlihat
bahu yang terkena reliefnya mendatar, bahkan kempis, karena atrofi otot
deltoid, supraspinatus dan otot “rotator cuff” lainnya.

Gambar 1: Tes Appley scracth

3. Pemeriksaan Penunjang
Selain dibutuhkan pemeriksaan fisik, dalam mendiagnosa suatu
penyakit juga dibutuhkan suatu pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
penujang dilakukan sesuai dengan masing-masing penyakit. Pada Capsulitis
adhesive pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan
radiologi (x-ray untuk menyingkirkan arthritis, tumor, dan deporit kalsium)
dan pemeriksaan MRI atau arthrogram (dilakukan bila tidak ada perbaikan
dalam waktu 6-12 minggu), dan pemeriksaan ultrasound. (Uppal HS, et al.
2015)

I. Tatalaksana Frozen Shoulder


Penatalaksanaan dari frozen shoulder berfokus pada mengembalikan
pergerakan sendi dan mengurangi nyeri pada bahu. Biasanya pengobatan
diawali dengan pemberian NSAID dan pemberian panas pada lokasi nyeri,
dilanjutkan dengan latihan-latihan gerakan. Pada beberpa kasus dilakukan
TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) untuk mengurangi nyeri.
(Sharma SP, et al. 2016)
Langkah selanjutnya biasanya melibatkan satu atau serangkaian suntikan
steroid (sampai enam) seperti Methylprednisolone. Pengobatan ini dapat perlu
dilakukan dalam beberapa bulan. Injeksi biasanya diberikan dengan bantuan
radiologis, bisa dengan fluoroskopi, USG, atau CT. Bantuan radiologis
digunakan untuk memastikan jarum masuk dengan tepat pada sendi bahu.
Kortison injeksikan pada sendi untuk menekan inflamasi yang terjadi pada
kondisi ini. Kapsul bahu juga dapat diregangkan dengan salin normal, kadang
hingga terjadi rupture pada kapsul untuk mengurangi nyeri dan hilangnya gerak
karena kontraksi. Tindakan ini disebut hidrodilatasi, akan tetapi terdapat
beberapa penelitian yang meragukan kegunaan terapi tersebut. Apabila terapi-
terapi ini tidak berhasil seorang dokter dapat merekomendasikan manipulasi
dari bahu dibawah anestesi umum untuk melepaskan perlengketan. Operasi
dilakukan pada kasus yang cukup parah dan sudah lama terjadi. Biasanya
operasi yang dilakukan berupa arthroskopi. (Lewis, J, et al. 2015)
III. KESIMPULAN

1. Kapsulitis adesiva atau frozen shoulder didefinisikan sebagai suatu kondisi


dimana terjadi nyeri bahu sampai lengan serta penyempitan luas gerak sendi
baik secara aktif mapun pasif.
2. Frozen shoulder dapat terjadi akibat suatu proses idiopatic atau akibat
kondisi yang menyebabkan sendi tidak digunakan, sehingga imobilisasi
merupakan etiologi tersering.
3. Faktor risiko frozen shoulder meliputi: trauma, riwayat operasi pada sendi
bahu, diabetes, penyakit jantung, penyakit paru, hipertiroid, dan
hyperlipidemia.
4. Patofisiologi frozen shoulder melibatkan proses inflamasi dan fibrosis yang
menyebabkan perlekatan pada daerah sendi bahu.
5. Manifestasi klinis frozen shoulder terdiri dari tiga fase yaitu freezing stage
(nyeri), frozen stage (kaku), dan thawing (resolusi)
6. Tata laksana frozen shoulder meliputi pemberian analgetik dan NSAID,
injeksi kortikosteroid, dan fisioterapi.
DAFTAR PUSTAKA

Baums, M. H.; Spahn, G.; Nozaki, M.; Steckel, H.; Schultz, W.; Klinger, H.-M.
(2006). "Functional outcome and general health status in patients after
arthroscopic release in adhesive capsulitis". Knee Surgery, Sports
Traumatology, Arthroscopy 15: 638–44.
Chang YT, Chang WN, Tsai NW, Cheng KY, Huang CC, Kung CT, et al. Clinical
Features Associated with Frozen Shoulder Syndrome in Parkinson's
Disease. Parkinsons Dis. 2015. 2015:232958.
Jones S, Hanchard N, Hamilton S, Rangan A. A qualitative study of patients’
perceptions and priorities when living with primary frozen shoulder. BMJ
open. 2013;3(9):e003452. doi:10.1136/bmjopen-2013-003452.
Keith, Strange. 2010. Passive Range of Motion and Codmans Exercise. American
Academy of Orthopedics Surgeons.
Kelley MJ, Shaffer MA, Kuhn JE, Michener LA, Seitz AL, Uhl TL, et al. Shoulder
pain and mobility deficits: adhesive capsulitis. J Orthop Sports Phys Ther.
2013;43(5):A1–31.
doi:10.2519/jospt.2013.0302.10.2519/jospt.2013.43.1.A1
Kim YS, Kim JM, Lee YG, Hong OK, Kwon HS, Ji JH. Intercellular adhesion
molecule-1 (ICAM-1, CD54) is increased in adhesive capsulitis. J Bone Joint
Surg Am. 2013 Feb 20. 95(4):e181-8.
Lewis J. Frozen shoulder contracture syndrome - Aetiology, diagnosis and
management. Man Ther. 2015;20(1):2–9. doi:10.1016/j.math.2014.07.006.
PERDOSSI. 2016. Acuan Panduan Praktik Klinis (PPK) Penyakit Neurologi di
Indonesia. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi)
Ryan V, Brown H, Minns Lowe CJ, Lewis JS. The pathophysiology associated with
primary (idiopathic) frozen shoulder: A systematic review. BMC
Musculoskelet Disord. 2016 Aug 15. 17(1):340.
Sharma SP, Bærheim A, Moe-Nilssen R, Kvåle A. Adhesive capsulitis of the
shoulder, treatment with corticosteroid, corticosteroid with distension or
treatment-as-usual; a randomised controlled trial in primary care. BMC
Musculoskelet Disord. 2016 May 26;17.
Uppal HS, Evans JP, Smith C. Frozen shoulder: A systematic review of therapeutic
options. World J Orthop. 2015 Mar 18. 6(2):263-8.
Veitå, Einar Kristian; Tariq, Rana; Sesseng, Solve; Juel, Niels Gunnar; Bautz-
Holter, Erik (2008). "Hydrodilatation, corticosteroids and adhesive capsulitis:
A randomized controlled trial". BMC Musculoskeletal
Victoria R, Hazel B, Catherine J, Minns L and Jeremy S. The pathophysiology
associated with primary (idiopathic) frozen shoulder: A systematic review.
2016; DOI 10.1186/s12891-016-1190-9.
William E Morgan DC, Sarah Patthof DC, Managing the frozen shoulder,
Maryland; 2013.
Zreik NH, Malik RA, Charalambous CP. Adhesive capsulitis of the shoulder and
diabetes: a meta-analysis of prevalence. Muscles Ligaments Tendons J. 2016
May 19. 6 (1):26-34.

You might also like