You are on page 1of 19

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM LAPORAN

KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2017
UNIVERSITAS HASANUDDIN

ABSES HEPAR

Oleh:

MEGAWATI ANANDA HASBI PUTRI C 111 13 318


ALFIRA ZAINAL C 111 13 339
M. ZULHARYAHYA A. P. C 111 12 919
Pembimbing Residen:

dr. A. Anissa Rahmadani

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

1
BAB 1
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

 Nama : Tn. A

 RM : 804985

 Tgl. Lahir : 17/05/1968

 Jenis Kelamin : Laki-laki

 Alamat : Jln. Karunrung raya V

B. Subjektif
Anamnesis
Pasien mengeluh nyeri perut kanan atas sejak 3 bulan yang lalu dan
memberat 2 hari terakhir sebelum masuk RS. Sebelumnya, pasien
merasakan nyeri pada perut kanan sejak 1 tahun terakhir tapi tidak sampai
mengganggu aktivitas pasien. Nyeri dirasakan terus menerus dan tembus
ke belakang. Pasien juga mengeluh sering demam dan menggigil sejak 2
bulan terakhir, hilang timbul tapi semenjak 3 minggu terakhir demam dan
menggigil dirasakan setiap hari dan menurun dengan obat penurun panas
(paracetamol). Batuk tidak berlendir ada sejak 3 minggu terakhir. sesak
ada sejak 1 bulan terakhir, memberat saat aktivitas ringan dan menurun
saat istirahat. Sebelum masuk RS pasien mengkonsumsi obat maag yang
dibeli diapotik untuk mengurangi nyeri yang dirasakan pasien. Mual dan
muntah tidak ada.
BAB tidak lancar, selama di RS pasien BAB 2 kali, tidak hitam. Riwayat
BAB hitam ada 6 bulan yang lalu 2 kali. BAK lancar.
Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat DM disangkal.
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada.

2
Riwayat merokok ada.
Riwayat minum alkohol ada sejak masih muda sampai sekrang.

C. OBJEKTIF
Status Present
Sakit sedang
Gizi baik. BB: 76 kg TB: 165 cm IMT: 23.3
Kesadaran komposmentis
Tanda Vital
Tensi: 120/90 mmHg Nadi: 112 kali/menit
Pernapasan: 24 kali/menit Suhu: 38C
Kepala
Ekspresi: Biasa Deformitas : tidak ada
Simetris muka :simetris kiri kanan Rambut : warna hitam,sulit dicabut
Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus: (-) Gerakan : normogait
Tekanan bola mata : tidak Kelopak mata: edema tidak ada, ptosis
dilakukan pemeriksaan tidak ada, lagoftalmus tidak ada
Konjungtiva : anemi (-) Kornea : jernih
Sklera : ikterik (-) Pupil :bulat isokor ϴ 2 mm ODS
Telinga
Tophi: (-) Pendengaran : dalam batas normal
Nyeri tekan di prosessus mastoideus : tidak ada
Hidung
Perdarahan: (-) Sekret (-)
Mulut
Bibir : sianosis (-) Tonsil : T1-T2 tidak hiperemis
Gigi geligi : karies (-) Farings : Hiperemis tidak ada
Gusi : hiperemis (-) Lidah : lidah kotor (-) stomatitis (-)
Leher

3
Kelenjar getah bening Tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok Tidak ada pembesaran
DVS R-1 cmH20
Pembuluh darah Dalam batas normal
Kaku kuduk Tidak ada
Dada
Inspeksi
Bentuk : Simetris kiri kanan, normochest
Pembuluh darah : Dalam batas normal
Buah dada : Tidak ada kelainan
Sela iga : Tidak ada pelebaran, simetriz
Lain-lain : Tidak ada
Palpasi
Fremitus raba : Kesan normal
Nyeri tekan : Tidak ada
Perkusi
Paru kiri Sonor
Paru kanan Sonor
Batas paru-hepar ICS VI dextra
Batas paru belakang kanan Vertebra thoracal IX
Batas paru belakang kiri Vertebra thoracal X
Auskultasi BP vesikule, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi Ictus cordis tidak tampak
Palpasi Ictus cordis tidak teraba
- batas kanan jantung ICS linea
parasternal dextra
Perkusi
- batas kiri jantung ICS linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi

4
BJ I/II Murni, reguler
Bunyi tambahan Murmur (-), Gallop (-)
Perut
Inspeksi Datar, distended (-), ikut gerak napas
Palpasi Supel, nyeri tekan ada, massa tumor (-)
Hati Teraba pembesaran
Limpa Tidak teraba pembesaran
Ginjal Tidak terdapat nyeri ketok
Lain-lain Tidak ada
Perkusi Timpani, undulasi (-)
Auskultasi Peristaltik ada, kesan normal
Alat Kelamin Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rektum Tidak dilakukan pemeriksaan
Punggung
Inspeksi Jejas (-), simetris kiri kanan
Palpasi Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
Nyeri ketok Tidak ada
Auskultasi BP vesikuler, ronkhi (-) wheezing(-)
Gerakan dalam batas normal
Lain-lain Tidak ada
Ekstremitas Edema (-), akral hangat
Laboratorium (17 Juni 2017)
1. Wbc : 17.8
2. Hb : 7.6 g/dl
3. HCT : 24.9 %
4. PLT : 823.000/ul
5. Ureum : 18 mg/dl
6. Kreatinin : 0.93 mg/dl
7. SGOT : 21 U/L
8. SGPT : 26 U/L

5
9. Natrium : 136 mmol/l
10. Kalium : 4.7 mmol/l
11. Klorida : 103 mmol/l
12. HBsAg : Non reactive
13. Anti HCV : Non reactive
14. Anti Hbe : 0.32/reactive
15. Anti HBc Total : 1.28/ Non reactive
16. Alkali fosfatase : 203 U/L
17. Protein total : 5.9 gr/dl
18. Albumin : 2.6 gr/dl
19. Globulin : 3.3 gr/dl

Pemeriksaan Penunjang lainnya


1. Radiologi
- USG abdomen : Hepatomegaly dengan lesi hipodens lobus kanan hepar
sugestif absces DD/Hepatoma, Cholesistitis, Efusi pleura minimal dextra.
(18 Juni 2017)
- Foto Thorax PA : Efusi pleura dextra minimal, Dilatatio Aortae, Elevasi
diagfragma dextra (18 Juni 2017)
- CT Scan Abdomen : Lesi hipodens pada segmen 5,6,7,8 pada lobus kanan,
suspek abses hepar, Efusi pleura bilateral (19 Juni 2016)

D. ASSESMENT
1. Suspek Abses Hepar Amuba dd Piogenik
2. Anemia normositik normokrom
3. Efusi pleura minimal dextra
E. PLANNING
1. Infus Asering 500ml/8jam/drips
2. Paracetamol 500mg/8jam/oral

6
3. Ceftriaxone 2g/24jam/Intravena
4. Metrodinazole 500mg/8jam/oral
5. Analisa Feses
6. PROGNOSIS
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad vitam : bonam

7
BAB 2

DISKUSI

Definisi

Rongga patologis yang timbul dalam jaringan hati akibat infeksi bakteri,
parasit, jamur yang bersumber dari saluran cerna, yang ditandai adanya proses
supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan nekrotik, sel sel
inflamatik, atau sel darah di dalam parenkim hati. Abses hepar tersendiri memiliki
dua klasifikasi yaitu Abses hepar piogenik dan Abses hepar amuba.

Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan
abses hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis
ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk
Indonesia. AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver abscess,
bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini merupakan kasus
yang relatif jarang, pertama ditemukan oleh Hippocrates (400 SM) dan
dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936.

Abses hepar piogenik adalah proses supuratif yang terjadi pada jaringan
hati yang disebabkan invasi bakteri melalui aliran darah, sistem bilier maupun
penetrasi langsung.

Abses hepar amuba adalahPenimbunan atau akumulasi debri nekro-


inflamatori purulen di dalam parenkim hati yang disebabkan oleh amuba, terutama
entamoeba hystolitica.

Epidemiologi

Abses Hepar Amuba di negara – negara yang sedang berkembang, AHA


didapatkan secara endemik dan jauh lebih sering dibandingkan AHP. AHP ini

8
tersebar di seluruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi hygiene
/sanitasi yang kurang. Insidens amubiasis hati di rumah sakit seperti Thailand
berkisar 0,17 % sedangkan di berbagai rumah sakit di Indonesia berkisar antara 5-
15% pasien/tahun. Penelitian di Indonesia menunjukkan perbandingan pria dan
wanita berkisar 3:1 sampai 22:1, yang tersering pada dekade keempat. Hampir 10
% penduduk dunia terutama negara berkembang terinfeksi E.histolytica tetapi
hanya 1/10 yang memperlihatkan gejala. Insidens amubiasis hati di rumah sakit
seperti Thailand berkisar 0,17 % sedangkan di berbagai rumah sakit di Indonesia
berkisar antara 5-15% pasien/tahun. Penelitian di Indonesia menunjukkan
perbandingan pria dan wanita berkisar 3:1 sampai 22:1, yang tersering pada
dekade keempat. Penularan umumnya melalui jalur oral-fekal dan dapat juga oral-
anal-fekal. Kebanyakan yang menderita amubiasis hati adalah pria dengan rasio
3,4-8,5 kali lebih sering dari wanita. Usia yang sering dikenai berkisar antara 20-
50 tahun terutama dewasa muda dan lebih jarang pada anak. Infeksi E.histolytica
memiliki prevalensi yang tinggi di daerah subtropikal dan tropikal dengan kondisi
yang padat penduduk, sanitasi serta gizi yang buruk.

Abses Hepar Piogenik ada sekitar 48% kasus abses viseral adalah AHP
dan merupakan 13% dari keseluruhan kasus abses intra-abdominal. Median umur
adalah 44 th, tidak terdapat perbedaan antara laki laki maupun perempuan. Dara
menunjukan Taiwan memiliki insidens tertinggi yaitu 17,6 kasus per 100.000
penduduk kasus AHP yang dirawat di rumah sakit.

Etiologi dan Patogenesis

1. Abses Hepar Piogenik


Etiologi AHP adalah enterobacteriaceae, microaerophilic streptococci,
anaerobic streptococci, klebsiella pneumoniae, bacteriodes,
fusobacterium, staphylococcus aureus, staphylococcus milleri, candida
albicans, aspergillus, actinomyces, eikenella corrodens, yersinia
enterolitica, salmonella typhi, brucella melitensis, dan fungal. Organisme
penyebab yang paling sering ditemukan adalah E.Coli, Klebsiella

9
pneumoniae, Proteus vulgaris, Enterobacter aerogenes dan spesies dari
bakteri anaerob ( contohnya Streptococcus Milleri ). Staphylococcus
aureus biasanya organisme penyebab pada pasien yang juga memiliki
penyakit granuloma yang kronik. Organisme yang jarang ditemukan
sebagai penyebabnya adalah Salmonella, Haemophillus, dan Yersinia.
Kebanyakan abses hati piogenik adalah infeksi sekunder di dalam
abdomen.

Abses hepar piogenik dapat terjadi akibat beberapa mekanisme :

 Infeksi traktus bilier (kolangitis, kolesistisis) atau dari fokus septik


sekitarnya (pyleplebhitis)
 Komplikasi lanjutan dari sfingterektomi endoskopik untuk batu
saaluran empedu atau 3-6 minggu setelah operasi anastomosis
bilier-interstinal
 Komplikasi baktrenemia dari penyakit abdomen seperti
diverkulitis, apendisitis, ulkus peptikum perforasi, keganasan
saluran cerna, Inflammatory bowel disease, peritonitis,
endokarditis bateria, atau penetrasi benda asing melalui dinding
kolon
 40% abses hati piogenik tidak diketahui sumber infeksinya.
Adanya flora dalam mulut diduga menjadi penyebabnya, terutama
pada pasien dengan penyakit peridontal

Gambar 2.1 Patomekanisme Abses Hepar Piogenik

10
Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Dari suatu
studi di Amerika, didapatkan 13% abses hati dari 48% abses viseral. Abses hati
dapat berbentuk soliter maupun multipel. Hal ini dapat terjadi dari penyebaran
hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam
rongga peritoneum. Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui
sirkulasi vena portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena
paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi
sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Bakteri
piogenik dapat memperoleh akses ke hati dengan ekstensi langsung dari organ-
organ yang berdekatan atau melalui vena portal atau arteri hepatika. Adanya
penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan
menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi
kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena portal dan limfatik sehingga
akan terbentuk formasi abses fileflebitis. Mikroabses yang terbentuk akan
menyebar secara hematogen sehingga terjadi bakteremia sistemik. Penetrasi akibat
trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim hati sehingga
terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul menyebabkan nekrosis hati,
perdarahan intrahepatik dan terjadinya kebocoran saluran empedu sehingga terjadi
kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri
ke hati dan terjadi pembentukan pus. Lobus kanan hati lebih sering terjadi AHP
dibanding lobus kiri, kal ini berdasarkan anatomi hati, yaitu lobus kanan
menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus
kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik.

2. Abses Hepar Amubik

Cara penularan umumnya fecal-oral yaitu dengan menelan kista, baik melalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi atau transmisi langsung pada orang
dengan higiene yang buruk. Kasus yang jarang terjadi adalah penularan melalui
seks oral ataupun anal.

11
Gambar 2.2 Patomekanisme Abses Hepar Amubik

E.hystolitica dalam 2 bentuk, baik bentuk trofozoit yang menyebabkan


penyakit invasif maupun kista bentuk infektif yang dapat ditemukan pada lumen
usus. Bentuk kista tahan terhadap asam lambung namun dindingnya akan diurai
oleh tripsin dalam usus halus. Kemudian kista pecah dan melepaskan trofozoit
yang kemudian menginvasi lapisan mukosa usus. Amuba ini dapat menjadi
patogen dengan mensekresi enzim cysteine protease, sehingga melisiskan jaringan
maupun eritrosit dan menyebar keseluruh organ secara hematogen dan
perkontinuinatum. Amoeba yang masuk ke submukosa memasuki kapiler darah,
ikut dalam aliran darah melalui vena porta ke hati. Di hati E.hystolitica
mensekresi enzim proteolitik yang melisis jaringan hati, dan membentuk abses. Di
hati terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan
infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu, dan granuloma diganti dengan
nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.
Lokasi yang sering adalah di lobus kanan (70% - 90%) karena lobus kanan
menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus
kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik. Dinding
abses bervariasi tebalnya,bergantung pada lamanya penyakit. Secara klasik, cairan
abses menyerupai ”achovy paste” dan berwarna coklat kemerahan, sebagai akibat
jaringan hepar serta sel darah merah yang dicerna.

12
Manifestasi Klinis

 Demam
 Nyeri perut bagian atas kanan
 Keringat malam
 Muntah
 Anoreksia
 Penurunan berat badan
 Diare

Pemeriksaan fisis

 Ikterus
 Suhu tubuh meningkat
 Malnutrisi
 Hepatomegali
 Nyeri tekan perut kanan atas

Diagnosis


Abses hati amebik

Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi hati untuk menemukan trofozoit amuba.
Diagnosis abses hati amebik di daerah endemik dapat dipertimbangkan jika
terdapat demam, nyeri perut kanan atas, hepatomegali yang juga ada nyeri tekan.
Disamping itu bila didapatkan leukositosis, fosfatase alkali meninggi disertai letak
diafragma yang tinggi dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan USG juga
dibantu oleh tes serologi. Untuk diagnosis abses hati amebik juga dapat
menggunakan kriteria Sherlock (1969), kriteria Ramachandran (1973), atau
kriteria Lamont dan Pooler.

13
a. Kriteria Sherlock (1969) :

1. Hepatomegali yang nyeri tekan 


2. Respon baik terhadap obat amebisid 


3. Leukositosis 


4. Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang. 


5. Aspirasi pus 


6. Pada USG didapatkan rongga dalam hati 


7. Tes hemaglutinasi positif 


b. Kriteria Ramachandran (1973) Bila didapatkan 3 atau lebih dari:

1. Hepatomegali yang nyeri 


2. Riwayat disentri 


3. Leukositosis 


4. Kelainan radiologis 


5. Respons terhadap terapi amebisid 


14
c. Kriteria Lamont Dan Pooler 
 Bila didapatkan 3 atau lebih dari:

1. Hepatomegali yang nyeri 


2. Kelainan hematologis 


3. Kelainan radiologis 


4. Pus amebik 


5. Tes serologi positif 


6. Kelainan sidikan hati 


7. Respons terhadap terapi amebisid 


Abses hati piogenik

Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis


dan laboratoris serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis AHP kadang- kadang
sulit ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik. Diagnosis
dapat ditegakkan bukan hanya dengan CT-Scan saja, meskipun pada akhirnya
dengan CT-Scan mempunyai nilai prediksi yang tinggi untuk diagnosis AHP,
demikian juga dengan tes serologi yang dilakukan.

Tes serologi yang negatif menyingkirkan diagnosis AHA, meskipun


terdapat pada sedikit kasus, tes ini menjadi positif beberapa hari kemudian.
Diagnosis berdasarkan penyebab adalah dengan menemukan bakteri penyebab
pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi, ini merupakan standar emas untuk
diagnosis.

15
Penatalaksanaan

Medikamentosa :

bila pemeriksaan kultur belum keluar : antibiotic spectrum luas.

bila infeksi bersumber di saluran empedu : ampisilin & aminoglikosida.

bila infeksi dari usus : sefalosporin generasi 3.

bila telah ada hasil kultur : disesuaikan dengan kuman yang


spesifik.

metrodinazole digunakan untuk berbagai sumber infeksi untuk mengatasi infeksi


anaerob.

Non medikamentosa :

Drainase Prekutaneus

Drainase prekutaneus indikasinya pada abses besar dengan ancaman ruptur atau
diameter abses > 7 cm, respons kemoterapi kurang, infeksi campuran, letak abses
dekat dengan permukaan kulit, tidak ada tanda perforasi dan abses pada lobus kiri
hati. Selain itu, drainase perkutan berguna juga pada penanganan komplikasi paru,
peritoneum, dan perikardial.

Drainase dengan pembedahan

Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil mcmbaik


dengan cara yang lebih konservatif, kemudian secara teknis susah dicapai dengan
aspirasi biasa. Selain itu, drainase bedah diindikasikan juga untuk perdarahan
yang jarang tcrjadi tetapi mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya
ruptur abses. Penderita dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami
infeksi sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya bila usaha
dekompresi perkutan tidak berhasil Laparoskopi juga dikedepankan untuk
kemungkinannya dalam mengevaluasi tcrjadinya ruptur abses amuba

16
intraperitoneal.

Komplikasi

 Komplikasi yang dapat terjadi seperti ruptur, penyebaran infeksi ke


organ sekitar terutama ke pleura dan paru.
 Komplikasi lain berupa trombosis dapat terjadi pada vena porta
maupun vena hepatika disebabkan karena infeksi bakteri anaerobik.
 Pasien dengan abses yang besar sangat mudah mengalami sepsis.

Prognosis

 Dengan diagnosis yang cepat disertai penggunaan antibiotika pada


tahap dini dan drainase pekutaneus angka kematian karena AHP
menurun. Kematian dapat mencapai 100% pada AHP yang tidak
diterapi. Angka kematian pada negara maju sekitar 2-12%.

 pada AHA angka kematian < 1% bila tanpa penyulit.

17
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idris Alwi, Marcellus Simadibrata K,
Siti Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Jakarta : Interna Publishing,
2014. Vol. 2. 9786028907514.
2. Isselbacher dkk. 2012. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Alih
bahasa Asdie Ahmad H., Edisi 13, Jakarta: EGC
3. Lindseth, Glenda N. Gangguan hati, kandung empedu, dan pankreas. Dalam
Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi konsep klinis proses-

proses penyakit vol.1 edisi 6. Jakarta : EGC. 2006. 


4. Friedman, Lawrence S. Rosenthal, Philip J. Goldsmith, Robert S. Liver,


biliary tract and pancreas. Protozoal and helminthic infections. In : Papadakis,
Maxine A. McPhee, Stephen J. Tierney, Lawrence M. Current medical
diagnosis and treatment 2008 forty-seventh edition. Jakarta : PT. Soho
Industri Pharmasi. 2008
th
5. 
 Nickloes, Todd A. Pyogenic liver abcesses. January 23 , 2009. November

st
1 , 2011. Available from http://emedicine.medscape.com/article/193182-

overview#showall. 


18
6. Soedarto. Penyakit protozoa. Dalam : Sinopsis kedokteran tropis. Surabaya :

Airlangga University Press. 2007. 


7. Fauci. et all. Infectious disease. In : Harrison’s principles of internal medicine


th
17 edition. USA. 2008.

19

You might also like