You are on page 1of 4

ANALISIS VARIABEL-VARIABEL YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PARTISIPASI KERJA WANITA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di tengah-tengah pelaksanaan pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan


kesejahteraan penduduknya, masalah yang munculpun tidak dapat dihindari. Salah
satunya adalah masalah kependudukan. Masalah kependudukan yang perlu
diperhatikan oleh bangsa Indonesia meliputi adanya :

1. Tingkat pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi.


2. Adanya struktur umur penduduk yang tidak favorable.
3. Adanya distribusi penduduk yang tidak seimbang.
4. Kualitas penduduk yang masih rendah.

Selain keempat masalah tersebut faktor lain yang perlu diperhatikan dalam
melaksanakan pembangunan adalah adanya tingkat pertumbuhan angkatan kerja
yang masih tinggi. Keadaan tersebut sering terjadi pada negara-negara berkembang
seperti yang dinyatakan Sadono Sukirno (1981 : 173) yaitu pertumbuhan penduduk
yang sangat pesat akan menimbulkan perkembangan jumlah tenaga kerja yang
hampir sama cepatnya. Sedangkan Payaman Simanjuntak (1985 : 22) mengatakan
bahwa jumlah penduduk yang tinggi dimasa lalu menjadi masalah dibidang
ketenagakerjaan khususnya penciptaan dan perluasan lapangan kerja. Menurut
Soeroto (1986 : 95), kebijakan ketenagakerjaan bisa terwujud jika terdapat dua unsur
pokok, yaitu :

1. Adanya kesempatan kerja yang cukup banyak dan produktif.


2. Asanya tenaga kerja yang mempunyai kemampuan dan semangat kerja yang
tinggi.

Soeharsono Sagir (1982 : 43) berpendapat perlunya lapangan kerja baru yang
menyerap angkatan kerja yang tersedia dan perlunya pola pendidikan untuk
meningkatkan produktivitas tenaga kerja, lewat balai latihan dan pendidikan baik
bersifat formal maupun informal. Masalah penduduk juga erat kaitannya dengan
masalah ketenagakerjaan . Dari data sensus penduduk tahun 2000 menunujukkan
korelasi positif antara laju pertambahan angkatan kerja. Laju pertumbuhan penduduk
pada periode 1990-2000 rata-rata sebesar 1,4% pertahun, dan laju pertumbuhan
angkatan kerja sebesar 1,3% pertahun.

Indonesia memiliki komposisi penduduk dengan jumlah penduduk wanita yang lebih
besar, namun dari segi tingkat partisipasi kerja, tingkat partisipasi kerja wanita jauh
lebih kecil dari pria. Jika menyinggung masalah angkatan kerja dan partisipasi kerja,
maka kita harus melihat fakta mengenai komposisi penduduk Indonesia berdasarkan
sensus penduduk tahun 2000, jumlah penduduk Indonesia tanggal 30 Juni 2000
adalah 206.264.595 orang. Dari jumlah total penduduk tersebut, 103.417.180 orang
adalah laki-laki, sedangkan selebihnya, yaitu 102.847.414 orang adalah wanita.
Jumlah angkatan kerja pria sebesar 58.779.772 orang dan angkatan kerja wanita
sebesar 36.871.239 orang. Jika melihat fakta yang ada, tingkat partisipasi angkatan
kerja wanita hanya sebesar 38,54%, sedangkan angkatan kerja pria sebesar 61,45%.
Sedangkan data kependudukan sangat diperlukan dalam perencanaan dan evaluasi
pembangunan karena penduduk merupakan subyek dan sekaligus sebagai obyek
pembangunan. data penduduk dapat diperoleh melalui beberapa cara yaitu melalui
sensus penduduk, registrasi penduduk, dan survey-survei kependudukan. Menurut
hasil registrasi penduduk akhir tahun 2003 penduduk Kota Malang sebanyak 763.515
jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 382.886 jiwa dan penduduk wanita
sebanyak 380.629 jiwa. Jumlah pencari kerja pada tahun 2003 yang terdaftar
sebanyak 8.747 orang pencari kerja laki-laki dan wanita sebanyak 6.920 orang.
Sementara jumlah lowongan yang tersedia 6.147 oarang. Dengan demikian terjadi
kesenjangan antara jumlah pencari kerja dengan jumlah lowongan yang tersedia. Bila
dilihat dari jenis kelamin terlihat ada perbedaan yang terbalik, dimana pencari kerja
laki-laki lebih banyak daripada pekerja wanita.

Sebagaimana tercantum dalam TAP MPR No. IV / MPR / 1999 tentang GBHN Bab IV
yang menyatakan bahwa :

1. Meningkatkan kedudukan dan peran perempuan dalam kehidupan berbangsa


dan bernegara melalui kebijakan nasional yang diemban oleh lembaga yang
mampu memperjuangkan terwujudnya kesehatan dan keadilan gender.
2. Meningkatkan kualitas dan kemandirian organisasi perempuan dengan tetap
mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan serta nilai histories perjuangan
kaum perempuan, dalam rangka melanjutkan usaha pemberdayaan
perempuan serta kesejahteraan keluarga dan masyarakat.

Menurut Irwan Abdullah (1995), meningkatnya keterlibatan wanita dalam kegiatan


ekonomi dilandasi oleh 2 proses yaitu :

1. Peningkatan dalam jumlah wanita yang terlibat dalam pekerjaan siluar rumah
tangga (out door activities). Hal ini antara lain dapat dilihat dari kenaikan
tingkat partisipasi wanita dari waktu ke waktu.
2. Peningkatan dalam bidang jumlah pekerjaan yang dapat dimasuki oleh
wanita. Bidang-bidang yang sebelumnya masih didominasi oleh laki-laki
berangsur-angsur dimasuki atau bahkan didomonasi oleh wanita.

Dalam skala global, dikenal tiga pergesaran interpretasi peningkatan peran wanita
(P2W) sebagai berikut (Tjokrowinoto dalam Mudrajad Kuncoro,1997 : 177-178) :
1. P2W sebagai Wanita dalam Pembangunan.

Perspektif P2W dalam konteks Women in Development memfokuskan pada


bagaimana mengintegrasikan wanita dalam berbagai bidang kehidupan, tanpa
banyak mempersoalkan sumber-sumber yang menyebabkan mengapa posisi wanita
dalam masyarakat bersifat inferior, sekunder, dan dalam hubungan subordinasi
terhadap pria. Asumsinya, struktur social yang ada dipandang sudah given. Indikator
integrasi wanita dalam pembangunan diukur dengan indikator seperti partisipasi
angkatan kerja, akses terhadap pendidikan, hak-hak politik dan kewarganegaraan,
dan sebagainya.

2. P2W sebagai Wanita dan Pembangunan.

Menurut perspektif Women and Development yang dipelopori oleh kaum feminis-
Marxist ini, wanita selalu menjadi pelaku penting dalam masyarakat sehingga posisi
wanita, dalam arti status, kedudukan, dan peranannya, akan menjadi lebih baik bila
struktur internasional menjadi lebih adil. Asumsinya, wanita telah dan selalu menjadi
bagian dari pembangunan nasional.

3. P2W sebagai Gender dan Pembangunan.

Menurut kacamata Gender and Development, konstruksi sosial yang membentuk


persepsi dan harapan serta mengatur hubungan antara pria dan wanita sering
merupakan penyebab rendahnya kedudukan dan status wanita, posisi inferior, dan
sekunder relatif terhadap pria. Pembangunan berdimensi jender ditujukan untuk
mengubah hubungan jender yang eksploitatif atau merugikan menjadi hubungan
yang seimbang, selaras, dan serasi.

Menurut Boserup (1984 : 216) pekerjaan di sektor modern tidak hanya menuntut
pendidikan formal, melainkan juga tingkah laku tertentu terhadap pekerjaan, yang
dapat paling tepat dilukiskan sebagai kemampuan untuk bekerja secara teratur dan
penuh perhatian. Sedangkan menurut Pudjiwati Sajogyo (1983 : 22) mengatakan
wanita mempunyai dua posisi atau status dalam “KEGIATAN BEKERJA”, yaitu dalam
pekerjaan rumah tangga (home-work) dan pekerjaan yang menghasilkan pendapatan
(langsung) (income-earning work). Tetapi dengan permasalahan yang dihadapi
Indonesia saat ini dengan semakin sedikitnya lowongan pekerjaan dan jumlah
penduduk yang sangat besar, tidak semua angkatan kerja terutama wanita dapat
tertampung di pasar kerja. Sehingga wanita memiliki posisi tawar yang rendah.
Keterbatasan wanita sebagai individudalam hal pendidikan, pengalaman, dan
keterampilan kerja, kesempatan kerja dan faktor ideologis, menyebabkan wanita
memasuki lapangan kerja yang berstatus dan berupah rendah.

Hal ini disebabkan anggapan bahwa wanita bekerja hanya sekedar mencari nafkah
tambahan, selain pendapatan dari suaminya. Sehingga wajar jika diperlakukan
demikian, akan tetapi kenyataannya banyak wanita yang menjadi tulang punggung
keluarga, antara lain jika suaminya sakit, sudah tua atau pension atau meninggal.
Dengan melihat dari permasalahan diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti
masalah tersebut dengan judul “ANALISA VARIABEL-VARIABEL YANG
MEMPENGARUHI TINGKAT PARTISIPASI KERJA WANITA (STUDI KASUS PADA
KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PR. HF. PRIMA MALANG).”

1.2. Perumusan Masalah

Sesuai dengan judul yang dikemukakan diatas, maka permasalahan yang akan
dibahas adalah :

1. Apakah variabel-variabel tingkat upah, tingkat pendidikan, umur, penghasilan


keluarga, dan masa kerja tenaga kerja secara bersama-sama mempengaruhi
partisipasi kerja wanita bagian produksi pada PR. HF. PRIMA Malang?
2. Dari variabel-variabel tingkat upah, tingkat pendidikan, umur, penghasilan
keluarga, dan masa kerja tenaga kerja, variabel manakah yang paling dominan
mempengaruhi partisipasi kerja wanita bagian produksi pada PR. HF. PRIMA
Malang?

You might also like