You are on page 1of 3

Asuransi menjadi salah-satu pilihan bagi masyarakat untuk meminimalisir risiko yang

berkemungkinan dapat menimbulkan kerugian atas harta kekayaannya atau jiwa seseorang dengan
cara mengalihkan kerugian tersebut kepada perusahaan asuransi. Dalam hal tidak terjadi peristiwa
yang menimbulkan kerugian, maka pihak penanggung yaitu perusahaan asuransi berkesempatan
mengumpulkan premi yang dibayar oleh beberapa pihak tertanggung. Dalam rangka meminimalisir
risiko yang mungkin timbul dikemudian hari dan dapat merugikan seseorang, maka dari itu
dilakukanlah pengalihan risiko itu kepada penanggung, yaitu Perusahaan Asuransi. Perusahaan
Asuransi sebagai lembaga pengalihan dan pembagian risiko mempunyai kegunaan positif baik bagi
masyarakat, perusahaan asuransi maupun bagi pembangunan negara. Dalam menjalankan usahanya
Perusahaan Asuransi menghimpun dana melalui penarikan premi dengan menjanjikan akan
memberi sejumlah uang sebagai ganti rugi kepada pihak yang membayar premi apabila terjadi suatu
peristiwa yang merugikan pembayar premi tersebut melalui perjanjian polis asuransi.

Peranan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengawasan Perasuransian di Indonesia di Tinjau Dari UU
No 40 Tahun 2014 Menurut soekamto: peranan (rule) meerupakan aspek dinamis dari kedudukan
(status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya berarti
ia menjalankan perannya. Peranan lebih menujukan pada fungsi sebagai suatu proses.229 Peranan
OJK dalam UU OJK sangat luas.berdasarkan defenisi OJK ditentukan dalam pasal 1 UU OJK.
Peranan OJK meliputi tugas dan kewenangan pengaturan, pengawasan dll.Salah satu peranan OJK
dalam pengawasan jenis kegiatan usaha keuangan yaitu asuransi. Dalam UU Perasuransian diatur
dalam pasal 57 ayat (1) yaitu:230 Dalam UU OJK terkait pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (Bank
dan non-Bank) OJK mempunyai wewenang yang diatur dalam pasal 9 yaitu: Pengaturan dan
pengawasan kegiatan usaha Perasuransian dilakukan Oleh Otoritas Jasa Keuangan.

a. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;

Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas…….op.,cit,hal.12. 229 JH Tarigan, Arti


Peranan,http://digiliunila.ac.id, (diakses pada tanggal 14 Mei 2017). Republik Indonesia,
(Perasuransian), op.cit.,Pasal 57. 231Republik Indonesia, ( Otoritas Jasa Keuangan), op.cit., Pasal 9.

b. Mengawasai pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh kepala Eksekutif;

c. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindak lain


terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang–undangan di sektor jasa keuangan;

d. Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan/atau pihak tertulis;

e. Melakukan penunjukan pengelola statuter;

f. Menetapkan penggunaan pengelolaan statuter;

g. Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan
perundang–undangan di sektor jasa keuangan; dan

h. Memberikan dan/atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan
pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan
atau penetapan pembubaran dan penetapan lain.
Dalam pelaksanaan fungsi pengaturan dan pengawasan perasuransian UU Perasuransian juga
menjelaskan dalam pasal 60:232

(1) Dalam rangka pelaksanaan fungsi pengaturan sebagaimana dimaksud dalam pasal 57 ayat (1),
OJK menetapkan peaturan perundang–undangan di bidang perasuransian.

(2) Dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 57 ayat (1),
OJK berwenang:

a. Menyetujui atau menolak memberikan izin Usaha Perasuransian;

b. Mencabut izin Usaha Perasuransian;

c. Menyetujui atau menolak memberikan pernyataan pendaftaran bagi konsultan aktuaria, akuntan
public, penilai, atau pihak lain yang memberikan jasa kepada Perusahaan Perasuransian;

d. Membatalkan pernyataan pendaftaran bagi konsultan aktuaria,akuntan publik, penilai, atau pihak
lain yang memberikan jasa kepada Perusahaan Perasuransian;

e. Mewajibkan Perusahaan Perasuransian meyampaikan laporan secara berkala;

f. Melakukan pemeriksaan terhadap Perusahaan Perasuransian dan pihak lain yang sedang atau
pernah menjadi pihak terafilisasi atau memberikan jasa kepada Perusahaan Perasuransian; 232

Republik Indonesia (Perasuransian), op.cit.,Pasal 60

g. Menetapkan pengendali dan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan


reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah;

h. Menyetujui atau mencabut persetujuan suatu pihak menjadi Pengendali Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah;

i. Mewajibkan suatu pihak untuk berhenti menjadi Pengendali dan Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah;

j. Melakukan penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap direksi, dewan komisaris, atau yang
setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha
bersama sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf c, dan/atau dewan pengawas syariah,
aktuaris perusahaan, auditor internal, dan pengendali;

k. Menonaktifkan direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris
pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam pasal 6
ayat (1) huruf c, dan/atau dewan pengawas syariah, dan menetapkan Pengelola Statuter;

l. Memberi perintah tertulis kepada:

1. Pihak tertentu untuk membuat laporan mengenai hal tertentu,atas biaya Perusahaan
Perasuransian dan disampaikan kepada OJK;

2. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,atau


perusahaan reasuransi syariah untuk mengalihkan sebagian atau seluruh portofolio
pertanggungannya kepada Perusahan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi, atau perusahaan reasuransi lain;

3. Perusahaan Perasuransian untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu guna
memenuhi ketentuan peraturan perundang–undangan di bidang perasuransian;

4. Perusahaan Perasuransian untuk memperbaiki atau menyempurnakan sistem


pengendalian intern untuk mengidentifikasi dan menghindari pemanfaatan Perusahaan
Perasuransian untuk kejahatan keuangan;

5. Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah untuk menghentikan pemasaran


produk asuransi tertentu;dan

6. Perusahaan Perasuransian untuk menggantikan seseorang dari jabatan atau posisi


tertentu, atau menunjuk seseorang dengan kualifikasi tertentu untuk menempati jabatan
atau posisi tertentu, dalam hal orang tersebut tidak kompeten, tidak memenuhi kualifikasi
tertentu, tidak berpengalaman, atau melakukan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan
perundang–undangan di bidang perasuransian;

m. Mengenakan sanksi kepada Perusahaan Perasuransian, pemegang saham, direksi, dewan


komisaris, atau yang setara dengan pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris pada badan
hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf
c dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, dan/atau auditor internal;dan

n. Melaksanakan kewenangan lain berdasarkan peraturan perundang– undangan.

Dari Bab III ini dapat disimpulkan mengenai peranan OJK terhadap pengawasan
perasuransian di Indonesia di tinjau dari UU Perasuransian, maka lembaga perasuransian yang
sebelum lahirnya UU Perasuransian mengenai pengawasan asuransi diatur oleh UU OJK dan yang
melakukan pengawasan juga dlakukan oleh OJK. Hal ini juga dapat dilihat dalam isi pasal 6 huruf c,
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor
perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Namun
setelah lahirnya UU Perasuransian mengenai peranan OJK terhadap perasuransian ternyata tetap
dilakukan oleh OJK yang dapat dilihat dari pasal 57 ayat (1) UU Perasuransian yaitu pengawasan dan
pengaturan kegiatan perasuransian dilakukan oleh OJK.Dan terhadap peranan OJK dalam
pengawasan asuransi dilihat di dalam pasal 60 ayat (1) dan (2) UU Perasuransian. Dan dimana OJK
memiliki peran sebagai regulative dan controlling atas lembaga jasa keuangan dan dengan adanya
lembaga independen seperti OJK di sektor jasa keuangan merupakan tindakan positif dalam
mengawasi lembaga keuangan karena OJK membuat aturan sedemikian rupa agar dapat terciptanya
lembaga keuangan yang transparan, kredibel, relevan dan akuntabel dalam aktifitas yang di jalankan.

You might also like