You are on page 1of 31

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI, FISIOLOGI, DAN EMBRIOLOGI APPENDIX

Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara


Ileum dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan
Appendix terlihat pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada
Caecum. Awalnya Appendix berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi
dan terletak lebih medial dekat dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses
perkembangannya, usus mengalami rotasi. Caecum berakhir pada kuadran kanan
bawah perut. Appendix selalu berhubungan dengan Taenia caecalis. Oleh karena
itu, lokasi akhir Appendix ditentukan oleh lokasi Caecum.1,2,3

Gambar 1. Appendix vermicularis4)

Vaskularisasi Appendix berasal dari percabangan A. ileocolica. Gambaran


histologis Appendix menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada
submukosanya. Pada usia 15 tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul
limfoid. Lumen Appendix biasanya mengalami obliterasi pada orang dewasa. 1,3

9
Gambar 2. Potongan transversa Appendix 5

Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-
rata panjang 6-9 cm. Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia
caealis pada dasar Caecum, ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang
terlihat pada gambar di bawah ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi
lokasi nyeri perut yang terjadi apabila Appendix mengalami peradangan. 1,2

Gambar 3. Variasi lokasi Appendix vermicularis1

10
Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir
ini, Appendix dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan
Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Appendix
merupakan komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue
(GALT), fungsinya tidak penting dan Appendectomy tidak akan menjadi suatu
predisposisi sepsis atau penyakit imunodefisiensi lainnya.2

3.2 INSIDENSI

Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak
kurang dari satu tahun. Rasio pria : wanita = 1,2-1,3 : 1. 2

3.3 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

3.3.1 Obstruksi

Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith


merupakan penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak
dengan Appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi Appendix.
Penyebab yang lebih jarang adalah hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa
Appendix, barium yang mengering pada pemeriksaan sinar X, biji-bijian,
gallstone, cacing usus terutama Oxyuris vermicularis. Reaksi jaringan limfatik,
baik lokal maupun generalisata, dapat disebabkan oleh infeksi Yersinia,
Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba,
Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis
juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enterik atau sistemik, seperti measles,
chicken pox, dan cytomegalovirus. Insidensi Appendicitis juga meningkat pada
pasien dengan cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi karena perubahan pada kelenjar
yang mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat terjadi akibat tumor
carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200

11
tahun, corpus alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam
terjadinya Appendicitis. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis
adalah trauma, stress psikologis, dan herediter.6
Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi.
Fecalith ditemukan pada 40% kasus Appendicitis acuta sederhana, sekitar 65%
pada kasus Appendicitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus
Appendicitis acuta gangrenosa dengan perforasi. 1,2,6,7)

Gambar 3.1. Appendicitis (dengan fecalith) 8)

Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi
normal mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada
Appendix normal 0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan
meningkatkan tekanan intraluminal sekitar 60 cmH2O. Distensi merangsang
akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan nyeri yang samar-
samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah epigastrium. 2)

Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari
pertumbuhan bakteri yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan
tekanan organ melebihi tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat
menyebabkan kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol tidak terhambat.
Distensi biasanya menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih nyata.
Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendix dan peritoneum parietal pada
regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ. 2,6,7 )

12
Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap
kekurangan suplai darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan
arteriol, daerah dengan suplai darah yang paling sedikit akan mengalami
kerusakan paling parah. Dengan adanya distensi, invasi bakteri, gangguan
vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi biasanya pada salah satu daerah infark
di batas antemesenterik. 1,2,6,7)

Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala


gangguan gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan
kebiasaan BAB, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada
diagnosis Appendicitis, khususnya pada anak-anak.6
Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri
tumpul di dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual
dan muntah dalam beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah
timbul mendahului nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis lain.6
Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal,
terjadi gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal
tersebut semakin meningkatan tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya,
peningkatan tekanan ini menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi
Appendix yang menyebabkan iskhemia jaringan intraluminal Appendix, infark,
dan gangren. Setelah itu, bakteri melakukan invasi ke dinding Appendix; diikuti
demam, takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan mediator inflamasi karena
iskhemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding Appendix
berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi
dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendix, khususnya di titik Mc
Burney’s. Jarang terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului
nyeri visceral sebelumnya. Pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal atau di
pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai
peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi Appendix dan penyebaran infeksi.
Nyeri pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat timbul di punggung atau
pinggang. Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau

13
pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri
pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat
penyebaran infeksi Appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau
nyeri seperti terjadi retensi urine.
Perforasi Appendix akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau
peritonitis difus. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah
perforasi dan kemampuan tubuh pasien berespon terhadap perforasi tersebut.
Tanda perforasi Appendix mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC,
leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat
tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48
jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena bayi
tidak memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan yang
melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak
yang lebih tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abscess. Abscess
tersebut dapat diketahui dari adanya massa pada palpasi abdomen pada saat
pemeriksaan fisik.6
Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering
dijumpai pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat
iritasi Ileum terminalis atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya
abscess pelvis.6

3.3.2 Bakteriologi

Flora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora Appendix normal.
Sekitar 60% cairan aspirasi yang didapatkan dari Appendicitis didapatkan bakteri
jenis anaerob, dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi Appendix
yang normal. Diduga lumen merupakan sumber organisme yang menginvasi
mukosa ketika pertahanan mukosa terganggu oleh peningkatan tekanan lumen dan
iskemik dinding lumen. Flora normal Colon memainkan peranan penting pada
perubahan Appendicitis acuta ke Appendicitis gangrenosa dan Appendicitis
perforata. 1,2,7)

14
Appendicitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus
didapatkan lebih dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang
2)
mengalami perforasi. Flora normal pada Appendix sama dengan bakteri pada
Colon normal. Flora pada Appendix akan tetap konstan seumur hidup kecuali
Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada orang dewasa. Bakteri
yang umumnya terdapat di Appendix, Appendicitis acuta dan Appendicitis
perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai variasi
dan bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan. 1,2,7)

Tabel 1. Organisme yang ditemukan pada Appendicitis acuta 2)

Bakteri Aerob dan Fakultatif Bakteri Anaerob

Batang Gram (-) Batang Gram (-)

Eschericia coli Bacteroides fragilis

Pseudomonas aeruginosa Bacteroides sp.

Klebsiella sp. Fusobacterium sp.

Coccus Gr (+) Batang Gram (-)

Streptococcus anginosus Clostridium sp.

Streptococcus sp. Coccus Gram (+)

Enteococcus sp. Peptostreptococcus sp.

Kultur intraperitonal rutin yang dilakukan pada pasien Appendicitis perforata


dan non perforata masih dipertanyakan kegunaannya. Saat hasil kultur selesai,
seringkali pasien telah mengalami perbaikan. Apalagi, organisme yang dikultur
dan kemampuan laboratorium untuk mengkultur organisme anaerob secara
spesifik sangat bervariasi. Kultur peritoneal harus dilakukan pada pasien dengan
keadaan imunosupresi, sebagai akibat dari obat-obatan atau penyakit lain, dan

15
pasien yang mengalami abscess setelah terapi Appendicitis. Perlindungan
antibiotik terbatas 24-48 jam pada kasus Appendicitis non perforata. Pada
Appendicitis perforata, antibiotik diberikan 7-10 hari secara intravena hingga
leukosit normal atau pasien tidak demam dalam 24 jam. Penggunaan irigasi
antibiotik pada drainage rongga peritoneal dan transperitoneal masih kontroversi.
2,6)

3.3.3 Peranan lingkungan: diet dan higiene 7)

Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat dengan
kandungan serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan berhubungan
dengan kondisi tertentu pada pencernaan. Appendicitis, penyakit Divertikel,
carcinoma Colorectal lebih sering pada orang dengan diet seperti di atas dan lebih
jarang diantara orang yang memakan makanan dengan kandungan serta lebih
tinggi. Burkitt mengemukakan bahwa diet rendah serat berperan pada perubahan
motilitas, flora normal, dan keadaan lumen yang mempunyai kecenderungan
untuk timbul fecalith.

3.4 MANIFESTASI KLINIS

3.4.1 Gejala Klinis

Gejala Appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai


dengan nyeri perut yang didahului anoreksia.12,13 Gejala utama Appendicitis acuta
adalah nyeri perut. Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu
menetap, kadang disertai kram yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-
12 jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Nyeri yang menetap ini umumnya terlokalisasi
di RLQ. Variasi dari lokasi anatomi Appendix berpengaruh terhadap lokasi nyeri,
sebagai contoh; Appendix yang panjang dengan ujungnya yang inflamasi di LLQ
menyebabkan nyeri di daerah tersebut, Appendix di daerah pelvis menyebabkan
1,2,3,7,8
nyeri suprapubis, retroileal Appendix dapat menyebabkan nyeri testicular.

16
Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendix,
biasanya suhu naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh
meningkat hingga > 39oC. Anoreksia hampir selalu menyertai Appendicitis. Pada
75% pasien dijumpai muntah yang umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja.
Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus. Umumnya, urutan munculnya
gejala Appendicitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut dan muntah. Bila muntah
mendahului nyeri perut, maka diagnosis Appendicitis diragukan. 2,8 Muntah yang
timbul sebelum nyeri abdomen mengarah pada diagnosis gastroenteritis.

Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan
banyak pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul
2,3,8
pada beberapa pasien terutama anak-anak. Diare dapat timbul setelah
terjadinya perforasi Appendix.12,13

Tabel 1. Gejala Appendicitis acuta 9)

Gejala* Frekuensi (%)

Nyeri perut 100


Anorexia 100
Mual 90
Muntah 75
Nyeri berpindah 50
Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian
anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian 50
demam yang tidak terlalu tinggi)
*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam

17
Skor Alvarado

Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya
ditentukan apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy,
dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasil PA
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang akut dan bukan radang akut.11)

Tabel 2. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.2

Gejala Klinik Value

Gejala Adanya migrasi nyeri 1

Anoreksia 1

Mual/muntah 1

Tanda Nyeri RLQ 2

Nyeri lepas 1

Febris 1

Lab Leukositosis 2

Shift to the left 1

Total poin 10

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka
tindakan bedah sebaiknya dilakukan.2

Gejala Appendicitis yang terjadi pada anak dapat bervariasi, mulai dari yang
menunjukkan kesan sakit ringan hingga anak yang tampak lesu, dehidrasi, nyeri
lokal pada perut kanan bawah, bayi yang tampak sepsis. Pasien dengan peritonitis
difus biasanya bernafas mengorok. Pada beberapa kasus yang meragukan, pasien

18
dapat diobservasi dulu selama 6 jam. Pada penderita Appendicitis biasanya
menunjukkan peningkatan nyeri dan tanda inflamasi yang khas.12,13

Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan


tingkat inflamasi pada Appendix. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri
lokal di titik Mc Burney’s. Tetapi pasien dengan Appendix retrocaecal
menunjukkan gejala lokal yang minimal. Adanya psoas sign, obturator sign, dan
Rovsing’s sign bersifat konfirmasi dibanding diagnostik. Pemeriksaan rectal
toucher juga bersifat konfirmasi dibanding diagnostik, khususnya pada pasien
dengan pelvis abscess karena ruptur Appendix.12

Diagnosis Appendicitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau
terlalu tua. Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat
sehingga Appendicitisnya telah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan
penyakit pada bayi, hanya dijumpai gejala letargi, irritabilitas, dan anoreksia.
Selanjutnya, muncul gejala muntah, demam, dan nyeri.13

3.4.2 Tanda Klinis

Anak-anak dengan Appendicitis biasanya lebih tenang jika berbaring


dengan gerakan yang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada
akhirnya jarang didiagnosis sebagai Appendicitis, kecuali pada anak dengan
Appendicitis letak retrocaecal. Pada Appendicitis letak retrocaecal, terjadi
perangsangan ureter sehingga nyeri yang timbul menyerupai nyeri pada kolik
renal.6

Penderita Appendicitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha


kanan, karena pada sikap itu Caecum tertekan sehingga isi Caecum berkurang.
Hal tersebut akan mengurangi tekanan ke arah Appendix sehingga nyeri perut
berkurang. 6

19
Gambar 4. Posisi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri perut10)

Appendix umumnya terletak di sekitar McBurney. Namun perlu diingat bahwa


letak anatomis Appendix sebenarnya dapat pada semua titik, 360o mengelilingi
pangkal Caecum. Appendicitis letak retrocaecal dapat diketahui dari adanya nyeri
di antara costa 12 dan spina iliaca posterior superior. Appendicitis letak pelvis
dapat menyebabkan nyeri rectal.6

Secara teori, peradangan akut Appendix dapat dicurigai dengan adanya nyeri
pada pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik
untuk Appendicitis. Jika tanda-tanda Appendicitis lain telah positif, maka
pemeriksaan rectal toucher tidak diperlukan lagi.6

Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik: 10

 Rovsing’s sign
Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi
peritoneum. Sering positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.

 Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut
pasien dan tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan
pasien digerakkan dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini
menggambarkan kekakuan musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi
langsung yang berasal dari peradangan Appendix. Manuver ini tidak
bermanfaat bila telah terjadi rigiditas abdomen.

20
Gambar 5. Dasar anatomis terjadinya Psoas sign 10

 Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki
kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa
memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae
dalam posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien
merasa nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri pada manuver ini
menunjukkan adanya perforasi Appendix, abscess lokal, iritasi M.
Obturatorius oleh Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya hernia
obturatoria.

Gambar 6. Cara melakukan Obturator sign10)

21
Gambar 7. Dasar anatomis Obturator sign10)

 Blumberg’s sign (nyeri lepas kontralateral)


Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini dikatakan
positif bila pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ.

 Wahl’s sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan
perkusi di RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren pada
auskultasi.

 Baldwin’s test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat
tungkai kanannya ditekuk.

 Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.

 Nyeri pada daerah cavum Douglasi


Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum
Douglasi atau Appendicitis letak pelvis.

 Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral
 Dunphy’s sign (nyeri ketika batuk)

22
3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

3.5.1 Laboratorium2,3,6,7)

Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3, biasanya didapatkan


pada keadaan akut, Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan
polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan
shift to the left pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta harus
dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm3 pada
Appendicitis tanpa komplikasi. Hitung jenis sel darah putih di atas jumlah tersebut
meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi Appendix dengan atau tanpa
abscess.

CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh
hati sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai
meningkat antara 6-12 jam inflamasi jaringan.

Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP ≥ 8 mcg/mL, hitung leukosit ≥


11000, dan persentase neutrofil ≥ 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas
90.7%.

Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari


saluran kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari
iritasi Urethra atau Vesica urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi
Appendix, pada Appendicitis acuta dalam sample urine catheter tidak akan
ditemukan bakteriuria.

3.5.2.Ultrasonografi1,2,6,7)

Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis Appendicitis.


Appendix diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus
yang nonperistaltik yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang maksimal,
Appendix diukur dalam diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif
bila tanpa kompresi ukuran anterior-posterior Appendix 6 mm atau lebih.
Ditemukannya appendicolith akan mendukung diagnosis. Gambaran USG dari
Appendix normal, yang dengan tekanan ringan merupakan struktur akhiran

23
tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan diagnosis
Appendicitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila Appendix tidak terlihat dan
tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis
Appendicitis acuta tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain
dalam rongga abdomen harus dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada
wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ panggul harus dilihat baik dengan
pemeriksaan transabdominal maupun endovagina agar dapat menyingkirkan
penyakit ginekologi yang mungkin menyebabkan nyeri akut abdomen. Diagnosis
Appendicitis acuta dengan USG telah dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96%
dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama efektifnya pada anak-anak dan
wanita hamil, walaupun penerapannya terbatas pada kehamilan lanjut.

USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai.


Penilaian positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis dari
peradangan sekitarnya, dilatasi Tuba fallopi, benda asing (inspissated stool) yang
dapat menyerupai appendicolith, dan pasien obesitas Appendix mungkin tidak
tertekan karena proses inflamasi Appendix yang akut melainkan karena terlalu
banyak lemak. USG negatif palsu dapat terjadi bila Appendicitis terbatas hanya
pada ujung Appendix, letak retrocaecal, Appendix dinilai membesar dan
dikelirukan oleh usus kecil, atau bila Appendix mengalami perforasi oleh karena
tekanan.

Gambar 3.7.Ultrasonogram pada potongan longitudinal Appendicitis 10)

24
3.5.3. Pemeriksaan radiologi1,2,6,7)

Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis Appendicitis acuta, tetapi


dapat sangat bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien
Appendicitis acuta, kadang dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus,
hal ini merupakan temuan yang tidak spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada
foto polos, tapi bila ditemukan sangat mendukung diagnosis. Foto thorax kadang
disarankan untuk menyingkirkan adanya nyeri alih dari proses pneumoni lobus
kanan bawah.

Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium enema, dan radioisotop


leukosit. Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada
USG, tapi jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT Scan
diperiksa terutama saat dicurigai adanya Abscess appendix untuk melakukan
percutaneous drainage secara tepat.

Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada penemuan


yang tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan Appendix yang
kosong dan dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %.
Pemeriksaan radiografi dari pasien suspek Appendicitis harus dipersiapkan untuk
pasien yang diagnosisnya diragukan dan tidak boleh ditunda atau diganti,
memerlukan operasi segera saat ada indikasi klinis.

Gambar 3.8. Gambaran CT Scan abdomen: Appendicitis perforata

dengan abscess dan kumpulan cairan di pelvis1)

25
Gambar 3.9. Gambaran CT Scan abdomen: Penebalan Appendix

(panah) dengan appendicolith1)

Tabel 3. Perbandingan USG dan CT Scan Appendix pada Appendicitis10)

USG CT Scan Appendix

Sensitivitas 85% 90-100%

Spesifitas 92% 95-97%

Penggunaan Evaluasi pasien pada Evaluasi pasien pada


pasien Appendicitis pasien Appendicitis

Keuntungan Aman Lebih akurat

Relatif murah Lebih baik dalam


mengidentifikasi
Dapat menyingkirkan Appendix normal,
penyakit pelvis pada phlegmon dan abscess
wanita

Lebih baik pada anak-

26
anak

Kerugian Tergantung operator Mahal

Secara teknik tidak Radiasi ionisasi


adekuat dalam menilai
gas Kontras

Nyeri

3.6 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari Appendicitis acuta pada dasarnya adalah diagnosis


dari akut abdomen. Hal ini karena manifestasi klinik yang tidak spesifik untuk
suatu penyakit tetapi spesifik untuk suatu gangguan fisiologi atau gangguan
fungsi. Jadi pada dasarnya gambaran klinis yang identik dapat diperoleh dari
berbagai proses akut di dalam atau di sekitar cavum peritoneum yang
mengakibatkan perubahan yang sama seperti Appendicitis acuta. 2,6)

Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi operasi, namun pada


umumnya proses-proses penyakit yang diagnosisnya sering dikacaukan oleh
Appendicitis sebagian besar juga merupakan masalah pembedahan atau tidak akan
menjadi lebih buruk dengan pembedahan. 2,6)

Diagnosis banding Appendicitis tergantung dari 3 faktor utama: lokasi


anatomi dari inflamasi Appendix, tingkatan dari proses dari yang simple sampai
yang perforasi, serta umur dan jenis kelamin pasien. 2,6)

1. Adenitis Mesenterica Acuta

Diagnosis penyakit ini seringkali dikacaukan oleh Appendicitis acuta pada


anak-anak. Hampir selalu ditemukan infeksi saluran pernafasan atas, tetapi
sekarang ini telah menurun. Nyeri biasanya kurang atau bisa lebih difus dan
rasa sakit tidak dapat ditentukan lokasinya secara tepat seperti pada
Appendicitis. Observasi selama beberapa jam bila ada kemungkinan diagnosis

27
Adenitis mesenterica, karena Adenitis mesenterica adalah penyakit yang self
limited. Namun jika meragukan, satu-satunya jalan adalah operasi segera.

2. Gastroenteritis akut

Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah dibedakan
dengan Appendicitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi
akut self limited dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya
diare, mual, dan muntah. Nyeri hiperperistaltik abdomen mendahului
terjadinya diare. Hasil pemeriksaan laboratorium biasanya normal.

3. Penyakit urogenital pada laki-laki.

Penyakit urogenital pada laki-laki harus dipertimbangkan sebagai


diagnosis banding Appendicitis, termasuk diantaranya torsio testis,
epididimitis akut, karena nyeri epigastrik dapat muncul sebagai gejala lokal
pada awal penyakit ini, Vesikulitis seminalis dapat juga menyerupai
Appendicitis namun dapat dibedakan dengan adanya pembesaran dan nyeri
Vesikula seminalis pada waktu pemeriksaan Rectal toucher.

4. Diverticulitis Meckel

Penyakit ini menimbulkan gambaran klinis yang sangat mirip Appendicitis


acuta. Perbedaan preoperatif hanyalah secara teoritis dan tidak penting karena
Diverticulitis Meckel dihubungkan dengan komplikasi yang sama seperti
Appendicitis dan memerlukan terapi yang sama yaitu operasi segera.

5. Intususseption

Sangat berlawanan dengan Diverticulitis Meckel, sangat penting untuk


membedakan Intususseption dari Appendicitis acuta karena terapinya sangat
berbeda. Umur pasien sangat penting, Appendicitis sangat jarang dibawah
umur 2 tahun, sedangkan Intususseption idiopatik hampir semuanya terjadi di
bawah umur 2 tahun. Pasien biasanya mengeluarkan tinja yang berdarah dan
berlendir. Massa berbentuk sosis dapat teraba di RLQ. Terapi yang dipilih
pada intususseption bila tidak ada tanda-tanda peritonitis adalah barium

28
enema, sedangkan terapi pemberian barium enema pada pasien Appendicitis
acuta sangat berbahaya.

6. Chron’s enteritis

Manifestasi enteritis regional berupa demam, nyeri RLQ, perih, dan


leukositosis sering dikelirukan sebagai Appendicitis. Selain itu, terdapat diare
dan anorexia. Mual dan muntah yang jarang, dapat mengarahkan diagnosis
kepada enteritis namun tidak menyingkirkan diagnosis Appendicitis acuta.

7. Perforasi ulkus peptikum

Gejala perforasi ulkus peptikum menyerupai Appendicitis jika cairan


gastroduodenal mengalir ke bawah di daerah caecal. Jika perforasi secara
spontan menutup, gejala nyeri abdomen bagian atas menjadi minimal.

8. Epiploic appendagitis

Epiploic appendagitis mungkin disebabkan oleh infark Colon sekunder


dari torsi Colon. Gejala dapat minimal atau terjadi gejala abdomen yang dapat
berlangsung hingga beberapa hari. Pasien tidak tampak sakit, jarang terjadi
mual dan muntah, dan nafsu makan tidak berubah. Terdapat nyeri tekan pada
daerah yang terkena. Pada 25% kasus, nyeri berlangsung terus menerus hingga
epiploic appendage yang mengalami infark dioperasi.

9. Infeksi saluran kencing

Pyelonephritis acuta, terutama yang terletak di sisi kanan dapat


menyerupai Appendicitis acuta letak retroileal. Rasa dingin, nyeri costo
vertebra kanan, dan terutama pemeriksaan urine biasanya cukup untuk
membedakan keduanya.

10. Batu Urethra

Bila calculus tersangkut dekat Appendix dapat dikelirukan dengan


Appendicitis retrocaecal. Nyeri alih ke daerah labia, scrotum atau penis,

29
hematuria, dan atau tanpa demam atau leukositosis mendukung adanya batu.
Pyelografi dapat memperkuat diagnosis.

11. Peritonitis Primer

Peritonitis primer jarang menyerupai Appendicitis acuta simplex namun


dapat ditemukan gambaran yang sangat mirip dengan peritonitis difus
sekunder yang disebabkan oleh ruptur Appendix. Diagnosis ditegakkan
dengan aspirasi peritoneal. Bila ditemukan bakteri coccus pada pewarnaan
Gram, peritonitis tersebut adalah peritonitis primer dan terapinya adalah obat–
obatan. Bila ditemukan bermacam–macam bakteri, peritonitis tersebut adalah
peritonitis sekunder.

12. Purpura Henoch–Schonlein

Sindrom ini biasanya terjadi 2-3 minggu setelah infeksi Streptococcus.


Nyeri abdomen merupakan gejala yang paling menonjol, namun nyeri sendi,
purpura dan nephritis juga hampir selalu ditemukan.

13. Yersiniosis

Infeksi Yersinia menyebabkan berbagai macam gejala klinik, termasuk


adenitis mesenterica, ileitis, colitis dan Appendicitis acuta. Umumnya
infeksinya ringan dan self limited, namun pada beberapa dapat terjadi sepsis
sistemik yang umumnnya sangat fatal bila tidak diobati. Kecurigaan pada
diagnosis preoperatif tidak boleh menunda operasi, karena secara klinis
Appendicitis yang disebabkan oleh Yersinia tidak dapat dibedakan dengan
Appendicitis oleh sebab lainnya. Sekitar 5% dari kasus Appendicitis acuta
disebabkan oleh infeksi Yersinia.

14. Kelainan–kelainan ginekologi

Umumnya kesalahan diagnosis Appendicitis acuta tertinggi pada wanita


dewasa muda disebabkan oleh kelainan–kelainan ginekologi. Angka rata-rata
Appendectomy yang dilakukan pada Appendix normal yang pernah

30
dilaporkan adalah 32%–45% pada wanita usia 15–45 tahun. Penyakit–
penyakit organ reproduksi pada wanita sering dikelirukan sebagai
Appendicitis, dengan urutan yang tersering adalah PID, ruptur folikel de
Graaf, kista atau tumor ovarium, endometriosis dan ruptur kehamilan ektopik.
Laparoskopi mempunyai peranan penting dalam menentukan diagnosis.

 Pelvic Inflammatory Disease (PID)


Infeksi ini biasanya bilateral tapi bila yang terkena adalah tuba sebelah
kanan dapat menyerupai Appendicitis. Mual dan muntah hampir selalu terjadi
pada pasien Appendicitis. Pada pasien PID hanya sekitar separuhnya.

 Ruptur Folikel de Graaf


Ovulasi sering mengakibatkan keluarnya darah dan cairan folikuler serta
nyeri yang ringan pada abdomen bagian bawah. Bila cairan sangat banyak dan
berasal dari ovarium kanan, dapat dikelirukan dengan Appendicitis. Nyeri dan
nyeri tekan agak difus. Leucositosis dan demam minimal atau tidak ada.
Karena nyeri ini terjadi pada pertengahan siklus menstruasi, sering disebut
mittelschmerz.

3.7 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta yaitu 1,2,3,6,7)

1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala


klinis dehidrasi atau septikemia.

2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral

3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.

4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.

5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur


dan didapatkan beta-hCG positif secara kualitatif.

31
Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika
profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan
single dose dipilih antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob.

Teknik operasi Appendectomy 1,2,6,8):

a. Open Appendectomy

1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.


2. Dibuat sayatan kulit:
Horizontal Oblique

3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:


a. Pararectal/ Paramedian
Sayatan/ incisi pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot
disisihkan ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M.
rectus abdominis karena fascianya ada 2 agar tidak tertinggal pada
waktu penjahitan. Bila yang terjahit hanya satu lapis fascia saja, dapat
terjadi hernia cicatricalis.

sayatan
M.rectus abd. M.rectus abd.

ditarik ke medial
2 lapis

32
b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting
Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.

1) Incisi apponeurosis M. Obliquus abdominis externus dari lateral


atas ke medial bawah.

Keterangan gambar:

Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi
kedua mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus
abdominis externus.

2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke


lateral bawah.

Keterangan gambar:

Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi


searah dengan seratnya ke arah lateral.

33
3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.

Keterangan gambar:

Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar


tak terjadi trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N.
iliohipogastricus dan pembuluh yang memperdarahinya terletak di
sebelah lateral di antara M. obliquus externus dan internus. Tarikan
yang terlalu keras akan merobek pembuluh dan membahayakan
saraf.

4. Peritoneum dibuka.

Keterangan gambar:

Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar.


Peritoneum sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di
bawahnya. Secuil peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini
ialah pinset jaringan De Bakey. Asisten juga mengangkat dengan cara
yang sama pada sisi di sebelah dokter bedah. Dokter bedah melepaskan

34
pinset, memasang lagi sampai dia yakin bahwa hanya peritoneum yang
diangkat.

5. Caecum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera ditelusuri


untuk mencari Appendix. Setelah Appendix ditemukan, Appendix diklem
dengan klem Babcock dengan arah selalu ke atas (untuk mencegah
kontaminasi ke jaringan sekitarnya).
Appendix dibebaskan dari mesoappendix dengan cara:

Mesoappenddix ditembus dengan sonde kocher dan pada kedua sisinya,


diklem, kemudian dipotong di antara 2 ikatan.

Keterangan gambar:

Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem


Babcock melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat
mesenterium seperti pada gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem
ujung bebas mesenterium di bawah ujung appenddix. Appendix tak boleh
terlalu banyak diraba dan dipegang agar tidak menyebarkan kontaminasi.

6. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi
lebih kuat karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah
Caecum). Klem dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang
pertama diikat dengan benang yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga
tidak terbentuk rongga dan bila terbentuk pus akan masuk ke dalam
Caecum).

35
7. Appendix dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi betadine.

36
8. Perawatan puntung Appendix dapat dilakukan dengan cara:
a. Dibuat jahitan tabak sak pada Caecum, puntung Appendix
diinversikan ke dalam Caecum. Tabak sak dapat ditambah dengan
jahitan Z.
b. Puntung dijahit saja dengan benang yang tidak diabsorbsi. Resiko
kontaminasi dan adhesi.
c. Bila prosedur a+b tidak dapat dilaksanakan, misalnya bila puntung
rapuh, dapat dilakukan penjahitan 2 lapis seperti pada perforasi usus.

9. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru
dilepaskan dan mesenteriolumnya (retrograde).
10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

b. Laparoscopic Appendectomy

Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk


pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy
sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian
bawah. Dengan menggunakan laparoscope akan mudah membedakan penyakit
akut ginekologi dari Appendicitis acuta.1)

37
Gambar 3.10. Posisi operasi Laparoscopic Appendectomy 1)

3.8 KOMPLIKASI POST OPERASI 1)

1. Fistel berfaeces Appendicitis gangrenosa, maupun fistel tak berfaeces;


karena benda asing, tuberculosis, Aktinomikosis.

2. Hernia cicatricalis.

3. Ileus

4. Perdarahan dari traktus digestivus: kebanyakan terjadi 24–27 jam setelah


Appendectomy, kadang–kadang setelah 10–14 hari. Sumbernya adalah
echymosis dan erosi kecil pada gaster dan jejunum, mungkin karena
emboli retrograd dari sistem porta ke dalam vena di gaster/ duodenum.

3.9 PROGNOSIS 2)

Mortalitas dari Appendicitis di USA menurun terus dari 9,9% per 100.000
pada tahun 1939 sampai 0,2% per 100.000 pada tahun 1986. Faktor- faktor yang

38
menyebabkan penurunan secara signifikan insidensi Appendicitis adalah sarana
diagnosis dan terapi, antibiotika, cairan i.v., yang semakin baik, ketersediaan
darah dan plasma, serta meningkatnya persentase pasien yang mendapat terapi
tepat sebelum terjadi perforasi.

39

You might also like