Professional Documents
Culture Documents
Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan di
Wilayah Kerja Puskesmas Ulak Muid Tahun 2016
Karakteristik N %
Umur
Remaja akhir 5 6,3
Dewasa awal 73 92,4
Dewasa Akhir 1 1,3
Pendidikan
Tidak Sekolah 7 8,9
SD 33 41,8
SMP 18 22,8
SMA 18 22,8
Diploma/PT 3 3,8
Pekerjaan
Tidak bekerja/ IRT 65 82,3
PNS 2 2,5
Petani/pelayan/buruh 12 15,2
2
Karakteristik Balita
Karakteristik balita berdasarkan jenis garam beryodium selama kehamilan hingga
kelamin balita sebagian besar (62%) dari saat ini, sedangkan sebagian kecil tidak
responden mempunyai anak balita berjenis mengkonsumsi garam yang mengandung
kelamin laki-laki. Berdasarkan umur balita, yodium.
diketahui bahwa umur terendah balita yaitu Sebagian besar responden (75,9%)
12 bulan dan umur yang tertinggi yaitu 36 mengkonsumsi tablet fe selama kehamilan.
bulan dengan rata-rata usia terbanyak yaitu sedangkan sebagian kecil tidak (24,1%).
berada pada rentang usia 12 hingga 24 bulan. Berdasarkan hasil wawancara dapat
Sebagian besar responden memiliki balita disimpulkan bahwa kebiasaan atau pantangan
dengan riwayat Berat Badan Lahir yang tidak makan selama masa kehamilan di wilayah
BBLR sebesar 92,4% dan balita BBLR Puskesmas Ulak Muid berupa pantangan
sebesar 7,6% balita. makan nanas, timun, kura-kura, labi-labi,
Konsumsi garam beryodium sebagian trenggiling, ayam, ikan sungai, ikan lele,
besar responden (79,7%) mengkonsumsi cabe dan es.
Tabel 2. Karakteristik Balita Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Riwayat BBLR, Konsumsi Garam
Beryodium, Tablet Fe Selama Kehamilan, Jumlah Anggota Keluarga dan Kejadian Stunting di
Wilayah Kerja Puskesmas Ulak Muid Tahun 2016
Karakteristik N %
Jenis Kelamin
Laki-laki 49 62
Perempuan 30 38
Umur Balita
12-24 bulan 47 59,5
25-36 bulan 32 40,5
Riwayat BBLR
Tidak BBLR 73 92,4
BBLR 6 7,6
Garam Beryodium
Tidak 16 20,3
Ya 63 79,7
Riwayat konsumsi tablet Fe selama hamil
Tidak 19 24,1
Ya 60 75,9
Jumlah anggota keluarga
Kecil 59 74,7
Besar 20 25,3
3
Kejadian stunting pada balita
Stunting 50 63,3
Normal 29 36,7
Analisis univariat
Dari Tabel 3 diketahui sebagian besar kelompok makanan 4 sehat 5 sempurna
responden memiliki pengetahuan kurang yakni bahan makanan pokok, beras
baik yaitu sebesar 65,8%, sedangkan memiliki frekuensi diberikan paling sering
sebagian kecil responden memiliki (97,5%).
pengetahuan yang baik yaitu sebesar Pada kelompok bahan makanan pokok
34,2% Distribusi Frekuensi berdasarkan beras merupakan bahan makanan yang
pendapatan keluarga dapat diketahui paling bayak dikonsumsi setiap harinya
bahwa sebagian besar responden memiliki (88,6%). Pada sayuran, daun ubi yang
pendapatan yang tinggi yaitu sebesar paling sering diberikan (39,2%). Telur
51,9%, sedangkan sebagian kecil ibu ayam merupakan bahan makanan dari
memiliki pendapatan yang rendah yaitu kelompok lauk pauk yang paling sering
sebesar 48,1%. diberikan pada balita (30,4%). Untuk
Berdasarkan variabel variasi makanan kelompok buah-buahan, pisang merupakan
dapat diketahui bahwa sebagian besar yang paling sering (29,1%) dan agar-agar
responden memberikan makanan bervariasi merupakan kelompok makanan selingan
pada balita sebesar 53,2%, sedangkan yang sering diberikan (48,1%). Sedangkan
sebagian kecil responden memiliki untuk penyempurna ASI masih menjadi
memberikan makanan tidak bervariasi pilihan utama dengan frekuensi paling
yaitu sebesar 46,8%. Dari frekuensi makan sering diberikan (94,9%)
diketahui dapat diketahui bahwa dari
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu, Pendapatan Keluarga, Frekuensi Pemberian Makan dan
Variasi Makanan di Wilayah Kerja Puskesmas Ulak Muid Tahun 2016
Variabel N %
Pengetahuan Ibu
Kurang Baik 52 65,8
Baik 27 34,2
Pendapatan Keluarga
Rendah (<Rp.1.803.000) 38 48,1
Tinggi (>Rp.1.803.000) 41 51,9
Variasi Makanan
Tidak bervariasi 37 46,8
Bervariasi 42 53,2
4
Analisis Bivariat
Pada tabel 4 berdasarkan hasil uji mempengaruhi terjadinya stunting pada anak
statistik diperoleh bahwap value sebesar balita.
0,012 berarti ada hubungan antara Hasil uji statistik dengan menggunakan
pengetahuan ibu dengan kejadian stunting Chi-Square pada varibel frekuensi makan
pada balita di Puskesmas Ulak Muid. Hasil telur ayam diperoleh nilai p value sebesar
analisis diperoleh hasil Prevalence Ratio 0,015 berarti ada hubungan antara frekuensi
(PR) yaitu 1,644, dengan CI 95% = 1,045- pemberian telur ayam dengan kejadian
2,588 sehingga mengandung arti bahwa ibu stunting pada balita di Puskesmas Ulak
yang memiliki pengetahuan yang kurang baik Muid. Hasil analisis diperoleh hasil
mempunyai resiko sebesar 1,644 kali Prevalence Ratio (PR) yaitu 1,813, dengan
memiliki balita stunting dibandingkan ibu CI 95% = 0,993-3,308 sehingga mengandung
yang memiliki pengetahuan yang baik. arti bahwa ibu yang memberikan jenis
Hasil uji statistik pada variabel makanan telur ayam dengan frekuensi yang
pendapatan keluarga diperoleh bahwa p value kurang mempunyai resiko sebesar 1,813 kali
sebesar 0,021 berarti ada hubungan antara memiliki balita stunting dibandingkan ibu
pendapatan keluarga dengan kejadian yang memberikan dengan frekuensi sering.
stunting pada balita di Puskesmas Ulak Selain telur ayam, frekuensi pemberian
Muid. Hasil analisis diperoleh hasil Air Susu Ibu (ASI) yang kurang juga
Prevalence Ratio (PR) yaitu 1,490, dengan cenderung mempunyai balita stunting
CI 95% = 1,053-2,109 sehingga mengandung memiliki hubungan dengan kejadian stunting
arti bahwa ibu yang memiliki pendapatan pada anak balita sebesar 82,6%. Hasil uji
yang rendah mempunyai resiko sebesar 1,490 statistik menunjukkan bahwa p value 0,022
kali memiliki balita stunting dibandingkan berarti ada hubungan antara frekuensi
ibu yang memiliki pendapatan tinggi. pemberian ASI dengan kejadian stunting
Variabel variasi makan diketahui hasil pada balita di Puskesmas Ulak Muid. Hasil
uji statistik menunjukkan bahwa p value analisis diperoleh hasil Prevalence Ratio
sebesar p value sebesar 0,459 berarti tidak (PR) yaitu 1,492, dengan CI 95% = 1,105-
ada hubungan antara variasi makanan dengan 2,016 sehingga mengandung arti bahwa ibu
kejadian stunting pada balita di Puskesmas yang memberikan jenis ASI dengan frekuensi
Ulak Muid. Hasil analisis diperoleh hasil yang kurang mempunyai resiko sebesar
Prevalence Ratio (PR) yaitu 1,644, dengan 1,492 kali memiliki balita stunting
CI 95% = 1,045-2,588 sehingga mengandung dibandingkan ibu yang memberikan dengan
arti bahwa variasi makanan tidak frekuensi sering.
5
Tabel 4. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu, Pendapatan Keluarga, Frekuensi Pemberian Makan dan
Variasi Makanan dengan kejadian stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Ulak
MuidTahun 2016
Stunting Normal PR
Variabel P Value
n % n % 95%CI
Pengetahuan Ibu
Kurang Baik 38 73,1 14 26,9 1,644
0,024
Baik 18 51,4 17 48,6 (1,045-2,588)
Pendapatan Keluarga
Rendah 29 76,3 9 23,7 1,490
0,038
Tinggi 21 51,2 20 48,8 (1,053-2,109)
Variasi Makan
Tidak Bervariasi 25 67,6 12 32,4 0,613 1,135 (0,812-
Bervariasi 25 59,5 17 40,5 1,586)
Frekuensi Makan
Telur Ayam
Kurang 43 70,5 18 29,5 0,030 1,813 (0,993-
Sering 7 38,9 11 61,1 3,308)
ASI
Kurang 19 82,6 4 17,4 0,043 1,492 (1,105-
Sering 31 55,4 25 44,6 2,016)
Variasi Makan
Tidak Bervariasi 25 67,6 12 32,4 0,613 1,135 (0,812-
Bervariasi 25 59,5 17 40,5 1,586)
7
dibandingkan ibu yang memiliki Oleh sebab itu, Ibu-ibu diharapkan
pendapatan keluarga yang tinggi. dapat mengembangkan diri dengan
Status ekonomi keluarga yang rendah memberdayakan hasil alam untuk
memiliki risiko stunting 4,13 kali lebih menambah pendapatan keluarga
besar dibanding anak dengan status setidaknya melebihi Upah Minimum
ekonomi keluarga tinggi.2 Dengan Kabupaten (UMK) dengan bekerja sama
karakteristik sosial ekonomi yang rendah dengan organisasi PKK baik di tingkat
pada kedua kelompok anak stunting dan Kecamatan maupun desa dengan
normal, ternyata kelompok anak normal meningkatkan nilai jual hasil bumi yang
yang miskin memiliki pengasuhan yang ada (mengolah ubi menjadi aneka jenis
lebih baik dibandingkan dengan anak makanan yang dapat diperjual belikan).
stunting dari keluarga miskin. 3. Hubungan antara Frekuensi
Makanan Terhadap Kejadian
Begitu juga dengan penelitian
Stunting Pada Anak Balita
Aridiyah mengatakan terdapat hubungan
Pada penelitian ini, Variabel frekuensi
yang signifikan antara pendapatan keluarga
pemberian makan dari berbagai jenis
terhadap kejadian stunting pada anak balita
bahan pangan diperoleh hasil terdapat
baik yang berada di pedesaan maupun
hubungan yang signifikan antara frekuensi
perkotaan. Apabila ditinjau dari
pemberian telur ayam dan ASI dengan
karakteristik pendapatan keluarga bahwa
kejadian stunting pada anak balita.
akar masalah dari dampak pertumbuhan
Sedangkan untuk jenis bahan makanan lain
bayi dan berbagai masalah gizi lainnya
seperti beras, kentang, dan lain-lain tidak
salah satunya disebabkan dan berasal dari
memiliki hubungan dengan nilai p value
krisis ekonomi. Sebagian besar anak balita
lebih besar dari 0,05. Selain itu
yang mengalami gangguan pertumbuhan
diperolehnya hasil analisa yang homogen
memiliki status ekonomi yang rendah.5
dengan kecenderungan sebagian besar
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
responden yang memiliki frekuensi
oleh peneliti, diketahui bahwa variabel
pemberian makan yang kurang pada
pendapatan memiliki hubungan dengan
beberapa jenis makanan untuk memiliki
kejadian stunting pada anak balita.
anak dengan status gizi stunting.
Sebagian besar ibu memiliki pendapatan
Pada frekuensi konsumsi telur yang
keluarga yang rendah dengan anak balita
kurang memiliki risiko 1,813 kali
mengalami stunting, sehingga keluarga
mengalami stunting pada anak balita
memiliki keterbatasan daya beli khususnya
dibandingkan dengan yang diberikan pada
pangan untuk pemenuhan gizi keluarga.
frekuensi sering dan konsumsi ASI yang
8
kurang berisiko 1,492 kali mengalami udang, susu, keju, beras kelapa dan
stunting pada anak balita dibandingkan kentang. 11
dengan yang diberikan pada frekuensi Oleh sebab itu, pemberian ASI
sering. sesering mungkin saat masih bayi (0-6
Hasil penelitian oleh Faiza dkk bulan) dilanjutkan hingga anak berumur 2
melaporkan bahwa pola asuh makan tahun, serta menambah frekuensi
berpengaruh terhadap status gizi balita. pemberian protein terutama telur ayam.
Pemberian pola asuh makan yang memadai Selain itu pemberian jenis bahan makanan
berhubungan dengan baiknya kualitas mineral mikro seperti zinc dan kalsium
konsumsi makanan balita, yang pada yang sangat dibutuhkan dalam proses
akhirnya mempengaruhi status gizi balita pertumbuhan dan perkembangan anak
tersebut. Sedangkan pada penelitian untuk mencegah kekurangan gizi anak dan
Kainde dkk menyebutkan tidak terdapat stunting.
hubungan yang bermakna antara frekuensi 4. Hubungan antara Variasi Makanan
makan dengan kejadian stunting pada anak Terhadap Kejadian Stunting Pada
Anak Balita
usia 13-36 bulan dengan nilai p value
0,464 > 0,05.10 Pada penelitian ini, Variabel
Kandungan protein pada telur ayam pendapatan diperoleh hasil p value sebesar
dan kalsium pada ASI (air susu ibu) 0,459 berarti tidak ada hubungan antara
merupakan zat gizi yang berperan cukup variasi makanan yang diberikan dengan
besar mendukung pertumbuhan tulang kejadian stunting pada balita. Berdasarkan
anak balita agar terhindar dari stunting. analisis bivariat, diketahui bahwa ibu yang
Zinc merupakan saluh satu zat gizi memberikan makanan tidak bervariasi
yang mempengaruhi sintesis jaringan cenderung mempunyai anak stunting
selama pertumbuhan. Besar kecilnya sebesar 67,6% jika dibandingkan dengan
masalah kesehatan masyarakat didasarkan responden yang memberikan balita
pada besar kecilnya prevalensi defisiensi makanan bervariasi sebesar 44,4%.
zinc. Keadaan defisiensi zinc paling rentan Kemudian dari hasil analisis diperoleh
pada anak, ibu hamil dan menyusui, serta hasil Prevalence Ratio (PR) yaitu 1,644
orang tua. Tanda kekurangan zinc pada yang artinya tidak ada hubungan antara
anak yakni gangguan pertumbuhan pemberian makan yang bervariasi dengan
ataupun stunting. Bahan makanan yang kejadian stunting pada anak balita.
mengandung sumber zinc seperti daging Menurut Almatsier, susunan hidangan
sapi, daging ayam, ikan terutama ikan laut, adalah bahan makanan pokok, lauk pauk,
sayur, buah, susu dan telur serta makanan
9
selingan. Sedangkan Departemen 2. Ada hubungan antara pendapatan
Kesehatan (DEPKES) melalui Pedoman keluarga terhadap kejadian stunting
Umum Gizi Seimbang (PUGS) pada anak balita, dengan p value
menyatakan bahwa susunan menu yang sebesar 0,038 dan PR 1,490.
seimbang terdiri dari makanan pokok, lauk 3. Ada hubungan antara frekuensi
pauk, sayur mayor dan buah, serta lebih pemberian telur ayam dan ASI
sempurna bila ditambahkan dengan susu. terhadap kejadian stunting pada anak
Karena makanan sapihan ideal bagi balita balita, dengan p value sebesar 0,030
harus mengandung makanan pokok, lauk dan 0,043. PR 1,813 dan PR 1,492.
pauk, sayur mayur, buah-buahan dan yang 4. Tidak ada hubungan antara variasi
tidak boleh dilupakan adalah ASI atau makanan terhadap kejadian stunting
susu, dengan kombinasi variasi paling pada anak balita, dengan p value
sederhana dengan mencampur 2 jenis sebesar 0,613.
bahan makanan, dan tiga atau empat jenis Saran
bahan sebagai campuran majemuk.11 1. Bagi Ibu Balita
Meskipun penelitian yang dilakukan Mayarakat khususnya para ibu
peneliti memiliki hasil tidak terdapat lebih aktif mengikuti penyuluhan
hubungan akan tetapi dilihat dari maupun kegiatan kesehatan lainnya
kecendrungan maka setiap jenis bahan dalam rangka peningkatan komunikasi,
makanan harus diberikan dengan bervariasi informasi dan edukasi (KIE) mengenai
yakni lebih dari 2 jenis bahan makanan. gizi seimbang. Ibu-ibu diharapkan
Maka para ibu diharapkan mengusahakan memberikan ASI sesering mungkin saat
pemberian makanan pada anak balita lebih masih bayi dan dilanjutkan sampai 2
dari 2 variasi (bahan pokok+lauk pauk dan tahun, menambah frekuensi pemberian
sayuran, bahan pokok+sayur+buah, protein terutama telur ayam.
maupun bahan pokok+lauk pauk+buah dan 2. Bagi pihak puskesmas
dilengkapi dengan susu). Meningkatkan upaya promosi
kesehatan di wilayah puskesmas Ulak
Simpulan Muid dengan memberikan penyuluhan
Berdasarkan penelitian dapat ke masyarakat tentang cara mencegah
disimpulkan bahwa: stunting serta memberikan informasi
1. Ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang pentingnya membawa balita ke
terhadap kejadian stunting pada anak posyandu. Serta melaksanakan
balita, dengan p value sebesar 0,024 kerjasama lintas sektor dalam
dan PR 1,644. meningkatkan program kesehatan ibu
10
dan anak untuk mencegah bayi/ balita [5] Ardiyah, F.O., Ninna R., Mury R.
2015. Faktor-Faktor yang
stunting.
Mempengaruhi Kejadian Stunting
3. Bagi Peneliti Selanjutnya pada Anak Balita di Wilayah
Pedesaan dan Perkotaan. Jurnal
Bagi peneliti lain yang akan
Pustaka Kesehatan, 3(1) : 163-170.
melakukan penelitian serupa dapat
[6] Pormes, W.E., Sefti R., Amatus Y.I.
dilakukan secara kualitatif dengan
2014. Hubungan Pengetahuan Orang
wawancara mendalam serta mencari Tua tentang Gizi dengan Stunting
pada Anak Usia 4-5tahun di TK
faktor-faktor lain yang mempengaruhi
Malaekat
kejadian stunting pada balita dan
[7] Ardiyah, F.O., Ninna R., Mury R.
menambah jumlah variabel penelitian
2015. Faktor-Faktor yang
dengan menggali lagi secara mendalam Mempengaruhi Kejadian Stunting
pada Anak Balita di Wilayah
faktor-faktor determinan penyebab
Pedesaan dan Perkotaan. Jurnal
stunting lainnya seperti jumlah asupan Pustaka Kesehatan, 3(1) : 163-170.
zat gizi, sanitasi lingkungan rumah,
status imunisasi dan peran pelayanan [8] Kusumawati, E., Setiyowati R., Hesti
P.S. 2013. Model Pengendalian
kesehatan.
Faktor Risiko Stunting pada Anak
Usia di Bawah Tiga Tahun. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 9 ( 3) : 249-
DAFTAR PUSTAKA
256.
[1] Fitri. 2012. Berat Lahir Sebagai
Faktor Dominan Terjadinya Stunting [9] Adriani, Merryana dan Bambang
pada Balita (12-59 bulan) di Wirjatmadi. 2014. Gizi dan
Sumatera (Analisis data riskesdas Kesehatan Balita Peranan Mikro
2010). Skripsi. Peminatan Gizi Zinc pada Pertumbuhan Balita.
Kesehatan Masyarakat – Fakultas Jakarta : Kencana Prenamedia
Ilmu Kesehatan Masyarakat. Group.
[2] Kusuma, KE. 2013. Faktor Risiko [10] Nugroho BFD., Sumarti E dan Yuli E.
Kejadian Stunting pada Anak Usia 2- 2014. Karakteristik Perilaku
3 Tahun (Studi di Kecamatan Pemberian Makan Dan Status Gizi
Semarang Timur). Skripsi. Prodi Gizi Anak Usia 1-3 Tahun Di Posyandu
– Fakultas Kedokteran Universitas Kuncup Melati Puskesmas Depok Iii
Diponegoro. Sleman Yogyakarta.
[3] Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku [11] Almatsier, S. 2011. Prinsip Dasar
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
[4] Branca and Ferrari. 2002. Impact of
Micronutrient Deficiencies on
Growth: The Stunting Syndrome.
INRAN (National Institute for Food
Nutrition Research), Ann Nutr
Metab 2002, 46 (suppl 1): 8–17.
11