You are on page 1of 19

ANALISA PENILAIAN FORMASI (ANALISA LOGGING)

Secara umum, analisa log dibedakan atas tiga kompenen, berupa Log Lithologi, Log
Resistivity dan Log Porosity. Log Lithologi antara lain Gamma Ray (GR) Log dan
Spontaneous Potential (SP) Log. Untuk Log Resistivity diantaranya adalah Induction Log,
Short Normal Log, Microlog, Lateral Log dan MSFL. Sedangkan untuk Log Porosity terdiri
dari Neutron Log dan Sonic Log.

Pada prakteknya di lapangan tidak semua jenis log diatas dapat dilakukan. Hal ini mengingat
biaya (cost) yang besar untuk tiap jenis log sehingga hanya digunakan beberapa jenis log
tertentu dan kecenderungan untuk mengkombinasikan beberapa jenis log (combination log)
dan ini yang biasa digunakan.

Beberapa analisa jenis log yang umum digunakan antara lain Analisa Spontaneous Potential
(SP) Log, Analisa Log Induksi, dan Analisa Log Radioaktif yang terdiri dari Gamma Ray
Log, Neutron Log, dan Formation Density Log.

Analisa Sponteneous Potential Log (SP) Log


Pada sumur yang mempunyai kandungan hidrokarbon perlu dilakukan logging dengan
berbagai jenis alat log. Log tersebut dapat berupa Log Listrik, Log Radioaktif serta berbagai
jenis log lainnya. Tahap pertama dalam analisa log adalah mengenal lapisan permeable dan
serpih yang non permeable. Log yang digunakan adalah Spontaneous Potential (SP) Log. Log
SP merupakan rekaman perbedaan potensial listrik antara elektroda di permukaan yang tetap
dengan elektroda yang terdapat di dalam lubang bor yang bergerak naik turun, pada sebuah
lubang sumur yang terdiri dari lapisan permeable dan non permeable. Secara alamiah karena
perbedaan kandungan garam air, arus listrik hanya dapat mengalir di sekeliling perbatasan
formasi di dalam lubang bor. Pada lapisan serpih yang tidak terdapat aliran listrik,
potensialnya adalah konstan dengan kata lain pembacaan log SP nya rata.

Analisa Log Induksi


Log induksi digunakan untuk mendeteksi konduktivitas formasi yang selanjutnya dikonversi
dalam satuan resistivity. Pengukuran dengan log induksi banyak menggunakan parameter dan
korelasi grafik. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh hasil yang valid sehingga
mempermudah analisa.

Analisa Log Radioaktif


1. Gamma Ray Log
- Untuk membedakan lapisan-lapisa shale dan non shale pada sumur-sumur open hole atau
cased hole dan juga pada kondisi ada lumpur maupun tidak.
- Sebagai pengganti SP Log untuk maksud-maksud pendeteksian lapisan permeable, karena
untuk formasi yang tidak terlalu resistif hasil SP Log tidak terlalu akurat
- Untuk mengetahui korelasi batuan dan prosentase kandungan shale pada lapisan permeable
- Mendeteksi mineral-mineral radioaktif
- Menentukan kedalaman perforasi yang telah diinjeksi air (water plugging)

2. Neutron Log
- Untuk menentukan total porosity
- Mendeteksi adanya formasi gas setelah dikombinasikan dengan porosity tool lainnya seperti
Density Log)
- Penentuan korelasi batuan

3. Formation Density Log


- Untuk mengukur porositas batuan
- Mengidentifikasi mineral batuan
- Mengevaluasi shally sand dan lithologi yang kompak
- Log ini juga dapat digunakan sebagai indikasi adanya gas

Gamma Ray Log merupakan rekaman tingkat radioaktivitas alami yang terjadi karena tiga
unsur yaitu Uranium (U), Thorium (Th) dan Potasium (K) yang dipancarkan oleh batuan.
Pemancaran yang terus menerus terdiri dari semburan pendek tenaga tinggi sinar gamma
yang mampu menembus batuan sehingga dapat dideteksi oleh detektor.
Sinar gamma sangat efektif dalam membedakan lapisan permeable dan non permeable karena
unsur-unsur radioaktif cenderung berpusat di dalam serpih yang non permeable dan tidak
banyak terdapat dalam batuan karbonat atau pasir yang secara umum besifat permeable.
Kadangkala lumpur bor mengandung sejumlah unsur Potasium karena zat Potassium
Chloride ditambahkan kedalam lumpur untuk mencegah pembengkakan serpih.
Radioaktivitas dari lumpur akan mempengaruhi pembacaan Log Gamma Ray berupa
tingkatan latar belakang radiasi yang tinggi.

Analisa Log Kombinasi


Log kombinasi diaplikasikan untuk semua junis log sebelumnya seperti Log Listrik, Log
Induksi dan Log Radioaktif untuk mendapatkan kepastian jenis formasi beserta kandungan
formasi tersebut.

Kombinasi log yang sering digunakan dua jenis log yaitu Log Listrik dan Log Radioaktif.
Log Listrik yang dimaksudkan adalah SP Log dan Log Induksi untuk Short Normal Log.
Sedangkan Log Radioaktif yang dimaksud adalah Gamma Ray (GR) Log, Neutron Log dan
Formation Density Log (FDL). Dari analisa Log Kombinasi ini dapat ditentukan kandungan
HC dari formasi pada interval kedalaman tertentu.

Interpretasi log dilakukan untuk mengetahui harga Rw dan Sw serta menentukan lithologi
batuannya. Interpretasi ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu interpretasi kualitatif
dan interpretasi kuantitatif. Interpretasi kualitatif meliputi penentuan lapisan permeable,
penentuan batas lapisan dan penentuan zona interest. Log yang digunakan berupa SP Log,
GR Log dan Resistivity Log. Sementara interpretasi kuantitatif meliputi penentuan porositas
dan saturasi air (Sw). Jenis Log yang digunakan Neutron Log, Density Log, Sonic Log dan
Resistivity Log. Adapun kondisi interpretasi yang dilakukan berupa Clean Formation (quick
look) dan Shally Sand Formation (detailed).

Pengukuran dengan SP Log dilakukan untuk menentukan Vclay sehingga dapat diketahui
jenis fluida yang terdapat dalam formasi yang dianalisa serta kandungan batuan dan kondisi
dari kedalaman formasi tersebut.

Pada GR Log didapatkan suatu kurva yang menunjukkan besarnya intensits radioaktif yang
ada dalam formasi. Dengan menarik garis GR yang mempunyai harga minimum dan harga
maksimum pada penampang log maka kurva GR yang jatuh diantara kedua lapisan kurva
tersebut merupakan indikasi adanya lapisan shale.

Pada Neutron Log, bila konsentrasi hidrogen didalam formasi besar maka semua partikel
neutron akan mengalami penurunan energi serta tertangkap tidak jauh dari sumber
radioaktifnya. Hal yang perlu digarisbawahi bahwa neuton hidrogen tidak mewakili porositas
batuan karena penentuannya didasarkan pada konsentrasi hidrogen. Neutron tidak dapat
membedakan antara atom hidrogen bebas dengan atom hidrogen yang secara kimia terikat
dengan mineral batuan, akibatnya pada formasi lempung yang banyak mengandung atom-
atom hidrogen didalam susunan molekulnya seolah-olah mempunyai porositas tinggi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk kurva Neutron Log adalah shale atau clay dimana
semakin besar konsentrasinya dalm lapisan permeable akan memperbesar harga porositas
batuan. Kekompakan batuan juga akan mempengaruhi defleksi kurva Neutron Log dimana
semakin kompak batuan tersebut maka harga porositas batuan akan menurun dan kandungan
fluida yang ada dalam batuan apabila mengandung minyak dan gas maka akan mempunyai
harga porositas yang relatif kecil, sedangkan air asin atau air tawar akan memberikan harga
porositas neutron yang mendekati harga porositas sebenarnya.

Density Log menunjukkan besarnya densitas lapisan yang ditembus oleh lubang bor sehingga
berhubungan dengan porositas batuan. Besar kecilnya density juga dipengaruhi oleh
kekompakan batuan dengan derajat kekompakan yang variatif, dimana semakin kompak
batuan maka porositas batuan tersebut akan semakin kecil. Pada batuan yang sangat kompak,
harga porositasnya mendekati harga nol sehingga densitasnya mendekati densitas matrik.

Kombinasi Log digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan untuk mengevaluasi
formasi serta menentukan potential productivity yang dikandungnya. Pada kombinasi log
antara Neutron Log dan Density Log maka akan terdapat tampilan Log Density yang dari kiri
ke kanan satuannya semakin besar sedangkan Neutron Log dari kiri ke kanan satuan
porositasnya semakin kecil sehingga dapat diinterpretasikan sebagai berikut :
1) Lapisan shale akan memberikan separasi negatif berdasar harga densitas yang besar pada
Density Log dan harga porositas neutron yang besar pada Neutron Log.
2) Lapisan hidrokarbon akan memberikan separasi positif dimana kurva Density Log akan
cenderung mempunyai defleksi ke kiri dan Neutron Log cenderung mempunyai defleksi ke
kanan.
3) Lapisan air asin atau air tawar akan memberikan separasi positif sehingga untuk dapat
membedakan antara separasi positif pada lapisan air dengan lapisan hidrokarbon maka jalan
terbaik adalah dengan melihat kurva Resistivity Log dan SP Log.
Diposkan oleh HMTP (Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan) UIR di 09.12 Tidak ada
komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Label: Kuliah Singkat

Injeksi Surfactant

Chemical Flooding (Injeksi Kimia) adalah salah satu jenis metode pengurasan minyak tahap
lanjut (EOR) dengan jalan menambahkan zat-zat kimia ke dalam air injeksi untuk menaikkan
perolehan minyak sehingga akan menaikkan efisiensi penyapuan dan atau menurunkkan
saturasi minyak sisa yang tertinggal di reservoir.
Injeksi kimia memiliki prospek yang bagus, pada reservoir-reservoir yang telah sukses
dilakukan injeksi air dengan kandungan minyak yang masih bernilai ekonomis. Tetapi
pengembangannya masih lambat, karena biaya dan resiko yang tinggi serta teknologinya
yang kompleks. Beberapa faktor yang dirasakan penting dalam menentukan keberhasilan
suatu injeksi kimia ialah :

 Kedalaman
 Tingkat heterogenitas reservoir
 Sifat-sifat petrofisik
 Kemiringan
 Mekanisme pendorong
 Cadangan minyak tersisa
 Saturasi minyak tersisa
 Viskositas minyak

Ada 3 tipe umum yang termasuk dalam injeksi kimia, yaitu Injeksi Polymer, Injeksi
Surfactant, dan Injeksi Alkaline. Tetapi seiring dengan perkembangan penelitian, ada
kombinasi antara injeksi surfactant dan injeksi polymer atau yang lebih dikenal dengan nama
Micellar-Polymer Flooding.

Injeksi Polymer meliputi penambahan bahan pengental (thickening agent) ke dalam air
injeksi untuk meningkatkan viskositasnya. Bahan pengental yang biasa dipakai adalah
polymer. Metode ini memiliki keuntungan dapat mengurangi volume total air yang
diperlukan untruk mencapai saturasi minyak sisa dan meningkatkan efisiensi penyapuan
karena memperbaiki perbandingan mobilitas minyak-air.

Kadang sering dipakai berselang-seling dengan surfactant. Injeksi surfactant betujuan untuk
menurunkan tegangan antar muka dan mendesak minyak yang tidak terdesak hanya dengan
menggunakan pendorong air sehingga menaikkan efisiensi pendesakan dalam skala pori.
Injeksi alkaline merupakan sebuah proses dimana pH air injeksi dikontrol pada harga 12-13
untuk memperbaiki perolehan minyak, biasanya dilakukan dengan penambahan NaOH.
Untuk micellar-polymer flooding akan memberikan tingkat perolehan minyak yang lebih
besar dibanding dengan ketiga injeksi kimia lainnya, dikarenakan micellar-polymer flooding
dapat meningkatkan efisiensi penyapuan dan efisiensi pendesakan sehingga akan
meningkatkan mobilitas minyak di reservoir.
Injeksi Surfactant
Injeksi surfactant digunakan untuk menurunkan tegangan antarmuka minyak-fluida injeksi
supaya perolehan minyak meningkat. Jadi effisiensi injeksi meningkat sesuai dengan
penurunan tegangan antarmuka (L.C Uren and E.H Fahmy). Ojeda et al (1954)
mengidentifikasikan parameter-parameter penting yang menentukan kinerja injeksi
surfactant, yaitu :
•Geometri pori
•Tegangan antarmuka
•Kebasahan atau sudut kontak
•ΔP atau ΔP/L
•Karakteristik perpindahan kromatografis surfactant pada sistem tertentu

Injeksi surfactant ini ditujukan untuk memproduksikan residual oil yang ditinggalkan oleh
water drive, dimana minyak yang terjebak oleh tekanan kapiler, sehingga tidak dapat
bergerak dapat dikeluarkan dengan menginjeksikan larutan surfactant. Percampuran
surfactant dengan minyak membentuk emulsi yang akan mengurangi tekanan kapiler.
Setelah minyak dapat bergerak, maka diharapkan tidak ada lagi minyak yang tertinggal. Pada
surfactant flooding kita tidak perlu menginjeksikan surfactant seterusnya, melainkan diikuti
dengan fluida pendesak lainnya, yaitu air yang dicampur dengan polymer untuk
meningkatkan efisiensi penya¬puan dan akhirnya diinjeksikan air.

Untuk memperbaiki kondisi reservoir yang tidak diharapkan, seperti konsentrasi ion
bervalensi dua, salinitas air formasi yang sangat tinggi, serta absorbsi batuan reservoir
terhadap larutan dan kondisi-kondisi lain yang mungkin da¬pat menghambat proses surfaktan
flooding, maka perlu ditambahkan bahan-bahan kimia yang lain seperti kosurfaktan
(u¬mumnya alkohol) dan larutan NaCl. Disamping kedua additive diatas, yang perlu
diperha¬tikan dalam operasi surfaktan flooding adalah kualitas dan kuantitas dari zat
tersebut.

Pada dasarnya ada dua konsep yang telah dikembangkan dalam penggunaan surfactant untuk
meningkatkan perolehan minyak. Konsep pertama adalah larutan yang mengandung
surfactant dengan konsentrasi rendah diinjeksikan. Surfactant dilarutkan di dalam air atau
minyak dan berada dalam jumlah yang setimbang dengan gumpalan-gumpalan surfactant
yang dikenal sebagai micelle. Sejumlah besar fluida (sekitar 15 – 60% atau lebih)
diinjeksikan ke dalam reservoir untuk mengurangi tegangan antarmuka antara minyak dan
air, sehingga dapat meningkatkan perolehan minyak.

Pada konsep kedua, larutan surfactant dengan konsentrasi yang lebih tinggi diinjeksikan ke
dalam reservoir dalam jumlah yang relatif kecil (3 – 20% PV). Dalam hal ini, micelles yang
terbentuk bisa berupa dispersi stabil air di dalam hidrokarbon atau hidrokarbon di dalam air.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya surfactant pada permukaan air/minyak antara


lain :

 Jenis asam organik yang terkandung


 Komposisi kimiawi minyak mentah
 Kadar wax, dan sebagainya

Penelitian yang mendalam mengenai faktor-faktor ini belum pernah dilakukan. Oleh karena
itu, didalam prakteknya, harus kasus perkasus perlu diteliti. Dengan melihat kenyataan bahwa
penurunan tegangan antarmuka yang drastis dapat memperbesar recovery, maka percobaan
pemakaian surfactant yang dimanufaktur kemudian banyak dilakukan. Dan juga jenis minyak
buminya tidak lagi tergantung pada berapa acid numbernya.

Dasar pertimbangan yang diguankan untuk memilih metoda pendesakan surfactant pada suatu
reservoir, yang diperoleh dari data empiris diantaranya meliputi

1. Sifat fisik fluida reservoir yang terdiri dari : gravity minyak, viskositas minyak,
komposisi dan kandugan kloridanya.
2. Sifat fisik batuan reservoir yang terdiri dari : saturasi minyak sisa, tipe formasinya,
ketebalan, kedalaman, permeabilitas rata-rata dan temperaturnya.

Kriteria seleksi untuk injeksi surfactant yang diharapkan dapat menghasilkan perolehan
optimum adalah sebagai berikut :
1.Kualitas crude oil

 Gravity : > 25 API


 Viskositas : < 30 cp
 Permeabilitas rata-rata (mD) : < 250
 Kandungan klorida : < 20000 ppm
 Saturasi minyak sisa : > 20
 Jenis batuan : Sandstone
 Komposisi diutamakan minyak menengah ringan (Light Intermediate)

2.Surfactant dan polimer

 Ukuran dari slug adalah 5 – 15% dari volume pori (PV) untuk sistim surfactant yang
tinggi konsentrasinya sedangkan untuk yang rendah besarnya 15 – 50% dari volume
pori (PV).
 Konsentrasi polimer berkisar antara 500 – 2000 mg/i
 Volume polimer yang diinjeksikan kira-kira 50% dari volume pori.

3.Kondisi reservoir

 Saturasi minyak >30% PV


 Tipe fomasi diutamakan sandstone
 Ketebalan formasi > 10 ft
 Permeabilitas > 20 md
 Kedalaman < 8000 ft
 Temperatur < 175F

4.Batasan lain

 Penyapuan areal oleh water floding sebelum injeksi surfactant diusahakan lebih besar
dari 50%
 Diusahakan formasi yang homogen
 Tidak terlalu banyak mengandung annydrite, pysum atau clay.
 Salinitas lebih kecil dari 20000 ppm dan kandungan ion divale (Ca dan Mg) lebih
kecil dari 500 ppm.
Sifat – sifat Surfactant
Surfactant adalah bahan kimia yang molekulnya selalu mencari tempat diantara dua fluida
yang tidak mau bercampur dan surfactant mengikat kedua fluida tersebut menjadi emulsi.
Surfactant yang berada di dalam slug harus dibuat agar membentuk micelle, yaitu surfactant
yang aktif dan mampu mengikat air dan minyak pada konsentrasi tertentu. Jika
konsentrasinya masih kecil, maka campuran surfactant tersebut masih berupa monomor
(belum aktif). Untuk itu setiap slug perlu diketahui CMC-nya (Critical Micelles Cocentration)
yaitu konsentrasi tertentu, sehingga campuran surfactant yang semula monomor berubah
menjadi micelle.

Surfactant yang umum dipakai dalam proses eksploitasi EOR adalah sodium sulfonate yang
ionik bermuatan negatif. Sedangkan jenis lain jarang dipakai. Larutan surfactant yang biasa
digunakan di lapangan untuk pendesakan minyak sisa hasil pendorongan air, terdiri dari
komponen surfactant, air, minyak dan alkohol sebagai kosurfactant. Campuran cairan
surfactant ini diijeksikan ke dalam reservoir sebagai slug kemudian didorong oleh larutan
polimer untuk memperbaiki mobilitas aliran, selanjutnya diikuti pendorongan air agar hemat
bahan polimer. Slug yang biasa digunakan dari 5 - 15 % PV (Pore Volume), diharapkan
kemampuannya menghasilkan tambahan perolehan diatas perolehan jika digunakan
secondery recovery.

Variabel–variabel yang mempengaruhi Injeksi Surfactant


Variabel-variabel yang mempengaruhi injeksi surfactant diantaranya adalah adsorbsi,
konsentrasi slug surfactant, clay, salinitas.
•Adsorbsi
Persoalan yang dijumpai pada injeksi surfactant adalah adsorbsi batuan reservoir terhadap
larutan surfactant. Adsorbsi batuan reservoir pada slug surfactant terjadi akibat gaya tarik-
menarik antara molekul-molekul surfactant dengan batuan reservoir dan besarnya gaya ini
tergantung dari besarnya afinitas batuan reservoir terhadap surfactant. Jika adsorbsi yang
terjadi kuat sekali, maka surfactant yang ada dalam slug surfactant menjadi menipis,
akibatnya kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan minyak-air semakin
menurun.
Mekanisme terjadinya adsorbsi adalah sebagai berikut, surfactant yang dilarutkan dalam air
yang merupakan microemulsion diinjeksikan ke dalam reservoir. Slug surfactant akan
mempengaruhi tegangan permukaan minyak-air, sekaligus akan bersinggungan dengan
permukaan butiran batuan. Pada saat terjadi persinggungan ini molekul-molekul surfactant
akan ditarik oleh molekul-molekul batuan reservoir dan diendapkan pada permukaan batuan
secara kontinyu sampai mencapai titik jenuh. Akibatnya kualitas surfactant menurun karena
terjadi adsorbsi sehingga mengakibatkan fraksinasi, yaitu pemisahan surfactant dengan berat
ekivalen rendah didepan dibandingkan dengan berat ekivalen tinggi.
•Konsentrasi Slug Surfactant
Konsentrasi surfactant juga berpengaruh besar terhadap terjadinya adsorbsi batuan reservoir
pada surfactant. Makin pekat konsentrasi surfactant yang digunakan, maka akan semakin
besar adsorbsi yang diakibatkannya mencapai titik jenuh.
•Clay
Terdapatnya clay dalam reservoir harus diperhitungkan karena clay dapat menurunkan
recovery minyak, disebabkan oleh sifat clay yang suka air (Lyophile) menyebabkan adsorbsi
yang terjadi besar sekali. Untuk reservoir dengan salinitas rendah, peranan clay ini sangat
dominan.
•Salinitas
Salinitas air formasi berpengaruh terhadap penurunan tegangan permukaan minyak-air oleh
surfactant. Untuk konsentrasi garam-garam tertentu, NaCl akan menyebabkan penurunan
tegangan permukaan minyak-air tidak efektif lagi. Hal ini disebabkan karena ikatan kimia
yang membentuk NaCl adalah ikatan ion yang sangat mudah terurai menjadi ion Na+ dan ion
Cl-, begitu juga halnya dengan molekul-molekul surfactant.Di dalam air ia akan mudah
terurai menjadi ion RSO3- dan H+. Konsekuensinya bila pada operasi injeksi surfactant
terdapat garam NaCl, maka akan membentuk HCl dan RSO3Na, dimana HCl dan RSO3Na
buakan merupakan zat aktif permukaan dan tidak dapat menurunkan tegangan permukaan
minyak-air.

Selain mempengaruhi tegangan permukaan minyak-air, garam NaCl juga mengakibatkan


fraksinasi surfactant yang lebih besar, sampai batuan reservoir tersebut mencapai titik jenuh.

Mekanisme Injeksi Surfactant


Larutan surfactant yang merupakan microemulsion yang diinjeksikan ke dalam reservoir,
mula-mula bersinggungan dengan permukaan gelembung-gelembung minyak melalui film air
yang tipis, yang merupakan pembatas antara batuan reservoir dan gelembung-gelembung
minyak. Surfactant memulai perannya sebagai zat aktif permukaan untuk menurunkan
tegangan permukaan minyak-air. Pertama sekali molekul-molekul surfactant yang
mempunyai rumus kimia RSO3H akan terurai dalam air menjadi ion-ion RSO3- dan H+. Ion-
ion RSO3- akan bersinggungan dengan gelembung-gelembung minyak, ia akan
mempengaruhi ikatan antara molekul-molekul minyak dan juga mempengaruhi adhesion
tension antara gelembung-gelembung minyak dengan batuan reservoir, akibatnya ikatan
antara gelembung-gelembung minyak akan semakin besar dan adhesion tension semakin
kecil sehingga terbentuk oil bank didesak dan diproduksikan.

Pada operasi di lapangan, setelah slug surfactant diinjeksikan kemudian diikuti oleh larutan
polimer. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya fingering dan chanelling. Karena
surfactant + kosurfactant harganya cukup mahal, di satu pihak polymer melindungi bank ini
sehingga tidak terjadi fingering menerobos zone minyak dan di lain pihak melindungi
surfactant bank dari terobosan air pendesak.

Agar slug surfactant efektivitasnya dalam mempengaruhi sifat kimia fisika sistem fluida di
dalam batuan reservoir dapat berjalan baik, maka hal-hal diatas harus diperhatikan. Misalnya
mobilitas masing-masing larutan harus dikontrol. Mobilitas slug surfactant harus lebih kecil
dari mobilitas minyak dan air didepannya. Pelaksanaan di lapangan untuk injeksi surfactant
meliputi sistem perlakuan terhadap air injeksi, sistem pencampuran slug surfactant dan sistem
injeksi fluida.

Sistem Injeksi Fluida


Injeksi fluida ke dalam reservoir dengan melalui beberapa sumur umumnya dilakukan dengan
memakai sistem manifold. Karena biasanya digunakan pompa positive displacement untuk
menginjeksikan fluida di dalam reservoir, laju aliran volumetris total dapat dikontrol, untuk
melihat program injeksi secara keseluruhan.

Tanpa alat pengontrol aliran pada masing-masing sumur, aliran relatif ditentukan dengan
mengukur daya tahan aliran dalam aliran masing-masing sumur injeksi. Untuk mengimbangi
injeksi yang tak terkontrol, dibutuhkan beberapa jenis kontrol aliran pada masing-masing
sumur.
Jika fluida yang diinjeksikan adalah atau slug tercampur (miscible slug), throttling valve
sederhana cukup untuk mengukur aliran. Jika sejumlah sumur mendapat fluida dari satu
pompa dalam jumlah yang besar, alat-alat pengontrol dapat menjadi tidak stabil karena
seluruh sistem saling berhubungan. Perubahan sedikit saja pada perawatan throttling pada
sumur menyebabkan perubahan aliran di sebuah sumur yang lainnya, karena laju alir total
tetap konstan. Namun sistem ini tetap dapat bekerja jika cukup memonitoring terhadap laju
injeksi pada masing-masing sumur.

Performance Reservoir Setelah Injeksi Surfactant


Performance reservoir setelah injeksi surfactant pada dasarnya tidak sama antara satu
reservoir dengan reservoir lainnya, tergantung pada karakteristik reservoir tersebut yang lebih
sesuai atau tepat untuk pelaksanaan injeksi surfactant. Namun dari data-data yang diperoleh
dari keberhasilan injeksi surfactant pada sumur-sumur produksi yang telah dilakukan, dapat
diambil performance reservoir setelah injeksi surfactant.

Perolehan minyak yang dapat diharapkan dari injeksi surfactant adalah sekitar 82% dari
OOIP, atau bahkan lebih jika dilkakukan injeksi surfactant di laboratorium dengan memakai
model batupasir. Namun keseluruhan dari injeksi surfactant dapat dihasilkan perolehan
minyak yang lebih besar daripada injeksi air konvensional. Sedangkan perolehan minyak
tambahan adalah sekitar 15% dari residual oil reserves. Untuk reservoir dengan kandungan
minyak kental atau reservoir minyak berat, perolehan yang mungkin didapat adalah sekitar
30%. Selain itu, reservoir dengan solution gas drive perolehan yang dapat diharapkan lebih
kecil, yaitu sekitar 15% dan untuk reservoir dengan water drive, injeksi gas atau gravity
drainage sekitar 10%.

Laju produksi minyak selama injeksi surfactant meningkat. Perolehan minyak bertambah jika
ukuran buffer mobilitas semakin besar. Perolehan minyak maksimum dengan injeksi
surfactant terjadi pada harga salinitas (kadar garam) yang optimal.
Diposkan oleh HMTP (Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan) UIR di 09.10 Tidak ada
komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Label: Kuliah Singkat

Simulasi Reservoir

Tujuan dari simulasi reservoir adalah untuk mengembangkan model matematik reservoir
dengan memprediksi kelakuan aliran multifasa di dalam reservoir. Model matematik ini
berdasarkan model geologi dan sifat karakteristik reservoir yang telah dibahas diatas. Secara
umum, simulasi reservoir ini terdiri dari pembuatan model, inisialisasi, history matching dan
prediksi reservoir

a. Pembuatan Model
Simulator Eclipse dapat digunakan untuk memodelkan sistem grid reservoir suatu dari
lapangan. Pemodelan reservoir dilakukan dengan menggunakan model Black-Oil 3-D, 3-fasa
dan dengan tipe grid sel orthogonal corner point sesuai dengan karakteristik area yang
distudi. Dimensi grid sel yang digunakan adalah 50 sel arah X dengan panjang 50 m, 44 sel
arah Y dengan panjang 50 m dan 4 layer arah Z.

3.Inisialisasi
Sebelum proses history matching, model reservoir diinisialisasi menggunakan simulator
Eclipse black oil untuk menetapkan kondisi kesetimbangan awal reservoir dan menentukan
initial volume in place dari reservoir. Harga OOIP (Original Oil In Place) dihitung selama
proses inisialisasi model reservoir ini dan juga digunakan sebagai parameter acuan pada saat
proses history matching produksi.

3.History Matching

Tujuan dari history matching adalah untuk memvalidasi performance model dengan data
sejarah lapangan, dalam hal ini adalah data produksi lapangan. Pada history matching ini
yang digunakan sebagai acuan adalah liquid rate (control liquid), artinya dengan menetapkan
bahwa laju produksi liquid yang dimasukkan ke dalam model simulasi adalah sama dengan
laju produksi liquid data lapangan, selanjutnya laju produksi minyak, laju produksi air,
tekanan dan water cut harus diselaraskan (di-matching) dengan data lapangan yang
sebenarnya.

Dalam rangka usaha untuk memvalidasi performance model, pada prinsipnya terdapat tiga
parameter utama yang harus di-adjust pada proses history matching, yaitu:

· matching tekanan

· matching saturasi

· matching PI (Productivity Index)

Banyak faktor yang berpengaruh dan banyak usaha yang dapat dilakukan agar tercapai hasil
history matching, akan tetapi ada beberapa parameter yang sangat berpengaruh selama proses
history matching ini, antara lain:

· distribusi hidrokarbon

· productivity index sumur

· aquifer support

· transmisibilitas

3.d. Peramalan Produksi

Setelah proses history matching selesai, maka dapat diasumsikan bahwa model dan
karakteristik reservoir telah menggambarkan kondisi reservoir yang sebenarnya. Tujuan
utama dari peramalan produksi reservoir adalah untuk memperkirakan kinerja reservoir
dengan menjalankan beberapa skenario pengembangan. Hasil peramalan produksi ini
merupakan performance dari reservoir tersebut di masa yang akan datang.

Terdapat beberapa skenario pengembangan yang dilakukan pada studi ini. Peramalan
produksi yang dilakukan dibatasi sampai dengan tahun tertentu (misal 10 tahun) untuk
lapangan. Skenario pengembangan untuk suatu lapangan meliputi :

1. Existing Wells
Skenario ini memprediksikan recovery minyak jika hanya memproduksikan sumur-sumur
yang ada pada kondisi terakhir (sampai bulan x tahun 20xx) tanpa melakukan usaha apapun.

2. Infill Drilling Sumur Produksi

Skenario ini bertujuan untuk memperluas daerah pengurasan dengan menambah sumur
produksi untuk meningkatkan perolehan minyak berdasarkan potensial area yang tersisa
setelah history matching. Infill drilling sebanyak xx sumur produksi. Lokasi untuk masing-
masing sumur dapat ketahui. Kinerja lapangan dan perbandingan produksi pada existing dan
infill drilling dapatdikaji lebih jauh.
Diposkan oleh HMTP (Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan) UIR di 09.07 Tidak ada
komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Label: Kuliah Singkat

Rig Pengeboran

Rig pengeboran adalah suatu bangunan dengan peralatan untuk melakukan pengeboran ke
dalam reservoir bawah tanah untuk memperoleh air, minyak, atau gas bumi, atau deposit
mineral bawah tanah. Rig pengeboran bisa berada di atas tanah (on shore) atau di atas
laut/lepas pantai (off shore) tergantung kebutuhan pemakaianya. Walaupun rig lepas pantai
dapat melakukan pengeboran hingga ke dasar laut untuk mencari mineral-mineral, teknologi
dan keekonomian tambang bawah laut belum dapat dilakukan secara komersial. Oleh karena
itu, istilah "rig" mengacu pada kumpulan peralatan yang digunakan untuk melakukan
pengeboran pada permukaan kerak Bumi untuk mengambil contoh minyak, air, atau mineral.
Rig pengeboran minyak dan gas bumi dapat digunakan tidak hanya untuk mengidentifikasi
sifat geologis dari reservoir tetapi juga untuk membuat lubang yang memungkinkan
pengambilan kandungan minyak atau gas bumi dari reservoir tersebut.
Rig pengeboran dapat berukuran:

 Kecil dan mudah dipindahkan, seperti yang digunakan dalam pengeboran eksplorasi
mineral
 Besar, mampu melakukan pengeboran hingga ribuan meter ke dalam kerak Bumi.
Pompa lumpur yang besar digunakan untuk melakukan sirkulasi lumpur pengeboran
melalui mata bor dan casing (selubung), untuk mendinginkan sekaligus mengambil
"bagian tanah yang terpotong" selama sumur dibor.

Katrol di rig dapat mengangkat ratusan ton pipa. Peralatan lain dapat mendorong asam atau
pasir ke dalam reservoir untuk mengambil contoh minyak dan mineral; akomodasi untuk kru
yang bisa berjumlah ratusan. Rig lepas pantai dapat beroperasi ratusan hingga ribuan
kilometer dari pinggir pantai.
Pada umumnya RIG pengeboran dapat dibagi menjadi beberapa jenis sesuai daerah

 RIG Darat : Untuk pengeboran di darat. Bentuk paling sederhana, terdiri dari menara
dan struktur penopang.
 Rig Rawa : Biasa dikenal dengan sebuat "Swamp Barge". Untuk kelengkapan alat
pengeboran sama dengan RIG darat, hanya saja menara dan sistem pengeboran
ditempatkan di atas Ponton. Ponton ini akan duduk di dasar rawa saat operasi
pengeboran berlangsung. Biasa beroperasi di perairan dengan kedalaman sekitar 5 M.
 Jack Up Rig : Satu unit alat pengeboran dengan kaki yang panjang. Kaki ini dapat
naik dan turun untuk menopang struktur utama. RIG jenis ini biasa digunakan pada
daerah dengan kedalaman sekitar 100 M atau kurang
 Tender RIG : Sistem pengeboran dipasang pada platform. Tender RIG digunakan
untuk membantu operasi pengeboran (pengangkatan pipa, strultur dll). Tender RIG
akan menempel di platform saat operasi pengeboran berlangsung.
 Semisubmersible RIG : Sesuai namanya, RIG semisub merupakan obyek terapung
yang dipasang alat pengeboran. Biasa digunakan untuk mengebor daerah laut dalam
(lebih dari 100 M).
 Drill Ship : Semua peralatan untuk pengeboran dipasang pada kapal. Digunakan untuk
mengebor laut yang sangat dalam.

Diposkan oleh HMTP (Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan) UIR di 09.03 Tidak ada
komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Label: Kuliah Singkat

Sabtu, 10 Agustus 2013


Reservoir

Pengertian Reservoir
Pada awal perkembangan industri perminyakan, sering disebut oil pool, suatu reservoir
minyak dan/atau gas bumi di bawah permukaan tanah bukanlah tempat yang berbentuk kolam
atau gua atau gerowong atau sejenisnya yang berupa wadah terbuka melainkan berupa suatu
bentukan (formasi) batuan padat namun mempunyai rongga atau pori-pori. Rongga kecil di
dalam batuan itulah yang menjadi tempat terakumulasinya minyak dan/atau gas. Untuk ini
dapat dijelaskan dengan ilustrasi berikut. Bayangkan sebuah gelas yang diisi penuh oleh
pasir. Kemudian tuangkan air ke dalamnya. Maka, walaupun kelihatannya gelas tersebut
sudah penuh terisi oleh pasir, kenyataannya air masih tetap dapat dituangkan dan ditampung
oleh gelas tadi karena air tersebut masuk ke dalam rongga antara butiran-butiran pasir. Agar
suatu reservoir dapat menampung minyak yang dapat diproduksikan secara ekonomis
nantinya, maka ukuran formasi batuan tersebut harus cukup besar dan mempunyai rongga
yang cukup besar pula. Di samping itu, harus dapat mengalirkan fluida karena minyak
dan/atau gas tidak bernilai ekonomis jika tidak dapat dialirkan ke lubang sumur untuk
kemudian diangkat ke permukaan.

Reservoir adalah suatu tempat terakumulasinya minyak dan gas bumi. Pada umumnya
reservoir minyak memiliki karakteristik yang berbeda-beda tergantung dari komposisi,
temperature dan tekanan pada tempat dimana terjadi akumulasi hidrokarbon didalamnya.
Suatu reservoir minyak biasanya mempunyai tiga unsur utama yaitu adanya batuan reservoir,
lapisan penutup dan perangkap. Beberapa syarat terakumulasinya minyak dan gas bumi
adalah :
1. Adanya batuan Induk (Source Rock)
Merupakan batuan sedimen yang mengandung bahan organik seperti sisa-sisa hewan dan
tumbuhan yang telah mengalami proses pematangan dengan waktu yang sangat lama
sehingga menghasilkan minyak dan gas bumi.
2. Adanya batuan waduk (Reservoir Rock)
Merupakan batuan sedimen yang mempunyai pori, sehingga minyak dan gas bumi yang
dihasilkan batuan induk dapat masuk dan terakumulasi.
3. Adanya struktur batuan perangkap
Merupakan batuan yang berfungsi sebagai penghalang bermigrasinya minyak dan gas bumi
lebih jauh.
4. Adanya batuan penutup (Cap Rock)
Merupakan batuan sedimen yang tidak dapat dilalui oleh cairan (impermeable), sehingga
minyak dan gas bumi terjebak dalam batuan tersebut.
5. Adanya jalur migrasi
Merupakan jalan minyak dan gas bumi dari batuan induk sampai terakumulasi pada
perangkap.

Sebagian besar minyak dan/atau gas ditemukan pada reservoir yang terbentuk dari batuan
sedimen. Batuan sedimen terbentuk dari endapan organik seperti sisa-sisa tumbuhan dan
hewan serta endapan anorganik seperti pasir dan lempung, yang diendapkan oleh sungai-
sungai dan danau-danau purba, yang kemudian ditimbun oleh berbagai jenis batuan dan
mengalami penekanan serta pemanasan dalam jangka waktu berjuta-juta tahun.
Supaya dapat menjebak (menampung) fluida, suatu reservoir haruslah tertutup pada bagian
atas dan pinggirnya oleh suatu lapisan penutup (closure). Dengan kata lain, bentuk “wadah”
ini tidaklah terbuka ke atas tetapi terbuka ke bawah sehingga minyak yang mengalir ke
arahnya dapat terperangkap. Mengalirnya minyak dari tempat dimana minyak tersebut
terbentuk (source rock) diakibatkan oleh proses alami karena pada saat pembentukannya
minyak mengalami tekanan yang sangat besar. Sehingga setelah terbentuk minyak tersebut
terperas (squeezed) ke luar dari bantuan tempatnya terbentuk dan mengalir ke tempat yang
mempunyai tekanan yang lebih rendah, yaitu ke permukaan bumi. Jika ada sesuatu yang
menghentikan pergerakan minyak tersebut, maka minyak akan terakumulasi di tempat ia
terhalang tersebut. Dilihat dari proses ini maka bentukan batuan reservoir berfungsi sebagai
suatu perangkap (trap). Perangkap itu sendiri (yang kemudian kita sebut dengan reservoir jika
ia telah mengandung minyak dan/atau gas) terbentuk karena proses geologi baik secara
struktural maupun stratigrafis.

Jadi, reservoir merupakan bagian dari perangkap bawah permukaan baik struktural
maupun stratigrafis yang berupa bentukan (formasi) batuan batupasir atau karbonat yang
bersifat porous (yaitu berongga) sehingga dapat mengandung minyak dan gas bumi dan
permeabel sehingga dapat mengalirkan minyak dan gas bumi tersebut. Sebuah reservoir
minyak dan/atau gas dapat berada berdampingan dengan aquifer, yang merupakan bagian dari
reservoir atau bentukan batuan lain yang mengandung air. Air tersebut bisa berada di bawah
reservoir (bottom aquifer) atau di pinggir reservoir (edge aquifer). Selanjutnya, minyak dan
gas bumi yang terkandung dalam suatu reservoir harus dapat diproduksikan dan bernilai
komersial. Tanpa hal itu, reservoir tersebut tidak berarti apa-apa.
Diposkan oleh HMTP (Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan) UIR di 23.44 Tidak ada
komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Label: Kuliah Singkat

Lumpur Pemboran
Tujuan utama dari sistem sirkulasi pada suatu operasi pemboran adalah untuk
mensirkulasikan fluida pemboran (lumpur bor) ke seluruh sistem pemboran, sehingga lumpur
bor mampu mengoptimalkan fungsinya. Sistem sirkulasi pada dasarnya terdiri dari empat
komponen, yaitu :
1. Fluida pemboran (lumpur bor)
2. Tempat persiapkan
3. Peralatan sirkulasi
4. Conditioning area

LUMPUR PEMBORAN (DRILLING FLUID, MUD)


Fluida pemboran merupakan suatu campuran cairan dari beberapa komponen yang
dapat terdiri dari : air (tawar atau asin), minyak, tanah liat (clay), bahan-bahan kimia, gas,
udara, busa maupun detergent. Di lapangan fluida dikenal sebagai "lumpur" (mud). Lumpur
pemboran merupakan faktor yang penting serta sangat menentukan dalam mendukung
kesuksesan suatu operasi pemboran. Kecepatan pemboran, efisiensi, keselamatan dan biaya
pemboran sangat tergantung pada kinerja lumpur pemboran. Fungsi lumpur dalam suatu
operasi pemboran antara lain adalah sebagai berikut :
1. Mengangkat cutting ke permukaan.
2. Mendinginkan dan melumasi bit dan drill string.
3. Memberi dinding lubang bor dengan mud cake.
4. Mengontrol tekanan formasi.
5. Membawa cutting dan material-material pemberat pada suspensi bila sirkulasi lumpur
dihentikan sementara.
6. Melepaskan pasir dan cutting dipermukaan.
7. Menahan sebagian berat drill pipe dan cutting (bouyancy efect).
8. Mengurangi effek negatif pada formasi.
9. Mendapatkan informasi (mud log, sampel log).
10. Media logging.

Komposisi lumpur pemboran.


Komposisi lumpur pemboran ditentukan oleh kondisi lubang bor dan jenis formasi yang
ditembus oleh mata bor. Ada dua hal penting dalam penentuan komposisi lumpur pemboran,
yaitu :
 Semakin ringan dan encer suatu lumpur pemboran, semakin besar laju penembusannya.
 Semakin berat dan kental suatu lumpur pemboran, semakin mudah untuk mengontrol kondisi
dibawah permukaan separti masuknnya fluida formasi bertekanan tinggi (dikenal sebagai
"kick"). Bila keadaan ini tidak dapat diatasi maka akan menyebabkan semburan liar
(blowout).

Lumpur umumnya campuran dari tanah liat (clay), biasanya bentonite, dan air yang
digunakan untuk membawa cutting ke atas permukaan. Lumpur berfungsi sebagai lubrikasi
dan medium pendingin untuk pipa pemboran dan mata bor. Lumpur merupakan komponen
penting dalam pengendalian sumur (well-control), karena tekanan hidrostatisnya dipakai
untuk mencegah fluida formasi masuk ke dalam sumur. Lumpur juga digunakan untuk
membentuk lapisan solid sepanjang dinding sumur (filter-cake) yang berguna untuk
mengontrol fluida yang hilang ke dalam formasi (fluid-loss).
Sistem yang paling penting di rig adalah sistem sirkulasi lumpur pemboran. lumpur
pemboran dipompakan ke dalam pipa bor yang akan disemprotkan keluar melalui nozzle
pada pahat dan kembali ke permukaan melalui ruang antara pipa dan lubang. Lumpur
pemboran akan mengangkat potongan-potongan batu yang dibuat oleh pahat (disebut
cuttings) ke permukaan. Hal ini mencegah penumpukan serbuk bor di dasar lubang. selama
pemboran, lubang sumur selalu penuh terisi lumpur pemboran untuk mencegah mengalirnya
fluida seperti air, gas atau minyak dari batuan bawah tanah ke lubang sumur.
Jika minyak atau gas dapat mengalir ke permukaan saat pemboran, akan menyebabkan
kebakaran. Bahkan jika hanya air yang mengalir saja dapat menggugurkan lubang dan
membuat kita kehilangan sumur. dengan adanya lumpur pemboran, fluida ini tertahan berada
di dalam batuan. pemboran sumur di lepas pantai hampir sama dengan pemboran di daratan.
Untuk sumur wildcat di lepas pantai, rig dinaikkan di atas barge, anjungan (platform)
terapung, atau kapal yang dapat berpindah. apabila lapangan lepas pantai sudah ditentukan,
anjungan (platform) produksi akan dipasang untuk membor sumur-sumur lainnya dan
memproduksi migas.
Karena lumpur pemboran menjaga agar migas tetap berada di dalam batuan, cadangan
migas bawah tanah pun dapat dibor tanpa mengindikasikan adanya migas, sehingga
diperlukan evaluasi sumur dengan cara menurunkan peralatan rekam wireline. Truk alat
rekam dipanggil, menurunkan tabung berisi instrumen yang disebut sonde ke dalam lubang
sumur. ketika sonde diangkat keluar lubang, instrumen akan merekam secara elektrik, suara
dan radioaktif sifat-sifat batuan dan fluida yang dilaluinya. Pengukuran ini direkam pada
kertas panjang bergaris yang disebut well log. well log ini memberi informasi tentang
komposisi lapisan batuan, pori-pori, dan fluida yang mungkin ada di dalamnya.
Dari hasil pembacaan well log, sumur dapat saja ditutup dan ditinggalkan sebagai
sumur kering atau diselesaikan untuk diproduksikan. pemasangan pipa produksi adalah cara
awal menyelesaikan sumur. untuk memasang pipa, pipa baja panjang yang bergaris tengah
besar (disebut selubung atau casing) dimasukkan ke dalam sumur. Semen basah dipompakan
ke dalam ruang antara casing dan dinding sumur hingga mengeras untuk menjaga lubang
sumur. pada kebanyakan sumur, pemasangan casing bertahap yang disebut casing program
dilakukan sebagai berikut: bor sumur, pasang casing, bor lebih dalam, pasang casing lagi, bor
lebih dalam lagi, dan pasang casing lagi.

Fungsi Lumpur Pemboran


Menurut Preston L. Moore (1974), lumpur pemboran mulai dikenal pada sekitar tahun
1900-an bersamaan dengan dikenalnya pemboran rotari. Pada mulanya tujuan utama dari
lumpur pemboran adalah untuk mengangkat serbuk bor secara kontinyu. Dengan
berkembangnya zaman, banyak fungsi-fungsi tambahan yang diharapkan dari lumpur
pemboran. Banyak additif dengan berbagai fungsi yang ditambahkan kedalamnya,
menjadikan lumpur pemboran yang semula hanya berupa fluida sederhana menjadi campuran
yang kompleks antara fluida, padatan dan bahan kimia.
Dari adanya perkembangan dalam penggunaan lumpur hingga saat ini, fungsi-fungsi
utama dari lumpur pemboran yang diharapkan adalah sebagai berikut:
1) Mengendalikan tekanan formasi.
2) Mengangkat serbuk bor kepermukaan dan membersihkan dasar lubang bor.
3) Memberi dinding pada lubang bor dengan mud-cake.
4) Melumasi dan mendinginkan rangkaian pipa pemboran.
5) Menahan padatan dari formasi dan melepaskannya dipermukaan.
Masing-masing fungsi akan dijelaskan satu persatu. Dan dalam penulisan ini yang
berkaitan erat dengan judul penulisan adalah fungsi yang nomor kedua dari kelima fungsi
utama dari lumpur pemboran tersebut.

1. Mengendalikan Tekanan Formasi


Tekanan formasi umumnya adalah sekitar 0,465 psi/ft. Pada tekanan yang normal, air
dan padatan pada pemboran telah dapat untuk menahan tekanan formasi ini. Untuk tekanan
yang lebih kecil dari normal (sub-normal) densitas lumpur harus diperkecil supaya perolehan
hilang lumpur atau loss circulation tidak terjadi. Tetapi sebaliknya untuk tekanan yang lebih
besar dari tekanan normal maka penambahan barite sebagai pemberat perlu dilakukan.

2. Mengangkat Serbuk Bor ke Permukaan dan Membersihkan Dasar Lubang Bor.


Pembersihan lubang bor adalah fungsi pokok dari lumpur pemboran. Fungsi ini juga
paling sering dilalaikan dan salah dinterpretasikan. Serbuk bor biasanya mempunyai SG
sekitar 2,3 samapai 3,0 dan rata-rata adalah 2,5. Jika serbuk bor lebih berat dari lumpur, maka
serbuk bor akan jatuh dengan kecepatan yang disebut dengan kecepatan slip.
Kecepatan slip dari serbuk bor dalam aliran fluida, dipengaruhi secara langsung oleh
sifat fisik lumpur antara lain kekentalan fluida. Jadi jika kecepatan lumpur di annulus dibatasi
oleh kemampuan pompa atau pembesaran lubang, maka lumpur perlu dikentalkan untuk
mengurangi kecepatan slip serbuk bor agar lubang bor tetap bersih. Keberhasilan
pengangkatan juga dipengaruhi oleh luasan permukaan atau bentuk daripada partikel serbuk
bor, semakin besar luasan dari partikel, maka gaya angkat fluida meneruskan tenaga dorong
dari pompa akan semakin bagus sehingga kecepatan slip serbuk bor juga bisa dikurangi
dengan memperbaiki sifat-sifat fisik lumpur, disamping itu juga mengoptimalkan tekanan
pemompaan. Bentuk fisik daripada partikel serbuk bor tergantung juga kepada jenis formasi
yang ditembus.
Pada aliran laminer kecepatan fluida pada sisi dinding lubang bor sangatlah kecil
sehingga efek torsi mudah terjadi karena ujung alirannya yang parabolik, hal ini akan
menyebabkan serbuk bor mudah jatuh lagi ke dasar lubang bor, ini akan dapat menghambat
berhasilnya pengangkatan serbuk bor. Pengangkatan serbuk bor akan mendapatkan hasil yang
lebih bagus dengan menggunakan aliran turbulen, karena distribusi kecepatannya datar bukan
parabolik seperti pada aliran laminer.
Kekurangannya adalah mudah terjadi pengikisan lubang bor bila formasi yang
ditembus tidak kompak, hal ini akan mengakibatkan runtuhnya dinding lubang bor yang
menyebabkan semakin mengendapnya serbuk bor dan tidak terangkatnya serbuk bor dengan
baik.
Lumpur dasar air dapat dikentalkan dengan menambahkan bentonite, dengan
menambahkan banyak padatan, dengan flokulasi padatan atau dengan additif khusus. Jadi ada
beberapa pilihan, dan penentuan pilihan tergantung dari tujuan lain yang ingin dicapai.
Bentonite adalah pilihan yang murah, tetapi jika ada masalah hilang air, maka harus ditambah
pengencer untuk mencegah flokulasi.
Hasil yang didapat mungkin hanyalah sedikit penambahan pada kapasitas pengangkatan
dan masalah dalam lubang tetap terjadi. Penambahan banyak padatan akan menaikkan
densitas, pilihan ini tidak dianjurkan jika tidak digunakan untuk tujuan mengontrol tekanan.
Penerapan flokulasi lumpur adalah pilihan yang mudah dan murah, tetapi juga dibatasi oleh
masalah hilang air. Additif khusus mungkin merupakan pilihan yang paling tepat, tetapi hal
ini akan menaikkan biaya lumpur.
Lumpur pemboran yang baik untuk pembersihan dasar sumur apabila memiliki
karakteristik mengencer akibat gesekan (shear thining) yang baik, karena semakin bersih
lubang bor berarti semakin bagus pula pengangkatan serbuk bornya sampai kepermukaan.

3. Memberi dinding Pada Lubang Bor Dengan Mud Cake.


Lumpur akan membuat mud cake atau lapisan zat padat tipis didinding formasi
permeabel (lulus air), pembentukan mud cake ini akan menyebabkan tertahannya aliran fluida
masuk ke formasi (adanya aliran yang masuk yaitu cairan plus padatan menyebabkan padatan
tertinggal/tersaring). Mud Cake yang dikehendaki adalah mud cake yang tipis karena dengan
demikian lubang bor tidak dipersempit dan cairan tidak banyak yang hilang. Sifat wall
building ini dapat diperbaiki dengan penambahan :
a. Sifat koloid drilling mud dengan bentonite.
b. Memberi zat kimia untuk memperbaiki distribusi zat padat dalam lumpur dan memperkuat
mud cake.

4. Melumasi dan Mendinginkan Pahat.


Panas yang ditimbulkan terjadi karena gesekan pahat serta drillstring dengan formasi.
Konduksi formasi umumnya kecil, sehingga sukar sekali menghilangkan panas dalam waktu
cepat, tetapi umumnya dengan adanya aliran lumpur telah cukup untuk mendinginkan sistem
serta melumasi pahat. Umur pahat bisa lebih lama sehingga biaya pergantian pahat bisa
ditekan, karena dengan tertembusnya formasi yang cukup keras, kalau tidak terlumasi dengan
baik, bit akan cepat tumpul sehingga daya tembusnya menjadi lambat dan memperlambat
proses pemboran.

5. Menahan Padatan Dari Formasi dan Melepaskannya di Permukaan.


Lumpur pemboran yang baik mempunyai sifat tixotropi yang menyebabkan partikel-
partikel padatan dapat dibawa sampai kepermukaan, dan menahannya didalam lumpur selama
sirkulasi berhenti. Kemampuan lumpur untuk menahan serbuk bor selama sirkulasi
dihentikan terutama tergantung terhadap gel strength, dengan cairan menjadi gel tekanan
terhadap gerakan serbuk bor kebawah dapat dipertinggi. Serbuk bor dapat ditahan agar tidak
turun kebawah, karena bila ia mengendap dibawah bisa menyebabkan akumulasi serbuk bor
dan pipa akan terjepit. Selain itu ini akan memperberat kerja pompa untuk memulai sirkulasi
kembali. Tetapi gel yang terlalu besar akan berakibat buruk juga, karena akan menahan
permbuangan serbuk bor dipermukaan (selain pasir). Penggunaan alat seperti desander dan
shale shaker dapat membantu pengambilan serbuk bor dari lumpur dipermukaan. Patut
ditambahkan bahwa pasir harus dibuang dari lumpur karena sifatnya yang abrassive pada
pompa, sambungan-sambungan

Pemeliharaan Pompa-pompa di Rig Pemboran


Pompa lumpur adalah suatu alat untuk memompakan cairan dengan mengubahtenaga
mekanis menjadi tenaga hidrolis. Fungsinya untuk memberikan dayahidrolis berupa tekanan
dan volume aliran/debit lumpur, dengan mengalirkanlumpur dari tangki melalui manifold
stand pipe masuk ke drill string, menuju ke nozzle pahat dengan mengefektifkan jet velosity-
nya. Kemudian dengan tekananyang dihasilkan oleh pompa lumpur, cairan pemboran akan
membawa serbuk bordari dasar lubang menuju permukaan melalui annulus.
Sedangkan prinsip kerja pompa triplex single acting itu sendiri adalahdengan satu kali
gerakan bolak-balik akan menghasilkan satu kali kerja. Dimana pada saat piston bergerak ke
belakang terjadi langkah pengisapan sehingga liner terisi oleh cairan. Karena pompa triplex
bekerja cepat maka pengisian liner dilakukan oleh pompa centrifugal sebagai super charging-
nya. Sedangkan pada saat piston bergerak ke depan, maka terjadi langkah penekanan
(discharge) sehingga volume cairan yang ada di salam liner terdorong keluar menuju
discharge manifold.

Tipe Lumpur Pemboran


Sesuai dengan lithologi dan stratigrafi yang berbeda-beda untuk setiap lapangan, serta
tujuan pemboran yang berbeda-beda (eksplorasi, pengembangan, kerja ulang) kita mengenal
type/ sistim lumput yang berbeda-beda pula, seperti :
1) Sistim Lumpur Tak Terdispersi (Non Dispersed). Termasuk diantaranya lumpur tajak untuk
permukaan dan sumur dangkal dengan treatment yang sangat terbatas.
2) Sistim Lumpur Terdispersi untuk sumur yang lebih dalam yang membutuhkan berat jenis
yang lebih tinggi atau kondisi lubanh yang problematis. Lumpur perlu didispersikan
menggunakan dispersant seperti senyawa Lignosulfonat, Lignite serta Tannin
3) Lime Mud (Calcium Treated Mud), sistim Lumpur yang mengandalkan ion-ion Calcium
untuk melindungi lapisan formasi shale yang mudah runtuh karena me-nyerap air.
4) Sistim Lumpur Air Garam yang mengandalkan larutan garam (NaCl, KCl)) untuk
mengurangi pembasahan formasi oleh air.
5) Sistim Lumpur Polymer yang mengandalkan polymer-polymer seperti Poly Acrylate,
Xanthan Gum, Cellulosa untuk melindungi formasi dan mencegah terlarutnya cuttings
kedalam lumpur bor. Sistim ini dapat ditingkatkan kemam-puannya dengan menambahkan
daram KCl atau NaCl, sehingga sistim ini disebut Salt Polymer System.
6) Oil Base Mud. Untuk membor lapisan formasi yang sangat peka terhadap air, digunakan
sistim lumpur yang menggunakan minyak sebagai medium pelarut. Bahan-bahan kimia yang
dipakai haruslah dapat larut atau kompatibel dengan minyak., berbeda dengan bahan kimia
yang larut dalam air. Sistim Lumpur ini Sistim Lumpur ini sangat handal melindungi
desintefrasi formasi, tahan suhu tinggi, akan tetapi kecuali mahal juga kurang ramah
lingkungan
7) Sistim Lumpur Synthetis menggunakan fluida sintetis dar jenis ester, ether, dan poly alha
olefin, untuk menggantikan minyak sebagai medium pelarut. Lumpur ini sekwaalitas dengan
Oil Based Mud, ramah lingkungan, akan tetapi dianggap teralu mahal.

Bahan Kimia Lumpur


Seperti kita ketahui, berbagai aditif berupa bahan kimia (baik yang diproduksi khusus
untuk keperluan lumpur pemboran maupun bahan kimia umum) dan mineral dibutuhkan
untuk memberikan karakeristik pada lumpur pemboran. Bahan-bahan tesebut dapat
diklasifikasi sebagai berikut:
1) Viscosifiers (bahan pengental) seperti Bentonite, CMC, Attapulgite dan polymer
2) Weighting Materials (Pemberat): Barite, Calcium Carbonate, Garam2 terlarut.
3) Thinners (Pengencer): Phosphates, Lignosulfonate, Lignite, Poly Acrylate
4) Filtrat Reducers : Starch, CMC, PAC, Acrylate, Bentonite, Dispersant
5) Lost Circulation Materials : Granular, Flake, Fibrous, Slurries
6) Aditif Khusus: Flocculant, Corrosion Control, Defoamer, pH Control, Lubricant

http://www.slideshare.net/FentyMaretta/analisis-petrofisika-menggunakan-ip

You might also like