Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Selain keempat masalah tersebut faktor lain yang perlu diperhatikan dalam
melaksanakan pembangunan adalah adanya tingkat pertumbuhan angkatan kerja
yang masih tinggi. Keadaan tersebut sering terjadi pada negara-negara berkembang
seperti yang dinyatakan Sadono Sukirno (1981 : 173) yaitu pertumbuhan penduduk
yang sangat pesat akan menimbulkan perkembangan jumlah tenaga kerja yang
hampir sama cepatnya. Sedangkan Payaman Simanjuntak (1985 : 22) mengatakan
bahwa jumlah penduduk yang tinggi dimasa lalu menjadi masalah dibidang
ketenagakerjaan khususnya penciptaan dan perluasan lapangan kerja. Menurut
Soeroto (1986 : 95), kebijakan ketenagakerjaan bisa terwujud jika terdapat dua unsur
pokok, yaitu :
Soeharsono Sagir (1982 : 43) berpendapat perlunya lapangan kerja baru yang
menyerap angkatan kerja yang tersedia dan perlunya pola pendidikan untuk
meningkatkan produktivitas tenaga kerja, lewat balai latihan dan pendidikan baik
bersifat formal maupun informal. Masalah penduduk juga erat kaitannya dengan
masalah ketenagakerjaan . Dari data sensus penduduk tahun 2000 menunujukkan
korelasi positif antara laju pertambahan angkatan kerja. Laju pertumbuhan penduduk
pada periode 1990-2000 rata-rata sebesar 1,4% pertahun, dan laju pertumbuhan
angkatan kerja sebesar 1,3% pertahun.
Indonesia memiliki komposisi penduduk dengan jumlah penduduk wanita yang lebih
besar, namun dari segi tingkat partisipasi kerja, tingkat partisipasi kerja wanita jauh
lebih kecil dari pria. Jika menyinggung masalah angkatan kerja dan partisipasi kerja,
maka kita harus melihat fakta mengenai komposisi penduduk Indonesia berdasarkan
sensus penduduk tahun 2000, jumlah penduduk Indonesia tanggal 30 Juni 2000
adalah 206.264.595 orang. Dari jumlah total penduduk tersebut, 103.417.180 orang
adalah laki-laki, sedangkan selebihnya, yaitu 102.847.414 orang adalah wanita.
Jumlah angkatan kerja pria sebesar 58.779.772 orang dan angkatan kerja wanita
sebesar 36.871.239 orang. Jika melihat fakta yang ada, tingkat partisipasi angkatan
kerja wanita hanya sebesar 38,54%, sedangkan angkatan kerja pria sebesar 61,45%.
Sedangkan data kependudukan sangat diperlukan dalam perencanaan dan evaluasi
pembangunan karena penduduk merupakan subyek dan sekaligus sebagai obyek
pembangunan. data penduduk dapat diperoleh melalui beberapa cara yaitu melalui
sensus penduduk, registrasi penduduk, dan survey-survei kependudukan. Menurut
hasil registrasi penduduk akhir tahun 2003 penduduk Kota Malang sebanyak 763.515
jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 382.886 jiwa dan penduduk wanita
sebanyak 380.629 jiwa. Jumlah pencari kerja pada tahun 2003 yang terdaftar
sebanyak 8.747 orang pencari kerja laki-laki dan wanita sebanyak 6.920 orang.
Sementara jumlah lowongan yang tersedia 6.147 oarang. Dengan demikian terjadi
kesenjangan antara jumlah pencari kerja dengan jumlah lowongan yang tersedia. Bila
dilihat dari jenis kelamin terlihat ada perbedaan yang terbalik, dimana pencari kerja
laki-laki lebih banyak daripada pekerja wanita.
Sebagaimana tercantum dalam TAP MPR No. IV / MPR / 1999 tentang GBHN Bab IV
yang menyatakan bahwa :
1. Peningkatan dalam jumlah wanita yang terlibat dalam pekerjaan siluar rumah
tangga (out door activities). Hal ini antara lain dapat dilihat dari kenaikan
tingkat partisipasi wanita dari waktu ke waktu.
2. Peningkatan dalam bidang jumlah pekerjaan yang dapat dimasuki oleh
wanita. Bidang-bidang yang sebelumnya masih didominasi oleh laki-laki
berangsur-angsur dimasuki atau bahkan didomonasi oleh wanita.
Dalam skala global, dikenal tiga pergesaran interpretasi peningkatan peran wanita
(P2W) sebagai berikut (Tjokrowinoto dalam Mudrajad Kuncoro,1997 : 177-178) :
1. P2W sebagai Wanita dalam Pembangunan.
Menurut perspektif Women and Development yang dipelopori oleh kaum feminis-
Marxist ini, wanita selalu menjadi pelaku penting dalam masyarakat sehingga posisi
wanita, dalam arti status, kedudukan, dan peranannya, akan menjadi lebih baik bila
struktur internasional menjadi lebih adil. Asumsinya, wanita telah dan selalu menjadi
bagian dari pembangunan nasional.
Menurut Boserup (1984 : 216) pekerjaan di sektor modern tidak hanya menuntut
pendidikan formal, melainkan juga tingkah laku tertentu terhadap pekerjaan, yang
dapat paling tepat dilukiskan sebagai kemampuan untuk bekerja secara teratur dan
penuh perhatian. Sedangkan menurut Pudjiwati Sajogyo (1983 : 22) mengatakan
wanita mempunyai dua posisi atau status dalam “KEGIATAN BEKERJA”, yaitu dalam
pekerjaan rumah tangga (home-work) dan pekerjaan yang menghasilkan pendapatan
(langsung) (income-earning work). Tetapi dengan permasalahan yang dihadapi
Indonesia saat ini dengan semakin sedikitnya lowongan pekerjaan dan jumlah
penduduk yang sangat besar, tidak semua angkatan kerja terutama wanita dapat
tertampung di pasar kerja. Sehingga wanita memiliki posisi tawar yang rendah.
Keterbatasan wanita sebagai individudalam hal pendidikan, pengalaman, dan
keterampilan kerja, kesempatan kerja dan faktor ideologis, menyebabkan wanita
memasuki lapangan kerja yang berstatus dan berupah rendah.
Hal ini disebabkan anggapan bahwa wanita bekerja hanya sekedar mencari nafkah
tambahan, selain pendapatan dari suaminya. Sehingga wajar jika diperlakukan
demikian, akan tetapi kenyataannya banyak wanita yang menjadi tulang punggung
keluarga, antara lain jika suaminya sakit, sudah tua atau pension atau meninggal.
Dengan melihat dari permasalahan diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti
masalah tersebut dengan judul “ANALISA VARIABEL-VARIABEL YANG
MEMPENGARUHI TINGKAT PARTISIPASI KERJA WANITA (STUDI KASUS PADA
KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PR. HF. PRIMA MALANG).”
Sesuai dengan judul yang dikemukakan diatas, maka permasalahan yang akan
dibahas adalah :