You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN

Filsafat merupakan suatu ilmu pengetahuan yang bersifat ekstential yang artinya sangat
erat hubungannya dengan kehidupan kita sehari-hari. Bahkan, dapat dikatakan filsafatlah
yang menjadi penggerak kehidupan kita sehari-hari sebagai manusia pribadi maupun sebagai
manusia kolektif dalam bentuk masyarakat atau bangsa.
Ilmu pengetahuan pun tidak bisa dilepaskan dari filsafat, sejarah perkembangan ilmu
pengetahuan menarik sekali untuk dikaji, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya fakta yang
salah satunya berisi hukum-hukum alam yang diperoleh dari sains juga tidak bisa dianggap
memiliki kebenaran kekal.
Ada satu hal yang patut dicatat dalam setiap bentangan historisitas bahwa tiap zaman
memiliki ciri dan nuansa refleksi yang berbeda, tak terkecuali dalam bentangan sejarah
filsafat barat. Lihat saja, misalnya, dalam yunani diletakkan sendi-sendi pertama rasionalitas
barat, kemudian zaman patrialistik dan skolastik ditandai oleh usaha yang gigih untuk
mencari keselarasan antara iman dan akal, karena iman dihati, dan akal ada di otak. Tidak
cukuplah sikap credo quia absurdum “aku percaya justru karena tidak masuk akal”. Dalam
zaman modern direfleksikan berbagai hal tentang rasio, manusia dan dunia. Jejak pergumulan
itu terdapat dalam aliran-aliran filsafat dewasa ini.
Salah satu ciri khas manusia adalah sifatnya yang selalu ingin tahu tentang sesuatu hal.
Rasa ingin tahu ini tidak terbatas yang ada pada dirinya, juga ingin tahu tentang lingkungan
sekitar, bahkan sekarang ini rasa ingin tahu berkembang ke arah dunia luar. Rasa ingin tahu
ini tidak dibatasi oleh peradaban. Semua umat manusia di dunia ini punya rasa ingin tahu
walaupun variasinya berbeda-beda. Orang yang tinggal di tempat peradaban yang masih
terbelakang, punya rasa ingin yang berbeda dibandingkan dengan orang yang tinggal di
tempat yang sudah maju.
Rasa ingin tahu tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam sekitarnya dapat
bersifat sederhana dan juga dapat bersifat kompleks. Rasa ingin tahu yang bersifat sederhana
didasari dengan rasa ingin tahu tentang apa (ontologi), sedangkan rasa ingin tahu yang
bersifat kompleks meliputi bagaimana peristiwa tersebut dapat terjadi dan mengapa peristiwa
itu terjadi (epistemologi), serta untuk apa peristiwa tersebut dipelajari (aksiologi).
Ke tiga landasan tadi yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi merupakan ciri spesifik
dalam penyusunan pengetahuan. Ketiga landasan ini saling terkait satu sama lain dan tidak
bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya. Berbagai usaha orang untuk dapat mencapai atau

Filsafat Ilmu 1
memecahkan peristiwa yang terjadi di alam atau lingkungan sekitarnya. Bila usaha tersebut
berhasil dicapai, maka diperoleh apa yang kita katakan sebagai ketahuan atau pengetahuan.
Awalnya bangsa Yunani dan bangsa lain di dunia beranggapan bahwa semua kejadian di
alam ini dipengaruhi oleh para Dewa. Karenanya para Dewa harus dihormati dan sekaligus
ditakuti kemudian disembah. Adanya perkembangan jaman, maka dalam beberapa hal pola
pikir tergantung pada Dewa berubah menjadi pola pikir berdasarkan rasio.
Ditinjau secara sejarah, proses kemenangan akal manusia dari kekuatan mistis dimulai
sejak dari zaman Yunani Kuno. Setelah periode ini perkembangan ilmu berkembang semakin
pesat. Bahkan pada masa sekarang ini, ilmu pengetahuan berkembang dengan cepat dalam
dinamika yang semakin cepat lagi karena penemuan yang satu sering menyebabkan
penemuan-penemuan lainnya. Perkembangan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini tidak
terpusat pada satu tempat atau wilayah tertentu saja. Selain di Eropa , Dunia Timur juga
terbukti memberikan sumbangsih yang besar bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Banyak
penemuan yang terjadi di Dunia Timur yang baru dikembangkan belakangan di Dunia Barat.
Oleh karena itu untuk memahami sejarah perkembangan ilmu, perlu dilakukan periodesasi.
Periodisasi perkembangan ilmu yang disusun di sini dimulai dari perkembangan
pemikiran dan kebudayaan masyarakat di wilayah Babilonia, Mesir, Cina dan India. Hal ini
sangat penting karena pemikiran dan kebudayaan yang berkembang di wilayah-wilayah
tersebut pada masa itu juga merupakan rangkaian panjang sejarah peradaban umat manusia,
yang dengan kemampuan akal pikirannya selau berusaha melangkah maju.

Filsafat Ilmu 2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian filsafat dan perkembangannya


1. Pengertian Filsafat
Filsafat merupakan satu istilah yang berasal dari bahasa Yunani kuno yang
kemudian dalam bahasa Arab disebut falsafah, di sini kemungkinan terjadi
pengadopsian bahasa yang sedikit berbeda dalam cara membacanya. Filsafat
merupakan istilah yang digunakan oleh orang Indonesia. Jika kita perhatikan satu kata
ini tidak jauh berbeda dalam penyebutannya dalam berbagai bahasa, sebagaimana yang
telah diketahui. Kemudian perlu kita ketahui apa sebenarnya arti filsafat tersebut.
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia yang terbentuk dari
dua unsur kata, yaitu philo yang berarti cinta dan sophia yang berarti kearifan, hikmah,
kebijaksaan, keputusan atau pengetahuan yang benar, secara dasar arti filsafat adalah
cinta kebijaksanaan. Dari pengertian di atas menghendaki bahwa filsafat merupakan
suatu kegiatan yang menuntut untuk melakukan sesuatu dengan kualitas terbaik. Ini
merupakan kerja pikiran, sehingga sering sekali berfilsafat diartikan sebagai berpikir
mendalam atau radikal untuk menemukan realitas kebenaran sejati dari sesuatu. Sulit
ditemukan arti filsafat secara hakiki, namum setidaknya berfilsafat itu merupakan
berfikir sistematis dan penuh kehati-hatian untuk membuktikan kebenaran atau hakikat
suatu yang dipikirkan.
Menurut Mukhtar filsafat adalah telaah kefilsafatan yang mengandalkan
penalaran atau logika dengan mengedepankan berpikir secara radic dan spekulatif.
Filsafat tidak melakukan pengujian secara empiris seperti halnya ilmu pengetahuan,
tetapi telaah filsafat kebenarannya persis seperti halnya ilmu pengetahuan karena dia
memiliki kriteria dan karakter berfikir tertentu.[1]
Kebenaran yang dihasilkan filsafat berbeda dengan yang dihasilkan ilmu
pengetahuan. Ini dikarenakan kajian filsafat lebih bersifat unviersal sedangkan ilmu
pengetahuan bersifat parsial dan terpisah-pisah sesuai dengan kajiannya masing-masing
dalam disiplin ilmu tertentu dengan ketentuan sistematis, logis, dan empiris.
Jika kita renungi, seolah-olah kajian yang kita pelajari adalah tentang hasil
pemikiran-pemikiran para filosof sepanjang masa. Tujuan yang diinginkan adalah
bagaimana mengatasi permasalahan-permasalahan hidup manusia di dunia ini, karena
dalam kehidupan manusia selalu melekat berbagai problematika baik secara individu

Filsafat Ilmu 3
maupun kelompok. Dari sinilah mulai munculnya aliran-aliran filsafat, dan hal ini juga
terjadi dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan karena bersumber dari filsafat.

2. Sejarah Perkembangan Filsafat


Filsafat, terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke-7
SM. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai memikirkan dan berdiskusi akan
keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri
kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan.[2]
Dalam sejarah perkembangannya sebagaimana yang terjadi di dunia Islam dengan
kelahiran mu’tazilah yang mengedepankan akal (rasio) sekitar (abad 2H/8M), di dunia
Eropa juga lahir gerakan Aufklarung (abad 11 H/17 M). Kedua sisi ini hendak
merasionalkan agama. Mu’tazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan dan Aufklarung
menolak trinitas sebagai sifat Tuhan. Alam Aufklarung inilah dalam perkembangannya
telah membuat peradaban Eropa menjurus pada pemujaan akal. Mereka berpendapat
bahwa antara ilmu dan agama terjadi pertentangan yang keras, ilmu pengetahuan
berkembang pada dunianya dan agama pada dunia yang lain.
Dalam persoalan ini lahirlah sikap sekuleristik dalam ilmu pengetahuan.
Liberalisasi, emensipasi, otonomi pribadi, dan otoritas rasio yang begitudiagungkan
merupakan nilai-nilai kejiwaan yang selalu mewarnai sikap mentalmanusia Barat
semenjak zaman renaissance (abad 15) dan Aufklaerung (abad ke18) yang
memungkinkan mereka melakukan tinggal landas mengarungi dirgantara ilmu
pengetahuan yang tiada bertepi dengan hasil-hasil sebagaimana mereka miliki hingga
sekarang ini.
Zaman perkembangan ilmu yang paling menentukan dasar kemajuan ilmu
sekarang ini ialah sejak zaman sekarang ini ialah sejak abad ke 17 dengan dorongan
beberapa hal: pertama : untuk mengembalikan keputusan danpernyataan-pernyataan
ilmiah lalu menonjolkan peranan matematik sebagai sarana penunjang pemikiran
ilmiah. Dalam angka inilah mulainya menonjol peranan penggunaan angka Arab di
Eropa (angka yang kita kenal di dunia sekarang) karena dinilai lebih sederhana dan
praktis dari pada angka –angka Romawi. Adapun angka Arab itu sendiri dikembangkan
dan berasal dari kebudayaan India. Faktor yang kedua dalam revolusi ilmu di abad ke
17, ialah makin gigihnya parailmuwan menggunakan pengamatan dan eksperimen,
dalam membuktikankebenaran-kebenaran preposisi ilmu. Namun J.B.Bury menyangkal
bahwa kemajuan ilmu tidak terdapat padaabad pertengahan bahkan tidak terdapat pada

Filsafat Ilmu 4
awal Renaissance, tetapi baru abadke -17, sebagai hasil dari rumusan Cartesius tentang
dua aksioma yaitu : 1) berkuasanya akal manusia dan 2) tak berubah-ubahnya hukum
alam. Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban
Yunani. Oleh karena itu periodesasi perkembangan ilmu disusun mulai dari peradaban
Yunani kemudian diakhiri pada penemuan-penemuan pada zaman kontemporer. Secara
singkat periodesasi perkembangan ilmu dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Pra Yunani Kuno (abad 15-7 SM)
Bangsa Yunani merupakan bangsa yang pertama kali berusaha
menggunakan akal untuk berpikir. Kegemaran bangsa Yunani merantau secara
tidak langsung menjadi sebab meluasnya tradisi berpikir bebas yang dimiliki
bangsa Yunani. Kebebasan berpikir Yunani disebabkan sebelumnya tidak pernah
ada agama yang didasarkan pada kitab suci.[3]
Dalam sejarah perkembangan peradaban manusia. Yakni ketika belum
mengenal peralatan seperti yang dipakai sekarang ini. Pada masa itu manusia
masih menggunakan batu sebagai peralatan. Masa zaman batu berkisar antara 4
juta tahun sampai 20.000 tahun sebelum masehi. Sisa peradaban manusia yang
ditemukan pada masa ini antara lain: alat-alat dari batu, tulang belulang dari
hewan, sisa beberapa tanaman, gambar-gambar digua-gua, tempat-tempat
penguburan, tulang belulang manusia purba. Evolusi ilmu pengetahuan dapat
diruntut melalui sejarah perkembangan pemikiran yang terjadi di
Yunani,Babilonia, Mesir, China, Timur Tengah dan Eropa.

2. Zaman Yunani kuno (abad-7-2 SM)


Zaman Yunani kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena
pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengeluarkan ide-ide atau
pendapatnya, Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudangnya ilmu dan
filsafat, karena Yunani pada masa itu tidak mempercayai mitologi-mitologi.
Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima pengalaman-pengalaman yang
didasarkan pada sikap menerima saja (receptive attitude) tetapi menumbuhkan
anquiring attitude (senang menyelidiki secara kritis). Sikap inilah yang
menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli-ahli pikir yang terkenal sepanjang
masa. Beberapa tokoh yang terkenal pada masa ini antara lain : Thales,
Demokrates dan Aristoteles.[4]

Filsafat Ilmu 5
3. Zaman Pertengahan (Abad 2- 14 SM)
Zaman pertengahan (middle age) ditandai dengan para tampilnya theolog di
lapangan ilmu pengetahuan. Ilmuwan pada masa ini adalah hampir semuanya
para theolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Atau
dengan kata lain kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama.
Semboyan pada masa ini adalah Anchila Theologia (abdi agama).
Peradaban dunia Islam terutama abad 7 yaitu Zaman bani Umayah telah
menemukan suatu cara pengamatan astronomi, 8 abad sebelum Galileo Galilie
dan Copernicus. Sedangkan peradaban Islam yang menaklukan Persia pada abad
8 Masehi, telah mendirikan Sekolah kedokteran dan Astronomi di Jundishapur.
Pada masa keemasan kebudayaan Islam, dilakukan penerjemahan berbagai karya
Yunani. Dan bahkan khalifahAl_Makmun telah mendirikan rumah Kebijaksanaan
(House of Wisdom) / Baitul Hikmah pada abad 9. Pada abad ini Eropa
mengalami zaman kegelapan(dark age).

4. Masa Renaissance (14-17 M)


Renaisance merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan
perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Zaman yang
menyaksikan dilancarkannya tantangan gerakan reformasi terhadap keesaan dan
supremasi gereja katolik Roma, bersamaan dengan berkembangnya humanisme.
Zaman ini juga merupakan penyempurnaan kesenian, keahlian, dan ilmu yang
diwujudkan dalam diri jenius serba bisa, Leonardo Da Vinci. Penemuan
percetakan (kira-kira 1440 M) oleh kolumbus memberikan dorongan lebih keras
untuk meraih kemajuan ilmu. Kelahiran kembali sastra di Inggris, Prancis, dan
Spanyol diwakili Shakespeare, Spencer, Rabelais, dan Ronsard. Pada masa itu,
seni musik juga mengalami perkembagan. Adanya penemuan para ahli
perbintangan seperti Copernicus dan Galileo menjadi dasar munculnya astronomi
modern yang merupakan titik balik dalam pemikiran ilmu dan filsafat.[5]
Tidaklah mudah membuat garis batas yang tegas antara zaman Renaisance
dengan zaman modern. Sementara orang menganggap bahwazaman modern
hanyalah perluasan Renaisance. Akan tetapi, pemikiran ilmiah membawa
manusia lebih maju kedepan dengan kecepatan yang besar, berkat kemampuan-
kemampuan yang dihasilkan oleh masa-masa sebelumnya. Manusia maju dengan

Filsafat Ilmu 6
langkah raksasa dari zaman uap ke zaman listrik, kemudian ke zaman atom,
elektron, radio, televisi, roket dan zaman ruang angkasa.

5. Perkembangan Filsafat Zaman Modern (17-19 M)


Zaman ini ditandai dengan berbagai dalam bidang ilmiah, serta filsafat dari
berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak secara keseluruhan bercorak sufisme
Yunani. Paham – paham yang muncul dalam garis besarnya adalah Rasionalisme,
Idialisme, dengan Empirisme. Paham Rasionalisme mengajarkan bahwa akal
itulah alat terpenting dalam memperoleh dan menguji pengetahuan. Ada tiga
tokoh penting pendukung rasionalisme ini, yaitu Descartes, Spinoza, dan Leibniz.
Sedangkan aliran Idialisme mengajarkan hakekat fisik adalah jiwa, spirit. Ide ini
merupakan ide Plato yang memberikan jalan untuk memperlajari paham
idealisme zaman modern. Para pengikut aliran/paham ini pada umumnya, sumber
filsafatnya mengikuti filsafat kritisisismenya Immanuel Kant. Fitche (1762-1814)
yang dijuluki sebagai penganut Idealisme subyektif merupakan murid Kant.
Sedangkan Scelling, filsafatnya dikenal dengan filsafat Idealisme Objektif. Kedua
Idealisme ini kemudian disintesakan dalam Filsafat Idealisme Mutlak Hegel.
Pada Paham Empirisme mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu dalam
pikiran kita selain didahului oleh pengalaman. ini bertolak belakang dengan
paham rasionalisme. Mereka menentang para penganut rasionalisme yang
berdasarkan atas kepastian-kepastian yang bersifat apriori. Pelopor aliran ini
adalah Thomas Hobes Jonh locke,dan David Hume.[6]

6. Zaman Kontemporer
Yang dimaksud dengan zaman kontemporer adalah dalam kontek ini adalah
era tahun-tahun terakhir yang kita jalani hingga saat sekarang. Hal yang
membedakan pengamatan tentang ilmu pada zaman sekarang adalah bahwa
zaman modern adalah era perkembangan ilmu yang berawal sejak sekitar abad
ke-15, sedangkan kontemporer memfokuskan sorotannya pada berbagai
perkembangan terakhir yang terjadi hingga saat sekarang. Beberapa contoh
perkembangan ilmu kontemporer adalah : Santri, Priyayi, dan Abangan. Lebih
lanjut Semenjak tahun 1960 filsafat ilmu mengalami perkembangan yang sangat
pesat, terutama sejalan dengan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi yang

Filsafat Ilmu 7
ditopang penuh oleh positivisme-empirik, melalui penelaahan dan pengukuran
kuantitatif sebagai andalan utamanya.
Berbagai penemuan teori dan penggalian ilmu berlangsung secara
mengesankan. Pada periode ini berbagai kejadian dan peristiwa yang sebelumnya
mungkin dianggap sesuatu yang mustahil, namun berkat kemajuan ilmu dan
teknologi dapat berubah menjadi suatu kenyataan. Bagaimana pada waktu itu
orang dibuat tercengang dan terkagum-kagum, ketika Neil Amstrong benar-benar
menjadi manusia pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan. Begitu juga
ketika manusia berhasil mengembangkan teori rekayasa genetika dengan
melakukan percobaan cloning pada kambing, atau mengembangkan cyber
technology, yang memungkinkan manusia untuk menjelajah dunia melalui
internet. Semua keberhasilan ini kiranya semakin memperkokoh keyakinan
manusia terhadap kebesaran ilmu dan teknologi. Memang, tidak dipungkiri lagi
bahwa positivisme-empirik yang serba matematik, fisikal, reduktif dan free of
value telah membuktikan kehebatan dan memperoleh kejayaannya, serta
memberikan kontribusi yang besar dalam membangun peradaban manusia seperti
sekarang ini. Namun, dibalik keberhasilan itu, ternyata telah memunculkan
persoalan-persoalan baru yang tidak sederhana, dalam bentuk kekacauan, krisis
dan chaos yang hampir terjadi di setiap belahan dunia ini.
Alam menjadi marah dan tidak ramah lagi terhadap manusia, karena
manusia telah memperlakukan dan mengexploitasinya tanpa memperhatikan
keseimbangan dan kelestariannya. Berbagai gejolak sosial hampir terjadi di
mana-mana sebagai akibat dari benturan budaya yang tak terkendali. Kesuksesan
manusia dalam menciptakan teknologi-teknologi raksasa ternyata telah menjadi
bumerang bagi kehidupan manusia itu sendiri. Raksasa-raksasa teknologi yang
diciptakan manusia itu seakan-akan berbalik untuk menghantam dan menerkam si
penciptanya sendiri, yaitu manusia. Berbagai persoalan baru sebagai dampak dari
kemajuan ilmu dan teknologi yang dikembangkan oleh kaum positivisme-
empirik, telah memunculkan berbagai kritik di kalangan ilmuwan tertentu. Kritik
yang sangat tajam muncul dari kalangan penganut “Teori Kritik Masyarakat”.[7]
Kritik terhadap positivisme, kurang lebih bertali temali dengan kritik
terhadap determinisme ekonomi, karena sebagian atau keseluruhan bangunan
determinisme ekonomi dipancangkan dari teori pengetahuan positivistik.
Positivisme juga diserang oleh aliran kritik dari berbagai latar belakang dan

Filsafat Ilmu 8
didakwa berkecenderungan meretifikasi dunia sosial. Selain itu Positivisme
dipandang menghilangkan pandangan aktor, yang direduksi sebatas entitas pasif
yang sudah ditentukan oleh “kekuatan-kekuatan natural”. Pandangan teoritikus
kritik dengan kekhususan aktor, di mana mereka menolak ide bahwa aturan
aturan umum ilmu dapat diterapkan tanpa mempertanyakan tindakan manusia.
Akhirnya “ Teori Kritik Masyarakat” menganggap bahwa positivisme
dengan sendirinya konservatif, yang tidak kuasa menantangsistem yang eksis.
Senada dengan pemikiran di atas, Nasution (1996:4) mengemukan pula tentang
kritik post-positivime terhadap pandangan positivisme yang bercirikan free of
value, fisikal, reduktif dan matematika. Aliran post-positivime tidak menerima
adanya hanya satu kebenaran,. Rich (1979) mengemukakan “There is no the truth
nor a truth – truth is notone thing, -or even a system. It is an increasing
completely” Pengalaman manusia begitu kompleks sehingga tidak mungkin untuk
diikat oleh sebuahteori. Freire (1973) mengemukakan bahwa tidak ada
pendidikan netral, maka tidak ada pula penelitian yang netral. Usaha untuk
menghasilkan ilmu sosial yang bebas nilai makin ditinggalkan karena tak
mungkin tercapai dan karena itu bersifat “self deceptive” atau penipuan diri dan
digantikan oleh ilmu sosial yang berdasarkan ideologi tertentu. Hesse (1980)
mengemukakan bahwa kenetralan dalam penelitian sosial selalu merupakan
problema dan hanya merupakan suatu ilusi. Dalam penelitian sosial tidak ada apa
yang disebut “obyektivitas”.“ Knowledge is a’socially contitued’, historically
embeded, and valuationally.
Namun ini tidak berarti bahwa hasil penelitian bersifat subyektif semata-
mata, oleh sebab penelitian harus selalu dapat dipertanggung- jawabkan secara
empirik, sehingga dapat dipercaya dan diandalkan.

B. Pengertian Ilmu Pengetahuan Dan Perkembangannya


1. Pengertian Ilmu Pengetahuan
Secara etimologi, ilmu pengetahuan terdiri dari dua kata, yakni ilmu dan
pengetahuan. Ilmu dalam bahas Arab, berasal dari kata Alama artinya mengecap
atau memberi tanda. Sedangkan ilmu berarti pengetahuan.[8] Sedangkan dalam
bahasa Inggris ilmu berarti science, yang berasal dari bahasa latin scientia, yang
merupakan turunan dari kata scire, dan mempunyai arti mengetahui (to know),

Filsafat Ilmu 9
yang juga berarti belajar (to learn).[9] Dalam Webster’s Dictionary disebutkan
bahwa :
(1) Possession of knowledge as distinguished from ignorance or
misunderstanding; knowledge attain trough study or practice, (2) A departemen
of sistematiced knowledge as an object of study (the science of tiology), (3)
Knowledge covering general truths of the operasion laws esp. As obtained and
tested through scientific method; such knowledge concerned with the physical
word an its phenomena (natural science), (4) a system or method based or
purporting to be based an scientific principles.[10]
(1) Pengetahuan yang membedakan dari ketidak tahuan atau kesalah pahaman;
pengetahuan yang diperoleh melalui belajar atau praktek, (2) suatu bagian dari
pengetahuan yang disusun secara sistematis sebagai salah satu objek studi (ilmu
teologi), (3) pengetahuan yang mencakup kebenaran umum atau hukum-hukum
operasinal yang diperoleh dan diuji melalui metode ilmiah; pengetahuan yang
memperhatikan dunia pisik dan gejala-gejalanya (ilmu pengetahuan alami), (4)
suatu sistem atau metode atau pengakuan yang didasarkan pada prinsip-prinsip
ilmiah.
Sedangkan pengetahuan merupakan arti dari kata knowledge yang
mempunyai arti :
(1) the fact or conditioning of knowing something whit familiriality gained
through experience or association, (2) the fact or conditioning of being aware of
something. (3) the fact or condition of having information or of being learned, (4)
the sum of is known; the body of truth, information, and principels acquired by
mankind.
(1) kenyataan atau keadaan mengetahui sesuatu yang diperoleh secara umum
melalui pengalaman atau kebenaran secara umum, (2) kenyataan atau kondisi
manusia yang menyadari sesuatu, (3) kenyataan atau kondisi memiliki informasi
yang sedang dipelajari, (4) sejumlah pengetahuan; susunan kepercayaan,
informasi dan prinsip-prinsip yang diperoleh manusia.
Konklusi dari pernyataan tersebut diatas, Ilmu diinterpretasikan
sebagai salah satu dari pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah yang
sistematis. Sedangkan pengetahuan diperoleh dari kebiasaan atau pengalaman
sehari-hari. Dengan demikian ilmu lebih sempit dari pegetahuan, atau ilmu
merupakan bagian dari pengetahuan.

Filsafat Ilmu 10
Pengertian tersebut tidak jauh berbeda dari definisi yang dikemukakan oleh
para ahli -terminologi-. Kata ilmu diartikan oleh Charles Singer sebagai proses
membuat pengetahuan. Definisi yang hampir sama dikemukakan
John Warfield yang mengartikan ilmu sebagai rangkaian aktivitas penyelidikan.
Sedangkan pengetahuan menurut Zidi Gazalba merupakan hasil pekerjaan dari
tahu yang merupakan hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai.
Pengetahuan menurutnya adalah milik atau isi fikiran.[11] Sedangkan pengertian
ilmu pengetahuan sebagai terjemahan dari science, seperti dikatakan oleh Endang
Saefuddin Anshori ialah : Usaha pemahaman manusia yang disusun dalam satu
sistem mengenai kenyataan, struktur, pembagian, bagian-bagian dan hukum-
hukum tentang hal-ihwal yang diselidiki (alam, manusia, dan agama) sejauh yang
dapat dijangkau daya pemikiran yang dibantu penginderaan itu, yang
kebenarannya diuji secara empiris, riset dan eksprimental.[12]
Dari definisi tersebut diperoleh ciri-ciri ilmu pengetahuan yaitu; sistematis,
generalitas (keumuman), rasionalitas, objektivitas, verifibialitas dan komunitas.
Sistematis, ilmu pengetahuan disusun seperti sistem yang memiliki fakta-fakta
penting yang saling berkaitan. Generalitas, kualitas ilmu pengetahuan untuk
merangkum fenomena yang senantiasa makin luas dengan penentuan konsep
yang makin umum dalam pembahasan sasarannya. Rasionalitas, bersumber pada
pemikiran rasional yang mematuhi kaidah-kaidah logika. Verifiabilitas, dapat
diperiksa kebenarannya, diselidiki kembali atau diuji ulang oleh setiap anggota
lainnya dari masyarakat ilmuan. Komunitas, dapat diterima secara umum, setelah
diuji kebenarannya oleh ilmuwan.
Sedangkan yang menjadi objek ilmu pengetahuan dapat dibagi dua yaitu
objek materi (material objek) dan objek fomal (formal objek). Objek materi
adalah sasaran yang berupa materi yang dihadirkan dalam suatu pemikiran atau
penelitian. Didalamnya terkandung benda-benda materi ataupun non-materi. Bisa
juga berupa hal-hal, masalah-masalah, ide-ide, konsep-konsep dll.
Objek formal yang berarti sudut pandang menurut segi mana suatu objek
diselidiki. Objek formal menunjukkan pentingnya arti, posisi dan fungsi-fungsi
objek dalam ilmu pengetahuan. Sebagai contoh pembahasan tentang objek materi
“manusia”. Dalam diri manusia terdapat beberapa aspek, seperti: kejiwaan,
keragaan, keindividuaan dan juga kesosialan. Aspek inilah yang menjadi objek
forma ilmu pengetahuan. Manusia dengan objek formalnya akan menghasilkan

Filsafat Ilmu 11
beberapa macam ilmu pengetahuan, misalnya biologi, fisikologi, sosiologi,
antropologi dll.
Dengan kata lain ilmu pengetahuan adalah pengetahuan tentang suatu objek
yang diperoleh dengan metode ilmiah yang disusun secara sistematik sebagai
sebuah kebenaran.
.
2. Perkembangan Ilmu
a. Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Babilonia dan Mesir
Sekitar tahun 3000 SM di daerah Mesopotamia, orang mulai bertani
dalam jumlah besar, menggunakan binatang dan bajak, memiki perahu dan
kendaraan beroda sebagai sarana transportasi. Mereka juga sudah mampu
mengolah logam dan membuat barang dari keramik. Tahun 2500 SM
bangsa Sumeria telah mengenal matematika. Tahun 2000 SM dinasti
Hammurabi mengembangkan kemajuan kebudayaan. Matematika semakin
berkembang. Banyak sekolah didirikan. Orang Babilonia telah mampu
membagi hari dalam jam serta menyatakan bahwa satu tahun terdiri atas
365 hari.
Di bidang astronomi para pemuka agama melakukan pengamatan
terhadap angkasa dan memberi nama bintang-bintang dengan Pisces,
Gemini, Scorpio dan lain-lain yang sekarang disebut zodiac. Kemudian
melalui pengamatan tersebut , mereka mencoba meramalkan nasib
seseorang dikaitkan dengan hari kelahirannya.
Pengetahuan tentang kedokteran juga telah lama dikenal di Babilonia.
Pada tahun 2350 SM telah ada dokter di Babilonia Selatan. Akan tetapi
pada saat itu pengetahuan yang dikembangkan bercampur dengan anggapan
bahwa penyakit itu dibawa oleh roh jahat. Oleh karena itu pengobatannya
pun dilakukan melalui obat dan mantra. Yang diketahui dari buku-buku
kedokteran yang memuat tulisan yang berisi campuran antara resep dan
mantra. Dalam bidang ekonomi orang Babilonia juga telah mengenal
perdagangan dalam bentuk barter. Kerajinan tangan membuat sepatu,
menyamak kulit, memotong batu, textil.dll.[23]
Kebudayaan Mesir di Zaman Purba lebih maju. Di bidang transportasi
orang Mesir sudah berhasil menemukan kereta beroda dan perahu layer.
Juga mengenal timbangan yang memungkinkan mereka mengetahui berat

Filsafat Ilmu 12
suatu benda. Pembuatan textile dengan cara menenun telah dilakukan
dengan alat tenun.
Pada tahun 2500 SM di Mesir telah dibangun Piramid yang sisi-
sisinya tepat menghadap Barat, Timur, Utara dan Selatan. Pembangunan
Piramid menunjukan telah dipergunakannya Matematika untuk menghitung
sudut elevasi Piramid.[24]
Dalam bidang kedokteran ditemukan tulisan tentang cara-cara
pengobatan orang sakit . Pada papyrus ebers misalnya, terdapat keterangan
tentang denyut nadi pada beberapa bagian badan, mekanisme pernafasan,
daftar penyakit, resep obat untuk penyakit mata, telinga dan perut dan lain-
lain. Pengobatan suatu penyakit selain menggunakan obat-obatan yang
terdiri dari ramuan tumbuhan dan bahan kimia seperti minyak jarak, soda,
garam, timbale dan garam tembaga, juga menggunakan mantera. Lemak
harimau, buaya, ular dan angsa digunakan sebagai obat penumbuh rambut.
Dalam papyrus ini ditulis pula cara-cara mengawetkan makanan
dengan menggunakan garam, cuka dll. Dokter pertama kali dikisahkan
bernama Imhotep dan kemudian dianggap sebagai dewa pengobatan pada
tahun 3000 SM sedangkan gambar-gambar tentang suatu operasi atau
pembedahan telah ada pada tahun 2500 SM.Gambar tersebut terdapat
sebagai ukiran dalam suatu makam di Mesir. Akan tetapi pada orang yang
menderita penyakit jiwa, pengobatannya tidak melalui dokter, akan tetapi
diserahkan pada ahli mengusir roh jahat.
Dalam bidang pengolahan logam orang Mesir telah lama mengenal
cara-cara pemurnian emas, pengolahan besi serta bijih logam lainnya. Hal
ini dapat diketahui dengan ditemukannya benda-benda dari logam yang
berupa perhiasan atau senjata. Emas, perak dan tembaga diperkirakan telah
ada pada tahun 3000 SM. Perunggu telah dipergunakan orang pada tahun
2500 SM dan pada waktu itu besi dan timbal telah ditemukan .raksa telah
dikenal orang pada tahun 1500 SM. Timbale terdapat sebagai bijih timbal
sulfide di suatu tempat dekat laut Merah. Tambang emas terletak di sebelah
timur sungai Nil di daerah yang disebut Nubia.
Selain logam, orang Mesir juga mengenal cara pembuatan gelas dan
keramik. Mereka telah menggunakan alat yang berupa roda yang berputar
pada sumbu tegak untuk memberi bentuk kepada tanah liat yang digunakan,

Filsafat Ilmu 13
misalnya bentuk suatu bejana kemudian dibakar dalam sebuah tungku atau
tanur tinggi yang tertutup. Pembuatan gelas secara besar-besaran baru
dilakukan pada tahun 1370 SM dengan menggunakan netron yang dilebur
bersama kwarsa. Senyawa-senyawa tembaga dipakai untuk memberi warna
hijau atau biru pada gelas. Kira-kira pada tahun 4000 SM orang-orang
Mesir juga telah mengenal zat warna indigo yang digunakan untuk memberi
warna pada tekstil .[25]

b. Perkembangan Pengetahuan di India


Pada zaman kuno, pengetahuan yang telah dikenal di daerah lembah
sungai Indus ini adalah astronomi, matematika dan kedokteran. Walaupun
tidak dapat menyamai perkembangan astronomi di Babilonia, namun para
pengamat benda-benda angkasa telah mengamati posisi matahari, bulan dan
beberapa bintang. Dari pengamatan itu ditentukan banyaknya waktu dalam
satu tahun dan satu bulan, Trigonometri serta lambang-lambang bilangan
juga dikembangkan dengan baik. Berhitung dengan menggunakan angka
nol dan angka satu sampai sembilan berkembang dan digunakan dalam
kehidupan sehari-hari.
Pengetahuan kedokteran telah dikenal di India beberapa ratus tahun
Sebelum Masehi. Tulisan tentang pengetahuan kedokteran memuat
beberapa cara pengobatan yang bebas dari pengaruh mistik. Menurut teori
kedokteran pada jaman kuno, tubuh manusia terdiri atas lima unsure alami
yaitu : tanah, air, api, angin dan ruang kosong. Air, api dan angin adalah
unsur yang aktif. Apabila ketiga unsur tersebut berada dalam keseimbangan
dan keserasian maka orang akan sehat. Kelebihan atau kekurangan salah
satu unsure tadi menyebabkan adanya ketidakseimbangan dan
ketidakserasian yang mengakibatkan orang menjadi sakit. Tumbuh-
tumbuhan digunakan untuk keperluan pengobatan. Pengobatan penyakit
dengan cara pembedahan juga telah lama dikenal.[26]

c. Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Cina


Perkembangan Ilmu pengetahuan di Cina dapat diketahui dari
penemuan arkeologi, yaitu pada masa Dinasti Shang ( 1523-1028 SM ) dan
Dinasti Chin ( 1027 – 256 SM ). Pada masa – masa tersebut orang telah

Filsafat Ilmu 14
mengenal tulisan, pembuatan keramik, kendaraan beroda, cara bertanam
padi, pembuatan sutera alam, dan pembuatan alat-alat dari
perunggu.perunggu telah lama dikenal pada abad ke -10 SM. Pengolahan
besi dikenal abad ke-6 SM. Pada masa Dinasti Shang dan Chin, teknologi di
Cina mencapai kemajuan besar. Dalam bidang kedokteran bangsa Cina juga
telah mengenal bentuk pengobatan dengan menggunakan tusuk jarum (
akupuntur ) pada beberapa abad sebelum masehi.
Di samping itu dalam sebuah buku kuno yang ditulis pada tahun 1200
SM terdapat tulisan tentang asal mula benda-benda. Disebutkan bahwa
benda berasal dari dua macam kekuatan yaitu Yin dan Yang. Yin membawa
cirri buruk, sedangkan Yang membawa ciri baik. Sifat suatu benda
tergantung dari jumlah Yin dan Yang yang terkandung dalam benda
tersebut. Karena itu mereka percaya bahwa satu benda dapat berubah
menjadi benda lain apabila jumlah Yin dan Yang dalam benda tersebut
diubah, misalnya suatu logam dapat diubah menjadi logam mulia dengan
mengurangi Yin dan menambah jumlah Yang. Dalam buku lian yang ditulis
pada tahun 2200 SM disebut adanya lima unsur yang membentuk benda
yaitu air, api, kayu, logam dan tanah.
Menurut Jerome R. Ravertz, dalam bukunya Filsafat Ilmu, hingga
zaman Renaissans teknologi Cina lebih maju dari Eropa.[27]

d. Sekilas Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Zaman Islam


Klasik
Mengenai zaman Islam klasik, Harun Nasution menyebutkan antara
650-1250 M. ini terjadi semenjak Rasul Muhammad SAW menyebarkan
risalahnya sampai hancurnya Baghdad pada abad XIII M.[28]
Dalam dunia Islam, ilmu bermula dari keinginan untuk memahami
wahyu yang terkandung dalam Al-Qura’an dan bimbingan Nabi
Muhammad SAW mengenai wahyu tersebut. Al-‘ilm itu sendiri dikenal
sebagai sifat utama Allah SWT. Dalam bentuk kata yang berbeda. Allah
SWT disebut juga sebagai al-‘Alim, yang artinya “Yang Maha
Mengetahui”. Ilmu adalah salah satu dari sifat utama Allah SWT dan
merupakan satu-satunya kata yang komprehensif serta bisa digunakan untuk
menerangkan pengetahuan Allah SWT.

Filsafat Ilmu 15
Keterangan tafsir sering kali ditekankan sehubungan dengan kelima
ayat Al-Qur'an yang paling pertama diwahyukan (QS.96:l-5), antara lain
bahwa ajaran Islam sejak awal meletakkan semangat keilmuan pada posisi
yang amat penting. Banyaknya ayat Al-Qur'an dan hadis Nabi SAW tentang
ilmu antara lain memberi kesan bahwa tujuan utama hidup ini ialah
memperoleh ilmu tersebut.
Dalam hubungan ini, sebagian ahli menerangkan perkembangan ilmu
dalam Islam dengan melihat cara pendekatan yang ditempuh kaum
muslimin terhadap wahyu dalam menghadapi suatu situasi di mana mereka
hidup, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Menurut pendekatan ini,
generasi pada masa Nabi Muhammad SAW telah menangkap semangat
ilmu yang diajarkan oleh Islam yang disampaikan oleh Nabi SAW tetapi se-
mangat itu baru menampakkan dampak yang amat luas setelah Nabi SAW
wafat. Hadirnya Nabi SAW di tengah-tengah kaum muslimin pada generasi
pertama sebagai pimpinan dan tokoh sentral menyebabkan semua situasi
dan persoalan-persoalan yang muncul dipulangkan kepada dan diselesaikan
oleh Nabi SAW.
Generasi sesudah Nabi SAW wafat, yang menyaksikan proses
berlangsung dan turunnya wahyu sehingga berhasil menginternalisasi dan
menyerapnya ke dalam diri mereka, menilai situasi yang mereka hadapi
dengan semangat wahyu yang telah mereka serap. Penilaian terhadap situasi
baru yang lebih bercorak intelektual berlangsung pada generasi tabiin dan
tabiit tabiin (tabi'at-tabi'in) karena metode yang dipakai menyerupai metode
ilmu yang dikenal kemudian, bahkan sebagian metode ilmu yang dikenal
sekarang berasal dari generasi tersebut. Metode tersebut adalah metode
nass, yaitu mencari rujukan kepada ayat-ayat Al-Qur'an dan teks-teks hadis
yang sifatnya langsung, jelas, dan merujuk pada situasi yang dihadapi, atau
mencari teks yang cukup dekat dengan situasi atau masalah yang dihadapi
bila teks langsung tidak diperoleh. Metode yang lainnya disebut metode
kias atau penalaran analogis.[29]
Menurut pendekatan ini, pemikiran tentang hukum adalah ilmu yang
paling awal tumbuh dalam Islam. Munculnya sejumlah hadist yang
digunakan untuk keperluan pemikiran hukum, di samping ayat-ayat Al-
Qur'an, menjadikan hadist pada masa-masa tersebut tumbuh menjadi ilmu

Filsafat Ilmu 16
tersendiri. Dengan alasan yang berbeda dengan lahirnya ilmu hukum,
teologi atau ilmu kalam muncul menjadi ilmu yang berpangkal pada
persoalan-persoalan politik, khususnya pada masa kekhalifahan Usman bin
Affan dan Ali bin Abi Talib. Ilmu kalam semakin menegaskan dirinya
sebagai disiplin ilmu tersendiri ketika serangan yang ditujukan kepada
Islam memakai pemikiran filsafat sebagai alat. Oleh karena itu, dirasakan
bahwa penyerapan filsafat merupakan suatu keharusan untuk dipakai dalam
membela keyakinan-keyakinan Islam.[30]
Perkembangan ilmu paling pesat dalam Islam terjadi ketika kaum
muslimin bertemu dengan kebudayaan dan peradaban yang telah maju dari
bangsa-bangsa yang mereka taklukkan. Perkembangan tersebut semakin
jelas sejak permulaan kekuasaan Bani Abbas pada pertengahan abad ke-8.
Pemindahan ibukota Damsyik (Damascus) yang terletak di lingkungan
Arab ke Baghdad yang berada di lingkungan Persia yang telah memiliki
budaya keilmuan yang tinggi dan sudah mengenal ilmu pengetahuan dan
filsafat Yunani, menjadi alat picu semaraknya semangat keilmuan yang
telah dimiliki oleh kaum muslimin.
Pada masa ini umat islam telah banyak melakukan kajian kritis
tentang ilmu pengetahuan sehingga ilmu pengetahuan baik aqli ( rasional )
maupun yang naqli mengalami kemajuan dengan sangat pesat. Proses
pengalihan ilmu pengetahuan dilakukan dengan cara penerjemahan
berbagai buku karangan bangsa-bangsa terdahulu, seperti bangsa yunani,
romawi, dan persia, serta berbagai sumber naskah yang ada di timur tengah
dan afrika, seperti mesopotamia dan mesir.
Diantara banyak ahli yang berperan dalam proses perkembangan ilmu
pengetahuan adalah kelompok Mawali atau orang-orang non arab, seperti
orang persia. Pada masa itu, pusat kajian ilmiah bertempat di masjid-masjid,
misalnya masjid Basrah. Di masjid ini terdapat kelompok studi yang
disebut Halaqat Al Jadl, Halaqad Al Fiqh, Halaqad Al Tafsir wal Hadist,
Halaqad Al Riyadiyat, Halaqad lil Syi’ri wal adab, dan lain-lain. Banyak
orang dari berbagai suku bangsa yang datang ke pertemuan ini. Dengan
demikian berkembanglah kebudayaan dan ilmu pengetahuan dalam islam.
Pada permulaan Daulah Abbasiyah, belum terdapat pusat-pusat
pendidikan formal, seperti sekolah-sekolah, yang ada hanya beberapa

Filsafat Ilmu 17
lembaga non formal yang disebut Ma’ahid. Baru pada masa pemerintahan
Harun Al Rasyid didirikanlah lembaga pendidikan formal seperti Darul
Hikmah yang kemudian dilanjutkan dan disempurnakan oleh Al Makmun.
Dari lembaga inilah banyak melahirkan para sarjana dan ahli ilmu
pengetahuan yang membawa kejayaan Daulah Abbasiyah dan umat islam
pada umumnya.[31] Masa ini dicatat oleh sejarah sebagai masa kaum
muslimin menyerap khazanah ilmu dari luar tanpa puas-puasnya. Akan
tetapi prestasi terbesar al-Makmun adalah pembangunan Bait al-
hikmah.[32]
Pada mulanya, suatu karya diterjemahkan dan dipelajari karena alasan
praktis. Misalnya, ilmu kedokteran dipelajari untuk mengobati penyakit
khalifah dan keluarganya; untuk mendapatkan kesempurnaan pelaksanaan
ibadah, ilmu falak berkembang dalam menentukan waktu shalat secara
akurat. Akan tetapi, motif awal dipelajarinya ilmu-ilmu tersebut ternyata
pada perkembangan selanjutnya mengalami pertumbuhan sedemikian rupa,
sehingga tidak lagi terbatas untuk keperluan-keperluan praktis dan ibadah
tetapi juga untuk keperluan yang lebih luas, misalnya, untuk pengembangan
ilmu itu sendiri. Dengan demikian, ilmu yang diserap itu ditambah dan
dikembangkan lagi oleh kaum muslimin dengan hasil-hasil pemikiran dan
penyelidikan mereka.
Beberapa disiplin ilmu yang sudah berkembang pada masa klasik
Islam adalah: ilmu fikih, ilmu kalam, ilmu hadis, ilmu tafsir, ilmu usul
fikih, ilmu tasawuf, yang biasa pula disebut sebagai bidang ilmu naqli,
ilmu-ilmu yang bertolak dari nas-nas Al-Qur'an dan hadis. Adapun dalam
bidang ilmu 'aqli atau ilmu rasional, yang berkembang antara lain ilmu
filsafat, ilmu kedokteran, ilmu farmasi, ilmu sejarah, ilmu astronomi dan
falak, ilmu hitung, dan lain-lain.
Pada masa ini dikenal banyak sekali pakar dari berbagai ilmu, baik
orang Arab maupun muslim non-Arab. Sejarah juga mencatat, bahwa untuk
pengembangan ilmu-ilmu tersebut para pakar muslim bekerja sama dengan
pakar-pakar lainnya yang tidak beragama Islam. Muhammad bin Ibrahim
al-Fazari dipandang sebagai astronom Islam pertama. Muhammad bin Musa
al-Khuwarizmi (wafat 847M) adalah salah seorang pakar matematika yang
mashyur. Ali bin Rabban at-Tabari dikenal sebagai dokter pertama dalam

Filsafat Ilmu 18
Islam, di samping Abubakar Muhammad ar-Razi (wafat 925M) sebagai
seorang dokter besar. Jabir bin Hayyan (wafat 812M) adalah "bapak" ilmu
kimia dan ahli matematika. Abu Ali al-Hasan bin Haisam (wafat 1039M)
adalah nama besar di bidang ilmu optik. Ibnu Wazih al-Yakubi, Abu Ali
Hasan al-Mas'udi (wafat 956M), dan Yakut bin Abdillah al-Hamawi adalah
nama-nama tenar untuk bidang ilmu bumi (geografi) Islam dan Ibnu
Khaldun untuk kajian bidang ilmu sejarah. Disamping nama-nama besar
diatas, masih banyak lagi pakar-pakar ilmu lainnya yang sangat besar
peranannya dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Besarnya pengaruh bidang keilmuan yang ditinggalkan kaum
ilmuwan muslim pada abad-abad yang lampau tidak hanya tampak pada
banyaknya nama-nama pakar muslim yang disebut dan ditulis dalam bahasa
Eropa, tetapi juga pada pengakuan yang diberikan oleh dan dari berbagai
kalangan ilmuwan. Zaman Kebangkitan atau Zaman Renaisans di Eropa,
yang di zaman kita telah melahirkan ilmu pengetahuan yang canggih, tidak
lahir tanpa andil yang sangat besar dari pemikiran dan khazanah ilmu dari
ilmuwan muslim pada masa itu.

C. Arah dan Fungsi Filsafat


1. Fungsi Filsafat
Ilmu Fungsi filsafat ilmu adalah didasarkan pada pengertian filsafat sebagai
suatu integrasi atau pengintegrasi sehingga dapat melakukan fungsi integrasi ilmu
pengetahuan. Sebagian besar orang hanya menyangkutkan apa yang paling dekat
dan apa yang paling dibutuhkannya pada saat dan tempat tertentu Filsafat ilmu
merupakan salah satu cabang dari filsafat.Fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa
dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :sebagai alat mencari
kebenaran dari segala fenomena yang ada, mempertahankan, menunjang dan
melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya,memberikan
pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan
dunia,memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam
kehidupan,menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam
berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan
sebagainya.(Agraha Suhandi,1989).

Filsafat Ilmu 19
Sedangkan Ismaun (2001) mengemukakan fungsi filsafat ilmu adalah untuk
memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori
sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah.
Selanjutnya dikatakan pula, bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu:
sebagai confirmatory theories yaitu berupaya mendekripsikan relasi normatif
antara hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation yakni berupaya
menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara sederhana.
Berdasarkan pemahaman dasarnya, persepsi ini tidak tepat, meskipun di
dalamnya terkandung manfaat. Secara khusus, filsafat merupakan perbincangan
mencari hakikat sesuatu gejala atau segala hal yang ada. Artinya, filsafat
merupakan landasan dari sesuatu apapun , tumpuan segala hal, jika salah tentulah
berbahaya, sedikitnya akan merugikan. Apabila kehidupan berpengetahuan itu
diibaratkan sebuah pohon maka filsafat adalah akarnya, yaitu bagian yang
berhyubungan langsung dengan sumber kehidupan pohon itu, sedangkan batang,
dahan, ranting, daun, bunga, dan buah menjadi bahan kajian ilmu pengetahuan.
Filsafat ilmu berperan fundamental dalam melahirkan, memelihara, dan
mengembangkan ilmu pengetahuan.
Dalam Kehidupan Praktis, filsafat memang abstrak, namun tidak berarti
filsafat sama sekali tidak bersangkut paut dengan kehidupan sehari-hari yang
kongkret. Keabstrakan filsafat tidak berarti bahwa filsafat itu tak memiliki
hubungan apa pun juga dengan kehidupan nyata setiap hari.Filsafat ilmu
menggiring manusia kepengertian yang terang dan pemahaman yang jelas.
Kemudian, filsafat itu juga menuntun manusia ketindakan dan perbuatan yang
konkret berdasarkan pengertian yang terang dan pemahaman yang jelas.Filsafat
ilmu membantu kita mengerti tentang diri kita sendiri dan dunia kita, karena
filsafat mengajarkan bagaimana kita bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan
mendasar.Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Filsafat ilmu
memberikan kebiasaan dan kebijaksanaan untuk memandang dan memecahkan
persoalan-persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang hidup secara
dangkal saja, tidak mudah melihat persoalan-persoalan, apalagi melihat
pemecahannya.Filsafat ilmu mengajak untuk berpikir secara radikal, holistik dan
sistematis, hingga kita tidak hanya ikut-ikutan saja, mengikuti pada pandangan
umum, percaya akan setiap semboyan dalam surat-surat kabar, tetapi secara kritis

Filsafat Ilmu 20
menyelidiki apa yang dikemukakan orang, mempunyai pendapat sendiri, dengan
cita-cita mencari kebenaran.

2. Arah Filsafat
Ilmu Arah-arah Filsafat Ilmu sangat berkaitan erat bahkan dapat dikatakan
terpusat pada konsep tentang manusia. Oleh karena itu arah filsafat ilmu secara
potensial turut mendorong berkembangnya pemikiran tentang hakikat manusia
sehingga menghasilkan perbaikan-perbaikan validitas dan signifikansi konsep
Filsafat Ilmu. Hal ini mengandung arti turut mendorong berkembangnya filsafat
tentang manusia atau antropologi filsafat. Berbagai arah filsafat ilmu tersebut di
atas, memberikan dampak terciptanya konsep-konsep atau teori-teori ilmu yang
beragam. Masing-masing konsep akan mendukung filsafat ilmu tersebut. Dalam
membangun teori-teori pendidikan, filsafat ilmu juga mengingatkan agar teori-
teori itu diwujudkan diatas kebenaran berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan.

Filsafat Ilmu 21
DAFTAR PUSTAKA

Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas Atau Historivitas?,( cet III Yogyakarta; Pustaka
Pelajar, 2002), h. 244
A.W. Munawar, Kamus Al-Munawwar Arab Indonesia Terlengkap, ditelaah oleh KH.Ali
Ma’sum, KH. Zaenal Abidin,cet. Xiv, (Surabaya Pustaka Progressif, 1997),
h.966.
Bchtiar, Amsal . ( 2010), Filsafat Ilmu, Jakarta; Rajawali Press
Jujun S Suryasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Popular, cet. Xii, (Jakarta; Pustaka
Sinar Harapan, 1999)
Mulyadi Kertanegara, Integrasi Ilmu, Sebuah Rekonstruksi Holistic, (Jakarta; UIN Jakarta
Press, 2005)
Mukhtar, Orientasi Ke Arah Pemeahaman Filsafat Ilmu, ( Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group, 2014)
Louis O. Kattsoft, Pengantar Filsafat, (cet. Vii, Yogyakarta: Tiara Wicana Yogya, 1996),
h.146
Surajiyo, Ilmu Filsafat, suatu pengantar, (cet.I; Jakarta; PT. Bumi Aksara, 2005)
Supalan Suharsono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Makassar: Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin, 1997)
The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, cet.v., (Yogyakarta: Penerbit Liberty, 2000), h. 87
Qadir, C. A. (1989), Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, Jakarta; Yayasan Obor
Indonesia
Supriyadi, Dedi . (2009), Pengantar Filsafat Islam, Bandung; Pustaka Setia
R. Ravertz, Jerome. (2009), Filsafat Ilmu, Yogyakarta; Pustaka pelajar
Sunanto, Musyrifah. (2007), Sejarah Islam Klasik, Jakarta; Kencana Prenada Media Group

Filsafat Ilmu 22

You might also like