Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
pendidikan dan pekerjaan yang layak. Ketika hal tersebut tidak terpenuhi, tak jarang di
antara mereka yang kecewa bahkan tidak ingin menyekolahkan anaknya yang
berkebutuhan khusus. Sebenarnya tidak ada anak cacat melainkan anak berkebutuhan
khusus, karena anak-anak yang dianggap cacat itu sebenarnya sama saja dengan anak-
anak pada umumnya, punya kelebihan dan kekurangan. Untuk itu perlu dipahami sebuah
pendekatan kepada masyarakat bahwa mereka yang mempunyai keterbatasan ada dalam
lingkungan mereka, sama-sama mempunyai hak yang sama dengan anak yang normal
pada umumnya. Cerebral palsy merupakan kelainan motorik yang banyak diketemukan
pada anak-anak. Di Klinik Tumbuh Kembang RSUD Dr.Soetomo pada periode 1988-
1991,sekitar 16,8% adalah dengan cerebral palsy. William Little yang pertama kali
mempublikasikan kelainan ini pada tahun 1843, menyebutnya dengan istilah “cerebral
diplegia”, sebagai akibat dari prematuritas atau asfiksia neonatorium. Pada waktu itu
kelainan ini dikenal sebagai penyakit dari Little. Sigmund Freud menyebut kelainan ini
dengan istilah “Infantil Cerebral Paralysis”. Sedangkan Sir William Osler adalah yang
pertama kali memperkenalkan istilah “cerebral palsy”. Nama lainnya adalah “Static
encephalopathies of childhood”.
1.2 Tujuan
Untuk Mengetahui Teori tentang Cerebral Palsy dan Konsep asuhan Keperawatan
1
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
pada otak sebelum atau selama kelahiran, atau pada masa awal bayi. Paralisis serebral
(Muscari, 2005).
Paralisis serebral (cerebral palsy, CP) adalah istilah tidak spesifik yang digunakan
untuk memberi ciri khas pada ketidaknormalan tonus otot, postur, dan koordinasi yang
diakibatkan oleh suatu lesi tidak progresif atau cedera yang mempengaruhi otak yang
Cerebral palsy merupakan brain injury yaitu suatu kondisi yang mempengaruhi
pengendalian sistem motorik sebagai akibat lesi dalam otak, atau suatu penyakit
sebagaian dari otak yag berhubungan dengan pengendalian fungsi motorik (Somantri,
2007).
B. Etiologi
1. Pranatal
b. Radiasi
2
d. Toksemia grafidarum.
2. Perinatal
a. Anoksia/hipoksia.
b. Perdarahan otak.
c. Prematuritas.
d. Ikterus.
e. Meningitis purulenta.
3. Postnatal.
a. Trauma kepala.
Beberapa penelitian menyebutkan factor prenatal dan perinatal lebih berperan dari pada
factor pascanatal. Studi oleh nelson dkk ( 1986 ) menyebutkan bayi dengan berat lahir
rendah, asfiksia saat lahir, iskemia prenatal, factor penyebab cerebral palsy.
Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat akhir, sedangkan factor perinatal
yaitu segala factor yang menyebabkan Cerebral palsy mulai dari lahir sampai satu bulan
kehidupan. Sedangkan factor pascanatal mulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2
tahun. ( Hagbreg dkk, 1975 ), atau sampai 5 tahun kehidupan ( Blair dan Stanley, 1982 ),
Tanda awal cerebral palsi biasanya tampak pada usia kurang dari 3 tahun, dan orang tua
sering mencurigai ketika kemampuan perkembangan motorik tidak normal. Bayi dengan
3
dapat menyebabkan bayi tampak lemah dan lemas serta bayi tampak kaku. Pada sebagian
kasus, bayi pada periode awal tampak hipotonia dan selanjutnya berkembang
postur abnormal pada salah satu sisi tubuh. Tanda dan gejala yang dapat dilihat dari anak
2. Penampilan motorik yang tidak normal dan kehilangan kendali motorik selektif
misalnya menggunakan tangan dominan lebih awal, berguling secara abnormal dan
gerakan pasif, anak merasa kaku ketika memegang atau berpakaian, kesulitan
menggunakan popok);
hiperrefleksia);
7. Keterbelakangan mental;
4
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Cerebral Palsy
A. Pengkajian
1. Data Umum
No registrasi :
Nama pasien :
Usia :
Nama ibu :
Nama ayah :
2. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehataan yang berhubungan dengan factor prenatal, natal dan post natal
pencapaian perkembangan :
5
Peningkatan atau penurunan tahanan pada gerakan pasif, postur opistotonik
pada pinggul dan sendi lutut bila ditarik ke posisi duduk (tanda awal).
d. Posture abnormal
Mempertahankan agar pinggul lebih tinggi dari tubuh pada posisi telungkup,
pada posisi telentang, lengan abduksi pada bahu, siku fleksi, tangan mengepal.
e. Abnormalitas refleks
Refleks infantile primitive menetap (reflek leher tonik ada pada usia berapa
pun, tidak menetap diatas usia 6 bulan), Refleks Moro, plantar, dan
kaki dan reflek meregang muncul pada banyak kelompok otot pada gerakan
pasif cepat.
2. Keterbelakangan mental
6
5. Gangguan perkembangan kemampuan motorik (misalnya menggapai
7. Gangguan penglihatan
8. Gangguan pendengaran
9. Kontraktur persendian
4. Pemeriksaan Fisik
b. Neurosensory:
Gangguan bicara
Anak berliur
5. Pemeriksaan penunjang
ditegakkan
7
f. Pemeriksaan Elektro Ensefalografi dilakukan pada penderita kejang atau
yang diperlukan.
Diagnosa Keperawatan
proses menelan
B. Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
8
normal/ideal sesuai 4. Kolaborasi dengan ahli
nutrisi
3. Mampu demonstrasi).
untuk
menegspresikan
kebutuhan
9
dengan kelemahan melakukan aktivitas kerusakan.
mempertahankan pasien.
terganggu. sakit.
melakukan aktivitas.
menyatakan memungkinkan
10
yang menyebabkan 3. Berikan materi
karakteristiknya.
11
BAB 3
PENUTUP
4. Kesimpulan
Paralisis serebral (cerebral palsy, CP) adalah istilah tidak spesifik yang digunakan
untuk memberi ciri khas pada ketidaknormalan tonus otot, postur, dan koordinasi
yang diakibatkan oleh suatu lesi tidak progresif atau cedera yang mempengaruhi otak
yang tidak matur. Cerebral palsy bukan merupakan satu penyakit dengan satu
gerakan, tetapi dapat mempunyai penyebab yang berbeda. Manifestasi klinik Cerebral
palsy bergantung pada lokalisasi dan luasnya jaringan otak yang mengalami
kerusakan, apakah pada korteks serebri, ganglia basalis atau serebelum. Cerebral
palsy bisa disebabkan oleh 3 bagian: Pranatal, Perinatal dan Postnatal. Berdasarkan
tanda dan gejala, Cerebral palsy diklasifikasikan dalam dua kelompok: berdasarkan
tipe dan berdasarkan derajat kemampuan fungsional. Untuk pengobatan pada anak
dengan Cerebral palsy dapat dilakukan melalui banyak terapi, tergantung gejalanya.
3.2 Saran
dengan benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk
tecapainya tujuan yang diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik
antara pasien, keluarga, dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya dalam
12