Professional Documents
Culture Documents
Secara umum, analisa log dibedakan atas tiga kompenen, berupa Log Lithologi, Log
Resistivity dan Log Porosity. Log Lithologi antara lain Gamma Ray (GR) Log dan
Spontaneous Potential (SP) Log. Untuk Log Resistivity diantaranya adalah Induction Log,
Short Normal Log, Microlog, Lateral Log dan MSFL. Sedangkan untuk Log Porosity terdiri
dari Neutron Log dan Sonic Log.
Pada prakteknya di lapangan tidak semua jenis log diatas dapat dilakukan. Hal ini mengingat
biaya (cost) yang besar untuk tiap jenis log sehingga hanya digunakan beberapa jenis log
tertentu dan kecenderungan untuk mengkombinasikan beberapa jenis log (combination log)
dan ini yang biasa digunakan.
Beberapa analisa jenis log yang umum digunakan antara lain Analisa Spontaneous Potential
(SP) Log, Analisa Log Induksi, dan Analisa Log Radioaktif yang terdiri dari Gamma Ray
Log, Neutron Log, dan Formation Density Log.
2. Neutron Log
- Untuk menentukan total porosity
- Mendeteksi adanya formasi gas setelah dikombinasikan dengan porosity tool lainnya seperti
Density Log)
- Penentuan korelasi batuan
Gamma Ray Log merupakan rekaman tingkat radioaktivitas alami yang terjadi karena tiga
unsur yaitu Uranium (U), Thorium (Th) dan Potasium (K) yang dipancarkan oleh batuan.
Pemancaran yang terus menerus terdiri dari semburan pendek tenaga tinggi sinar gamma
yang mampu menembus batuan sehingga dapat dideteksi oleh detektor.
Sinar gamma sangat efektif dalam membedakan lapisan permeable dan non permeable karena
unsur-unsur radioaktif cenderung berpusat di dalam serpih yang non permeable dan tidak
banyak terdapat dalam batuan karbonat atau pasir yang secara umum besifat permeable.
Kadangkala lumpur bor mengandung sejumlah unsur Potasium karena zat Potassium
Chloride ditambahkan kedalam lumpur untuk mencegah pembengkakan serpih.
Radioaktivitas dari lumpur akan mempengaruhi pembacaan Log Gamma Ray berupa
tingkatan latar belakang radiasi yang tinggi.
Kombinasi log yang sering digunakan dua jenis log yaitu Log Listrik dan Log Radioaktif.
Log Listrik yang dimaksudkan adalah SP Log dan Log Induksi untuk Short Normal Log.
Sedangkan Log Radioaktif yang dimaksud adalah Gamma Ray (GR) Log, Neutron Log dan
Formation Density Log (FDL). Dari analisa Log Kombinasi ini dapat ditentukan kandungan
HC dari formasi pada interval kedalaman tertentu.
Interpretasi log dilakukan untuk mengetahui harga Rw dan Sw serta menentukan lithologi
batuannya. Interpretasi ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu interpretasi kualitatif
dan interpretasi kuantitatif. Interpretasi kualitatif meliputi penentuan lapisan permeable,
penentuan batas lapisan dan penentuan zona interest. Log yang digunakan berupa SP Log,
GR Log dan Resistivity Log. Sementara interpretasi kuantitatif meliputi penentuan porositas
dan saturasi air (Sw). Jenis Log yang digunakan Neutron Log, Density Log, Sonic Log dan
Resistivity Log. Adapun kondisi interpretasi yang dilakukan berupa Clean Formation (quick
look) dan Shally Sand Formation (detailed).
Pengukuran dengan SP Log dilakukan untuk menentukan Vclay sehingga dapat diketahui
jenis fluida yang terdapat dalam formasi yang dianalisa serta kandungan batuan dan kondisi
dari kedalaman formasi tersebut.
Pada GR Log didapatkan suatu kurva yang menunjukkan besarnya intensits radioaktif yang
ada dalam formasi. Dengan menarik garis GR yang mempunyai harga minimum dan harga
maksimum pada penampang log maka kurva GR yang jatuh diantara kedua lapisan kurva
tersebut merupakan indikasi adanya lapisan shale.
Pada Neutron Log, bila konsentrasi hidrogen didalam formasi besar maka semua partikel
neutron akan mengalami penurunan energi serta tertangkap tidak jauh dari sumber
radioaktifnya. Hal yang perlu digarisbawahi bahwa neuton hidrogen tidak mewakili porositas
batuan karena penentuannya didasarkan pada konsentrasi hidrogen. Neutron tidak dapat
membedakan antara atom hidrogen bebas dengan atom hidrogen yang secara kimia terikat
dengan mineral batuan, akibatnya pada formasi lempung yang banyak mengandung atom-
atom hidrogen didalam susunan molekulnya seolah-olah mempunyai porositas tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk kurva Neutron Log adalah shale atau clay dimana
semakin besar konsentrasinya dalm lapisan permeable akan memperbesar harga porositas
batuan. Kekompakan batuan juga akan mempengaruhi defleksi kurva Neutron Log dimana
semakin kompak batuan tersebut maka harga porositas batuan akan menurun dan kandungan
fluida yang ada dalam batuan apabila mengandung minyak dan gas maka akan mempunyai
harga porositas yang relatif kecil, sedangkan air asin atau air tawar akan memberikan harga
porositas neutron yang mendekati harga porositas sebenarnya.
Density Log menunjukkan besarnya densitas lapisan yang ditembus oleh lubang bor sehingga
berhubungan dengan porositas batuan. Besar kecilnya density juga dipengaruhi oleh
kekompakan batuan dengan derajat kekompakan yang variatif, dimana semakin kompak
batuan maka porositas batuan tersebut akan semakin kecil. Pada batuan yang sangat kompak,
harga porositasnya mendekati harga nol sehingga densitasnya mendekati densitas matrik.
Kombinasi Log digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan untuk mengevaluasi
formasi serta menentukan potential productivity yang dikandungnya. Pada kombinasi log
antara Neutron Log dan Density Log maka akan terdapat tampilan Log Density yang dari kiri
ke kanan satuannya semakin besar sedangkan Neutron Log dari kiri ke kanan satuan
porositasnya semakin kecil sehingga dapat diinterpretasikan sebagai berikut :
1) Lapisan shale akan memberikan separasi negatif berdasar harga densitas yang besar pada
Density Log dan harga porositas neutron yang besar pada Neutron Log.
2) Lapisan hidrokarbon akan memberikan separasi positif dimana kurva Density Log akan
cenderung mempunyai defleksi ke kiri dan Neutron Log cenderung mempunyai defleksi ke
kanan.
3) Lapisan air asin atau air tawar akan memberikan separasi positif sehingga untuk dapat
membedakan antara separasi positif pada lapisan air dengan lapisan hidrokarbon maka jalan
terbaik adalah dengan melihat kurva Resistivity Log dan SP Log.
Diposkan oleh HMTP (Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan) UIR di 09.12 Tidak ada
komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Label: Kuliah Singkat
Injeksi Surfactant
Chemical Flooding (Injeksi Kimia) adalah salah satu jenis metode pengurasan minyak tahap
lanjut (EOR) dengan jalan menambahkan zat-zat kimia ke dalam air injeksi untuk menaikkan
perolehan minyak sehingga akan menaikkan efisiensi penyapuan dan atau menurunkkan
saturasi minyak sisa yang tertinggal di reservoir.
Injeksi kimia memiliki prospek yang bagus, pada reservoir-reservoir yang telah sukses
dilakukan injeksi air dengan kandungan minyak yang masih bernilai ekonomis. Tetapi
pengembangannya masih lambat, karena biaya dan resiko yang tinggi serta teknologinya
yang kompleks. Beberapa faktor yang dirasakan penting dalam menentukan keberhasilan
suatu injeksi kimia ialah :
Kedalaman
Tingkat heterogenitas reservoir
Sifat-sifat petrofisik
Kemiringan
Mekanisme pendorong
Cadangan minyak tersisa
Saturasi minyak tersisa
Viskositas minyak
Ada 3 tipe umum yang termasuk dalam injeksi kimia, yaitu Injeksi Polymer, Injeksi
Surfactant, dan Injeksi Alkaline. Tetapi seiring dengan perkembangan penelitian, ada
kombinasi antara injeksi surfactant dan injeksi polymer atau yang lebih dikenal dengan nama
Micellar-Polymer Flooding.
Injeksi Polymer meliputi penambahan bahan pengental (thickening agent) ke dalam air
injeksi untuk meningkatkan viskositasnya. Bahan pengental yang biasa dipakai adalah
polymer. Metode ini memiliki keuntungan dapat mengurangi volume total air yang
diperlukan untruk mencapai saturasi minyak sisa dan meningkatkan efisiensi penyapuan
karena memperbaiki perbandingan mobilitas minyak-air.
Kadang sering dipakai berselang-seling dengan surfactant. Injeksi surfactant betujuan untuk
menurunkan tegangan antar muka dan mendesak minyak yang tidak terdesak hanya dengan
menggunakan pendorong air sehingga menaikkan efisiensi pendesakan dalam skala pori.
Injeksi alkaline merupakan sebuah proses dimana pH air injeksi dikontrol pada harga 12-13
untuk memperbaiki perolehan minyak, biasanya dilakukan dengan penambahan NaOH.
Untuk micellar-polymer flooding akan memberikan tingkat perolehan minyak yang lebih
besar dibanding dengan ketiga injeksi kimia lainnya, dikarenakan micellar-polymer flooding
dapat meningkatkan efisiensi penyapuan dan efisiensi pendesakan sehingga akan
meningkatkan mobilitas minyak di reservoir.
Injeksi Surfactant
Injeksi surfactant digunakan untuk menurunkan tegangan antarmuka minyak-fluida injeksi
supaya perolehan minyak meningkat. Jadi effisiensi injeksi meningkat sesuai dengan
penurunan tegangan antarmuka (L.C Uren and E.H Fahmy). Ojeda et al (1954)
mengidentifikasikan parameter-parameter penting yang menentukan kinerja injeksi
surfactant, yaitu :
•Geometri pori
•Tegangan antarmuka
•Kebasahan atau sudut kontak
•ΔP atau ΔP/L
•Karakteristik perpindahan kromatografis surfactant pada sistem tertentu
Injeksi surfactant ini ditujukan untuk memproduksikan residual oil yang ditinggalkan oleh
water drive, dimana minyak yang terjebak oleh tekanan kapiler, sehingga tidak dapat
bergerak dapat dikeluarkan dengan menginjeksikan larutan surfactant. Percampuran
surfactant dengan minyak membentuk emulsi yang akan mengurangi tekanan kapiler.
Setelah minyak dapat bergerak, maka diharapkan tidak ada lagi minyak yang tertinggal. Pada
surfactant flooding kita tidak perlu menginjeksikan surfactant seterusnya, melainkan diikuti
dengan fluida pendesak lainnya, yaitu air yang dicampur dengan polymer untuk
meningkatkan efisiensi penya¬puan dan akhirnya diinjeksikan air.
Untuk memperbaiki kondisi reservoir yang tidak diharapkan, seperti konsentrasi ion
bervalensi dua, salinitas air formasi yang sangat tinggi, serta absorbsi batuan reservoir
terhadap larutan dan kondisi-kondisi lain yang mungkin da¬pat menghambat proses surfaktan
flooding, maka perlu ditambahkan bahan-bahan kimia yang lain seperti kosurfaktan
(u¬mumnya alkohol) dan larutan NaCl. Disamping kedua additive diatas, yang perlu
diperha¬tikan dalam operasi surfaktan flooding adalah kualitas dan kuantitas dari zat
tersebut.
Pada dasarnya ada dua konsep yang telah dikembangkan dalam penggunaan surfactant untuk
meningkatkan perolehan minyak. Konsep pertama adalah larutan yang mengandung
surfactant dengan konsentrasi rendah diinjeksikan. Surfactant dilarutkan di dalam air atau
minyak dan berada dalam jumlah yang setimbang dengan gumpalan-gumpalan surfactant
yang dikenal sebagai micelle. Sejumlah besar fluida (sekitar 15 – 60% atau lebih)
diinjeksikan ke dalam reservoir untuk mengurangi tegangan antarmuka antara minyak dan
air, sehingga dapat meningkatkan perolehan minyak.
Pada konsep kedua, larutan surfactant dengan konsentrasi yang lebih tinggi diinjeksikan ke
dalam reservoir dalam jumlah yang relatif kecil (3 – 20% PV). Dalam hal ini, micelles yang
terbentuk bisa berupa dispersi stabil air di dalam hidrokarbon atau hidrokarbon di dalam air.
Penelitian yang mendalam mengenai faktor-faktor ini belum pernah dilakukan. Oleh karena
itu, didalam prakteknya, harus kasus perkasus perlu diteliti. Dengan melihat kenyataan bahwa
penurunan tegangan antarmuka yang drastis dapat memperbesar recovery, maka percobaan
pemakaian surfactant yang dimanufaktur kemudian banyak dilakukan. Dan juga jenis minyak
buminya tidak lagi tergantung pada berapa acid numbernya.
Dasar pertimbangan yang diguankan untuk memilih metoda pendesakan surfactant pada suatu
reservoir, yang diperoleh dari data empiris diantaranya meliputi
1. Sifat fisik fluida reservoir yang terdiri dari : gravity minyak, viskositas minyak,
komposisi dan kandugan kloridanya.
2. Sifat fisik batuan reservoir yang terdiri dari : saturasi minyak sisa, tipe formasinya,
ketebalan, kedalaman, permeabilitas rata-rata dan temperaturnya.
Kriteria seleksi untuk injeksi surfactant yang diharapkan dapat menghasilkan perolehan
optimum adalah sebagai berikut :
1.Kualitas crude oil
Ukuran dari slug adalah 5 – 15% dari volume pori (PV) untuk sistim surfactant yang
tinggi konsentrasinya sedangkan untuk yang rendah besarnya 15 – 50% dari volume
pori (PV).
Konsentrasi polimer berkisar antara 500 – 2000 mg/i
Volume polimer yang diinjeksikan kira-kira 50% dari volume pori.
3.Kondisi reservoir
4.Batasan lain
Penyapuan areal oleh water floding sebelum injeksi surfactant diusahakan lebih besar
dari 50%
Diusahakan formasi yang homogen
Tidak terlalu banyak mengandung annydrite, pysum atau clay.
Salinitas lebih kecil dari 20000 ppm dan kandungan ion divale (Ca dan Mg) lebih
kecil dari 500 ppm.
Sifat – sifat Surfactant
Surfactant adalah bahan kimia yang molekulnya selalu mencari tempat diantara dua fluida
yang tidak mau bercampur dan surfactant mengikat kedua fluida tersebut menjadi emulsi.
Surfactant yang berada di dalam slug harus dibuat agar membentuk micelle, yaitu surfactant
yang aktif dan mampu mengikat air dan minyak pada konsentrasi tertentu. Jika
konsentrasinya masih kecil, maka campuran surfactant tersebut masih berupa monomor
(belum aktif). Untuk itu setiap slug perlu diketahui CMC-nya (Critical Micelles Cocentration)
yaitu konsentrasi tertentu, sehingga campuran surfactant yang semula monomor berubah
menjadi micelle.
Surfactant yang umum dipakai dalam proses eksploitasi EOR adalah sodium sulfonate yang
ionik bermuatan negatif. Sedangkan jenis lain jarang dipakai. Larutan surfactant yang biasa
digunakan di lapangan untuk pendesakan minyak sisa hasil pendorongan air, terdiri dari
komponen surfactant, air, minyak dan alkohol sebagai kosurfactant. Campuran cairan
surfactant ini diijeksikan ke dalam reservoir sebagai slug kemudian didorong oleh larutan
polimer untuk memperbaiki mobilitas aliran, selanjutnya diikuti pendorongan air agar hemat
bahan polimer. Slug yang biasa digunakan dari 5 - 15 % PV (Pore Volume), diharapkan
kemampuannya menghasilkan tambahan perolehan diatas perolehan jika digunakan
secondery recovery.
Pada operasi di lapangan, setelah slug surfactant diinjeksikan kemudian diikuti oleh larutan
polimer. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya fingering dan chanelling. Karena
surfactant + kosurfactant harganya cukup mahal, di satu pihak polymer melindungi bank ini
sehingga tidak terjadi fingering menerobos zone minyak dan di lain pihak melindungi
surfactant bank dari terobosan air pendesak.
Agar slug surfactant efektivitasnya dalam mempengaruhi sifat kimia fisika sistem fluida di
dalam batuan reservoir dapat berjalan baik, maka hal-hal diatas harus diperhatikan. Misalnya
mobilitas masing-masing larutan harus dikontrol. Mobilitas slug surfactant harus lebih kecil
dari mobilitas minyak dan air didepannya. Pelaksanaan di lapangan untuk injeksi surfactant
meliputi sistem perlakuan terhadap air injeksi, sistem pencampuran slug surfactant dan sistem
injeksi fluida.
Tanpa alat pengontrol aliran pada masing-masing sumur, aliran relatif ditentukan dengan
mengukur daya tahan aliran dalam aliran masing-masing sumur injeksi. Untuk mengimbangi
injeksi yang tak terkontrol, dibutuhkan beberapa jenis kontrol aliran pada masing-masing
sumur.
Jika fluida yang diinjeksikan adalah atau slug tercampur (miscible slug), throttling valve
sederhana cukup untuk mengukur aliran. Jika sejumlah sumur mendapat fluida dari satu
pompa dalam jumlah yang besar, alat-alat pengontrol dapat menjadi tidak stabil karena
seluruh sistem saling berhubungan. Perubahan sedikit saja pada perawatan throttling pada
sumur menyebabkan perubahan aliran di sebuah sumur yang lainnya, karena laju alir total
tetap konstan. Namun sistem ini tetap dapat bekerja jika cukup memonitoring terhadap laju
injeksi pada masing-masing sumur.
Perolehan minyak yang dapat diharapkan dari injeksi surfactant adalah sekitar 82% dari
OOIP, atau bahkan lebih jika dilkakukan injeksi surfactant di laboratorium dengan memakai
model batupasir. Namun keseluruhan dari injeksi surfactant dapat dihasilkan perolehan
minyak yang lebih besar daripada injeksi air konvensional. Sedangkan perolehan minyak
tambahan adalah sekitar 15% dari residual oil reserves. Untuk reservoir dengan kandungan
minyak kental atau reservoir minyak berat, perolehan yang mungkin didapat adalah sekitar
30%. Selain itu, reservoir dengan solution gas drive perolehan yang dapat diharapkan lebih
kecil, yaitu sekitar 15% dan untuk reservoir dengan water drive, injeksi gas atau gravity
drainage sekitar 10%.
Laju produksi minyak selama injeksi surfactant meningkat. Perolehan minyak bertambah jika
ukuran buffer mobilitas semakin besar. Perolehan minyak maksimum dengan injeksi
surfactant terjadi pada harga salinitas (kadar garam) yang optimal.
Diposkan oleh HMTP (Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan) UIR di 09.10 Tidak ada
komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Label: Kuliah Singkat
Simulasi Reservoir
Tujuan dari simulasi reservoir adalah untuk mengembangkan model matematik reservoir
dengan memprediksi kelakuan aliran multifasa di dalam reservoir. Model matematik ini
berdasarkan model geologi dan sifat karakteristik reservoir yang telah dibahas diatas. Secara
umum, simulasi reservoir ini terdiri dari pembuatan model, inisialisasi, history matching dan
prediksi reservoir
a. Pembuatan Model
Simulator Eclipse dapat digunakan untuk memodelkan sistem grid reservoir suatu dari
lapangan. Pemodelan reservoir dilakukan dengan menggunakan model Black-Oil 3-D, 3-fasa
dan dengan tipe grid sel orthogonal corner point sesuai dengan karakteristik area yang
distudi. Dimensi grid sel yang digunakan adalah 50 sel arah X dengan panjang 50 m, 44 sel
arah Y dengan panjang 50 m dan 4 layer arah Z.
3.Inisialisasi
Sebelum proses history matching, model reservoir diinisialisasi menggunakan simulator
Eclipse black oil untuk menetapkan kondisi kesetimbangan awal reservoir dan menentukan
initial volume in place dari reservoir. Harga OOIP (Original Oil In Place) dihitung selama
proses inisialisasi model reservoir ini dan juga digunakan sebagai parameter acuan pada saat
proses history matching produksi.
3.History Matching
Tujuan dari history matching adalah untuk memvalidasi performance model dengan data
sejarah lapangan, dalam hal ini adalah data produksi lapangan. Pada history matching ini
yang digunakan sebagai acuan adalah liquid rate (control liquid), artinya dengan menetapkan
bahwa laju produksi liquid yang dimasukkan ke dalam model simulasi adalah sama dengan
laju produksi liquid data lapangan, selanjutnya laju produksi minyak, laju produksi air,
tekanan dan water cut harus diselaraskan (di-matching) dengan data lapangan yang
sebenarnya.
Dalam rangka usaha untuk memvalidasi performance model, pada prinsipnya terdapat tiga
parameter utama yang harus di-adjust pada proses history matching, yaitu:
· matching tekanan
· matching saturasi
Banyak faktor yang berpengaruh dan banyak usaha yang dapat dilakukan agar tercapai hasil
history matching, akan tetapi ada beberapa parameter yang sangat berpengaruh selama proses
history matching ini, antara lain:
· distribusi hidrokarbon
· aquifer support
· transmisibilitas
Setelah proses history matching selesai, maka dapat diasumsikan bahwa model dan
karakteristik reservoir telah menggambarkan kondisi reservoir yang sebenarnya. Tujuan
utama dari peramalan produksi reservoir adalah untuk memperkirakan kinerja reservoir
dengan menjalankan beberapa skenario pengembangan. Hasil peramalan produksi ini
merupakan performance dari reservoir tersebut di masa yang akan datang.
Terdapat beberapa skenario pengembangan yang dilakukan pada studi ini. Peramalan
produksi yang dilakukan dibatasi sampai dengan tahun tertentu (misal 10 tahun) untuk
lapangan. Skenario pengembangan untuk suatu lapangan meliputi :
1. Existing Wells
Skenario ini memprediksikan recovery minyak jika hanya memproduksikan sumur-sumur
yang ada pada kondisi terakhir (sampai bulan x tahun 20xx) tanpa melakukan usaha apapun.
Skenario ini bertujuan untuk memperluas daerah pengurasan dengan menambah sumur
produksi untuk meningkatkan perolehan minyak berdasarkan potensial area yang tersisa
setelah history matching. Infill drilling sebanyak xx sumur produksi. Lokasi untuk masing-
masing sumur dapat ketahui. Kinerja lapangan dan perbandingan produksi pada existing dan
infill drilling dapatdikaji lebih jauh.
Diposkan oleh HMTP (Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan) UIR di 09.07 Tidak ada
komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Label: Kuliah Singkat
Rig Pengeboran
Rig pengeboran adalah suatu bangunan dengan peralatan untuk melakukan pengeboran ke
dalam reservoir bawah tanah untuk memperoleh air, minyak, atau gas bumi, atau deposit
mineral bawah tanah. Rig pengeboran bisa berada di atas tanah (on shore) atau di atas
laut/lepas pantai (off shore) tergantung kebutuhan pemakaianya. Walaupun rig lepas pantai
dapat melakukan pengeboran hingga ke dasar laut untuk mencari mineral-mineral, teknologi
dan keekonomian tambang bawah laut belum dapat dilakukan secara komersial. Oleh karena
itu, istilah "rig" mengacu pada kumpulan peralatan yang digunakan untuk melakukan
pengeboran pada permukaan kerak Bumi untuk mengambil contoh minyak, air, atau mineral.
Rig pengeboran minyak dan gas bumi dapat digunakan tidak hanya untuk mengidentifikasi
sifat geologis dari reservoir tetapi juga untuk membuat lubang yang memungkinkan
pengambilan kandungan minyak atau gas bumi dari reservoir tersebut.
Rig pengeboran dapat berukuran:
Kecil dan mudah dipindahkan, seperti yang digunakan dalam pengeboran eksplorasi
mineral
Besar, mampu melakukan pengeboran hingga ribuan meter ke dalam kerak Bumi.
Pompa lumpur yang besar digunakan untuk melakukan sirkulasi lumpur pengeboran
melalui mata bor dan casing (selubung), untuk mendinginkan sekaligus mengambil
"bagian tanah yang terpotong" selama sumur dibor.
Katrol di rig dapat mengangkat ratusan ton pipa. Peralatan lain dapat mendorong asam atau
pasir ke dalam reservoir untuk mengambil contoh minyak dan mineral; akomodasi untuk kru
yang bisa berjumlah ratusan. Rig lepas pantai dapat beroperasi ratusan hingga ribuan
kilometer dari pinggir pantai.
Pada umumnya RIG pengeboran dapat dibagi menjadi beberapa jenis sesuai daerah
RIG Darat : Untuk pengeboran di darat. Bentuk paling sederhana, terdiri dari menara
dan struktur penopang.
Rig Rawa : Biasa dikenal dengan sebuat "Swamp Barge". Untuk kelengkapan alat
pengeboran sama dengan RIG darat, hanya saja menara dan sistem pengeboran
ditempatkan di atas Ponton. Ponton ini akan duduk di dasar rawa saat operasi
pengeboran berlangsung. Biasa beroperasi di perairan dengan kedalaman sekitar 5 M.
Jack Up Rig : Satu unit alat pengeboran dengan kaki yang panjang. Kaki ini dapat
naik dan turun untuk menopang struktur utama. RIG jenis ini biasa digunakan pada
daerah dengan kedalaman sekitar 100 M atau kurang
Tender RIG : Sistem pengeboran dipasang pada platform. Tender RIG digunakan
untuk membantu operasi pengeboran (pengangkatan pipa, strultur dll). Tender RIG
akan menempel di platform saat operasi pengeboran berlangsung.
Semisubmersible RIG : Sesuai namanya, RIG semisub merupakan obyek terapung
yang dipasang alat pengeboran. Biasa digunakan untuk mengebor daerah laut dalam
(lebih dari 100 M).
Drill Ship : Semua peralatan untuk pengeboran dipasang pada kapal. Digunakan untuk
mengebor laut yang sangat dalam.
Diposkan oleh HMTP (Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan) UIR di 09.03 Tidak ada
komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Label: Kuliah Singkat
Pengertian Reservoir
Pada awal perkembangan industri perminyakan, sering disebut oil pool, suatu reservoir
minyak dan/atau gas bumi di bawah permukaan tanah bukanlah tempat yang berbentuk kolam
atau gua atau gerowong atau sejenisnya yang berupa wadah terbuka melainkan berupa suatu
bentukan (formasi) batuan padat namun mempunyai rongga atau pori-pori. Rongga kecil di
dalam batuan itulah yang menjadi tempat terakumulasinya minyak dan/atau gas. Untuk ini
dapat dijelaskan dengan ilustrasi berikut. Bayangkan sebuah gelas yang diisi penuh oleh
pasir. Kemudian tuangkan air ke dalamnya. Maka, walaupun kelihatannya gelas tersebut
sudah penuh terisi oleh pasir, kenyataannya air masih tetap dapat dituangkan dan ditampung
oleh gelas tadi karena air tersebut masuk ke dalam rongga antara butiran-butiran pasir. Agar
suatu reservoir dapat menampung minyak yang dapat diproduksikan secara ekonomis
nantinya, maka ukuran formasi batuan tersebut harus cukup besar dan mempunyai rongga
yang cukup besar pula. Di samping itu, harus dapat mengalirkan fluida karena minyak
dan/atau gas tidak bernilai ekonomis jika tidak dapat dialirkan ke lubang sumur untuk
kemudian diangkat ke permukaan.
Reservoir adalah suatu tempat terakumulasinya minyak dan gas bumi. Pada umumnya
reservoir minyak memiliki karakteristik yang berbeda-beda tergantung dari komposisi,
temperature dan tekanan pada tempat dimana terjadi akumulasi hidrokarbon didalamnya.
Suatu reservoir minyak biasanya mempunyai tiga unsur utama yaitu adanya batuan reservoir,
lapisan penutup dan perangkap. Beberapa syarat terakumulasinya minyak dan gas bumi
adalah :
1. Adanya batuan Induk (Source Rock)
Merupakan batuan sedimen yang mengandung bahan organik seperti sisa-sisa hewan dan
tumbuhan yang telah mengalami proses pematangan dengan waktu yang sangat lama
sehingga menghasilkan minyak dan gas bumi.
2. Adanya batuan waduk (Reservoir Rock)
Merupakan batuan sedimen yang mempunyai pori, sehingga minyak dan gas bumi yang
dihasilkan batuan induk dapat masuk dan terakumulasi.
3. Adanya struktur batuan perangkap
Merupakan batuan yang berfungsi sebagai penghalang bermigrasinya minyak dan gas bumi
lebih jauh.
4. Adanya batuan penutup (Cap Rock)
Merupakan batuan sedimen yang tidak dapat dilalui oleh cairan (impermeable), sehingga
minyak dan gas bumi terjebak dalam batuan tersebut.
5. Adanya jalur migrasi
Merupakan jalan minyak dan gas bumi dari batuan induk sampai terakumulasi pada
perangkap.
Sebagian besar minyak dan/atau gas ditemukan pada reservoir yang terbentuk dari batuan
sedimen. Batuan sedimen terbentuk dari endapan organik seperti sisa-sisa tumbuhan dan
hewan serta endapan anorganik seperti pasir dan lempung, yang diendapkan oleh sungai-
sungai dan danau-danau purba, yang kemudian ditimbun oleh berbagai jenis batuan dan
mengalami penekanan serta pemanasan dalam jangka waktu berjuta-juta tahun.
Supaya dapat menjebak (menampung) fluida, suatu reservoir haruslah tertutup pada bagian
atas dan pinggirnya oleh suatu lapisan penutup (closure). Dengan kata lain, bentuk “wadah”
ini tidaklah terbuka ke atas tetapi terbuka ke bawah sehingga minyak yang mengalir ke
arahnya dapat terperangkap. Mengalirnya minyak dari tempat dimana minyak tersebut
terbentuk (source rock) diakibatkan oleh proses alami karena pada saat pembentukannya
minyak mengalami tekanan yang sangat besar. Sehingga setelah terbentuk minyak tersebut
terperas (squeezed) ke luar dari bantuan tempatnya terbentuk dan mengalir ke tempat yang
mempunyai tekanan yang lebih rendah, yaitu ke permukaan bumi. Jika ada sesuatu yang
menghentikan pergerakan minyak tersebut, maka minyak akan terakumulasi di tempat ia
terhalang tersebut. Dilihat dari proses ini maka bentukan batuan reservoir berfungsi sebagai
suatu perangkap (trap). Perangkap itu sendiri (yang kemudian kita sebut dengan reservoir jika
ia telah mengandung minyak dan/atau gas) terbentuk karena proses geologi baik secara
struktural maupun stratigrafis.
Jadi, reservoir merupakan bagian dari perangkap bawah permukaan baik struktural
maupun stratigrafis yang berupa bentukan (formasi) batuan batupasir atau karbonat yang
bersifat porous (yaitu berongga) sehingga dapat mengandung minyak dan gas bumi dan
permeabel sehingga dapat mengalirkan minyak dan gas bumi tersebut. Sebuah reservoir
minyak dan/atau gas dapat berada berdampingan dengan aquifer, yang merupakan bagian dari
reservoir atau bentukan batuan lain yang mengandung air. Air tersebut bisa berada di bawah
reservoir (bottom aquifer) atau di pinggir reservoir (edge aquifer). Selanjutnya, minyak dan
gas bumi yang terkandung dalam suatu reservoir harus dapat diproduksikan dan bernilai
komersial. Tanpa hal itu, reservoir tersebut tidak berarti apa-apa.
Diposkan oleh HMTP (Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan) UIR di 23.44 Tidak ada
komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Label: Kuliah Singkat
Lumpur Pemboran
Tujuan utama dari sistem sirkulasi pada suatu operasi pemboran adalah untuk
mensirkulasikan fluida pemboran (lumpur bor) ke seluruh sistem pemboran, sehingga lumpur
bor mampu mengoptimalkan fungsinya. Sistem sirkulasi pada dasarnya terdiri dari empat
komponen, yaitu :
1. Fluida pemboran (lumpur bor)
2. Tempat persiapkan
3. Peralatan sirkulasi
4. Conditioning area
Lumpur umumnya campuran dari tanah liat (clay), biasanya bentonite, dan air yang
digunakan untuk membawa cutting ke atas permukaan. Lumpur berfungsi sebagai lubrikasi
dan medium pendingin untuk pipa pemboran dan mata bor. Lumpur merupakan komponen
penting dalam pengendalian sumur (well-control), karena tekanan hidrostatisnya dipakai
untuk mencegah fluida formasi masuk ke dalam sumur. Lumpur juga digunakan untuk
membentuk lapisan solid sepanjang dinding sumur (filter-cake) yang berguna untuk
mengontrol fluida yang hilang ke dalam formasi (fluid-loss).
Sistem yang paling penting di rig adalah sistem sirkulasi lumpur pemboran. lumpur
pemboran dipompakan ke dalam pipa bor yang akan disemprotkan keluar melalui nozzle
pada pahat dan kembali ke permukaan melalui ruang antara pipa dan lubang. Lumpur
pemboran akan mengangkat potongan-potongan batu yang dibuat oleh pahat (disebut
cuttings) ke permukaan. Hal ini mencegah penumpukan serbuk bor di dasar lubang. selama
pemboran, lubang sumur selalu penuh terisi lumpur pemboran untuk mencegah mengalirnya
fluida seperti air, gas atau minyak dari batuan bawah tanah ke lubang sumur.
Jika minyak atau gas dapat mengalir ke permukaan saat pemboran, akan menyebabkan
kebakaran. Bahkan jika hanya air yang mengalir saja dapat menggugurkan lubang dan
membuat kita kehilangan sumur. dengan adanya lumpur pemboran, fluida ini tertahan berada
di dalam batuan. pemboran sumur di lepas pantai hampir sama dengan pemboran di daratan.
Untuk sumur wildcat di lepas pantai, rig dinaikkan di atas barge, anjungan (platform)
terapung, atau kapal yang dapat berpindah. apabila lapangan lepas pantai sudah ditentukan,
anjungan (platform) produksi akan dipasang untuk membor sumur-sumur lainnya dan
memproduksi migas.
Karena lumpur pemboran menjaga agar migas tetap berada di dalam batuan, cadangan
migas bawah tanah pun dapat dibor tanpa mengindikasikan adanya migas, sehingga
diperlukan evaluasi sumur dengan cara menurunkan peralatan rekam wireline. Truk alat
rekam dipanggil, menurunkan tabung berisi instrumen yang disebut sonde ke dalam lubang
sumur. ketika sonde diangkat keluar lubang, instrumen akan merekam secara elektrik, suara
dan radioaktif sifat-sifat batuan dan fluida yang dilaluinya. Pengukuran ini direkam pada
kertas panjang bergaris yang disebut well log. well log ini memberi informasi tentang
komposisi lapisan batuan, pori-pori, dan fluida yang mungkin ada di dalamnya.
Dari hasil pembacaan well log, sumur dapat saja ditutup dan ditinggalkan sebagai
sumur kering atau diselesaikan untuk diproduksikan. pemasangan pipa produksi adalah cara
awal menyelesaikan sumur. untuk memasang pipa, pipa baja panjang yang bergaris tengah
besar (disebut selubung atau casing) dimasukkan ke dalam sumur. Semen basah dipompakan
ke dalam ruang antara casing dan dinding sumur hingga mengeras untuk menjaga lubang
sumur. pada kebanyakan sumur, pemasangan casing bertahap yang disebut casing program
dilakukan sebagai berikut: bor sumur, pasang casing, bor lebih dalam, pasang casing lagi, bor
lebih dalam lagi, dan pasang casing lagi.
http://www.slideshare.net/FentyMaretta/analisis-petrofisika-menggunakan-ip