Professional Documents
Culture Documents
KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2017
UNIVERSITAS HASANUDDIN
ABSES HEPAR
Oleh:
1
BAB 1
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
RM : 804985
B. Subjektif
Anamnesis
Pasien mengeluh nyeri perut kanan atas sejak 3 bulan yang lalu dan
memberat 2 hari terakhir sebelum masuk RS. Sebelumnya, pasien
merasakan nyeri pada perut kanan sejak 1 tahun terakhir tapi tidak sampai
mengganggu aktivitas pasien. Nyeri dirasakan terus menerus dan tembus
ke belakang. Pasien juga mengeluh sering demam dan menggigil sejak 2
bulan terakhir, hilang timbul tapi semenjak 3 minggu terakhir demam dan
menggigil dirasakan setiap hari dan menurun dengan obat penurun panas
(paracetamol). Batuk tidak berlendir ada sejak 3 minggu terakhir. sesak
ada sejak 1 bulan terakhir, memberat saat aktivitas ringan dan menurun
saat istirahat. Sebelum masuk RS pasien mengkonsumsi obat maag yang
dibeli diapotik untuk mengurangi nyeri yang dirasakan pasien. Mual dan
muntah tidak ada.
BAB tidak lancar, selama di RS pasien BAB 2 kali, tidak hitam. Riwayat
BAB hitam ada 6 bulan yang lalu 2 kali. BAK lancar.
Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat DM disangkal.
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada.
2
Riwayat merokok ada.
Riwayat minum alkohol ada sejak masih muda sampai sekrang.
C. OBJEKTIF
Status Present
Sakit sedang
Gizi baik. BB: 76 kg TB: 165 cm IMT: 23.3
Kesadaran komposmentis
Tanda Vital
Tensi: 120/90 mmHg Nadi: 112 kali/menit
Pernapasan: 24 kali/menit Suhu: 38C
Kepala
Ekspresi: Biasa Deformitas : tidak ada
Simetris muka :simetris kiri kanan Rambut : warna hitam,sulit dicabut
Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus: (-) Gerakan : normogait
Tekanan bola mata : tidak Kelopak mata: edema tidak ada, ptosis
dilakukan pemeriksaan tidak ada, lagoftalmus tidak ada
Konjungtiva : anemi (-) Kornea : jernih
Sklera : ikterik (-) Pupil :bulat isokor ϴ 2 mm ODS
Telinga
Tophi: (-) Pendengaran : dalam batas normal
Nyeri tekan di prosessus mastoideus : tidak ada
Hidung
Perdarahan: (-) Sekret (-)
Mulut
Bibir : sianosis (-) Tonsil : T1-T2 tidak hiperemis
Gigi geligi : karies (-) Farings : Hiperemis tidak ada
Gusi : hiperemis (-) Lidah : lidah kotor (-) stomatitis (-)
Leher
3
Kelenjar getah bening Tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok Tidak ada pembesaran
DVS R-1 cmH20
Pembuluh darah Dalam batas normal
Kaku kuduk Tidak ada
Dada
Inspeksi
Bentuk : Simetris kiri kanan, normochest
Pembuluh darah : Dalam batas normal
Buah dada : Tidak ada kelainan
Sela iga : Tidak ada pelebaran, simetriz
Lain-lain : Tidak ada
Palpasi
Fremitus raba : Kesan normal
Nyeri tekan : Tidak ada
Perkusi
Paru kiri Sonor
Paru kanan Sonor
Batas paru-hepar ICS VI dextra
Batas paru belakang kanan Vertebra thoracal IX
Batas paru belakang kiri Vertebra thoracal X
Auskultasi BP vesikule, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi Ictus cordis tidak tampak
Palpasi Ictus cordis tidak teraba
- batas kanan jantung ICS linea
parasternal dextra
Perkusi
- batas kiri jantung ICS linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi
4
BJ I/II Murni, reguler
Bunyi tambahan Murmur (-), Gallop (-)
Perut
Inspeksi Datar, distended (-), ikut gerak napas
Palpasi Supel, nyeri tekan ada, massa tumor (-)
Hati Teraba pembesaran
Limpa Tidak teraba pembesaran
Ginjal Tidak terdapat nyeri ketok
Lain-lain Tidak ada
Perkusi Timpani, undulasi (-)
Auskultasi Peristaltik ada, kesan normal
Alat Kelamin Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rektum Tidak dilakukan pemeriksaan
Punggung
Inspeksi Jejas (-), simetris kiri kanan
Palpasi Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
Nyeri ketok Tidak ada
Auskultasi BP vesikuler, ronkhi (-) wheezing(-)
Gerakan dalam batas normal
Lain-lain Tidak ada
Ekstremitas Edema (-), akral hangat
Laboratorium (17 Juni 2017)
1. Wbc : 17.8
2. Hb : 7.6 g/dl
3. HCT : 24.9 %
4. PLT : 823.000/ul
5. Ureum : 18 mg/dl
6. Kreatinin : 0.93 mg/dl
7. SGOT : 21 U/L
8. SGPT : 26 U/L
5
9. Natrium : 136 mmol/l
10. Kalium : 4.7 mmol/l
11. Klorida : 103 mmol/l
12. HBsAg : Non reactive
13. Anti HCV : Non reactive
14. Anti Hbe : 0.32/reactive
15. Anti HBc Total : 1.28/ Non reactive
16. Alkali fosfatase : 203 U/L
17. Protein total : 5.9 gr/dl
18. Albumin : 2.6 gr/dl
19. Globulin : 3.3 gr/dl
D. ASSESMENT
1. Suspek Abses Hepar Amuba dd Piogenik
2. Anemia normositik normokrom
3. Efusi pleura minimal dextra
E. PLANNING
1. Infus Asering 500ml/8jam/drips
2. Paracetamol 500mg/8jam/oral
6
3. Ceftriaxone 2g/24jam/Intravena
4. Metrodinazole 500mg/8jam/oral
5. Analisa Feses
6. PROGNOSIS
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad vitam : bonam
7
BAB 2
DISKUSI
Definisi
Rongga patologis yang timbul dalam jaringan hati akibat infeksi bakteri,
parasit, jamur yang bersumber dari saluran cerna, yang ditandai adanya proses
supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan nekrotik, sel sel
inflamatik, atau sel darah di dalam parenkim hati. Abses hepar tersendiri memiliki
dua klasifikasi yaitu Abses hepar piogenik dan Abses hepar amuba.
Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan
abses hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis
ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk
Indonesia. AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver abscess,
bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini merupakan kasus
yang relatif jarang, pertama ditemukan oleh Hippocrates (400 SM) dan
dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936.
Abses hepar piogenik adalah proses supuratif yang terjadi pada jaringan
hati yang disebabkan invasi bakteri melalui aliran darah, sistem bilier maupun
penetrasi langsung.
Epidemiologi
8
tersebar di seluruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi hygiene
/sanitasi yang kurang. Insidens amubiasis hati di rumah sakit seperti Thailand
berkisar 0,17 % sedangkan di berbagai rumah sakit di Indonesia berkisar antara 5-
15% pasien/tahun. Penelitian di Indonesia menunjukkan perbandingan pria dan
wanita berkisar 3:1 sampai 22:1, yang tersering pada dekade keempat. Hampir 10
% penduduk dunia terutama negara berkembang terinfeksi E.histolytica tetapi
hanya 1/10 yang memperlihatkan gejala. Insidens amubiasis hati di rumah sakit
seperti Thailand berkisar 0,17 % sedangkan di berbagai rumah sakit di Indonesia
berkisar antara 5-15% pasien/tahun. Penelitian di Indonesia menunjukkan
perbandingan pria dan wanita berkisar 3:1 sampai 22:1, yang tersering pada
dekade keempat. Penularan umumnya melalui jalur oral-fekal dan dapat juga oral-
anal-fekal. Kebanyakan yang menderita amubiasis hati adalah pria dengan rasio
3,4-8,5 kali lebih sering dari wanita. Usia yang sering dikenai berkisar antara 20-
50 tahun terutama dewasa muda dan lebih jarang pada anak. Infeksi E.histolytica
memiliki prevalensi yang tinggi di daerah subtropikal dan tropikal dengan kondisi
yang padat penduduk, sanitasi serta gizi yang buruk.
Abses Hepar Piogenik ada sekitar 48% kasus abses viseral adalah AHP
dan merupakan 13% dari keseluruhan kasus abses intra-abdominal. Median umur
adalah 44 th, tidak terdapat perbedaan antara laki laki maupun perempuan. Dara
menunjukan Taiwan memiliki insidens tertinggi yaitu 17,6 kasus per 100.000
penduduk kasus AHP yang dirawat di rumah sakit.
9
pneumoniae, Proteus vulgaris, Enterobacter aerogenes dan spesies dari
bakteri anaerob ( contohnya Streptococcus Milleri ). Staphylococcus
aureus biasanya organisme penyebab pada pasien yang juga memiliki
penyakit granuloma yang kronik. Organisme yang jarang ditemukan
sebagai penyebabnya adalah Salmonella, Haemophillus, dan Yersinia.
Kebanyakan abses hati piogenik adalah infeksi sekunder di dalam
abdomen.
10
Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Dari suatu
studi di Amerika, didapatkan 13% abses hati dari 48% abses viseral. Abses hati
dapat berbentuk soliter maupun multipel. Hal ini dapat terjadi dari penyebaran
hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam
rongga peritoneum. Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui
sirkulasi vena portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena
paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi
sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Bakteri
piogenik dapat memperoleh akses ke hati dengan ekstensi langsung dari organ-
organ yang berdekatan atau melalui vena portal atau arteri hepatika. Adanya
penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan
menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi
kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena portal dan limfatik sehingga
akan terbentuk formasi abses fileflebitis. Mikroabses yang terbentuk akan
menyebar secara hematogen sehingga terjadi bakteremia sistemik. Penetrasi akibat
trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim hati sehingga
terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul menyebabkan nekrosis hati,
perdarahan intrahepatik dan terjadinya kebocoran saluran empedu sehingga terjadi
kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri
ke hati dan terjadi pembentukan pus. Lobus kanan hati lebih sering terjadi AHP
dibanding lobus kiri, kal ini berdasarkan anatomi hati, yaitu lobus kanan
menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus
kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik.
Cara penularan umumnya fecal-oral yaitu dengan menelan kista, baik melalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi atau transmisi langsung pada orang
dengan higiene yang buruk. Kasus yang jarang terjadi adalah penularan melalui
seks oral ataupun anal.
11
Gambar 2.2 Patomekanisme Abses Hepar Amubik
12
Manifestasi Klinis
Demam
Nyeri perut bagian atas kanan
Keringat malam
Muntah
Anoreksia
Penurunan berat badan
Diare
Pemeriksaan fisis
Ikterus
Suhu tubuh meningkat
Malnutrisi
Hepatomegali
Nyeri tekan perut kanan atas
Diagnosis
Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi hati untuk menemukan trofozoit amuba.
Diagnosis abses hati amebik di daerah endemik dapat dipertimbangkan jika
terdapat demam, nyeri perut kanan atas, hepatomegali yang juga ada nyeri tekan.
Disamping itu bila didapatkan leukositosis, fosfatase alkali meninggi disertai letak
diafragma yang tinggi dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan USG juga
dibantu oleh tes serologi. Untuk diagnosis abses hati amebik juga dapat
menggunakan kriteria Sherlock (1969), kriteria Ramachandran (1973), atau
kriteria Lamont dan Pooler.
13
a. Kriteria Sherlock (1969) :
3. Leukositosis
5. Aspirasi pus
2. Riwayat disentri
3. Leukositosis
4. Kelainan radiologis
14
c. Kriteria Lamont Dan Pooler
Bila didapatkan 3 atau lebih dari:
2. Kelainan hematologis
3. Kelainan radiologis
4. Pus amebik
15
Penatalaksanaan
Medikamentosa :
Non medikamentosa :
Drainase Prekutaneus
Drainase prekutaneus indikasinya pada abses besar dengan ancaman ruptur atau
diameter abses > 7 cm, respons kemoterapi kurang, infeksi campuran, letak abses
dekat dengan permukaan kulit, tidak ada tanda perforasi dan abses pada lobus kiri
hati. Selain itu, drainase perkutan berguna juga pada penanganan komplikasi paru,
peritoneum, dan perikardial.
16
intraperitoneal.
Komplikasi
Prognosis
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idris Alwi, Marcellus Simadibrata K,
Siti Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Jakarta : Interna Publishing,
2014. Vol. 2. 9786028907514.
2. Isselbacher dkk. 2012. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Alih
bahasa Asdie Ahmad H., Edisi 13, Jakarta: EGC
3. Lindseth, Glenda N. Gangguan hati, kandung empedu, dan pankreas. Dalam
Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi konsep klinis proses-
st
1 , 2011. Available from http://emedicine.medscape.com/article/193182-
overview#showall.
18
6. Soedarto. Penyakit protozoa. Dalam : Sinopsis kedokteran tropis. Surabaya :
19